PENGARUH PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS IV SD NEGERI KARANGJATI KECAMATAN KASIHAN KABUPATEN BANTUL.

(1)

PENGARUH PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS IV SD NEGERI

KARANGJATI KECAMATAN KASIHAN KABUPATEN BANTUL

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Sabar Priyono NIM. 12108241201

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

PERSETUJUAN

Skripsi yang berjudul "PENGARUH PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS IVSD NEGERI KARANGJATI KECAMATAN KASIHAN KABUPATEN BANTUL" yang disusun oleh Sabar Priyono, NIM 12108241201 ini telah disetujui oleh dosen pernbirnbing untuk diujikan.

Yogyakarta, 16 Maret 2016 Dosen Pernbirnbing

Ikhlasul Ardi Nugroho, M.Pd. NIP... 19820623 200604 1 001


(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang dituhs atau diterbitkan orang lain kecuali dengan acuan atau kutipan dengan tata penulisan karya ilmiah yang berlaku.

Tanda tangan dosen penguji yang tertera dalam halaman pengesahan adalah ash, Jika tidak asli, saya siap menerima sanksi ditunda yudisium pada periode berikutnya.

Yogyakarta, 16 Maret 2016 Yang menyatakan,

Fr.

Sabar Priyono NIM. 12108241201


(4)

PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul "PENGARUH PENERAPAN PEMBELAJARAN. ,

KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS IV SD NEGERl KARANGJATI KECAMATAN KASlHAN KABUPATEN BANTUL" yang disusun oleh Sabar Priyono, NIM 12108241201 ini telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal28 Maret 2016 dan dinyatakan lulus.

DEWAN PENGUJI

Dr. Insih Wilujeng, M.Pd. Penguji Utama Ikhlasul Ardi Nugroho, M.Pd. Ketua Penguji Apri1ia Tina Lidyasari, M.Pd. Sekretaris Penguji

Nama Jabatan Tanda tangan

rf;Tj/J

L1i4::

Nセ

...

Tanggal

L\..

avNZ」セ|

..

セG「

_NavjセN|

tclb

A\?(\\

2c>\b


(5)

v

MOTTO

“Pengalaman merupakan pembelajaran yang paling berharga” (Anonim)

“Pembelajaran yang menyenangkan akan memberikan makna yang berarti” ( Anonim )


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Dengan mengharap ridho Allah SWT, skripsi ini kupersembahkan untuk : 1. Kedua orang tuaku, Bapak dan Ibu yang selalu mendoakan dan

memberikan semangat. Terimakasih atas semangat dan doa yang selalu diberikan untuk kesuksesan dan kebahagiaanku.

2. Almamater Universitas Negeri Yogyakarta. 3. Nusa, Bangsa, dan Agama.


(7)

vii

PENGARUH PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS IV SD NEGERI

KARANGJATI KECAMATAN KASIHAN KABUPATEN BANTUL Oleh

Sabar Priyono NIM 12108241201

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan pembelajaran kontekstual terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Karangjati Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul.

Penelitian ini merupakan penelitian Quasi Experiment dengan desain penelitian Nonequivalent control group design. Variabel penelitian ini terdiri dari variabel bebas yaitu pendekatan pembelajaran kontekstual dan variabel terikat yaitu hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Karangjati. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV SD Negeri Karangjati tahun ajaran 2015/2016 yang berjumlah 61 siswa yang terdiri dari 2 kelas. Kelas IV A berjumlah 30 siswa sebagai kelompok eksperimen dan kelas IV B berjumlah 31 siswa sebagai kelompok kontrol. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini mengunakan instrumen tes dan lembar observasi. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji-t.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan penerapan pembelajaran kontekstual terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Karangjati. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan hasil perhitungan uji-t yaitu nilai t sebesar 2,665 dan sig 0,010. Nilai sig menyatakan lebih kecil dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan hasil post test antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Hal tersebut juga ditunjukkan dari rata-rata hasil post-test yaitu kelompok kontrol sebesar 73,22 dan kelompok eksperimen sebesar 80,66


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat, petunjuk dan kekuatan sehingga penulis dapat melakukan penelitian dan

menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Pengaruh Penerapan Pembelajaran Kontekstual terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Negeri Karangjati Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul”.

Keberhasilan dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak.. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., MA. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang kesempatan kepada penulis untuk belajar dan menempuh akademik di Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Bapak Dr. Haryanto, M.Pd. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberikan ijin dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Suparlan, M.Pd.I. Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar yang telah mendukung kelancaran penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Aprilia Tina Lidyasari, M.Pd. Pembimbing Akademik (PA), yang telah memberikan dorongan dalam melaksanakan penelitian ini.

5. Bapak Ikhlasul Ardi Nugroho, M.Pd. sebagai Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan pengarahan, bimbingan dan masukan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.


(9)

ix

6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan banyak bekal ilmu kepada penulis.

7. Dewan penguji yang telah menguji dan memberikan masukan terhadap skripsi yang telah disusun penulis.

8. UPT perpustakaan UNY, UPP I, dan UPP II yang telah memberikan pelayanan yang baik ramah kepada peneliti dalam proses penyusunan skripsi ini.

9. Ibu Jumiyatin, S.Pd. selaku Kepala SD Negeri Karangjati yang telah memberikan kesempatan untuk mengadakan penelitian di sekolah.

10.Bapak dan Ibu Guru SD Negeri Karangjati yang telah memberikan banyak masukan dan membantu peneliti dalam melakukan penelitian di sekolah. 11.Seluruh siswa kelas IV SD Negeri Karangjati, atas kerjasama dan

partisipasinya dalam pembelajaran selama penulis melakukan penelitian. 12.Orang tua tercinta, Ibunda Minah dan Ayahanda Darmadi yang selalu

mendoakan dan memberi motivasi.

13.Keluargaku tercinta yang senantiasa memberikan dorongan dan semangat hingga terselesaikannya skripsi ini.

14.Lukman Primadi dan Eko Nur F yang telah bersedia membantu menjadi observer selama penelitian.

15.Teman-teman Kelas D PGSD FIP UNY angkatan 2012 yang telah memberi semangat, dukungan dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.


(10)

16. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Semoga Allah SWT memberikan balasan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis dan semoga skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak.

Yogyakarta, 16 Maret 2016 Penulis

Sabar Priyono NIM. 12108241201


(11)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 5

C.Batasan Masalah ... 6

D.Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Tentang Pembelajaran IPA ... 9


(12)

xii

1. Pengertian IPA ... 9

2. Komponen IPA ... 10

3. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar ... 12

4. Karakteristik Siswa Kelas IV Sekolah Dasar ... 14

B. Kajian Tentang Hasil Belajar ... 16

1. Pengertian Hasil Belajar ... 16

2. Hasil Belajar IPA ... 17

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar ... 19

C. Kajian Tentang Pembelajaran Kontekstual ... 20

1. Pengertian Pembelajaran Kontekstual ... 20

2. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual ... 22

3. Prinsip Pembelajaran Kontekstual ... 23

4. Komponen Pembalajaran Kontekstual ... 25

5. Penerapan Pembalajaran Kontekstual dalam Pembelajaran ... 37

D. Pengaruh Pembelajaran Kontekstual Terhadap Hasil Belajar ... 41

E. Hasil Penelitian yang Relevan ... 43

F. Kerangka Pikir ... 44

G. Hipotesis Penelitian ... 45

H. Definisi Operasional Variabel ... 45

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 47

B. Desain Penelitian ... 48


(13)

xiii

D. Variabel Penelitian ... 52

E. Populasi dan Sampel Penelitian ... 53

F. Instrumen Penelitian ... 54

G. Validasi Instrumen ... 59

H. Teknik Pengumpulan Data ... 63

I. Teknik Analisis Data ... 64

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 68

B. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 69

1. Data Hasil Observasi Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen.69 a. Data Hasil Observasi Kelompok Kontrol ... 69

b. Data Hasil Observasi Kelompok Eksperimen ... 75

2. Data Hasil Belajar Siswa ... 81

a. Data Hasil Pre test Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... 81

b. Data Hasil Post test Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... 85

c. Perbandingan Skor Hasil Pre test dan Post test Kelompok Kontrol dan kelompok Eksperimen ... 88

C. Uji Prasyarat Analisis ... 90

1. Uji Normalitas ... 90

2. Uji Homogenitas ... 91


(14)

xiv

1. Uji t Pre test Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... 92

2. Uji t Post test Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... 93

E. Pembahasan Hasil Penelitian ... 95

F. Keterbatasan Penelitian ... 98

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 100

B. Saran ... 100

DAFTAR PUSTAKA ... 102


(15)

xv

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Kisi-Kisi Instrumen Tes Sebelum Uji Coba ... 55

Tabel 2. Kisi-Kisi Instrumen Tes Setelah Uji Coba ... 56

Tabel 3. Kisi-Kisi Pedoman Observasi Guru ... 57

Tabel 4. Kisi-Kisi Pedoman Observasi Siswa ... 58

Tabel 5. Hasil Uji Validitas Instrumen ... 60

Tabel 6. Interpretasi Nilai r ... 62

Tabel 7. Kriteria Penilaian Hasil Belajar IPA ... 67

Tabel 8. Hasil Perolehan Skor Observasi Aktivitas Guru Kelompok Kontrol Pertemuan 1 ... 69

Tabel 9. Hasil Perolehan Skor Observasi Aktivitas Siswa Kelompok Kontrol Pertemuan I ... 71

Tabel 10.Hasil Perolehan Skor Observasi Aktivitas Guru Kelompok Kontrol Pertemuan II... 72

Tabel 11. Hasil Perolehan Skor Observasi Aktivitas Siswa Kelompok Kontrol Pertemuan II ... 74

Tabel 12. Hasil Perolehan Skor Observasi Aktivitas Guru Kelompok Eksperimen Pertemuan I ... 75

Tabel 13. Hasil Perolehan Skor Observasi Aktivitas Siswa Kelompok Eksperimen Pertemuan I ... 77

Tabel 14. Hasil Perolehan Skor Observasi Aktivitas Guru Kelompok Eksperimen Pertemuan II ... 78


(16)

xvi

Tabel 15. Hasil Perolehan Skor Observasi Aktivitas Siswa Kelompok

Eksperimen Pertemuan II ... 80 Tabel 16. Data Distribusi Frekuensi Hasil Pre-test Kelompok Kontrol ... 82 Tabel 17. Data Distribusi Frekuensi Hasil Pre-test Kelompok Eksperimen . 84 Tabel 18. Data Distribusi Frekuensi Hasil Post-test Kelompok Kontrol ... 86 Tabel 19. Data Distribusi Frekuensi Hasil Post-test Kelompok Eksperimen 87 Tabel 20. Perbandingan Skor Hasil Pre test dan Post Test Kelompok

Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... 88 Tabel 21. Hasil Uji Normalitas Kelompok Kontrol dan Kelompok

Eksperimen ... 90 Tabel 22. Hasil Uji Homogenitas Kelompok Kontrol dan Kelompok

Eksperimen ... 91 Tabel 23. Hasil Uji t Pre test Kelompok Kontrol dan Kelompok

Eksperimen. ... 93 Tabel 24. Hasil Uji t Post test Kelompok Kontrol dan Kelompok


(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

hal Gambar 1. Diagram Bagan Kerangka Berpikir Penelitian... 44 Gambar 2. Rancangan Nonequivalent Control Group Design... 49 Gambar 3. Langkah-Langkah Penelitian... 51 Gambar 4. Diagram Perolehan Skor Hasil Observasi Aktivitas Guru

Kelompok Kontrol Pertemuan I ... 70 Gambar 5. Diagram Perolehan Skor Hasil Observasi Aktivitas Siswa Kelompok Kontrol Pertemuan I ... 71 Gambar 6. Diagram Perolehan Skor Hasil Observasi Aktivitas Guru Kelompok Kontrol Pertemuan II ... 73 Gambar 7. Diagram Perolehan Skor Hasil Observasi Aktivitas Siswa Kelompok Kontrol Pertemuan II ... 74 Gambar 8. Diagram Perolehan Skor Hasil Observasi Aktivitas Guru Kelompok Eksperimen Pertemuan I ... 76 Gambar 9. Diagram Perolehan Skor Hasil Observasi Aktivitas Siswa Kelompok Eksperimen Pertemuan I ... 77 Gambar 10. Diagram Perolehan Skor Hasil Observasi Aktivitas Guru Kelompok Eksperimen Pertemuan II ... 79 Gambar 11. Diagram Perolehan Skor Hasil Observasi Aktivitas Siswa Kelompok Eksperimen Pertemuan II ... 80 Gambar 12. Diagram Hasil Pre test Kelompok Kontrol ... 83 Gambar 13. Diagram Hasil Pre test Kelompok Eksperimen ... 85


(18)

xviii

Gambar 14. Diagram Hasil Post test Kelompok Kontrol ... 86 Gambar 15. Diagram Hasil Post test Kelompok Eksperimen ... 88 Gambar 16. Diagram Perbedaan Hasil Pre test dan Post test


(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelompok Eksperimen .. 104

Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelompok Kontrol... 117

Lampiran 3. Lembar Kerja Siswa Kelompok Eksperimen ... 125

Lampiran 4. Lembar Kerja Siswa Kelompok Kontrol ... 130

Lampiran 5. Materi Ajar ... 134

Lampiran 6. Soal Instrumen Tes Sebelum Uji Coba... 137

Lampiran 7. Kunci Jawaban Instrumen Tes Sebelum Uji Coba ... 142

Lampiran 8. Soal Instrumen Tes Setelah Uji Coba ... 143

Lampiran 9. Kunci Jawaban Instrumen Tes Setelah Uji Coba ... 147

Lampiran 10. Lembar Jawaban Instrumen Tes ... 148

Lampiran 11. Data Hasil Uji Coba Instrumen Tes ... 149

Lampiran 12. Hasil Uji Validitas Instrumen dengan SPSS 16for Windows .. 152

Lampiran 13. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen dengan SPSS 16 for Windows ... 155

Lampiran 14. Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 157

Lampiran 15. Data Hasil Observasi Aktivitas Guru Kelas Kontrol ... 158

Lampiran 16. Data Hasil Observasi Aktivitas Siswa Kelas Kontrol ... 160

Lampiran 17. Data Hasil Observasi Aktivitas Guru Kelas Eksperimen ... 162

Lampiran 18. Data Hasil Observasi Aktivitas Siswa Kelas Eksperimen ... 164

Lampiran 19. Data Hasil Pre test Kelompok Kontrol ... 166


(20)

xx

Lampiran 21. Data Distribusi Frekuensi Hasil Pre test Kelompok Kontrol .. 168

Lampiran 22. Data Distribusi Frekuensi Hasil Pre test Kelompok Eksperimen ... 169

Lampiran 23. Data Hasil Post-test Kelompok Kontrol ... 170

Lampiran 24. Data Hasil Post-test Kelompok Eksperimen ... 171

Lampiran 25. Data Distribusi Frekuensi Hasil Post test Kelompok Kontrol ... 172

Lampiran 26. Data Distribusi Frekuensi Hasil Post test Kelompok Eksperimen ... 173

Lampiran 27. Hasil Uji Normalitas dengan SPSS 16 for Windows... 174

Lampiran 28. Hasil Uji Homogenitas dengan SPSS 16 for Windows ... 175

Lampiran 29. Hasil Uji Hipotesis (Uji-t) Pre-test Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen dengan SPSS 16 for Windows ... 176

Lampiran 30. Hasil Uji Hipotesis (Uji-t) Post-test Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen dengan SPSS 16 for Windows ... 177

Lampiran 31. Contoh Hasil Lembar Kerja Siswa ... 178

Lampiran 32. Contoh Hasil Tes Siswa ... 184

Lampiran 33. Gambar Penelitian ... 192


(21)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ilmu Pengetahuan Alam merupakan konsep pembelajaran alam yang mempunyai hubungan sangat luas dengan kehidupan manusia. Menurut Srini M Iskandar (1997:2) IPA merupakan ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. Sejalan dengan itu Usman Samatowa (2010:3) mengungkapkan bahwa IPA merupakan ilmu pengetahuan yang membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. IPA juga sebagai dasar untuk mengembangkan teknologi yang sangat diperlukan dalam kehidupan manusia. IPA sangat penting bagi kehidupan manusia, karena pengetahuan tentang alam dan kejadian yang ada di dalamnya mempengaruhi kehidupan manusia.

Guru sebagai pendidik harus paham akan pentingnya Ilmu Pengetahuan Alam diajarkan di Sekolah Dasar. IPA merupakan mata pelajaran yang sangat penting bagi siswa Sekolah Dasar, karena di Sekolah Dasar merupakan cikal bakal perkembangan sains pada mata pelajaran Fisika, Kimia, dan Biologi yang akan didapatkan pada jenjang pendidikan selanjutnya. IPA di Sekolah Dasar merupakan program untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan sikap, dan nilai ilmiah pada siswa. Sejak dini pemahaman konsep IPA dengan baik harus dimulai,


(22)

2

sehingga para siswa pada pendidikan selanjutnya dapat menguasai dan senang dengan konsep-konsep IPA yang lebih kompleks.

Sudah selayaknya IPA dikuasai siswa sejak usia Sekolah Dasar. Untuk itu guru perlu mengembangkan alternatif-alternatif pembelajaran IPA agar pembelajaran mudah dipahami oleh siswa. IPA tidak cukup dibelajarkan hanya dengan memberikan pengetahuan yang hanya bersifat informasi akan tetapi, membelajarkan IPA perlu melibatkan anak secara aktif, belajar bersama teman sebaya, menemukan sendiri dan menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan guru untuk meningkatkan kreativitas dan pemahaman siswa terhadap pembelajaran IPA yaitu pembelajaran kontekstual atau Contextual

Teaching and Learning (CTL).

Pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL)

adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka (Udin Syaefudin, 2009:162). Pembelajaran kontekstual memandang bahwa belajar bukanlah menghafal, akan tetapi belajar adalah proses pengalaman dalam kehidupan nyata. Pengajaran dengan menggunakan pembelajaran kontekstual mendorong anak agar dapat menemukan makna dari pembelajaran dengan menghubungkan materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, sehingga pengetahuan yang didapat akan tertanam erat dalam memorinya.


(23)

3

Pembelajaran kontekstual merupakan sebuah sistem yang menyeluruh dan terdiri dari bagian-bagian yang saling terhubung (Elaine B. Jhonson, 2008:65). Jika bagian-bagian ini terjalin satu sama lain maka akan membuat para siswa mampu membuat hubungan yang menghasilkan makna. Pembelajaran kontekstual mempunyai tujuh elemen penting, yaitu inkuiri, pertanyaan, konstruktivistik, pemodelan, masyarakat belajar, penilaian autentik, dan refleksi. Ketujuh unsur tersebut dapat diaplikasikan dalam keseluruhan proses pembelajaran.

Pembelajaran kontekstual muncul sebagai reaksi terhadap teori

behavioristik yang mendominasi pendidikan selama puluhan tahun.

Pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL)

merupakan pendekatan yang berakar pada sebuah pandangan baru dan belum populer di Indonesia serta belum banyak diterapakan di sekolah-sekolah khususnya di Sekolah Dasar. Guru dan pakar pendidik khususnya di Sekolah Dasar belum begitu mengerti dan paham mengenai pendekatan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL) dan penerapannya dalam pembelajaran.

Berdasarkan hasil observasi dan pengalaman mengajar guru kelas IV di SD Negeri Karangjati, pembelajaran kontekstual jarang diterapkan guru dalam pembelajaran IPA. Guru masih sering menggunakan pembelajaran konvensional dalam proses pembelajaran IPA. Pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah dalam pembelajaran IPA guru masih menerapkan pembelajaran secara monoton dan hanya berpegang pada buku-buku paket dan tidak menghubungkannya dengan kehidupan nyata yang dialami siswa.


(24)

4

Pembelajaran konvensional ini menyebabkan siswa cepat bosan dalam pembelajaran sehingga berpengaruh pada hasil belajar siswa.

Guru dalam pembelajaran IPA seharusnya menggunakan pendekatan yang tepat agar apa yang dipelajari oleh siswa dapat dimengerti dengan baik. Pembelajaran IPA yang dilakukan secara aktif, belajar bersama dan bekerja sama akan lebih menyenangkan dan meningkatkan kreativitas siswa sehingga dapat meningkatkan pemahaman mereka. Pembelajaran kontekstual merupakan salah satu pendekatan yang dapat diterapkan guru dalam pembelajaran IPA agar siswa menjadi aktif dan tidak bosan dengan pelajaran yang disampaikan. Pada kenyataannya di sekolah-sekolah khususnya di Sekolah Dasar guru belum banyak mengetahui bagaimana Penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual ini. Salah satunya di SD Negeri Karangjati guru belum mengetahui dan memahami penerapan pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran IPA sehingga pembuktian pengaruh pendekatan pembelajaran kotekstual terhadap pembelajaran IPA belum diketahui oleh guru. Guru perlu menerapkan pendekatan-pendekatan baru dalam mengajar salah satunya pendekatan pembelajaran kontekstual agar guru mengetahui perbedaan dan pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa.

Pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dapat diterapkan guru pada siswa kelas IV. Hal ini dikarenakan siswa kelas IV Sekolah Dasar termasuk berada pada tahap operasional konkret dalam berpikir. Anak pada masa operasional konkret sudah mulai menggunakan operasi mentalnya untuk memecahkan masalah-masalah yang aktual. Anak


(25)

5

mampu menggunakan kemampuan mentalnya untuk memecahkan masalah yang bersifat konkret. Kemampuan berpikir ditandai dengan adanya aktivitas-aktivitas mental seperti mengingat, memahami, dan memecahkan masalah. Dengan menerapakan pendekatan pembelajaran kontekstual guru dapat mengetahui pengaruh pembelajaran kontekstual terhadap hasil belajar siswa dan siswa dapat mengembangkan kemampuannya dalam memecahkan berbagai masalah.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti terdorong untuk

melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Penerapan Pembelajaran Kontekstual Terhadap Hasil Belajar IPA Pada Siswa Kelas IV SDN

Karangjati Kasihan Bantul.”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Pembelajaran IPA yang dilakukan guru cenderung monoton dan kurang inovatif sehingga menyebabkan kurang berkembangnya kemampuan anak dalam berpikir.

2. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan guru dalam penerapan pendekatan pembelajaran IPA salah satunya guru belum mengetahui dan memahami penerapan pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran IPA. 3. Guru jarang menerapkan pendekatan pembelajaran kontekstual dalam


(26)

6

4. Belum ada bukti empirik mengenai pengaruh pembelajaran kontekstual terhadap pembelajaran IPA.

5. Belum ada pembuktian pengaruh penerapan pembelajaran kontekstual terhadap hasil belajar siswa di SD Negeri Karangjati.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang ditemukan, maka peneliti membatasi permasalahan, yaitu pada pengaruh penerapan pembelajaran kontekstual terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Karangjati Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul. Adapun hasil belajar IPA siswa dibatasi pada hasil belajar pada ranah kognitif.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah: “Apakah terdapat pengaruh penerapan pembelajaran Kontekstual terhadap hasil belajar IPA siswa Kelas IV SD Negeri Karangjati Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul ? ”

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan pembelajaran kontekstual terhadap hasil belajar IPA siswa Kelas IV SD Negeri Karangjati Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul.


(27)

7 F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Secara teoritis

a. Untuk menambah wawasan pengetahuan mengenai pendekatan kontekstual, terutama penggunaannya dalam mata pelajaran IPA. b. Membimbing peserta didik untuk dapat meningkatkan kemampuan

berpikir dan memecahkan berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari .

2. Secara praktis

a. Bagi siswa

1) Membantu siswa agar dapat mengatasi masalah yang berkaitan dengan pembelajaran.

2) Membantu siswa memahami materi yang diajarkan, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar mereka.

b. Bagi guru

1) Menambah wawasan, pengetahuan dan memberikan motivasi bagi guru serta sebagai masukan dalam memilih pendekatan pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran IPA di SD.

2) Memberikan informasi kepada guru dalam merencanakan proses pembelajaran yang menyenangkan menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual.


(28)

8

3) Memberikan pengetahuan kepada guru mengenai seberapa jauh pengaruh penerapan pembelajaran kontekstual terhadap hasil belajar siswa khususnya pada mata pelajaran IPA.

c. Bagi sekolah

1) Sebagai masukan dalam usaha peningkatan kualitas dan kinerja guru dalam kegiatan belajar mengajar khususnya dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).

2) Sebagai masukan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran dengan menyediakan fasilitas yang lengkap di Sekolah.

d. Bagi peneliti

1) Bagi peneliti dapat menambah wawasan tentang pendekatan pembelajaran IPA di SD.

2) Sebagai bahan kajian untuk penulisan karya ilmiah selanjutnya.


(29)

9 BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Tentang Pembelajaran IPA 1. Pengertian IPA

Ilmu Pengetahuan Alam merupakan terjemahan dari kata- kata Bahasa Inggris yaitu Natural Science. Secara bahasa Natural artinya almiah, berhubungan dengan alam. Science artinya ilmu pengetahuan. Jadi secara harfiah IPA adalah ilmu yang mempelajari tentang peristiwa-peristiwa yang terkait dengan alam (Srini M. Iskandar, 1996:2). Sejalan dengan itu Hendro Darmodjo (1991:3) mengungkapkan bahwa IPA adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan segala isinya.

Menurut Usman Samatowa (2006:2) IPA merupakan ilmu pengetahuan yang membahas gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. IPA merupakan hasil kegiatan manusia yang berupa pengetahuan, gagasan dan konsep-konsep yang terorganisasi tentang alam yang ada disekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah (Depdikbud, 1994:97).

Berdasarkan beberapa pengertian IPA di atas dapat disimpulkan bahwa IPA adalah Ilmu pengetahuan yang mempelajari secara rasional dan objektif tentang peristiwa-peristiwa alam. IPA merupakan pengetahuan yang didapat dari proses ilmiah melalui percobaan dan pengamatan yang


(30)

10

dilakukan oleh manusia. IPA bukan hanya sebagai pengetahuan tentang alam tetapi IPA juga merupakan cara atau proses untuk menemukan pengetahuan tentang alam.

2. Komponen IPA

IPA sebagai disiplin ilmu yang diperoleh melalui pengamatan yang dilakukan manusia memiliki beberapa komponen di dalamnya. Menurut Patta Bundu (2006:11) IPA memiliki tiga komponen yaitu : (1) proses ilmiah , misalnya mengamati ,mengklasifikasi, memprediksi, merancang dan melaksanakan eksperimen, (2) produk ilmiah misanya prinsip, hukum, dan teori, (3) sikap ilmiah, misanya ingin tahu, hati-hati, jujur dan obyektif.

a. IPA Sebagai Proses

IPA sebagai proses adalah suatu pengkajian IPA dari segi proses atau sering disebut keterampilan proses IPA. Keterampilan proses IPA adalah suatu keterampilan untuk menganalisis kejadian alam dengan cara-cara tertentu yang digunakan untuk memperoleh suatu ilmu dan mengembangkan ilmu itu. Menurut Hendro Darmodjo (1991:11) IPA sebagai proses adalah proses mendapatkan IPA dengan metode ilmiah. Pada tingkat Sekolah Dasar metode ilmiah tidak diajarkan secara utuh namun keterampilan proses IPA atau metode ilmiah ini dikembangkan secara bertahap dan berkesinambungan agar nantinya akan terbentuk suatu paduan utuh sehingga anak Sekolah Dasar dapat melakukan penelitian sederhana.


(31)

11 b. IPA Sebagai Produk

IPA sebagai produk mempunyai beberapa isi berupa prinsip, hukum, dan teori untuk menjelaskan dan memahami alam serta peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam.

IPA sebagai disiplin ilmu disebut juga produk IPA hal ini karena didalamnya berisi berbagai hasil empirik dan analitik yang dilakukan oleh para ilmuan yang berbentuk fakta-fakta, konsep-konsep ,prinsip-prinsip ,hukum-hukum dan teori-teori IPA.

c. IPA Sebagai Sikap Ilmiah

Komponen ketiga dari Sains atau IPA adalah sikap Sains atau yang sering kita sebut dengan sikap ilmiah. Menurut Srini M Iskandar (1996:2) sikap ilmiah adalah sikap yang dimiliki para ilmuwan dalam mencari dan mengembangkan pengetahuan baru. Sikap ilmiah merupakan keyakinan akan nilai yang harus dipertahankan ketika mencari atau mengembangkan pengetahuan baru. Sikap ilmiah meliputi ingin tahu, hati-hati, obyektif, dan jujur.

Sikap ilmiah sangat penting dimiliki dalam proses IPA agar produk yang dihasilkan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Menurut Muslichach Asy’ari (2006:20) beberapa kriteria yang

termasuk sikap ilmiah utama dalam IPA ialah : obyektif, teliti, terbuka, kritis, dan tidak mudah putus asa.


(32)

12 3. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

Ilmu pengetahuan Alam merupakan disiplin ilmu yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Guru dalam pembelajaran IPA di Sekolah Dasar harus mengetahui pendekatan pembelajaran yang tepat agar siswa memahami apa yang di pelajari. Pendekatan pembelajaran IPA yang sesuai dengan karakteristik anak Sekolah Dasar adalah pendekatan pembelajaran yang menyesuaikan situasi dan belajar anak dengan situasi kehidupan nyata di masyarakat (Usman Samatowa, 2006:11).

Menurut Polo dan Marten dalam Srini M. Iskandar (1997:15) IPA untuk anak-anak didefinisikan mengamati apa yang terjadi, mencoba memahami apa yang diamati, menggunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang akan terjadi, dan menguji ramalan-ramalan di bawah kondisi-kondisi untuk melihat apakah ramalan tersebut benar. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar perlu ditekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung sesuai dengan lingkungan dan kehidupan nyata melalui keterampilan proses dan sikap ilmiah.

Keterampilan proses IPA adalah keterampilan yang dilakukan oleh para ilmuan (Srini M. Iskandar, 1996:5). Muslichach Asy’ari (2006:22) mengungkapkan bahwa keterampilan proses yang perlu dilatih dalam pembelajaran IPA meliputi keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terintegrasi. Keterampilan proses dasar yaitu mengamati, mengukur, mengklasifikasikan, mengkomunikasikan, mengenal hubungan ruang dan waktu, sedangkan keterampilan proses terintegrasi yaitu


(33)

13

merancang dan melakukan eksperimen yang meliputi menyusun hipotesis, menentukan variabel, menyusun definisi operasional, menafsirkan data, menganalisis dan mensintesis data.

Keterampilan proses IPA dalam pembelajaran IPA di Sekolah Dasar harus dimodifikasi dan disesuaikan dengan tahapan perkembangan kognitif anak. Hal ini karena struktur kognitif anak Sekolah Dasar berbeda dengan struktur kognitif Ilmuan. Proses pembelajaran dan perkembangan anak masih bersifat konkret dan memandang sesuatu secara utuh. untuk itu keterampilan proses IPA pada tingkat Sekolah Dasar harus dimodifikasi. Razbe et.al. (dalam Patta Bundu, 2006:12) menyarankan keterampilan dasar proses IPA yang perlu dikuasai pada tingkat Sekolah Dasar meliputi keterampilan mengamati, mengelompokkan, mengukur, mengkomunikasikan, meramalkan, dan menyimpulkan.

Guru dalam melakukan proses pembalajaran IPA di Sekolah Dasar harus memenuhi hakikat IPA. Hakikat IPA memiliki tiga komponen, yaitu sains sebagai produk, sains sebagai proses, dan sains sebagai sikap ilmiah (Patta Bundu, 2006: 11). Pembelajaran dengan menerapkan proses ilmiah diharapkan siswa mampu menghasilkan suatu produk dan membentuk suatu sikap yaitu sikap ilmiah yang dapat digunakan untuk memperoleh pengetahuan yang benar serta dapat dipertanggungjawabkan.


(34)

14

4. Karakteristik Siswa Kelas IV Sekolah Dasar

Menurut Piaget (Muslichach Asy’ari, 2006:37-38) Perkembangan kognitif anak dapat dibedakan antara beberapa tahap sejalan dengan usianya, yaitu :

1. Tahap sensorimotorik (0-2 tahun), 2. Tahap praoperasional (2-7 tahun),

3. Tahap operasional konkret (7-11 tahun), dan 4. Tahap operasional formal (12-15 tahun)

Siswa kelas IV Sekolah Dasar berkisar antara usia 9 tahun atau 10 tahun, hal ini didasarkan umumnya anak Indonesia mulai masuk Sekolah Dasar pada usia 6-7 tahun dan waktu belajar di Sekolah Dasar selama 6 tahun. Berdasarkan tahapan perkembangan kognitif menurut Piaget diatas , siswa kelas IV Sekolah Dasar berada pada tahap operasional konkret dalam berpikir. Anak pada tahapan operasional konkret sudah mampu berpikir untuk memecahkan masalah-masalah aktual dan konkret dalam kehidupan sehari-hari. Anak pada tahap opersional konkret juga sudah mampu berfikir, belajar, mengingat, dan berkomunikasi, karena proses kognitifnya tidak lagi egosentrisme, namun sudah lebih logis. Selain itu dalam tahap operasional konkret anak sudah mampu mengklarifikasikan dan mengurutkan suatu benda berdasarkan ciri-ciri suatu objek.

Usman Samatowa (2006:7) mengungkapkan bahwa anak-anak masa Sekolah Dasar dibagi menjadi dua fase yaitu masa-masa kelas rendah sekolah dasar (kelas 1 sampai dengan kelas 3) dan masa-masa kelas tinggi


(35)

15

sekolah dasar (kelas 4 sampai dengan kelas 6). Berdasarkan pembagian fase masa Sekolah Dasar, siswa kelas IV sekolah dasar termasuk dalam kelas tinggi . Anak kelas tinggi Sekolah Dasar memiliki karakteristik sebagai berikut:

1) Senang terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang bersifat konkret. 2) Realistis, ingin tahu dan ingin belajar.

3) Adanya minat terhadap hal-hal aau mata pelajaran khusus.

4) Memandang nilai sebagai ukran yang tepat mengenai prestasi sekolah. 5) Senang membentuk kelompok sebaya untuk bermain bersama.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa siswa kelas IV Sekolah Dasar termasuk dalam tahap operasional konkret dan termasuk pada kelompok kelas tinggi Sekolah Dasar. Siswa kelas IV Sekolah Dasar berpikir secara realistis yaitu berpikir sesuai dengan apa yang ada disekitarnya. Siswa kelas IV Sekolah Dasar memerlukan benda-benda yang bersifat konkret dalam mengembangakan pengetahuannya. Guru dalam proses pembelajaran harus mampu menghubungakan materi pembelajaran dengan hal-hal yang dialami siswa sehari-hari dan dapat mengaitkannya dengan benda-benda konkret di lingkungan sekitar. Selain itu guru dalam membuat rencana proses pembelajaran harus disesuaikan dengan karakteristik anak agar anak mampu memahami materi pembelajaran dengan baik.


(36)

16 B. Kajian Tentang Hasil Belajar

1. Pengertian Hasil Belajar

Belajar merupakan kegiatan manusia yang dilakukan sepanjang hayat. Melalui kegiatan belajar, manusia dapat mengetahui berbagai hal daninformasi yang ada di lingkungan sekitarnya. Menurut Aunurrahman (2010:36) belajar merupakan interaksi individu dengan lingkungannya. senada dengan itu Winkel (2004:59) mengemukakan bahwa belajar merupakan suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungannya, yang menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Jadi dapat disimpulkan bahwa belajar adalah interksi antara individu dengan lingkungannya yang menghasilkan perubahan berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap.

Berhasil atau tidaknya suatu proses belajar yang dilakukan siswa dapat diketahui dari hasil belajar yang diperolehnya. Hasil belajar merupakan perubahan prilaku siswa akibat belajar. Menurut Asep Jihad (2013:15) hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa secara nyata setelah dilakukan proses belajar sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam belajar . Sejalan dengan itu Purwanto (2010: 46) mengungkapan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku peserta didik akibat belajar. Perubahan perilaku disebabkan karena dia mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses belajar mengajar. Pencapaian


(37)

17

itu didasarkan atas tujuan pengajaran yang telah disiapkan. Hasil itu dapat berupa perbuahan dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Berdasarkan teori dan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar itu adalah merupakan hasil dari perubahan tingkah laku yang diperoleh dari proses belajar yang telah dilakukan. Hasil belajar dapat dilihat dari tiga aspek yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Aspek kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual berupa pengetahuan atau penalaran. Aspek afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari kategori penerimaan, partisipasi, penilaian/penentuan sikap, organisasi dan pembentukan pola hidup. Aspek psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak.

2. Hasil Belajar IPA

Hasil belajar pada hakekatnya merupakan perubahan tingkah laku individu sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya. Hasil belajar IPA adalah segenap perubahan tingkah laku yang terjadi pada siswa dalam bidang IPA sebagai hasil mengikuti proses pembelajaran IPA (Patta Bundu, 2006:19). Hasil belajar IPA dapat dikelompokkan berdasarkan hakikat IPA itu sendiri yaitu sebagai produk, proses dan sikap keilmuan. IPA sebagai produk diharapkan siswa dapat memahami konsep-konsep sains dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari. IPA sebagai proses, siswa diharapkan memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuan, gagasan, dan menerapkan konsep yang diperolehnya untuk menjelaskan dan memecahkan masalah yang ditemukan dalam kehidupan


(38)

18

sehari-hari. IPA dari segi sikap, siswa diharapkan mempunyai minat untuk mempelajari benda-benda di lingkungannya, bersikap ingin tahu, tekun, kritis ,mawas diri, bertanggung jawab dan dapat bekerja sama.

Menurut Patta Bundu Menurut Patta Bundu (2006: 18-19) hasil belajar sains sekolah dasar hendaknya mencakup hal-hal sebagai berikut:

1) Penguasaan produk ilmiah atau produk sains yang mengacu pada seberapa besar siswa mengalami perubahan dalam pengetahuan dan pemahamannya tentang sains berupa fakta, konsep, prinsip, hukum maupun teori.

2) Penguasaan proses ilmiah atau proses sains mengacu pada sejauh mana siswa mengalami perubahan dalam kemampuan proses keilmuwan yang terdiri atas keterampilan proses sains dasar dan keterampilan proses sains terintegrasi. Untuk tingkat pendidikan dasar di SD maka penguasaan proses sains difokuskan pada keterampilan proses sains dasar (basic science process skill) yang meliputi keterampilan mengamati (observasi), menggolongkan (klasifikasi), menghitung (kuantifikasi), meramalkan (prediksi), menyimpulkan (inferensi), dan mengkomunikasikan (komunikasi). 3) Penguasaan sikap ilimiah atau sikap sains merujuk pada sejauh

mana siswa mengalami perubahan dalam sikap dan sistem nilai dalam proses keilmuwan. Sikap ilmiah yang sangat penting dimiliki pada semua tingkatan pendidikan sains adalah hasrat ingin tahu, menghargai kenyataan (fakta dan data), ingin menerima ketidakpastian, refleksi kritis dan hati-hati, tekun, ulet, tabah, kreatif untuk penemuan baru, berpikiran terbuka, sensitif terhadap lingkungan sekitar dan bekerja sama dengan orang lain.

Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar IPA merupakan perubahan perilaku yang terjadi pada bidang IPA terhadap siswa sebagai hasil dari proses pembelajaran IPA. Hasil belajar IPA dikelompokkan berdasarkan hakikat IPA yaitu berupa produk , proses dan sikap keilmuan yang mencakup kognitif ,afektif dan psikomotorik.


(39)

19

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Hasil belajar sebagai perubahan tingkah laku dari hasil dari interaksi individu dengan lingkungan banyak faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut Baharuddin (2010:19) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan menjadi dua kategori yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah sebagai berikut :

a. Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu. Faktor internal ini berkitan dengan fisiologis dan psikologis individu. Faktor fisiologis berupa keadaan fisik dan kondisi panca indera. Faktor psikologis berupa minat,bakat, motivasi, dan kecerdasan.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar individu yang dapat mempengaruhi hasil belajar. Menurut Syah (dalam Baharuddin, 2010:26-28) faktor eksternal yang mempengaruhi hasil belajar yaitu 1) lingkungan sosial yang terdiri dari lingkungan sosial sekolah dan lingkungan sosial keluarga, 2) lingkungan non sosial yang terdiri dari lingkungan alamiah, faktor instrumental dan materi pelajaran yang diajarkan kepada siswa.

Pembelajaran kontekstual sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Berdasarkan beberapa faktor diatas pembelajaran kontekstual


(40)

20

berpengaruh terhadap faktor eksternal yaitu lingkungan alamiah. Penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual akan menjadikan pembelajaran lebih bermakna karena berhubungan langsung dengan lingkungan alam dan kehidupan nyata, sehingga faktor lingkungan alam akan berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa.

C. Kajian Tentang Pembelajaran Kontekstual 1. Pengertian Pembelajaran Kontekstual

Menurut Wina Sanjaya (2008:109) pembelajaran kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Sejalan dengan itu Nurhadi (2005:103) mengungkapkan bahwa pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliknya dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran Kontekstual adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial dan budaya mereka (Elaine B. Jhonson, 2008:67). Blanchard (dalam


(41)

21

Trianto, 2013:104-105) berpendapat bahwa pembelajaran kontekstual merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga ,warga negara dan tenaga kerja.

Pembelajaran kontekstual membuat siswa menemukan hubungan penuh makna antara pengetahuan-pengetahuan abstrak dengan penerapan praktis didalam konteks dunia nyata. Siswa mendapatkan suatu konsep melalui penemuan, penguatan dan keterhubungan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya. Pengetahuan dan keterampilan diperoleh dari usaha siswa mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika ia belajar, sehingga pengetahuan dan keterampilan yang didapat oleh siswa akan lebih bermakna.

Berdasarkan definisi pembelajaran kontekstual dari berbagai pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang menekankan pada keterlibatan siswa secara aktif untuk mendapat pengetahuan melalui pengalaman langsung dan menghubungkan materi pelajaran yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata yang dialami siswa serta mendorong siswa menerapkan pengetahuan yang telah didapatkannya dalam kehidupan mereka. Pembelajaran kontekstual menekankan pada penemuan makna dalam pembelajaran sehingga pengetahuan yang diperoleh lebih tahan lama dan dapat diterima serta dapat diterapkan oleh siswa dalam kehidupan mereka.


(42)

22

2. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual

Menurut Trianto (2013:110) Pembelajaran kontekstual memiliki karakteristik sebagai berikut : 1) kerja sama; 2) Saling menunjang; 3) menyenangkan ,mengasyikkan; 3) tidak membosankan; 5) belajar dengan bergairah; 6) pembelajaran terintegrasi; dan 7) menggunakan berbagai sumber siswa aktif. Sejalan dengan itu Nurhadi (dalam Masnur Muslich, 2009:42-23) berpendapat bahwa pembelajaran kontekstual terdiri dari 10 kata kunci yaitu : kerja sama, saling menunjang, menyenangkan,belajar dengan gairah, pembelajaran terintegrasi, siswa aktif, sharing dengan teman, siswa kritis, dan guru kreatif.

Menurut Wina Sanjaya (2008:110) pembelajaran kontekstual mempunyai lima karakteristik penting sebagai berikut : pembelajaran kontekstual merupakan proses pengaktifan pengetahuan, belajar memperoleh dan menambah pengetahuan baru, pemahaman pengetahuan, mempraktikkan pengetahuan dan melakukan refleksi.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dijelaskan lebih rinci mengenai karakteristik pembelajaran kontekstual, yaitu :

a. Pembelajaran kontekstual merupakan pengaktifan pengetahuan, hal ini berarti apa yang akan dipelajari tidak lepas pengetahuan yang sudah dipelajari.

b. Pembelajaran kontekstual adalah belajar memperoleh dan menambah pengetahuan baru. Kegiatan memperoleh pengetahuan baru dilakukan


(43)

23

dengan cara mempelajari keseluruhan kemudian mempelajari secara detailnya.

c. Pemahaman pengetahuan artinya pengetahuan yang telah diperoleh tidak untuk dihafal tetapi untuk difahami.

d. Mempraktikkan pengetahuan maksudnya pengetahuan yang telah didapat dan dipahami harus di praktikkan dalam kehidupan siswa. e. Melakukan refleksi sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan

penyempurnaan.

Pembelajaran dengan menerapan pembelajaran kontekstual diharapkan dapat menjadikan siswa lebih paham terhadap materi pelajaran yang disampaikan khususnya materi pelajaran IPA. Hal ini dikarenakan pembelajaran kontekstual merupakan proses pengaktifan pengetahuan dari pengetahuan yang telah dimiliki siswa dan merupakan pembelajaran yang berkaitan langsung dengan kehidupan siswa.

3. Prinsip Pembalajaran Kontekstual

Pembalajaran kontekstual mempunyai prinsip-prinsip yang harus diterapkan agar penggunaan pendekatan pembelajaran kontekstual dapat berhasil. Elaine B. Jhonson (2008:68-85) mengemukakan bahwa terdapat tiga prinsip dalam pembelajaran kontestual meliputi prinsip saling ketergantungan, prinsip diferensasi, dan prinsip pengaturan diri.

a. Prinsip Saling Ketergantungan

Prinsip saling ketergantungan merupakan prinsip yang memungkinkan para siswa untuk membuat suatu hubungan yang


(44)

24

bermakna sehingga menghasilkan pemahaman-pemahaman baru. Prinsip saling ketergantungan akan mendukung terjadinya kerja sama sehingga membuat suatu keberhasilan dapat tercapai dengan mudah. Prinsip saling ketergantungan akan menciptakan suatu hubungan yang bermakna, sehingga dengan menerapkan prinsip saling ketergantungan akan mendorong siswa dalam membuat hubungan-hubungan untuk menemukan makna.

b. Prinsip Diferensiasi

Prinsip diferensiasi merujuk pada sifat alam secara terus menerus yang menimbulkan perbedaan, keragaman dan keunikan. Prinsip diferensiasi menunjukan kreativitas yang luar biasa dari alam semesta. Diferensiasi bukan hanya merujuk pada perubahan dan kemajuan tanpa batas, namun merujuk juga pada saling berhubungannya kesatuan-kesatuan yang berbeda dan salaing ketergantungan dalam keterpaduan yang bersifat saling menguntungkan.

Para pendidik hendaknya dapat mendidik, mengajar, melatih, dan membimbing sejalan dengan prinsip diferensiasi dan harmoni alam semesta ini. Prinsip diferensiasi dalam pembelajaran proses pembelajaran dilaksanakan dengan menekankan kreativitas, keunikan, variasi, dan kolaborasi.

c. Prinsip Pengaturan Diri

Prinsip pengaturan diri merupakan prinsip yang menuntut para pendidik untuk mendorong setiap siswa untuk memahami dan


(45)

25

mengeluarkan seluruh potensi yang dimilikinya. Prinsip pengaturan diri dalam pembelajaran kontekstual harus disesuaikan agar siswa dapat mencapai keunggulan akademik memperoleh keterampilan dan mengembangkan sikap yang dimiliknya dengan menghubungkan materi pelajaran yang diterimanya dengan pengalaman dan pengetahuan pribadinya.

4. Komponen Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran kontekstual merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang terdiri dari komponen-komponen yang saling berhubungan. Eliane B. Jhonson (2008:15) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran kontekstual terdiri dari delapan komponen yaitu : membuat keterkaitan yang bermakna, melakukan pekerjaan yang berarti, pembelajaran mandiri, bekerja sama, berpikir kritis dan kreatif, membantu individu tumbuh dan berkembang, mencapai standar yang tinggi dan menggunakan penilaian autentik. Komponen-komponen tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Membuat keterkaitan yang bermakna

Keterkaitan yang mengarah pada perolehan makna dalam suatu pembelajaran merupakan inti dari pendekatan pembelajaran kontekstual. Ketika siswa dapat mengaitkan isi dari pembelajaran dengan pengalaman mereka maka mereka akan menemukan makna dan makna yang mereka dapat akan memberikan dorongan kepada mereka untuk belajar. Keterkaitan yang bermakna akan membangun


(46)

26

berbagai macam keterkaitan yang berbeda dalam pembelajaran dan akan meningkatkan kemampuan siswa agar berkembang mencapai standar pendidikan yang tinggi.

Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengaitkan pembelajaran dengan konteks situasi kehidupan sehari-hari siswa. Eliane B. Jhonson (2008:99) menyatakan bahwa ada enam metode yang dapat digunakan dalam mengaitkan materi pembelajaran dengan konteks kehidupan nyata siswa. Enam metode itu yaitu :

1. Ruang kelas tradisional untuk mengaitkan materi dengan konteks siswa.

2. Memasukkan materi dari bidang lain dalam kelas.

3. Mata pelajaran yang tetap terpisah, mencakup topik-topik yang saling berhubungan.

4. Mata pelajaran gabungan yang menyatukan dua atau lebih disiplin.

5. Menggabungkan sekolah dengan pekerjaan

6. Penerapan hal-hal yang dipelajarai ke masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas, membangun keterkaitan untuk menemukan makna dapat meningkatkan pengetahuan dan memperdalam wawasan. Mengaitkan pelajaran dengan kehidupan siswa sehari-hari akan membuat siswa menjadi dinamis dan membuat siswa menjawab semua pertanyaan-pertanyaan dalam kehidupannya. b. Melakukan pekerjaan yang berarti

Pembelajaran kontekstual mendorong siswa untuk melakukan pekerjaan yang berati. Pekerjaan yang berati yang dimaksud yaitu siswa dituntut untuk menemukan makna dalam pembelajaran yang diajarkan. Siswa dalam menemukan makna harus melakukan


(47)

27

pekerjaan yang berarti yaitu dengan mencari menggunakan proses berfikir secara sistematis.

c. Pembelajaran mandiri

Pembelajaran mandiri merupakan pembelajaran yang membebaskan siswa untuk menggunakan gaya belajar mereka, menggali dan mengembangkan bakat dan minat yang ada pada dirinya dan menggunakan kecerdasannya sesuai minta yang disukai. Pembelajaran mandiri dapat dilihat dari dua prespektif yang berbeda yaitu pembelajaran mendiri mengharuskan siswa untuk memiliki pengetahuan dan keahlian tertentu dan pembelajaran mandiri mengharuskan siswa untuk melakukan hal-hal tertentu seperti menggunakan pengetahan sesuai dengan langkah yang logis dan sistematis.

Pembelajaran mandiri adalah sebuah proses. Menurut Eliane B. Jhonson (2008:172-174) dalam pembelajaran mandiri terdapat proses yang harus dilalui siswa yaitu : siswa mandiri menetapkan tujuan, siswa mandiri memuat rencana, siswa mandiri mengikuti rencana dan mengukur kemajuan diri, siswa mandiri membuahkan hasil akhir, dan siswa mandiri menunjukkan kecakapan melalui penilaian autentik. Dengan pembelajaran mandiri siswa diberi kebebasan untuk menemukan dan menghubungkan pengetahuan akadeik dengan kehidupan mereka sehari-hari.


(48)

28 d. Bekerja sama

Bekerja sama merupakan salah satu komponen penting dalam pembelajaran kontekstual. Anita Lie (2007:28) mengungkapkan bahwa kerja sama merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup. Tanpa kerja sama, tidak ada individu, keluarga, organisasi atau sekolah. Bekerja sama membuat siswa dapat menghilangkan berbagai hambatan metal yang ada pada dirinya akibat dari terbatasnya pengalaman yang dia miliki dan cara pandang yang sempit.

Belajar dengan bekerja sama dalam kelompok membuat siswa mendengarkan berbagai pendapat dari anggota kelompoknya dan dapat menumbuhkan sikap toleransi dan saling menghargai.

e. Berpikir kritis dan kreatif

Dengan berpikir kritis dan kreatif siswa akan mempelajari masalah secara sistematis, menghadapi berbagai tantangan dengan cara yang terorganisasi dan merumuskan pertanyaan yang inovatif serta merancang solusi yang tepat. Berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian ilmiah (Eliane B. Jhonson, 2008:183)

Siswa yang mampu berpikir kritis akan merumuskan keyakinan dan pendapat mereka sendiri mengenai suatu permasalahan. Tujuan


(49)

29

dari berpikir kritis ini ialah untuk mencapai pemahaman yang mendalam, sedangkan berpikir kreatif adalah proses berfikir yang dilatih dengan memperhatikan intuisi, memunculkan imajinasi, mengungapkan ide-ide yang tak terduga dan membuka sudut pandang yang baru. Berfikir kritis dan kreatif ibarat dua sisi mata uang, sisi pertama berpikir kreatif menemukan cara baru dalam menyelasaikan suatu permasalahan dan sisi kedua berpikir kritis mempelajari apakah cara itu layak dan tepat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan itu.

Pembelajaran kontekstual banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu permasalahan yang berhubungan dengan kehidupannya dan membuat mereka berpikir kritis dan kreatif dalam meyelesaikan berbagai permaalahan tersebut.

f. Membantu individu untuk tumbuh dan berkembang

Pembelajaran kontekstual menuntut guru untuk dapat mengenal setiap siswa dan mengetahui karakteristiknya. Guru harus mengetahui dan mengenal siswanya agar guru dapat membantu individu itu tumbuh dan berkembang mencapai prestasi terbaiknya.

Pembelajaran kontekstual mengharuskan setiap guru untuk membantu setiap siswa tumbuh dan berkembang, agar dapat membantu siswa tumbuh dan berkembang guru harus membangun hubungan dengan siswa, salah satunya dengan cara mengenal kehidupan setiap siswa di rumahnya.


(50)

30 g. Mencapai standar yang tinggi

Salah satu komponen yang tidak kalah penting dalam pembelajaran konteksual adalah menetapkan standar akademik yang tinggi untuk dicapai oleh setiap siswa (Eliane B. Jhonson, 2008:260). Standar akademik yang dimaksud adalah aspek-aspek yang harus dikuasai siswa setelah menyelesaikan pembelajaran. Pembelajaran kontekstual tidak hanya menetapkan standar akademik yang tinggi, tetapi menetapkan tujuan yang menggabungkan pengetahuan dan tindakan yang bermakna bagi siswa.

Salah satu contoh yang dapat dilakukan guru untuk mencapai standar yang tinggi yaitu guru menentukan standar nilai yang tingi untuk setiap materi yang akan diajarkan. Setelah materi tersebut diajarkan, guru mengadakan evaluasi dan siswa harus mencapai standar yang telah ditentukan. Jika siswa belum mencapai standar yang ditentukan maka dilakukan remedial agar standar yang tinggi itu dapat tercapai.

h. Menggunakan Penilaian Autentik

Penilaian autentik dalam pembelajaran kontekstual sangat dibutuhkan untuk meningkatkan tingkat berpikir siswa menjadi lebih tinggi. Masnur Muslichach (2009:51) mengungkapakan bahwa penilaian autentik dapat membantu siswa untuk menerapkan informasi akademik dan kecakapan yang telah diperoleh pada situasi nyata untuk tujuan tertentu. Penilaian autentik mengajak para siswa untuk


(51)

31

menggunakan pengetahuan akademik dalam konteks dunia nyata untuk tujuan bermakna (Eliane B. Jhonson, 2008:288).

Penialaian autentik merupakan proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa (Wina Sanjaya, 2008:122). Penilaian autentik dilakukan secara terintegrasi dengan proses pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara terus menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Penilaian autentik yang dilakukan guru diperoleh bukan hanya dari hasil pembelajaran saja, tetapi hasil proses mengamati, menganalisis, dan menafsirkan data yang telah terkumpul ketika proses pembelajaran berlangsung. Penilaian autentik mempunyai empat jenis penilaian yang dapat digunakan oleh guru, yaitu portofolio, pengukuran kinerja, proyek, dan jawaban tertulis secara lengkap (Eliane B. Jhonson, 2008:290).

Selain komponen-komponen yang di jelaskan diatas, Wina Sanjaya (2008:118) mengembangkan dan menyederhanakan delapan komponen diatas menjadi tujuh komponen pembelajaran kontekstual yaitu kontruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, permodelan, refleksi dan penilaian nyata. Ketujuh komponen tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Kontruktivisme

Kontruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan


(52)

32

pengalaman (Udin Syaefudin Sa’ud, 2010:168). Secara garis besar kontruktivisme merupakan proses membangun pemahaman sendiri secara aktif, kreatif dan produktif berdasarkan pengetahuan dan pengalaman belajar yang bermakna.

Kontruktivisme memandang bahwa pengetahuan berasal dari luar dan kemudian dikontruksi didalam diri seseorang. Pengetahuan terbentuk dari dua faktor penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek dalam menginterpretasi objek tersebut. Kontruktivisme memandang bahwa pengetahuan bukanlah serangkaian fakta , konsep dan kaidah yang siap dipraktikkan., akan tetapi siswa harus mengkontruksi terlebih dahulu pengetahuan tersebut melalui pengalaman nyata agar tercipta pengetahuan yang bermakna.

Guru dalam proses pembelajaran harus bisa membuat siswa membangun sendiri pengetahuannya dengan terlibat aktif dalam pembelajaran. Siswa dalam pembelajaran dibimbing untuk memecahkan masalah , menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan mengembangkan ide-ide yang ada dalam dirinya.

b. Inkuiri

Inkuiri merupakan proses pembelajaran berdasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berfikir secara sistematis (Udin Syaefudin Saud, 2010:169). Inkuiri merupakan bagian inti dari pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual. Dalam


(53)

33

inkuiri pengetahuan bukanlah hasil mengingat seperangkat fakta-fakta namun hasil dari menemukan sendiri.

Guru dalam dalam pembelajaran harus menerapkan langkah-langkah pembelajaran yang merujuk pada kegiatan menemukan. Langkah – langkah kegiatan inkuiri yaitu: merumuskan masalah, mengajukan hipotesa, mengumpulkan data, menguji hipotesis dan membuat kesimpulan (Sugiyanto, 2009:18).

c. Bertanya

Bertanya adalah merupakan cara untuk menemukan pengetahuan. Menurut Sugiyanto (2010:18) bertanya merupakan bagian inti dalam belajar dan menemukan penetahuan. Bertanya pada dasarnya merupakan suatu ungkapan dari keingintahuan setiap individu. Pengetahuan yang dimilik seseorang selalu bermula dari proses bertanya. Untuk itu keterampilan guru dalam bertanya sangat diperlukan.

Bertanya dalam proses pembelajaran mempunyai manfaat yang sangat besar. Bertanya dalam pembelajaran berguna untuk : menggali informasi, mengecek pemahaman siswa, membangkitkan respon siswa, memngetahui kadar keingintahuan siswa, mengetahui hal-hal yang diketahuai siswa, memfokuskan perhatian siswa, membangkitakan lebih banyak pertanyaan pada diri siswa dan menyegarkan pengetahuan siswa (Masnur Muslich, 2009:44).


(54)

34

Kegiatan bertanya selalu ada dalam proses pembelajaran. Guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran dituntut untuk dapat mengembangkan keterampilan bertanya dan teknik-teknik bertanya yang dimilikinya.

d. Masyarakat Belajar

Konsep masyarakat belajar dalam pembelajaran kontektual memandang bahwa hasil belajar harus diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain. Vygotsky (dalam Wina Sanjaya, 2008:120) menyatakan bahwa pengetahuan dan pemahaman anak ditopang banyak oleh komunikasi dengan orang lain. Suatu permasalah tidak mungkin dipecahkan sendirian, tetapi membutuhkan orang lain dalam memecahakannya, sehingga kerja sama dan komunikasi dengan orang lain sangat diperlukan dalam menyelesaikan masalah.

Konsep masyarakat belajar dalam penerapanya pada pembelajaran kontekstual dapat dilakukan melalui kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen dilihat dari kecerdasannya, kecepatan belajar dan bakat serta minatnya. Masyarakat belajar akan terjadi ketika proses komunikasi dua arah. Belajar didalam sebuah kelompok akan terjadi hubungan saling membantu, saling membelajarkan agar setiap siswa dapat berkembang kemampuannya.


(55)

35 e. Permodelan

Permodelan adalah proses pembelajaran dengan memperagakan suatu contoh yang dapat ditiru oleh siswa (Sugiyanto, 2010:19). Dalam proses pembelajaran terdapat model yang bisa ditiru oleh siswa, misalnya guru memodelkan cara menggunakan suatu alat dalam percobaan IPA. Permodelan dapat dilakukan dengan mendemonstrasikan kegiatan yang akan dilakukan siswa dalam pembelajaran.

Proses permodelan tidak hanya terbatas dari guru saja, namun guru bisa mendatangkan luar yang ahli dalam bidangnya atau memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan. Permodelan merupakan komponen penting dalam pembelajaran kontekstual, karena dengan permodelan siswa dapat terhidar dari pembelajaran yang hanya bersifat teori dan abstrak.

f. Refleksi

Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya (Wina Sanjaya, 2008:122). Melalui proses refleksi pengalaman belajar siswa akan dimasukan kedalam struktur kognitifnya dan akan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya.

Refleksi yang dilakukan dalam pembelajaran akan membuat siswa memperbarui pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya. Dalam


(56)

36

proses pembelajaran menggunakan pembelajaran kontekstual, setiap akhir dari pembelajaran guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya. Siswa diberi kesempatan untuk menafsirkan pengalamannya sendiri, sehingga ia dapat menyimpulkan tentang pengalaman belajar yang telah dipelajarinya.

g. Penilaian Nyata

Penilaian nyata adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa (Sugiyanto, 2010:19). Perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar guru mengetahui apakah siswa benar-benar belajar. Penilaian nyata diperoleh bukan hanya dari hasil pembelajaran saja, tetapi penilaian nyata merupakan proses mengamati, menganalisis, dan menafsirkan data yang telah terkumpul ketika proses pembelajaran berlangsung berupa pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa.

Ada beberapa hal yang dapat digunakan sebagai dasar untuk menilai hasil belajar siswa secara nyata, hal itu antara lain : proyek/kegiatan, pekerjaan rumah (PR), kuis, karya siswa,penampilan siswa, demonstrasi, laporan, jurnal, hasil tes tulis dan karya tulis (Trianto, 2013:120)

Berdasarkan uraian di atas mengenai komponen-komponen yang ada dalam pembelajaran kontekstual, dapat disimpulkan bahwa dalam


(57)

37

pembelajaran kontekstual pengetahuan yang diberikan kepada siswa bukan merupakan informasi yang diberikan orang lain, akan tetapi pengetahuan itu diperoleh dari proses menemukan sendiri. Maka dari itu, dalam pembelajaran kontekstual harus dihindari mengajar dengan penyampaian informasi saja dari guru kepada siswa. Guru dalam melaksanakan pembelajaran harus memperhatikan komponen-komponen dalam pembelajaran kontekstual agar dapat menciptakan pembelajaran yang bermakna bagi siswa sehingga siswa dapat menggunakan pengetahuan yang dia miliki dalam kehidupan mereka. Berdasarkan beberapa komponen yang dipaparkan diatas peneliti cenderung menggunakan komponen pembelajaran kontekstual yang dikemukakan Eliane B. Jhonson.

5. Penerapan Pembelajaran Kontekstual Dalam Pembelajaran

Pembelajaran kontekstual memiliki langkah-langkah yang harus dilakukan agar dalam penerapan pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran dapat terlaksana dengan baik.

Menurut Sugiyanto (2010:22-23) langkah-langkah penerapan pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran adalah sebagai berikut :

a. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan

mengkonstruksikan sendiri, pengetahuan dan keterampilan barunya.

b. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik. c. Kembangkan sifat ingin tahu peserta didik dengan bertanya. d. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam

kelompok-kelompok).

e. Hadirkan "model" sebagai contoh pembelajaran. f. Lakukan refleksi di akhir pertemuan.


(58)

38

g. Lakukan penilaian yang sebenarnya.

Menurut Wina Sanjaya (2018:124-125) secara garis besar langkah-langkah penerapan pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran adalah sebagai berikut :

a. Pendahuluan

1) Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta manfaat dari proses pembelajaran dan pentingnya materi pelajaran yang akan dipelajari.

2) Guru menjelaskan prosedur pembelajaran kontekstual: a) Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan

jumlah siswa yang disesuaikan dengan tingkat kecerdasan siswa.

b) Tiap kelompok ditugaskan untuk melakukan observasi ke tempat yang telah ditentukan sesuai materi pembelajaran. c) Melalui observasi siswa ditugaskan untuk mencatat berbagai

hal yang ditemukan.

3) Guru melakukan tanya jawab sekitar tugas yang harus dikerjakan oleh setiap siswa.

b. Inti

Di lapangan

1) Siswa melakukan observasi ke tempat yang telah ditentukan sesuai dengan pembagian tugas kelompok.


(59)

39

2) Siswa mencatat hal-hal yang mereka temukan di lapangan sesuai dengan alat observasi yang telah mereka tentukan sebelumnya. Di dalam kelas

1) Siswa mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan kelompok masing-masing.

2) Siswa melaporkan hasil diskusi.

3) Setiap kelompok menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh kelompok yang lain.

c. Penutup

1) Dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil observasi sesuai dengan indikator hasil belajar yang harus dicapai.

2) Guru menugaskan siswa untuk membuat karangan tentang pengalaman belajar mereka sesuai tema yang ditentukan.

Udin Syaefudin Sa’ud (2010:173-174) mengungkapkan bahwa terdapat empat tahapan dalam penerapan pembelajaran kontekstual yaitu : invitasi, eksplorasi, penjelasan dan solusi, dan pengambilan tindakan.

Dari pendapat diatas dapat dijelaskan mengenai tahapan dalam penerapan pembelajaran kontekstual sebagai berikut :

a. Tahap Invitasi

Tahap invitasi meminta siswa agar mengemukakan pengetahuan awal yang diketahuainya mengenai konsep yang akan dibahas. Siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan dan mengkomunikasikan pengetahuan yang ia miliki tentang konsep tersebut.


(60)

40 b. Tahap Eksplorasi

Siswa dalam tahap eksplorasi diberi kesempatan untuk mengidentifikasi dan menemukan konsep melalui pengumpulan data dalam sebuah kegiatan yang telah dibuat guru. Tahap ini akan memenuhi keingintahuan siswa tentang kehidupan disekelilingnya. c. Tahap Penjelasan dan Solusi

Pada tahap ini siswa diminta untuk menjelaskan solusi dari hasil observasi yang telah dilakukan dan kemudian membuat rangkuman dari hasil observasi yang telah dilakukan.

d. Tahap Pengambilan Tindakan

Siswa dalam tahap pengambilan tindakan diminta untuk membuat keputusan menggunakan pengetahuan dan keterampilan dan berbagai informasi dan gagasan yang telah dibuat sehingga dapat memecahkan masalah yang ada.

Pembelajaran kontekstual dalam penerapannya siswa diarahkan untuk mendapatkan pemahaman konsep melalui pengalaman langsung dalam kehidupan nyata di masyarakat. Kelas bukanlah tempat untuk mencatat atau menerima informasi dari guru, akan tetapi kelas digunakan untuk saling membelajarkan. Lingkungan kehidupan nyata itulah sebagai sumber informasi dan sebagai tepat belajar siswa. Berdasarkan beberapa langkah pembelajaran yang dikemukakan diatas, peneliti lebih cenderung menggunakan langkah-langkah pembelajaran yang dikemukakan oleh Sugiyanto dan Wina Sanjaya.


(61)

41

D. Pengaruh Pembelajaran Kontekstual Terhadap Hasil Belajar IPA

IPA merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang alam dan kejadian-kejadian yang ada di alam. Ilmu Pengetahuan Alam mempunyai objek dan permasalahan yang jelas. IPA berobjek pada benda-benda alam dan mengungkap gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yanag didasarkan pada hasil pengamatan yang dilakukan oleh anak. Dalam membelajarkan IPA disekolah dasar tidak cukup hanya memberikan pengetahuan yang bersifat fakta saja. Dalam membelajarkan IPA disekolah dasar harus melibatkan anak secara aktif, belajar bersama teman sebaya, menemukan sendiri dan menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Pendekatan pembelajaran kontekstual memberikan pandangan bahwa pembelajaran harus melibatkan anak secara aktif dan menemukan sendiri makna dari pembelajaran serta menghubungkannya dengan kehidupan nyata yang dialami anak. Menurut Wina Sanjaya (2008:109) pembelajaran kontekstual merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk menerapkannya dalam kehidupan mereka. Pendekatan pembelajaran kontekstual sangat tepat digunakan dalam pembelajaran IPA di Sekolah Dasar, karena anak akan belajar mengenai suatu konsep sesuai konteks dalam kehidupan nyata dan dapat menerapkan konsep itu dalam kehidupan mereka.


(62)

42

Pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran kontekstual memungkinkan anak untuk terlibat aktif dalam proses belajar, mengalami langsung terhadap hal-hal yang sifatnya konkret sesuai konteks yang ada dalam kehidupan mereka. Blanchard (dalam Trianto, 2013:105) mengemukakan bahwa pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang terjadi dalam hubungan erat dengan pengalaman sesungguhnya. Pengalaman langsung yang dilami siswa berperan penting terhadap pemahaman anak mengenai materi pembelajaran yang diajarkan. Penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran diharapkan membuat hasil pembelajaran lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran juga berlangsung secara ilmiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami serta bukan hanya transfer pengetahuan dari guru ke siswa.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran dengan menerapkan pendekatan pembelajaran kontekstual menjadikan anak lebih memahami konsep-konsep yang mereka pelajari karena anak aktif dalam pembelajaran dan menemukan makna dari pemebelajaran. Pengetahuan dan konsep-konsep yang mereka dapatkan sesuai dengan situasi kehidupan nyata. Membelajarkan IPA melalui pembelajaran bermakna dan sesuai konteks, siswa menjadi lebih memahami materi yang diajarkan dalam proses pembelajaran. Hal itu tentunya akan berpengaruh terhadap hasil belajar IPA.


(63)

43 E. Hasil Penelitian yang Relevan

1. Penelitian Glynn dan Winter (2004) yang berjudul “Cotextual Teaching and Learning of Science in Elementary School”. Hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning siswa menjadi aktif dalam pembelajaran, pembelajaran menjadi lebih bermakna dan hasil belajar yang diperoleh siswa dalam pembelajaran tinggi.

2. Penelitian Ririn Rahayu (2011) dengan judul “Pengaruh penggunaan pendekatan contextual teaching and learning (CTL) terhadap prestasi belajar siswa kelas IV SD Negeri Kota Gede 1”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dengan menggunakan pendekatan contextual

teaching and learning (CTL) dalam pembelajaran dapat memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPA.

Berdasarkan penelitian relevan di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and

learning (CTL) dapat memberikan pengaruh positif terhadap hasil belajar

IPA.

F. Kerangka Pikir

Guru dalam pembelajaran IPA di Sekolah Dasar hendaknya menggunakan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa yaitu pendekatan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktif


(64)

44

dan menemukan sendiri makna dari pembelajaran. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPA di Sekolah Dasar adalah pendekatan pembelajaran kontekstual. Pendekatan pembelajaran kontekstual mendorong siswa untuk berpikir kritis, dan membangun makna pembelajaran dengan menghubungkan pembelajaran dengan kehidupan nyata yang dialami siswa.

Penggunaan pendekatan ini bertujuan untuk membantu guru dalam menjelaskan fakta, konsep, prinsip, hukum, prosedur tertentu agar siswa lebih paham dan mengerti terhadap materi yang diajarkan. Penggunaan pendekatan ini juga dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan lebih bermakna bagi siswa sehingga siswa dapat memperoleh hasil belajar yang baik. Dengan siswa terlibat aktif dalam pembelajaran dan terciptanya suasana pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna, hal ini akan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Berdasarkan uraian di atas proses pembelajaran IPA yang menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual akan berpengaruh positif terhadap hasil belajar IPA siswa. Berikut adalah bagan kerangka berpikir penelitian ini yang ditunjukkan pada gambar 1.

Gambar 1. Diagram Bagan Kerangka Berpikir Penelitian. Pembelajaran

IPA

Pendekatan Pembelajaran

Kontekstual


(65)

45 G. Hipotesis

Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir yang telah diungkapkan di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah terdapat pengaruh penerapan pembelajaran kontekstual terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV SD.

H. Definisi Operasional Variabel

1. Pembelajaran Kontekstual

Variabel bebas penelitian ini adalah pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang menekankan pada keterlibatan siswa secara aktif untuk mendapat pengetahuan melalui pengalaman langsung dan menghubungkan materi pelajaran yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata yang dialami siswa serta mendorong siswa menerapkan pengetahuan yang telah didapatkannya dalam kehidupan mereka. Penerapan pembelajaran kontekstual terdiri dari empat tahap yaitu : invitasi, eksplorasi, penjelasan dan solusi, dan pengambilan tindakan, selain itu dalam penerapan pembelajaran kontekstual memuat tujuh aspek yaitu kontruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, permodelan, refleksi dan penilaian nyata.

2. Hasil Belajar IPA

Hasil Belajar merupakan variabel terikat dalam penelitian ini. Hasil belajar IPA adalah nilai yang diperoleh siswa setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar dengan materi Sumber Daya Alam dan Pengaruhnya


(66)

46

terhadap Lingkungan yang terfokus pada ranah kognitif. Nilai diperoleh siswa melalui tes tertulis berbentuk pilihan ganda yang mencakup aspek pengetahuan(C1), pemahaman(C2), dan aplikasi(C3).


(67)

47 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan dalam penelitian terdiri dari dua pendekatan yaitu pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif berlandaskan pada filsafat positivisme, biasa digunakan untuk meneliti sampel atau populasi tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian dan analisis data bersifat statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2007:14).

Pendekatan kuantitatif pada umumnya dilakukan pada populasi atau sampel tertentu yang representatif. Proses penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif bersifat deduktif, yaitu untuk menjawab suatu rumusan masalah digunakan teori-teori sehingga dapat dirumuskan hipotesis. Setelah ada hipotesis maka dilakukan pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, setelah data terkumpul kemudian data dianalisis secara kuantitatif menggunakan statistik deskriptis atau inferensial sehingga dapat ditarik kesimpulan hipotesis yang dirumuskan terbukti atau tidak.

Alasan peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif agar tidak ada subjektivitas dalam penelitian. Dalam pendekatan kuantitatif data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik (Sugiyono, 2007:13). Menurut Purwanto (2008:16) Bilangan merupakan merupakan bahasa


(68)

48

artifisial yang objektif dan tanpa emosi sehingga dipandang tepat untuk mewakili komunikasi penelitian yang menjunjung objektivitas dan netralitas.

B. Desain Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian eksperimen. Menurut Suharsimi Arikunto (2013:207) penelitian eksperimen merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari sesuatu yang dikenakan pada subjek selidik. Dengan kata lain penelitian eksperimen mencoba meneliti ada tidaknya hubungan sebab akibat.

Menurut Moh. Nazir (2005:63), penelitian eksperimen merupakan penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya kontrol. Manipulasi adalah tindakan atau perlakuan yang dilakukan oleh seorang peneliti atas dasar pertimbangan ilmiah yang dapat secara terbuka guna memperoleh perbedaan efek dalam variabel terikat. Kontrol adalah usaha untuk memindahkan pengaruh variabel lain pada variabel yang mungkin mempengaruhi variabel tersebut (Sukardi, 2011:181). Ada beberapa variasi dari penelitian eksperimen, yaitu pre experimental, true experimental, factorial experimental dan quasi experimental. Adapun desain penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah quasi experimental dengan rancangan nonequivalent control group design. Pada desain ini terdapat dua kelompok yaitu kelompok ekperimen dan kelompok kontrol, namun kelompok kontrol pada desain ini tidak dapat mengontrol sepenuhnya variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan


(69)

49

ekperimen. Desain quasi experimental digunakan dikarenakan sulitnya mendapatkan kelompok kontrol yang digunakan untuk penelitian. Pada desain quasi experimental dengan rancangan nonequivalent control group

design ini kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol tidak dipilih

secara random (Sugiyono, 2011:79).

Adapun gambaran mengenai rancangan nonequivalent control group design dapat dilihat pada gambar di bawah ini

O

1 X

O

2

O

3

O

4

Gambar 2. Rancangan Nonequivalent Control Group Design

Keterangan :

O1 : Pre-test kelompok eksperimen

O2 : Post-test kelompok eksperimen

X : Perlakuaan dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual O3 : Pre-test kelompok kontrol

O4 : Post-test kelompok kontrol

(Sugiyono, 2011:79)

Berdasarkan gambar 1, penelitian ini menggunakan dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kedua kelompok sama-sama diberikan pre-test dan post test, tetapi diberi perlakuan berbeda. Pada kelompok eksperimen diberi perlakuan dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual, sedangkan pada kelompok kontrol diberi perlakuan seperti keadaan biasanya.


(70)

50

Tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitaian ini adalah sebagai berikut

1. Pre-test ( Tes Awal)

Pre-test diberikan pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen sebelum diberi perlakuan (treatment) untuk mengetahui keadaan awal kedua kelas tersebut. Apabila hasil tes awal yang diberikan menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda antara kelas eksperimen dan kelas kontrol, maka dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya, yaitu pemberian perlakuan

(treatment).

2. Treatment (Pemberian Perlakuan)

Pemberian perlakuan (treatment) diberikan pada kedua kelompok. Pada kelompok eksperimen diberi perlakuan dengan menerapkan pembelajaran kontekstual, sedangkan pada kelompok kontrol diberi perlakuan dengan menggunakan pembelajaran konvensional yang hanya berpegang pada buku teks pelajaran.

3. Post-test (Tes Akhir)

Post-test (tes akhir) dilakukan untuk mengetahui pemberian perlakuan yang dilakukan terhadap kelompok eksperimen. Post-test ini diberikan kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan soal yang sma dengan tes awal. Hasil post test kedua kelompok tersebut kemudian dibandingakan dengan hasil yang didapat pada waktu pre-test.


(1)

196 Lampiran 34. Surat Penelitian


(2)

197


(3)

198 Surat Penelitian dari Pemerintah Kabupaten Bantul


(4)

199 Surat Keterangan Validitas Instrumen


(5)

200


(6)

201 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian


Dokumen yang terkait

PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR PADA MATA PELAJARAN IPA SISWA KELAS IV Penerapan Pendekatan Kontekstual Dalam Meningkatkan Aktivitas Belajar Pada Mata Pelajaran IPA Siswa Kelas IV Di SD Negeri 2 Barukan Manisrenggo K

0 1 17

PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA : Penelitian Tindakan Kelas IV SD Negeri Rancabolang 03 Kecamatan Rancasari Kotamadya Bandung.

0 3 43

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KUALITAS BELAJAR IPA KELAS IV Penerapan Strategi Pembelajaran Kontekstual Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Belajar IPA Kelas IV SD Negeri Trimulyo 01 Kecamatan Juwana Pati Tahun 2

0 1 16

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KUALITAS BELAJAR IPA KELAS IV Penerapan Strategi Pembelajaran Kontekstual Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Belajar IPA Kelas IV SD Negeri Trimulyo 01 Kecamatan Juwana Pati Tahun 2

0 2 16

PENGARUH VARIASI GAYA MENGAJAR GURU DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR IPA SISWA KELAS IV SD SE-GUGUS 1 KECAMATAN KASIHAN KABUPATEN BANTUL TAHUN PELAJARAN 2015/ 2016.

0 0 194

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS IV SD NEGERI SENDANGADI 1 MLATI.

0 0 223

PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA VIDEO TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS IV SD NEGERI NGOTO BANTUL YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2014/2015.

0 11 240

PENGARUH PENERAPAN MODEL EXPERIENTIAL LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR IPS SISWA KELAS IV SD NEGERI SEYEGAN PUNDONG BANTUL.

0 0 157

PENGARUH PEMBELAJARAN SAVI (SOMATIS, AUDITORI, VISUAL, INTELEKTUAL) TERHADAP HASIL BELAJAR IPA KELAS IV SD SE-GUGUS 1 KECAMATAN SEDAYU, BANTUL.

1 6 221

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS IV SD

1 1 9