Wahyu Trisnasari S641008003

(1)

commit to user

ANALISIS EFISIENSI DAN STRATEGI PEMASARAN

KOMODITI BUAH LOKAL DI KABUPATEN BOGOR

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajad Magister Program Studi Magister Agribisnis

Minat Utama: Manajemen Agribisnis

Disusun oleh :

Wahyu Trisnasari NIM. S641008003

Dibimbing oleh :

1. Prof. Dr. Ir. Darsono, M.Si

2. Prof. Dr. Ir. Suprapti Supardi, MP

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(2)

commit to user

viii

Halaman

Halaman Judul ... i

Halaman Pengesahan ... ii

Halaman Pernyataan ... iv

Halaman Persembahan ... v

Kata Pengantar ... vi

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel ... x

Daftar Gambar ... xii

Daftar Lampiran ... xiii

Abstrak ... xiv

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Kegunaan Penelitian ... 7

II. LANDASAN TEORI A. Kajian Teoritis ... 8

1. Konsep Pemasaran ... 8

2. Lembaga Pemasaran ... 10

3. Saluran Pemasaran ... 12

4. Struktur Pasar ... 14

5. Perilaku Pasar ... 18

6. Marjin Pemasaran ... 19

7. Integrasi Pasar ... 21

8. Elastisitas Transmisi Harga ... 24

9. Efisiensi Pemasaran ... 26

10.Analytical Hierarchy Process (AHP) ... 28

B. Kajian Empiris ... 29

C. Kajian Karakteristik Buah ... 31

1. Manggis ... 31

2. Jambu Biji ... 33

3. Belimbing ... 34

D. Kerangka Pemikiran Konseptual ... 36

E. Pembatasan Masalah ... 37

F. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 38

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 40

B. Pertimbangan Pemilihan Komoditi ... 40

C. Lokasi dan Waktu ... 41

D. Jenis dan Sumber Data ... 43

E. Teknik Pengambilan Contoh ... 44

F. Metode Analisis Data ... 45


(3)

commit to user

ix

G. Pengolahan Data ... 60

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Bogor ... 61

1. Letak dan Keadaan Geografis Kabupaten Bogor ... 61

2. Potensi dan Kondisi Sumberdaya Lahan ... 62

3. Potensi dan Kondisi Sumberdaya Manusia ... 63

B. Karakteristik Responden Penelitian ... 65

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sistem Pemasaran Buah Lokal ... 66

1. Manggis ... 66

2. Jambu Biji ... 69

3. Belimbing ... 71

B. Analisis Struktur Pasar ... 73

1. Manggis ... 73

2. Jambu Biji ... 78

3. Belimbing ... 80

C. Analisis Perilaku Pasar ... 83

1. Manggis ... 84

2. Jambu Biji ... 88

3. Belimbing ... 92

D. Analisis Kinerja Efisiensi Pemasaran ... 95

1. Analisis Marjin Pemasaran dan Farmer’s Share ... 95

2. Analisis Integrasi Pasar ... 116

3. Analisis Elastisitas Transmisi Harga ... 130

E. Strategi Peningkatan Efisiensi ... 132

1. Penyusunan Hirarki ... 132

2. Penentuan Prioritas Elemen ... 134

3. Sintesis ... 135

4. Pengukuran Konsistensi ... 136

5. Penentuan Ranking ... 138

6. Hasil Prioritas Alternatif Strategi ... 138

7. Pembahasan ... 139

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 141

B. Saran ... 144

DAFTAR PUSTAKA ... 145


(4)

commit to user

x

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Impor Utama Buah-buahan Tahun 2008 – 2011 ... 2

2. Neraca Ekspor dan Impor Buah Indonesia Tahun 2005 – 2010 ... 2

3. Produksi Buah-buahan di Kabupaten Bogor Tahun 2009 ... 4

4. Produksi Manggis, Jambu biji, dan Belimbing di Indonesia 1997 – 2010 ... 35

5. Produksi Manggis, Jambu Biji, dan Belimbing Per Kecamatan di Kab. Bogor 2010 .. 41

6. Kecamatan dan Desa Terpilih untuk Setiap Komoditas Buah Lokal ... 43

7. Penetapan Jumlah Petani Sampel Setiap Komoditas Buah Lokal ... 44

8. Skala Perbandingan Pasangan ... 55

9. Matrik Perbandingan Berpasangan ... 57

10. Penjumlahan Tiap Kolom ... 57

11. Matriks Nilai Kinerja ... 58

12. Matriks Penjumlahan Baris ... 58

13. Penentuan Nilai λ maks ... 59

14. Nilai Index Random (IR) ... 59

15. Potensi Sumber Daya Lahan Kabupaten Bogor ... 63

16. Komposisi Penduduk Kabupaten Bogor Menurut Jenis Kelamin dan Pendidikan Terakhir Tahun 2010 ... 64

17. Jumlah Kelompok Tani Berdasarkan Kelas Kemampuan Tahun 2009 ... 64

18. Keragaan Kelompok /Organisasi Petani Kabupaten Bogor Tahun 2010 ... 65

19. Fungsi-fungsi Setiap Lembaga Pemasaran Manggis ... 68

20. Fungsi-fungsi Setiap Lembaga Pemasaran Jambu Biji ... 70

21. Fungsi-fungsi Setiap Lembaga Pemasaran Belimbing ... 73

22. Analisis Marjin Pemasaran Manggis pada Masing-masing Lembaga Pemasaran ... 96

23. Farmer’s share dari setiap saluran pemasaran manggis ... 102

24. Analisis Marjin Pemasaran Jambu Biji pada Masing-masing Lembaga Pemasaran ... 104

25. Farmer’s share dari setiap saluran pemasaran jambu biji ... 107

26. Analisis Marjin Pemasaran Belimbing pada Masing-masing Lembaga Pemasaran ... 109

27. Farmer’s share dari setiap saluran pemasaran belimbing ... 113

28. Hasil Analisis Integrasi Pasar Manggis di Pasar Acuan Bogor dengan Pasar Lokal Leuwiliang ... 116

29. Korelasi Tiap Variabel ... 118

30. Collinearity Diagnostics ... 118

31. Hasil Analisis Integrasi Pasar Jambu Biji di Pasar Acuan Bogor dengan Pasar Lokal Bojong Gede ... 120

32. Korelasi Tiap Variabel ... 122

33. Collinearity Diagnostics ... 122

34. Hasil Analisis Integrasi Pasar Belimbing di Pasar Acuan Bogor dengan Pasar Lokal Bojong Gede ... 124

35. Korelasi Tiap Variabel ... 126


(5)

commit to user

xi

38. Matrik Perbandingan Berpasangan Level Alternatif Strategi dengan Kriteria

Struktur ... 135 39. Matrik Perbandingan Berpasangan Level Alternatif Strategi dengan Kriteria

Perilaku ... 135 40. Matrik Perbandingan Berpasangan Level Alternatif Strategi dengan Kriteria

Kinerja ... 135 41. Matrik Bobot Normalisasi pada Level Kriteria ... 135 42. Matrik Bobot Normalisasi pada Level Alternatif Strategi dengan Kriteria

Struktur ... 136 43. Matrik Bobot Normalisasi pada Level Alternatif Strategi dengan Kriteria

Perilaku ... 136 44. Matrik Bobot Normalisasi pada Level Alternatif Strategi dengan Kriteria

Kinerja ... 136 45. Perhitungan CI dan CR pada Level Kriteria ... 137 46. Perhitungan CI dan CR pada Level Alternatif Strategi dengan Kriteria

Struktur ... 137 47. Perhitungan CI dan CR pada Level Alternatif Strategi dengan Kriteria

Perilaku ... 137 48. Perhitungan CI dan CR pada Level Alternatif Strategi dengan Kriteria

Kinerja ... 137 49. Bobot Normalisasi Total Alternatif Strategi ... 138 50. Ranking Total Alternatif Strategi ... 138


(6)

commit to user

xii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Neraca Ekspor dan Impor Buah Indonesia Tahun 2005 – 2010 ... 2

2. Saluran Pemasaran Barang Konsumsi ... 14

3. Komponen Marjin Pemasaran ... 20

4. Grafik Produksi Manggis, Jambu biji, dan Belimbing Indonesia 1997 – 2010 . 35 5. Kerangka Pemikiran Konseptual ... 37

6. Struktur Hierarki Strategi Efisiensi Pemasaran Buah Lokal ... 56

7. Saluran dan Lembaga Pemasaran Manggis di Kabupaten Bogor ... 66

8. Saluran dan Lembaga Pemasaran Jambu Biji di Kabupaten Bogor ... 69

9. Saluran dan Lembaga Pemasaran Belimbing di Kabupaten Bogor ... 71

10. Diagram Pencar (scatterplot) Integrasi Pasar Manggis ... 119

11. Diagram Pencar (scatterplot) Integrasi Pasar Jambu Biji ... 123

12. Diagram Pencar (scatterplot) Integrasi Pasar Belimbing ... 127


(7)

commit to user

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul 1. Analisis Integrasi Pasar Buah Lokal

2. Data Tabulasi Responden Pemilihan Alternatif Strategi Efisiensi Pemasaran Buah Lokal melalui AHP

3. Peta Kabupaten Bogor 4. Dokumentasi Kegiatan


(8)

commit to user BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia memiliki ragam agroklimat tropis yang relatif komplit, mulai dataran rendah hingga tinggi. Setiap wilayah berpotensi menghasilkan ragam buah-buahan unggul dan unik, seperti mangga, manggis, durian, pisang, jeruk, salak, duku, papaya, rambutan, sawo, jambu, belimbing, nenas, dan lain-lain. Kondisi Indonesia memiliki keragaman agroekologis dan dengan adanya dukungan iptek, memungkinkan ragam buah-buahan unik dan unggul tersedia sepanjang tahun di pasar domestik maupun untuk ekspor (Suswono, 2011 : 20).

Pada kenyataannya, peredaran buah impor kian menjamur di pasar domestik. Buah impor memang tampak lebih unggul dari kualitas, kesan gengsi serta harga yang kompetitif. Kondisi ini menyebabkan masyarakat cenderung lebih memilih buah impor, padahal buah impor belum tentu memiliki kualitas terbaik di negara pengekspornya. Buah lokal akan semakin termarjinalkan dan berimplikasi langsung pada petani buah jika kondisinya dibiarkan tanpa disertai terobosan baru dari pihak stakeholders dalam hal produksi dan distribusi. Petani tidak akan pernah merasakan kesejahteraan yang diharapkan.

Tabel 1 menyajikan data impor buah-buahan untuk 9 jenis buah utama (nilai terbesar) tahun 2008 sampai triwulan pertama 2011. Berdasarkan Tabel 1, total impor buah-buahan selama tahun 2010 nilainya mencapai US$ 428,689 juta dengan volume mencapai 503,904 juta kg yang berarti mengalami peningkatan 34,43% untuk nilai dan 34,53% untuk volume dibanding tahun 2009.


(9)

commit to user Tabel 1. Impor Utama Buah-buahan Tahun 2008-2011

No Komoditi

Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011

(TW : 1) Volume (ton) Nilai (000 US$) Volume (ton) Nilai (000 US$) Volume (ton) Nilai (000 US$) Volume (ton) Nilai (000 US$)

1 Mangga 969 604 821 555 1.129 817 453 406

2 Jeruk Segar 28.048 21.634 19.586 15.328 31.345 24.371 11.216 8.130

3 Jeruk Mandarin 109.662 94.353 188.956 166.834 160.254 143.392 96.429 87.199

4 Anggur Kering 1.774 2.053 1.979 2.290 1.471 2.181 434 848

5 Pepaya 163 96 300 130 580 394 68 29

6 Apel 139.819 111.688 153.512 128.458 197.487 168.084 46.258 40.123

7 Nenas 193 145 46 30 84 53 10 4

8 Pir 86.755 65.683 90.390 69.870 111.276 87.831 41.288 32.481

9 Pisang Segar 315 325 328 349 2.780 1.566 695 373

TOTAL 367.698 296.581 374.567 318.900 503.904 428.689 196.851 162.276

Sumber : BPS, diolah Pusdatin Kementerian Pertanian (2011)

Tabel 2 di bawah ini menyajikan data neraca ekspor dan impor buah Indonesia mulai tahun 2005 sampai 2010.

Tabel 2. Neraca Ekspor dan Impor Buah Indonesia Tahun 2005 – 2010

Item 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Volume (000 Ton)

Ekspor 272.297 262.358 157.621 323.899 211.000 276.000 Impor 413.411 427.484 502.156 501.963 640.000 670.000 Neraca -141.114 -165.126 -344.535 -178.064 -429.000 -394.000

Nilai (Juta US $)

Ekspor 150.063 144.492 93.653 234.867 153.001 200.134 Impor 234.071 337.517 449.164 474.186 604.584 632.924 Neraca -84.008 -193.025 -355.511 -239.319 -451.583 -432.79

Sumber : Firdaus, M (2011 : 5)


(10)

commit to user

Kementerian Pertanian mencatat, pada tahun 2005, impor buah Indonesia hanya sebanyak 413.411 ton atau senilai US $ 234,071 juta, namun pada 2010 meningkat mencapai 670.000 ton dengan nilai US $ 632.924 juta, padahal produksi buah nasional dalam periode tersebut tercatat mengalami peningkatan dari 14,79 juta ton pada 2005, dan menjadi 19,11 juta ton pada tahun 2010 (Mukti, 2011). Gambaran di atas mengungkapkan bahwa daya saing agribisnis buah-buahan cenderung melemah akhir-akhir ini. Secara empirik kemampuan bersaing suatu sistem agribisnis ditunjukkan oleh kemampuan dalam memproduksi dan memasarkan produk yang sesuai dengan kebutuhan dan preferensi konsumen. Sistem agribisnis yang berdaya saing tinggi adalah sistem agribisnis yang fleksibel atau mampu merespon setiap perubahan pasar secara efektif dan efisien (Saragih, 2010 : 82).

Data BPS Provinsi Jawa Barat tahun 2010 mencatat jumlah penduduk Kabupaten Bogor tahun 2009 adalah 4.316.236 jiwa dan tahun 2010 menjadi 4.359.398 jiwa (meningkat 1 %), sedangkan pengeluaran rumah tangga khusus untuk konsumsi buah-buahan rata-rata per bulan tahun 2009 adalah Rp 8.528,- dan tahun 2010 menjadi Rp 9.671,- (meningkat 11,8 %). Data FAO (2009) mencatat peningkatan pertumbuhan ekspor buah dunia sebesar 11 %. Dari aspek pasar, posisi Kabupaten Bogor sangat strategis karena dekat dengan DKI Jakarta sebagai daerah pemasaran. Hal-hal tersebut tentunya dapat menjadi peluang pasar untuk lebih mempromosikan buah lokal melalui sistem pemasaran yang efisien.

Salah satu komoditi unggulan di Kabupaten Bogor adalah buah-buahan. Produksi buah-buahan di Kabupaten Bogor tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 3.


(11)

commit to user

Tabel 3. Produksi Buah-buahan di Kabupaten Bogor Tahun 2009

No Komoditi Produksi (kwintal)

1 Alpukat 10.069

2 Jeruk Besar 1.124

3 Durian 69.582

4 Duku 17.070

5 Jambu Biji 53.050

6 Mangga 19.011

7 Nenas 16.749

8 Pepaya 84.819

9 Pisang 199.276

10 Rambutan 127.195

11 Salak 3.874

12 Sawo 3.071

13 Sirsak 3.500

14 Belimbing 16.848

15 Nangka 53.205

16 Sukun 11.757

17 Markisa 57

18 Jambu Air 7.561

19 Jeruk Siam 2.334

20 Manggis 26.192

Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat (2010 : 222-226)

Kabupaten Bogor merupakan wilayah agraris yang 60 % penduduknya bekerja di sektor pertanian, tetapi sumber pendapatan penduduknya justru bersumber dari sektor lain. Hal ini berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi para petani khususnya masalah pemasaran komoditi pertanian termasuk buah-buahan. Petani masih melakukan sistem pemasaran tradisional yang tidak terpadu, ada ketimpangan peranan antara petani dengan pelaku pasar lainnya. Petani masih sulit melepaskan diri dari keterkaitannya dengan para pedagang pengumpul dan juga seringkali menjadi pihak yang hanya memperoleh bagian sangat kecil dalam sistem pemasaran. Permasalahan tersebut berkaitan dengan efisiensi dan sistem pemasaran komoditi buah lokal, oleh karena itu diperlukan suatu kajian tentang


(12)

commit to user

efisiensi pemasaran serta perumusan strategi untuk perbaikan efisiensi pemasaran buah lokal.

Penelitian ini berfokus pada tiga komoditi buah lokal yaitu manggis, jambu biji, dan belimbing dengan pertimbangan ketiganya memiliki nilai LQ (Location Quotient) lebih dari satu (Rusmana 2007 : 3). Khusus manggis telah merambah pasar ekspor sehingga menarik untuk dikaji, sedangkan jambu biji dan belimbing berproduksi sepanjang tahun. Ketiganya memiliki kandungan gizi serta khasiat yang tinggi bagi kesehatan tubuh. Keistimewaan manggis adalah memiliki kandungan zat xanthone yang merupakan jenis antioksidan “super” berfungsi untuk melindungi sel-sel tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas. Manggis juga kaya vitamin dan serat. Jambu biji merupakan sumber vitamin A, B-tiamina (B1), riboflavin (B2), vitamin C dan mineral yang tinggi. Buah belimbing memiliki keistimewaan mengandung vitamin A dan C yang merupakan antioksidan yang ampuh melawan radikal bebas dan meningkatkan daya tahan tubuh. Belimbing manis juga kaya pektin yang mampu menjerat kolesterol, mencegah hepatitis, dan asam empedu yang terdapat dalam usus dan membantu pembuangannya.

B. Rumusan Masalah

Pemasaran buah segar baik buah lokal maupun impor yang menempati pasar tradisional, swalayan dan toko buah telah berkembang terutama di kota-kota besar termasuk wilayah Bogor. Dari sisi konsumen, fenomena yang sering terjadi adalah kebanyakan masyarakat lebih sering mengkonsumsi buah impor dibanding buah lokal. Masuknya buah impor tidak terlepas dari kemampuannya dalam membentuk citra sebagai buah yang bermutu, mudah diperoleh, berpenampilan


(13)

commit to user

menarik serta mampu menunjukkan status sosial pembelinya. Dari sisi produsen, produk pertanian termasuk buah memiliki ciri homogen dan bersifat masal artinya banyak produsen yang mengusahakan produk yang sama sehingga secara individu produsen tidak dapat mempengaruhi harga di pasar atau hanya sebagai price taker. Rantai pasar yang panjang juga menyebabkan harga tidak kompetitif di tingkat konsumen. Kondisi perbuahan lokal yang demikian dibarengi dengan gencarnya peredaran buah impor dengan tawaran yang menarik membuat konsumen lebih tertarik untuk mengkonsumsi buah impor.

Fenomena yang ada akan dibuktikan dalam penelitian yang membahas masalah efisiensi sistem pemasaran komoditi buah lokal di Kabupaten Bogor. Langkah berikutnya adalah merumuskan alternatif strategi untuk meningkatkan efisiensi pemasaran buah lokal.

Dengan demikian dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana struktur, perilaku, dan kinerja pasar yang ada pada pemasaran buah lokal di Kabupaten Bogor ?

2. Bagaimana efisiensi sistem pemasaran buah lokal di Kabupaten Bogor ?

3. Alternatif strategi apa yang perlu dilakukan untuk meningkatkan efisiensi sistem pemasaran buah lokal di Kabupaten Bogor ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Menganalisis struktur, perilaku, dan kinerja pasar komoditi buah lokal di

Kabupaten Bogor.


(14)

commit to user

3. Memberikan alternatif strategi untuk meningkatkan efisiensi pemasaran buah lokal di Kabupaten Bogor.

D. Kegunaan Penelitian

1. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh derajat Magister Agribisnis Program Studi Agribisnis Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bagi instansi pemerintah daerah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan terutama terkait dengan sistem pemasaran buah lokal di Kabupaten Bogor. 3. Bagi para pelaku pasar (petani dan pedagang perantara) hasil penelitian ini

diharapkan dapat menjadi bahan informasi dalam sistem pemasaran.

4. Bagi pihak lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bench mark data bagi penelitian sejenis atau lanjutan pada bidangnya dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan.


(15)

commit to user BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teoritis

1. Konsep Pemasaran

Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan, penawaran, dan pertukaran segala sesuatu yang bernilai (products of va lue) dengan orang atau kelompok lain (Kotler, et.al, 2000 : 7). Pemasaran pada hakekatnya adalah suatu aktivitas usaha niaga yang bersangkutan dengan penyaluran barang-barang dan jasa dari titik produksi hingga ke titik konsumsi. Secara singkat boleh dikatakan bahwa tujuan pemasaran adalah mempertemukan penawaran dan permintaan.

Menurut Kohl dan Uhl (1990 : 11) pemasaran hasil pertanian adalah semua kegiatan bisnis yang menyangkut arus dan pelayanan hasil pertanian dari titik produksi sampai kepada tangan konsumen. Hal ini mencakup distribusi fisik dan jembatan ekonomi yang didesain untuk memfasilitasi pergerakan dan pertukaran barang dari petani ke konsumen. Menurut Limbong dan Sitorus (1987 : 8), pemasaran hasil pertanian mencakup segala kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik dari barang-barang hasil pertanian dari tangan produsen ke tangan konsumen termasuk di dalamnya kegiatan yang menghasilkan perubahan bentuk dari barang untuk mempermudah penyalurannya dan memberikan kepuasan yang lebih tinggi kepada konsumen.


(16)

commit to user

Tindakan fungsi pemasaran dapat memperlancar terjadinya proses penyampaian barang dan jasa kepada konsumen. Fungsi pemasaran tersebut meliputi (Hanafiah dan Saefuddin, 2006 : 7) :

a. Fungsi Pertukaran yaitu kegiatan yang mengandung perpindahan barang, yang meliputi (1) pembelian, dan (2) penjualan.

b. Fungsi Pengadaan Fisik yaitu kegiatan yang mengandung penanganan, perpindahan, dan perubahan fisik, meliputi kegiatan (1) penggudangan, (2) transportasi, dan (3) pengolahan.

c. Fungsi Fasilitas yaitu kegiatan yang memperlancar fungsi pertukaran dan fisik. Fungsi ini meliputi kegiatan (1) standarisasi dan grading, (2) pembiayaan, (3) pengendalian resiko, dan (4) informasi pasar.

Konsep-konsep inti pemasaran meluputi ; kebutuhan, keinginan, permintaan, produksi, utilitas, nilai, dan kepuasan; pertukaran, transaksi dan hubungan pasar, pemasaran dan pasar. Kebutuhan adalah suatu keadaan dirasakannya ketiadaan kepuasan dasar tertentu. Keinginan adalah kehendak yang kuat akan pemuas yang spesifik terhadap kebutuhan-kebutuhan yang lebih mendalam. Permintaan adalah keinginan akan produk yang spesifik yang didukung dengan kemampuan dan kesediaan untuk membelinya.

Tjiptono (2008 : 22) menyatakan bahwa konsep pemasaran (marketing concept) berpandangan bahwa kunci untuk mewujudkan tujuan organisasi terletak pada kemampuan organisasi dalam menciptakan, memberikan, dan mengkomunikasikan nilai pelanggan (customer va lue) kepada pasar sasarannya secara lebih efektif dan efisien dibandingkan para pesaing. Nilai pelanggan adalah


(17)

commit to user

rasio antara apa yang diperoleh pelanggan dan apa yang ia berikan. Jadi nilai pelanggan dapat dirumuskan sebagai berikut : nilai pelanggan = (manfaat – biaya) = (manfaat fungsional + manfaat emosional) – (biaya moneter + biaya waktu + biaya energi + biaya psikis).

Kinerja sistem pemasaran dikatakan adil dan efisien apabila konsumen mencapai tingkat kepuasan tertinggi. Selain itu masing-masing lembaga pemasaran memperoleh keuntungan yang adil dan merata sesuai proporsi biaya yang dikeluarkan (Beierlein dan Woolverton, 2002 : 43).

2. Lembaga Pemasaran

Lembaga pemasaran adalah badan atau lembaga yang menyelenggarakan kegiatan pemasaran yang dapat memperlancar arus komoditi dari produsen sampai konsumen melalui berbagai kegiatan atau fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi penunjang (middlemen). Badan-badan ini dapat berbentuk perorangan, perserikatan, atau perseroan. Lembaga pemasaran muncul karena adanya keinginan konsumen untuk memperoleh komoditi yang sesuai dengan waktu (time utility), tempat (pla ce utility), dan bentuk (form utility). Tugas dan fungsi utama dari lembaga pemasaran adalah mewujudkan sistem pengadaan dan penyaluran yang efisien, agar tercipta harga pada tingkat yang layak. (Nasruddin, 1999 : 64).

Fungsi lembaga pemasaran secara umum adalah :

a. Menjamin arus barang dari produsen sampai konsumen agar tetap lancar b. Mengusahakan hasil pertanian yang masuk ke pasar agar tetap terjangkau


(18)

commit to user

c. Memperluas pasar sesuai dengan perkembangan produk

d. Mengusahakan dan menciptakan keuntungan yang wajar sesuai dengan jasa yang dikeluarkan akibat keterlibatannya dalam menyalurkan barang tersebut e. Memberikan pelayanan yang wajar dan baik bagi konsumen, mengingat

hasil-hasil pertanian pada umumnya bersifat perisha ble dan bulky

Menurut Limbong dan Sitorus (1987 : 71-73) Lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses penyaluran barang dari produsen hingga konsumen dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu :

a. Penggolongan menurut fungsi yang dilakukan

1) Lembaga yang melakukan kegiatan pertukaran, seperti pedagang pengecer, grosir, dan lembaga perantara lainnya

2) Lembaga yang melakukan kegiatan fisik pemasaran, seperti lembaga pengolahan, lembaga pengangkutan, dan pergudangan

3) Lembaga yang menyediakan fasilitas pemasaran, seperti perbankan, KUD, lembaga penyedia informasi pasar, lembaga sertifikasi mutu barang, dll

b. Penggolongan menurut penguasaan terhadap barang

1) Lembaga yang menguasai dan memiliki barang yang dipasarkan, seperti pengecer, grosir, pedagang pengumpul, tengkulak, bakul, dll.

2) Lembaga yang menguasai tetapi tidak memiliki barang yang dipasarkan, seperti agen, broker, lembaga pelelangan, dll.

3) Lembaga yang tidak memiliki dan tidak menguasai barang yang dipasarkan, seperti lembaga pengangkutan, pengolahan, perkreditan, dll.


(19)

commit to user

c. Penggolongan menurut kedudukan dalam struktur pasar

1) Lembaga pemasaran bersaing sempurna, seperti pedagang pengecer buah 2) Lembaga pemasaran bersaing monopolistik, seperti pedagang benih/bibit. 3) Lembaga pemasaran bersaing oligopolis, seperti perusahaan pupuk 4) Lembaga pemasaran bersaing monopolis, seperti Bulog

d. Penggolongan menurut bentuk usahanya

1) Berbadan hukum, seperti perseroan terbatas, firma, koperasi, dll.

2) Tidak berbadan hukum, seperti perusahaan perorangan, pedagang pengecer, tengkulak, dll.

3. Saluran Pemasaran

Arus barang melalui lembaga-lembaga yang menjadi perantara membentuk saluran pemasaran. Saluran pemasaran menurut Schoell dan Guiltinan (1990) da la m Syamsuri (2002 : 11), adalah rangkaian dari lembaga-lembaga yang saling terkait dan berfungsi mengirim produk dari produsen ke konsumen atau ke industri pengolahan. Produsen, intermediet dan pembeli akhir adalah partisipan dalam sebuah saluran.

Dalam memilih saluran pemasaran, ada beberapa yang perlu dipertimbangkan seperti (Limbong dan Sitorus, 1987 : 84) :

a. Pertimbangan pasar meliputi konsumen sasaran akhir yaitu yang mencakup potensi pembeli, geografi pasar, kebiasaan membeli dan volume pesanan. b. Pertimbangan yang meliputi nilai barang per unit, berat barang, tingkat

kesukaran, sifat teknis barang, apakah barang tersebut dapat memenuhi pesanan atau memenuhi pasar.


(20)

commit to user

c. Pertimbangan intern perusahaan yang meliputi besarnya modal dan sumber permodalan, pengalaman manajemen, pengawasan, penyaluran, dan pelayanan. d. Pertimbangan terhadap lembaga dalam rantai pemasaran yang meliputi segi kemampuan lembaga perantara dan kesesuaian lembaga perantara dengan kebijaksanaan perusahaan.

Kotler (1993 : 170) menggambarkan panjangnya saluran pemasaran dengan membagi saluran pemasaran dalam beberapa tingkatan (Gambar 2) : a. Saluran-nol-tingkat. Saluran ini disebut pula saluran pemasaran langsung yang

terdiri dari seorang produsen yang menjual langsung kepada konsumen. Tiga cara yang paling penting dalam saluran ini adalah penjualan dari rumah ke rumah, penjualan lewat pos, dan penjualan lewat toko perusahaan.

b. Saluran-satu-tingkat. Saluran ini mempunyai satu perantara penjualan. Pada pasar konsumen, perantara itu sekaligus merupakan pengecer.

c. Saluran-dua-tingkat. Saluran ini mempunyai dua perantara. Pada pasar konsumen mereka merupakan grosir dan pengecer.

d. Saluran-tiga-tingkat. Saluran ini mempunyai tiga perantara. Misalnya dalam industri pengalengan daging, seorang pemborong biasanya berada di tengah antara grosir dan pengecer. Pemborong membeli dari grosir dan menjual ke pengecer kecil yang biasanya tidak dilayani oleh pedagang kelas kakap.


(21)

commit to user

Sa luran nol tingkat Sa luran satu tingkat Sa luran dua tingkat Sa luran tiga Tingkat

4. Struktur Pasar

Struktur pasar adalah penggolongan produsen kepada beberapa bentuk pasar berdasarkan pada ciri-ciri seperti jenis produk yang dihasilkan, banyaknya perusahaan dalam industri, mudah tidaknya keluar atau masuk ke dalam industri dan peranan iklan dalam kegiatan industri (Richard, 1987 : 155).

Pada analisa ekonomi dibedakan menjadi pasar persaingan sempurna dan pasar persaingan tidak sempurna (yang meliputi monopoli, oligopoli, monopolistik dan monopsoni). Struktur Pasar terdiri dari :

a. Pasar Persaingan Sempurna

Pengertian pasar persaingan sempurna adalah suatu bentuk interaksi antara permintaan dengan penawaran di mana jumlah pembeli dan penjual sedemikian rupa banyaknya atau tidak terbatas.

Ciri-ciri pokok dari pasar persaingan sempurna adalah: 1) Jumlah perusahaan dalam pasar sangat banyak.

2) Produk/barang yang diperdagangkan serba sama (homogen).

Produsen Konsumen

Pemborong

Pemborong Pemborong

Pemborong Pemborong

Pemborong


(22)

commit to user 3) Konsumen memahami sepenuhnya keadaan pasar.

4) Tidak ada hambatan untuk keluar/masuk bagi setiap penjual. 5) Pemerintah tidak campur tangan dalam proses pembentukan harga.

6) Penjual atau produsen hanya berperan sebagai price ta ker (pengambil harga).

b. Pasar Persaingan tidak Sempurna

1) Pasar Monopoli

Pasar monopoli adalah suatu bentuk interaksi antara permintaan dan penawaran di mana hanya ada satu penjual/produsen yang berhadapan dengan banyak pembeli atau konsumen.

Ciri-ciri dari pasar monopoli adalah:

a) Hanya ada satu produsen yang menguasai penawaran:

b) Tidak ada barang substitusi/pengganti yang mirip (close substitute): c) Produsen memiliki kekuatan menentukan harga: dan

d) Tidak ada pengusaha lain yang bisa memasuki pasar tersebut karena ada hambatan berupa keunggulan perusahaan.

Ada beberapa penyebab terjadinya pasar monopoli, di antara penyebabnya adalah sebagai berikut:

a) Ditetapkannya Undang-undang (Monopoli Undang-undang). Atas pertimbangan pemerintah, maka pemerintah dapat memberikan hak pada suatu perusahaan seperti PT. POSINDO, dan PT. PLN.

b) Hasil pembinaan mutu dan spesifikasi yang tidak dimiliki oleh perusahaan lain, sehingga lama kelamaan timbul kepercayaan masyarakat untuk selalu menggunakan produk tersebut.


(23)

commit to user

c) Hasil cipta atau karya seseorang yang diberikan kepada suatu perusahaan untuk diproduksi, yang kita kenal dengan istilah hak paten atau hak cipta. d) Sumber daya alam. Perbedaan sumber daya alam menyebabkan suatu

produk hanya dikuasai oleh satu daerah tertentu seperti timah dari pulau Bangka.

e) Modal yang besar, berarti mendukung suatu perusahaan untuk lebih mengembangkan dan penguasaan terhadap suatu bidang usaha.

2) Pasar Oligopoli

Pasar oligopoli adalah suatu bentuk interaksi permintaan dan penawaran, di mana terdapat beberapa penjual/produsen yang menguasai seluruh permintaan pasar.

Ciri-ciri dari pasar oligopoli adalah:

a) Terdapat beberapa penjual/produsen yang menguasai pasar.

b) Barang yang diperjual-belikan dapat homogen dan dapat pula berbeda corak (differentiated product), seperti air minuman aqua.

c) Terdapat hambatan masuk yang cukup kuat bagi perusahaan di luar pasar untuk masuk ke dalam pasar.

d) Satu di antaranya para oligopolis merupakan price lea der yaitu penjual yang memiliki/pangsa pasar yang terbesar. Penjual ini memiliki kekuatan yang besar untuk menetapkan harga dan para penjual lainnya harus mengikuti harga tersebut. Contoh dari produk oligopoli: perusahaan pupuk.


(24)

commit to user

3) Pasar Duopoli

Duopoli adalah suatu pasar di mana penawaran suatu jenis barang dikuasai oleh dua perusahaan. Contoh: Penawaran minyak pelumas dikuasai oleh Pertamina dan Caltex.

4) Monopolistik

Pasar monopolistik adalah suatu bentuk interaksi antara permintaan dengan penawaran di mana terdapat sejumlah besar penjual yang menawarkan barang yang sama. Pasar monopolistik merupakan pasar yang memiliki sifat monopoli pada spesifikasi barangnya. Sedangkan unsur persaingan pada banyak penjual yang menjual produk yang sejenis.

Contoh: perusahaan benih yang memiliki keunggulan khusus. Ciri-ciri dari pasar monopolistik adalah:

a) Terdapat banyak penjual/produsen yang berkecimpung di pasar. b) Barang yang diperjual-belikan merupakan differentiated product.

c) Para penjual memiliki kekuatan monopoli atas barang produknya sendiri. d) Untuk memenangkan persaingan setiap penjual aktif melakukan

promosi/iklan.

e) Keluar masuk pasar barang/produk relatif lebih mudah.

5) Pasar Monopsoni

Bentuk pasar ini merupakan bentuk pasar yang dilihat dari segi permintaan atau pembelinya. Dalam hal ini pembeli memiliki kekuatan dalam menentukan harga. Dalam pengertian ini, pasar monopsoni adalah suatu bentuk interaksi antara permintaan dan penawaran di mana permintaannya atau pembeli hanya satu perusahaan. Contoh pabrik gula yang menguasai pembelian tebu dari para petani.


(25)

commit to user

5. Perilaku Pasar

Menurut Puspowidjojo (1995) da la m Siagian (1998 : 20) bahwa perilaku pasar adalah pola tindak tanduk pedagang beradaptasi dan mengantisipasi setiap keadaan pasar. Perilaku pasar merupakan tingkah laku lembaga pemasaran dalam struktur pasar tertentu yang meliputi kegiatan penjualan, pembelian, penentuan harga, dan siasat pemasaran. Perilaku pasar dapat dilihat dari proses pembentukan harga dan stabilitas pasar, serta ada tidaknya praktek jujur dari lembaga pemasaran tersebut.

Menurut Raharja (2008) da la m Supena (2009 : 30), perilaku pasar adalah pola kebiasan pasar meliputi proses (mental) pengambilan keputusan serta kegiatan fisik individual atau organisasional terhadap produk tertentu, konsisten selama periode waktu tertentu. Kegiatan-kegiatan perilaku meliputi tindakan penilaian, keyakinan, usaha memperoleh, pola penggunaan, maupun penolakan suatu produk.

Menurut Dahl dan Hammond (1977 : 71) struktur dan perilaku pasar akan menentukan kinerja pasar yang dapat diukur melalui peubah harga, biaya, marjin pemasaran, serta jumlah komoditi yang diperdagangkan. Para pelaku pemasaran perlu mengetahui struktur dan perilaku pasar sehingga mampu merencanakan kegiatan pemasaran secara efisien dan terkoordinasi.

6. Marjin Pemasaran

Nasruddin (1999 : 227) mendefinisikan marjin pemasaran adalah perbedaan antara harga yang diterima oleh petani produsen dan harga yang dibayar oleh konsumen atas suatu komoditi tertentu. Di sisi lain marjin pemasaran


(26)

commit to user

adalah harga dari kegiatan menambah utilitas dan fungsi penampilan dari pemasaran produk. Harga ini termasuk biaya dari fungsi pemasaran dan juga keuntungan dari perusahaan pemasaran.

Tomek dan Robinson (1981 : 221) mendefinisikan marjin pemasaran sebagai (1) perbedaan antara harga yang dibayar konsumen dengan harga diterima petani, dan (2) kumpulan balas jasa yang diterima oleh pemasaran sebagai akibat adanya penawaran dan permintaan.

Definisi ini hampir sama dengan yang diutarakan oleh Dahl dan Hammond (1977 : 139) bahwa marjin pemasaran sebagai perbedaan harga di antara tingkat pemasaran yang berbeda. Marjin pemasaran merupakan perbedaan harga di tingkat petani (Pf) dengan harga di tingkat pengecer (Pr). Marjin pemasaran hanya diperoleh dari perbedaan harga, tidak berkaitan langsung dengan kuantitas produk yang dipasarkan. Namun bila marjin pemasaran dikalikan dengan jumlah komoditi yang ditawarkan, maka hasilnya disebut Nilai Marjin Pemasaran atau Va lue Ma rketing Ma rgin (VMM). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3.


(27)

commit to user

Ketera ngan :

Pf = ha rga di tingkat petani Df = kurva permintaa n petani

Pr = ha rga di tingkat pengecer Dr = kurva permintaa n pengecer

Sf = kurva pena wa ra n peta ni Qr ,f = jumla h keseimbanga n di tingkat

Sr = kurva pena wa ra n pengecer petani dan pengecer

Pada Gambar 3 diperoleh bahwa nilai marjin pemasaran adalah (Pr – Pf) Qrf yang berarti sama dengan nilai tambah (va lue a dded). Nilai marjin pemasaran (VMM) dapat dilihat sebagai agregat atau dibagi dalam komponen yang berbeda. Satu sisi VMM mengandung unsur faktor-faktor produksi yang digunakan seperti upah tenaga kerja, bunga dari modal yang digunakan, sewa dari lahan dan bangunan, dan laba sebagai balas jasa dari usaha dan risiko. Bagian lain dalam VMM adalah pembayaran berbagai lembaga pemasaran yang terlibat seperti

Sr

Sf

Dr

Df Harga

0 Marjin

Pemasaran

Qr,f Jumlah Pr

Pf

Nilai marjin pemasaran (Pr – Pf) Qr,f

Biaya pemasaran (Pembayaran untuk faktor-faktor produksi) ;

· Upah · Bunga · Sewa · Laba

Beban pemasaran (pembayaran untuk lembaga pemasaran) ;

· Pedagang eceran · Pedagang grosir · Pedagang pengolah · Pedagang pengumpul


(28)

commit to user

pedagang eceran, pedagang grosir, pedagang pengolah dan pedagang pengumpul. Bagian dari VMM ini disebut Beban Pemasaran (Ma rketing Cha rge).

Dari analisis marjin pemasaran dapat juga diketahui besarnya bagian harga yang diterima petani (fa rmers sha re). Marjin pemasaran tidak lain merupakan besarnya biaya yang dikeluarkan dalam proses pemasaran dan keuntungan yang diperoleh sebagai balas jasa dari fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga pemasaran.

7. Integrasi Pasar

Integrasi pasar adalah hubungan yang saling mempengaruhi harga diantara dua pasar. Pasar dikatakan terintegrasi apabila perubahan harga dari salah satu pasar disalurkan ke pasar lain. Semakin cepat laju penyaluran, maka semakin terpadu kedua pasar. Integrasi pasar dapat terjadi jika terdapat informasi pasar yang memadai dan informasi ini dengan cepat ditransformasikan dari suatu pasar ke pasar lainnya. Dengan demikian fluktuasi perubahan harga yang terjadi pada suatu pasar dapat segera tertangkap oleh pasar lain dengan ukuran perubahan yang sama, (Hutasoit, 1998 da la m Syamsuri, 2002 : 18).

Faktor-faktor yang mempengaruhi integrasi pasar sangat bervariasi antara tiap-tiap komoditi. Secara umum, faktor-faktor yang menentukan integrasi muncul sebagai karakteristik produk-produk yang ada (perisha bility, bulkiness, dan transforma bility), lokasi produksi (dataran rendah dan tinggi) serta fasilitas transportasi (Munir et a l., 1997 da la m Supena, 2009 : 21).

Menurut Ravallion (1986) da la m Syamsuri (2002 : 18), model integrasi pasar ini dapat digunakan untuk mengukur bagaimana harga di pasar produksi


(29)

commit to user

dipengaruhi oleh harga di pasar konsumsi dengan mempertimbangkan harga pada waktu yang lalu dan harga pada saat ini. Aktivitas pasar-pasar tersebut dihubungkan oleh adanya arus produk, sehingga harga dan jumlah produk yang dipasarkan akan berubah bila terjadi perubahan harga di pasar lain.

Konsepsi integrasi pasar yang mengukur pengaruh pada harga suatu pasar oleh harga-harga pasar lain diterapkan dengan model dari Ravallion (1985) yang selanjutnya dikembangkan oleh Heytens (1986) dengan rumus sbb :

Pft = β0 + β1 (Pft-1) + β2 (Prt - Prt-1) + β3 (Prt-1) ……… (1) Ketera ngan :

Pft = Harga di tingkat pasar produsen pada waktu t Pft-1 = Lag harga di tingkat pasar produsen pada waktu t-1 Prt = Harga di tingkat pasar konsumen pada waktu t Prt-1 = Lag harga di tingkat pasar konsumen pada waktu t-1

Prt - Prt-1 = Selisih harga di tingkat pasar konsumen pada waktu t (Prt) dan lag harga di tingkat pasar konsumen (Prt-1) pada waktu t-1 eit = Random error (Galat)

β 0 = konstanta

β1 = koefisien regresi Pft-1 β2 = koefisien regresi Prt - Prt-1 β3 = koefisien regresi Prt-1

Secara umum, persamaan di atas menunjukkan bagaimana harga di suatu pasar mempengaruhi pembentukan harga di pasar lain, dengan mempertimbangkan pengaruh harga yang lalu dengan harga saat ini.


(30)

commit to user

Penetapan harga lalu dalam rentang waktu tertentu bertujuan untuk melihat fluktuasi harga.

Berdasarkan persamaan (1) dapat diketahui bahwa koefisien

β

2 mengukur bagaimana perubahan harga di tingkat pasar acuan diteruskan kepada harga di pasar produsen. Keseimbangan jangka panjang dicapai jika koefisien

β

2 = 1, maka perubahan harga yang terjadi bersifat netral dalam proporsional persentase.

Prt – Prt-1 = 0 artinya adalah pasar acuan berada pada keseimbangan jangka panjang, yang berarti koefisien

β

2 dikeluarkan dari persamaan. Koefisien yang menghubungkan dua bentuk harga

β

1 dan

β

3 menjelaskan kontribusi relatif dari harga pasar produsen dengan pasar konsumen pada saat yang diinginkan.

Kedua bentuk harga yang diperoleh ini dapat digunakan untuk mengetahui indeks integrasi pasar (IMC = Index of Ma rket Connection). IMC merupakan rasio dari kedua bentuk harga tersebut, yaitu bentuk harga pasar produsen terhadap bentuk harga pasar acuan pada masa lalu. Model tersebut secara matematis dapat ditulis seperti persamaan berikut :

β1 ……… (2)

β3

Kedua pasar terhubungkan dengan baik jika harga yang terjadi di pasar acuan pada waktu sebelumnya (t - 1) merupakan faktor utama yang mempengaruhi harga yang terjadi di pasar produsen pada waktu tertentu. Nilai


(31)

commit to user

IMC < 1 artinya terdapat derajat integrasi pasar jangka pendek yang relatif tinggi antara harga di tingkat pasar lokal dengan harga di tingkat pasar acuan. Harga di tingkat pasar lokal pada waktu sebelumnya tidak berpengaruh terhadap harga di pasar lokal saat ini jika IMC = 0 dan ᵝ1 = -1. Pasar acuan dengan pasar produsen tidak terpadu jika IMC > 1 dan nyata, artinya harga di pasar acuan dengan pasar produsen tidak saling mempengaruhi. Pada kondisi normal, nilai IMC positif dan nilai

β

1 antara 0 dan -1. Secara umum, keseimbangan jangka pendek dicapai jika nilai IMC semakin mendekati nol, artinya semakin tinggi derajat integrasi pasarnya. Dengan kata lain harga di pasar acuan dengan pasar produsen saling mempengaruhi.

Koefisien β2 digunakan untuk melihat integrasi jangka panjang, semakin mendekati satu pada nilai koefisien β2, maka derajat asosiasinya semakin tinggi. Dua pasar dikatakan terintegrasi secara sempurna dalam jangka panjang apabila nilai koefisien korelasinya sama dengan satu.

8. Elastisitas Transmisi Harga

Menurut Nasruddin (1999 : 290), elastisitas transmisi harga dilakukan untuk melihat hubungan antara harga di tingkat produsen dengan harga di tingkat konsumen. Melalui hubungan tersebut secara tidak langsung dapat diperkirakan bagaimana efektivitas suatu informasi pasar dan dapat digunakan untuk melihat bagaimana bentuk struktur pasar, apakah bersaing sempurna atau tidak serta efisiensi sistem pemasarannya.

Elastisitas transmisi harga sebagai nisbah perubahan relatif harga di tingkat produsen (Pf) terhadap perubahan relatif harga di tingkat konsumen (Pr).


(32)

commit to user

Untuk melihat elastisitas transmisi harga yang terjadi pada setiap rantai tataniaga digunakan rumus sebagai berikut :

Pf . Pr ……… (3)

Pr Pf

Dimana :

et = Elastisitas transmisi harga

Pr = Perubahan harga di tingkat konsumen Pf = Perubahan harga di tingkat produsen

Pr = Rata-rata Harga di tingkat konsumen

Pf = Rata-rata Harga di tingkat produsen

Parameter tersebut akan diduga dengan menggunakan model regresi linier sederhana dengan rumus sebagai berikut :

Pf = b0 + b1 Pr

Koefisien regresi b1 dan b0 dapat dicari dengan menggunakan rumus :

n ∑ Pr Pf - ∑ Pr . ∑ Pf ……… (4) n ∑ Pr2 – ( ∑ Pr)2

b0 = Pf – b Pr dimana :

n = Banyaknya pasangan pengamatan ∑Pf , ∑Pr n n

Jika et = 1, perubahan harga sebesar 1 % di tingkat konsumen akan mengakibatkan perubahan harga sebesar 1 % di tingkat produsen et =

b1 =


(33)

commit to user

Jika et > 1, perubahan harga sebesar 1 % di tingkat konsumen akan mengakibatkan perubahan harga lebih dari 1 % di tingkat produsen Jika et < 1, perubahan harga sebesar 1 % di tingkat konsumen akan

mengakibatkan perubahan harga kurang dari 1 % di tingkat produsen

9. Efisiensi Pemasaran

Efisiensi sering digunakan di industri hasil pertanian dalam mengukur kinerja pasar. Peningkatan efisiensi merupakan tujuan umum dari petani, lembaga pemasaran, konsumen dan masyarakat umum. Merupakan hal yang umum bahwa semakin tinggi efisiensi berarti kinerja pasar semakin baik, demikian pula sebaliknya (Kohl dan Uhl, 1990 : 76).

Secara umum efisiensi merupakan rasio antara output dan input. Artinya efisiensi pemasaran berarti maksimisasi rasio output dan input dari kegiatan pemasaran. Input pemasaran meliputi sumberdaya (tenaga kerja, mesin, energi, dll) yang digunakan dalam fungsi pemasaran. Output pemasaran meliputi waktu, bentuk, tempat, dan kegunaan lain yang mengarah pada kepuasan konsumen.

Hampir semua perubahan yang diusulkan dalam tataniaga suatu komoditi adalah berdasarkan alasan efisiensi, sebab yang utama adalah karena dengan efisiensi yang lebih tinggi berarti memberikan kinerja yang lebih baik, sedangkan penurunan tingkat efisiensi mencerminkan kinerja yang lebih buruk. Masalah efisiensi pemasaran berhubungan dengan masalah penyaluran barang-barang atau jasa dari produsen kepada konsumen menurut tempat, waktu, dan bentuk yang diinginkan oleh konsumen dengan biaya yang serendah-rendahnya sesuai dengan tingkat teknologi yang ada (Silitonga, 1999 da la m Syamsuri, 2002 : 22).


(34)

commit to user

Kohl dan Uhl (1990 : 77) membagi efisiensi pemasaran dalam dua bagian yaitu : (1) efisiensi operasional, dan (2) efisiensi harga. Efisiensi operasional adalah perubahan dalam biaya pemasaran sebagai akibat perubahan biaya penyelenggaraan fungsi-fungsi pemasaran (pembelian, penjualan, penyimpanan, pengangkutan, pengolahan, pembiayaan, standarisasi, tanggungan resiko, informasi pasar dan harga) tanpa mempengaruhi sisi output. Artinya efisiensi operasional diukur dari biaya pemasaran dan marjin pemasaran.

Sedangkan efisiensi harga merupakan bentuk kedua dari efisiensi pemasaran. Bagian ini menekankan pada kemampuan dari sistem pasar dalam melakukan efisiensi alokasi sumberdaya dan memaksimumkan output. Efisiensi harga diukur melalui korelasi harga yang terjadi untuk komoditi yang sama pada berbagai tingkat pasar. Dalam hal ini korelasi harga disebut juga integrasi pasar. Suatu pemasaran dikatakan efisien apabila marjin rendah dan koefisien korelasi harga tinggi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam mengukur efisiensi pemasaran dilakukan melalui marjin pemasaran dan korelasi harga. Adapun untuk mencari tingkat efisiensi dapat digunakan rumus sebagai berikut :

Efisiensi = Input Target/Input Aktual ≥ 1

a. Jika input yang ditargetkan berbanding input aktual lebih besar atau sama dengan 1 (satu), maka akan terjadi efisiensi.

b. Jika input yang ditargetkan berbanding input aktual kurang daripada 1 (satu), maka efisiensi tidak tercapai.


(35)

commit to user 10. Analytical Hierarchy Process (AHP)

Metode Ana lytica l Hiera rchy Process (AHP) akan digunakan untuk merancang alternatif strategi efisiensi pemasaran buah lokal. AHP dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty pada tahun 1970-an untuk mengorganisasikan informasi dan judgement dalam memilih alternatif yang paling disukai. Dengan menggunakan AHP, suatu persoalan akan dipecahkan dalam suatu kerangka berpikir yang terorganisir, sehingga memungkinkan dapat diekspresikan untuk mengambil keputusan yang efektif atas persoalan tersebut (Marimin, 2010 : 91).

Prinsip kerja AHP adalah menyederhanakan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hierarki. Selanjutnya, tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan variabel lain. Berbagai pertimbangan tersebut kemudian disintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut (Marimin, 2010 : 91).

AHP memungkinkan pengguna untuk memberikan nilai bobot relatif dari suatu kriteria majemuk (atau alternatif majemuk terhadap suatu kriteria) secara intuitif, yaitu dengan melakukan perbandingan berpasangan (pairwise

comparisons). Thomas L. Saaty sebagai pembuat AHP, kemudian menentukan cara yang konsisten untuk mengubah perbandingan berpasangan menjadi suatu

himpunan bilangan yang mempresentasikan prioritas relatif dari setiap kriteria dan alternatif.


(36)

commit to user

Saaty (1993) mengurutkan langkah-langkah pemecahan masalah menggunakan AHP, yaitu sebagai berikut :

a. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan

b. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, tujuan, kriteria, dan alternatif-alternatif pada level hirarki paling bawah

c. Membuat matriks perbandingan berpasangan

d. Menghitung nilai pembobot keseluruhan hirarki dan menentukan rangking alternatif dari pembobot yang didapatkan

e. Memeriksa konsistensi matriks penilaian

f. Mencari nilai pembobot keseluruhan hirarki dan menentukan rangking alternatif dari pembobot yang didapatkan

g. Memilih nilai pembobot alternatif paling tinggi dari hasil perkalian tersebut

B. Kajian Empiris

Dalam kajian empiris ini disajikan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan pemasaran buah-buahan, dilihat berdasarkan analisis saluran, struktur dan perilaku pasar, serta analisis marjin dan efisiensi pemasaran.

Pakpahan (2006 : 88), meneliti tentang sistem pemasaran manggis di Desa Babakan. Terdapat enam saluran pemasaran dan melibatkan lima lembaga pemasaran terdiri dari pedagang pengumpul, pedagang besar, eksportir, supermarket, dan pedagang pengecer. Petani umumnya lebih banyak menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul daripada langsung kepada pedagang besar karena hanya akan menerima hasil bersih dari penjualan tanpa harus melakukan kegiatan pemanenan. Selain itu tidak mudah bagi lembaga pemasaran


(37)

commit to user

yang baru untuk masuk dalam kegiatan pemasaran manggis karena kebutuhan modal yang besar dan hubungan kepercayaan diantara lembaga pemasaran. Struktur pasar yang dihadapi oleh petani adalah oligopsoni. Sedangkan struktur pasar yang dihadapi oleh eksportir merupakan pasar oligopoli karena jumlah pedagang besar lebih banyak dibandingkan jumlah eksportir. Hambatan pasar yang terjadi adalah besarnya modal usaha dan adanya hubungan kepercayaan diantara lembaga pemasaran. Perilaku pasar pada sistem penentuan harga yang terjadi secara tawar menawar dan umumnya ditentukan oleh pedagang yang lebih tinggi. Sistem pembayaran dilakukan secara tunai. Kerjasama dilakukan berdasarkan adanya hubungan kepercayaan. Hasil analisis margin pemasaran menunjukkan saluran enam (petani-supplier-pengecer) paling efisien dengan total margin 70 % dan fa rmer’s sha re tertingi 30 %.

Hidayat (2010 : 99), meneliti tentang tataniaga jambu getas merah di Kelurahan Suka Resmi. Terdapat empat saluran tataniaga, (I : pedagang pengumpul lokal-pedagang pengecer), (II : pedagang pengumpul lokal-grosir-pengecer), (III : pedagang pengumpul lokal-grosir), (IV: pedagang pengumpul luar-grosir). Saluran III paling efisien karena memiliki total margin terkecil 63,6 % dan fa rmer’s sha re tertingi 21,9 %. Struktur pasar di tingkat petani cenderung oligopsoni, sementara di tingkat pengumpul cenderung oligopoli murni. Struktur pasar di tingkat grosir dan pengecer cenderung mendekati persaingan sempurna. Perilaku pasar tingkat petani, pengumpul, grosir, dan pengecer cenderung sama.

Lubis (2009 :98), meneliti tentang analisis sistem pemasaran belimbing dewa di Kelurahan Pasir Putih, Kota Depok. Terdapat empat saluran pemasaran,


(38)

commit to user

(I : petani-tengkulak-pedagang besar-pengecer), (II : petani-pengecer toko dan pasar tradisional), (III : petani-puskop belimbing-toko buah), (IV : petani-puskop belimbing-pemasok-swalayan). Struktur pasar di tingkat petani mengarah pasar persaingan sempurna, sedangkan di tingkat tengkulak, puskop, pedagang besar, dan pemasok adalah oligopoli. Struktur pasar di tingkat pengecer mengarah pada pasar persaingan sempurna. Saluran III paling efisien dengan margin terendah 43,48 % dan fa rmer’s sha re tertingi 56,52 %.

C. Kajian Karakteristik Buah

Beberapa informasi di bawah ini menggambarkan karakteristik buah yang diteliti terdiri dari buah manggis, jambu biji, dan belimbing.

1. Manggis

a. Deskripsi

Menurut asalnya, manggis (Ga rcinia mangostana) merupakan buah asli daerah Asia Tenggara, tepatnya Semenanjung Malaya. Daerah tumbuh tanaman manggais saat ini sudah tersebar sampai ke beberapa negara tropis, di antaranya Myanmar, Indocina, Indonesia, Filipina, dan Thailand. Masyarakat banyak menyukai buah eksotis yang mempunyai rasa enak, yaitu campuran antara rasa manis, asam, dan agak sepat. Buah manggis berbentuk bulat dengan kulit tebal, lunak, dan bergetah kuning. Pada waktu masih muda kulit buahnya berwarna hijau, setelah tua berubah menjadi merah tua sampai ungu kehitaman. Daging buahnya tersusun dalam beberapa segmen atau juring dan berwarna putih bersih. Jumlah juringnya biasanya dapat diperkirakan dari jumlah “celah” yang terdapat pada ujung buah. Biasanya dalam sebutir buah terdiri dari 7 juring.


(39)

commit to user

b. Syarat Tumbuh

Manggis tumbuh baik di dataran rendah sampai ketinggian 600 m dpl dan suhu antara 22-32° C. Daerah bercurah hujan tinggi antara 1.500-2.500 mm dan merata sepanjang tahun merupakan tempat tumbuh yang disukainya. Tanaman buah ini tumbuh baik pada jenis tanah yang subur, gembur, aerasi dan drainasenya baik, serta mengandung pasir (misalnya tanah latosol). Selain itu, tanaman ini lebih menyukai tempat tempat yang teduh dan agak terlindung.

c. Perbanyakan

Tanaman yang diperbanyak dengan biji umumnya mulai berbuah pada umur sekitar 8-15 tahun. Perbanyakan yang dianjurkan dengan cara enten (sambung pucuk) dan penyusuan (perbanyakan vegetatif). Sebagai batang bawah digunakan semai biji manggis yang telah berumur 1-2 tahun. Sementara batang atas menggunakan pucuk tunas samping (cabang sekunder atau tersier) yang daunnya mulai menua. Bibit vegetatif mulai berbuah pada umur 5-6 tahun. Perbanyakan dengan okulasi dan cangkok tidak dianjurkan karena tingkat keberhasilannya sangat kecil dan hasilnya rendah sekali. Sementara perbanyakan dengan kultur jaringan dari potongan biji mempunyai harapan baik. Namun, kendala dalam pembuatan bibit kultur jaringan/kultur belahan biji adalah akarnya sulit tumbuh. Pertumbuhan akar dapat didorong dengan menanam tunas yang telah terbentuk dalam media pasir steril pada suhu 20-25° C.

d. Panen dan Pasca Panen

Buah manggis dipetik setelah berwarna kemerahan, kira-kira berumur 120 hari setelah bunga mekar. Buah harus dipanen satu per satu dengan memotong


(40)

commit to user

tangkai karena matangnya buah tidak bersamaan. Manggis dipanen dan diangkut dengan hati-hati, tidak boleh jatuh atau berbenturan karena dapat menimbulkan memar dan warna cokelat pada buah. Buah dipilah, buah yang kotor oleh getah kuning atau buah berukuran kecil disingkirkan (Sumber Informasi Petani Indonesia,2009 dan Buku Saku Manggis, 2011).

2. Jambu Biji

a. Deskripsi

Jambu biji (Psidium gua ja va) adalah tanaman tropis yang berasal dari Brazilia Amerika Tengah, disebarkan ke Indonesia melalui Thailand. Hingga saat ini telah dibudidayakan dan menyebar luas di Daerah Sumatera dan Jawa meliputi Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur. Jambu biji memiliki buah yang berwarna hijau dengan daging buah berwarna putih atau merah. Jambu biji dikenal mengandung banyak vitamin C. b. Syarat Tumbuh

Jambu biji dapat tumbuh berkembang serta berbuah dengan optimal pada suhu sekitar 23-28 derajat C di siang hari dengan ketinggian antara 5-1200 m dpl. Sedangkan pH tanah yang ideal bagi pertumbuhan jambu biji adalah 4,5-8,2 dan intensitas curah hujan yang diperlukan berkisar antara 1000-2000 mm/tahun. c. Perbanyakan

Jambu dapat diperbanyak dengan biji. Namun demikian, perbanyakan dengan cara ini tidak disukai karena tumbuhannya lama menjadi dewasa dan juga akan berubah sifat dari induknya. Perbanyakan yang sekarang dilakukan adalah secara vegetatif, khususnya dengan cara pencangkokan.


(41)

commit to user

d. Manfaat konsumsi

Buah jambu biji mengandung banyak vitamin dan serat, sehingga sangat cocok sekali dikonsumsi untuk menjaga kesehatan. Warna daging jambu biji yang merah mengidikasikan jambu biji kaya akan vitamin A untuk kesehatan mata dan antioksidan. Buah jambu biji sangat cocok sekali dikonsumsi di siang hari karena buahnya yang segar dan mendinginkan badan, (Sumber Informasi Petani Indonesia, 2009 dan Buku Saku Jambu Biji, 2011).

3. Belimbing

a. Deskripsi

Belimbing (Averrhoa ca ra mbola) adalah tanaman buah berbentuk khas yang berasal dari Indonesia, India, dan Sri Langka. Saat ini, belimbing telah tersebar ke penjuru Asia Tenggara, Republik Dominika, Brasil, Peru, Ghana, Guyana, Tonga, dan Polinesia. Buah belimbing berwarna kuning kehijauan. Saat baru tumbuh, buahnya berwarna hijau. Jika dipotong, buah ini mempunyai penampang yang berbentuk bintang. Berbiji kecil dan berwarna coklat. Buah ini renyah saat dimakan, rasanya manis dan sedikit asam. Buah ini mengandung banyak vitamin C.

b. Kegunaan Belimbing

Buah belimbing sarat akan gizi. Kandungan vitamin A dan C yang dikandungnya merupakan antioksidan yang ampuh melawan radikal bebas, meningkatkan daya tahan tubuh. Belimbing manis juga kaya pektin. Pektinnya mampu menjerat kolesterol, mencegah hepatitis atau penyakit pengerasan hati,


(42)

commit to user

dan asam empedu yang terdapat dalam usus dan membantu pembuangannya, (Sumber Informasi Petani Indonesia, 2009 dan Buku Saku Belimbing, 2011).

Tabel 4 di bawah ini adalah data produksi buah di Indonesia khusus komoditi Manggis, Jambu biji, dan Belimbing mulai tahun 1997 – 2010.

Tabel 4. Produksi Manggis, Jambu biji, dan Belimbing di Indonesia 1997 – 2010

Tahun Manggis Jambu Biji Belimbing

(Ton) (Ton) (Ton)

1997 17,475 160,469 49,255

1998 23,511 148,462 47,590

1999 19,174 139,341 47,493

2000 26,400 128,621 48,252

2001 25,812 137,598 53,157

2002 62,055 162,120 56,753

2003 79,073 239,107 67,261

2004 62,117 210,320 78,117

2005 64,711 178,509 65,967

2006 72,634 196,180 70,298

2007 112,722 179,474 59,984

2008 78,674 212,260 72,397

2009 105,558 220,202 72,443

2010 84,538 204,551 69,089

Sumber : BPS (2010)

Gambar 4. Grafik Produksi Manggis, Jambu biji, dan Belimbing Indonesia 1997 – 2010 Manggis

Jambu Biji


(43)

commit to user

D. Kerangka Pemikiran Konseptual

Kondisi pemasaran buah lokal saat ini cenderung mengalami penurunan, hal ini sebagaimana telah diuraikan dalam perumusan masalah. Penurunan tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor baik yang bersumber dari luar (eksternal) maupun dari dalam (internal). Untuk mengatahui faktor tersebut, maka dilakukan analisa melalui sistem pemasaran yang dilakukan oleh pihak yang terlibat dalam proses pemasaran buah mulai dari produsen hingga konsumen.

Analisis dilakukan terhadap 3 (tiga) model yaitu : 1) analisis struktur pasar meliputi, lembaga dan saluran pemasaran, sifat kekhasan produk (product differentiation), hambatan keluar masuk pasar, dan informasi pasar, 2) analisis perilaku pasar meliputi, penentuan harga dan stabilitas pasar, praktek-praktek jual beli, sistem pembayaran, dan kerjasama antar lembaga pemasaran, 3) Analisis kinerja pasar meliputi, marjin pemasaran, fa rmer’s sha re, integrasi pasar, dan elastisitas transmisi harga. Ketiganya bertujuan untuk mengetahui efisiensi pemasaran buah lokal yang ada di Kabupaten Bogor.

Hasil analisis akan ditindaklanjuti dengan perumusan alternatif strategi efisiensi pemasaran melalui metode Analisis Hierarki Proses (AHP), sehingga dapat dijadikan sebagai landasan dalam pengembangan maupun perbaikan terhadap sistem pemasaran buah lokal di Kabupaten Bogor pada masa mendatang. Untuk lebih jelasnya kerangka pemikiran konseptual dapat dilihat pada Gambar 5.


(44)

commit to user

A. Pembatasan Masalah

1. Buah lokal yang ditetapkan dalam penelitian adalah manggis, jambu biji, dan belimbing dengan pertimbangan ketiganya memiliki nilai LQ > 1, khusus manggis telah merambah pasar ekspor sehingga menarik untuk dikaji.

2. Fokus penelitian dibatasi pada masalah pemasaran buah lokal (manggis, jambu biji, dan belimbing) dari tingkat petani di Kabupaten Bogor sampai pedagang pengecer. Khusus untuk manggis tujuan ekspor konsumen akhir yang


(45)

commit to user

ditetapkan adalah pihak importir, sedangkan jambu biji tujuan industri konsumen akhirnya adalah pabrik pengolahan.

3. Pembahasan secara mendalam dalam penelitian ini hanya pada pemasaran buah lokal di pasar domestik khusus di Kabupaten Bogor.

4. Pasar lokal komoditi manggis ditetapkan di Pasar Kecamatan Leuwiliang sedangkan pasar lokal komoditi jambu biji dan belimbing ditetapkan di Pasar Kecamatan Bojong Gede dengan pertimbangan daerah tersebut adalah wilayah sentra dari masing-masing komoditi buah lokal.

5. Pasar acuan yang ditetapkan adalah Pasar Bogor dengan pertimbangan Pasar Bogor terletak di tengah Kota Bogor dan merupakan jalur strategis tujuan pemasaran buah lokal dari pasar-pasar lokal dari daerah Kabupaten Bogor, Pasar Bogor diasumsikan bersaing secara sempurna.

6. Untuk jambu biji dan belimbing, data yang digunakan untuk analisis integrasi pasar dan elastisitas transmisi harga adalah data time series selama dua belas bulan (Januari s.d Desember 2011), sedangkan untuk manggis karena bersifat musiman digunakan data time series sesuai dengan bulan-bulan musimnya.

B. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Pemasaran buah adalah proses penyampaian atau penyaluran komoditas buah mulai dari petani produsen sampai kepada konsumen melalui saluran pemasaran tertentu dengan aktivitas-aktivitas tertentu.

2. Lembaga perantara pemasaran adalah individu-individu atau lembaga yang menyelenggarakan proses pemindahan hak milik barang petani sampai ke konsumen akhir dengan melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran.


(46)

commit to user

3. Saluran pemasaran adalah rangkaian arus produk buah dari tingkat produsen hingga ke tingkat konsumen.

4. Marjin pemasaran adalah selisih atau perbedaan harga yang dibayar oleh konsumen dengan harga yang diterima oleh petani produsen untuk komoditas tertentu pada saat tertentu dalam satuan rupiah per-kg (Rp/Kg).

5. Biaya pemasaran adalah semua biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran dalam aktivitas pemasaran untuk menyalurkan barang/jasa dari produsen ke konsumen dan dihitung dalam satuan rupiah per-kg (Rp/Kg). 6. Keuntungan lembaga pemasaran adalah selisih dari hasil penjualan yang

diterima dengan semua biaya yang dikeluarkan dalam melakukan aktivitas pemasaran pada saat tertentu dalam satuan rupiah per-kg (Rp/Kg).

7. Bagian keuntungan (SKi) adalah bagian keuntungan yang diterima oleh lembaga pemasaran tertentu, yang merupakan persentase perbandingan antara keuntungan yang diterima dengan total marjin pemasaran.

8. Bagian biaya pemasaran (SBi) adalah bagian biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran tertentu, yang merupakan persentase perbandingan antara biaya yang dikeluarkan dengan total marjin pemasaran.

9. Harga jual adalah harga yang diterima oleh masing-masing lembaga pemasaran atau petani produsen sebagai nilai tukar dari produk buah pada saat tertentu dalam satuan rupiah per-kg (Rp/Kg).

10. Integrasi pasar adalah ukuran yang digunakan untuk melihat tingkat keeratan hubungan antara dua pasar, dimana perubahan harga di tingkat pasar tertentu disalurkan ke pasar lain.

11. Elastisitas transmisi harga adalah pengaruh perubahan harga pedagang pengecer (Pr) di pasar konsumen terhadap perubahan harga di tingkat petani dimana Pf = f (Pr) di pasar lokal.

12. Ana lytica l Hiera rchy process (AHP) adalah salah satu bentuk model pengambilan keputusan dengan multiple kriteria yang merubah nilai-nilai kualitatif menjadi nilai kuantitatif, sehingga keputusan yang diambil dapat lebih obyektif.


(47)

commit to user BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian menggunakan metode deskriptif analitis (descriptive research) yaitu jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu kejadian sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap obyek yang diteliti. Dalam hal ini adalah gambaran mengenai kondisi pemasaran buah lokal dari tingkat petani sampai konsumen akhir. Penelitian deskriptif memiliki ciri-ciri sebagai berikut : (1) berhubungan dengan keadaan yang terjadi pada saat itu, artinya mengungkapkan fakta kondisi pemasaran yang terjadi pada saat itu, (2) menguraikan satu variabel saja atau beberapa variabel namun diuraikan satu-persatu, dalam penelitian ini yaitu variabel struktur, perilaku, dan kinerja pasar, (3) variabel yang diteliti tidak dimanipulasi atau tidak ada perlakuan (treatment), artinya variabel struktur, perilaku, dan kinerja pasar diteliti apa adanya sesuai dengan kondisi yang terjadi di lapangan saat itu tanpa perlakuan apapun.

B. Pertimbangan Pemilihan Komoditi

Kabupaten Bogor dikenal sebagai salah satu daerah sentra produksi komoditi manggis, jambu biji, dan belimbing. Menurut Rusmana (2007 : 3), ketiganya memiliki nilai LQ (Loca tion Quotient) > 1 yaitu Belimbing (3,427), Jambu Biji (1,417), Manggis (1,546). Jika nilai LQ > 1 maka komoditi tersebut memiliki keunggulan komparatif yang hasilnya tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan lokal tetapi dapat diekspor ke luar wilayah. Khusus manggis telah


(48)

commit to user

merambah pasar ekspor sehingga menarik untuk dikaji, sedangkan jambu biji dan belimbing berproduksi sepanjang tahun.

C. Lokasi dan Waktu

Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) yaitu di Kabupaten Bogor berdasarkan pertimbangan tertentu sesuai tujuan peneliti (Singarimbun dan Effendi, 1997:36). Pertimbangannya adalah Kabupaten Bogor dikenal sebagai salah satu daerah sentra produksi komoditi manggis, jambu biji, dan belimbing.

Dari tingkat kabupaten tersebut dipilih sampel kecamatan secara sengaja (purposive) dengan kriteria bahwa kecamatan terpilih merupakan sentra produksi manggis, jambu biji, dan belimbing karena memiliki produksi terbesar pada masing-masing komoditi buah lokal. Data dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Produksi Manggis, Jambu Biji, dan Belimbing Per Kecamatan di Kab. Bogor 2010

No Kecamatan Manggis (Kw) Jambu Biji (Kw) Belimbing (Kw)

1 Naggung 397 908 316

2 Leuwiliang*1) 20.310 359 58

3 Luewisadeng*2)**2) 12.376 9.291 94

4 Pamijahan 154 1.048 434

5 Cibungbulang 33 672 216

6 Ciampea 17 895 95

7 Tenjolaya 0 2.804 78

8 Dramaga 0 98 0

9 Ciomas 4 136 7

10 Tamansari 24 878 14

11 Cijeruk 530 1.340 574

12 Cigombong 21 417 103

13 Caringin 59 3.807 207

14 Ciawi 45 49 49

15 Cisarua 18 21 5

16 Megamendung 0 730 38

17 Sukaraja 417 1.636 192


(49)

commit to user Tabel 5. (Lanjutan)

No Kecamatan Manggis (Kw) Jambu Biji (Kw) Belimbing (Kw)

19 Sukamakmur 0 0 0

20 Cariu 28 185 291

21 Tanjungsari 308 33 68

22 Jonggol 65 42 3

23 Cileungsi 54 142 139

24 Klapanunggal 54 188 194

25 Gunung Putri 88 198 61

26 Citeureup 152 24 24

27 Cibinong 297 1.124 1.730

28 Bojong Gede**1)***1) 23 12.453 9.248

29 Tajur Halang***2) 226 8.946 3.240

30 Kemang 19 2.333 143

31 Rancabungur 23 2.217 229

32 Parung 307 951 167

33 Ciseeng 39 137 34

34 Gunung Sindur 130 625 585

35 Rumpin 0 1.415 71

36 Cigudeg 405 408 70

37 Sukajaya 20 99 26

38 Jasinga 912 361 117

39 Tenjo 88 128 13

40 Parung Panjang 13 177 75

TOTAL 37.659 58.102 19.305

Sumber : Monografi Pertanian dan Kehutanan Kab. Bogor (2010) Keterangan :

*1)*2) Kecamatan terpilih untuk komoditi manggis **1)**2) Kecamatan terpilih untuk komoditi jambu biji ***1)***2) Kecamatan terpilih untuk komoditi belimbing

Dari tingkat kecamatan diambil dua desa sampel secara sengaja berdasarkan rekomendasi Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) setiap wilayah. Hal ini didasarkan pertimbangan bahwa desa-desa terpilih merupakan sentra produksi ketiga jenis buah lokal yang dapat mewakili kriteria wilayah. Desa-desa terpilih terlihat pada Tabel 6 :


(50)

commit to user

Tabel 6. Kecamatan dan Desa Terpilih untuk Setiap Komoditi Buah Lokal

No Komoditi Kecamatan Desa

1. Manggis

Leuwiliang Leuwisadeng

1. Karacak 2. Karyasari 1. Sadeng 2. Leuwisadeng

2. Jambu Biji

Bojong Gede Leuwisadeng

1. Cimanggis 2. Susukan

1. Babakan Sadeng 2. Sibanteng

3. Belimbing

Bojong Gede Tajur Halang

1. Raga Jaya 2. Caringin Asri 1. Tajur Halang 2. Tonjong Sumber : BP3K Leuwiliang 2011 dan BP3K Bojong Gede 2011

Pengumpulan data dilaksanakan selama tiga bulan (November 2011– Januari 2012).

D. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer digunakan untuk menganalisis, 1) struktur pasar meliputi lembaga dan saluran pasar, sifat khas produk, hambatan keluar masuk pasar, dan informasi pasar, 2) perilaku pasar meliputi penentuan harga, praktek jual beli, sistem pembayaran, dan kerjasama antar lembaga pemasaran, 3) kinerja efisinesi pasar meliputi marjin dan farmers sha re. Data primer juga digunakan untuk menentukan alternatif strategi berdasarkan survey pakar. Data primer diperoleh dari petani, pedagang perantara dan pakar melalui wawancara menggunakan panduan kuesioner.

Sedangkan data sekunder berupa harga bulanan komoditi buah lokal akan digunakan untuk menganalisis integrasi pasar dan elastisitas transmisi harga. Data sekunder juga digunakan sebagai keterangan penunjang yang dikumpulkan dari instansi terkait dan literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian seperti dari


(51)

commit to user

Kementrian Pertanian, Biro Pusat Statistik, Dinas Pertanian, Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan, Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan, dan Dinas Pasar.

E. Teknik Pengambilan Contoh

Dari dua desa pada setiap kecamatan terpilih ditentukan jumlah sampel petani secara quota sampling sebanyak 15 petani, dan untuk menentukan jumlah sampel petani setiap desa digunakan proportional sampling. Maka dari enam kecamatan terpilih akan terdiri dari 90 petani sampel. Rata-rata petani mengusahakan kebun campuran sehingga ditetapkan batas kepemilikan jumlah pohon minimal untuk manggis adalah 10 pohon, sedangkan jambu biji dan belimbing adalah 15 pohon. Rincian perhitungan sampel tampak pada Tabel 7 :

Tabel 7. Penetapan Jumlah Petani Sampel Setiap Komoditi Buah Lokal

No Komoditi Kecamatan Desa Jumlah

Petani Quota

Jumlah Sampel

1. Manggis

Leuwiliang Leuwisadeng

1. Karacak 2. Karyasari

125 100 15

(125/225) x 15 = 8 (100/225) x 15 = 7 1. Sadeng

2. Leuwisadeng

96 151 15

(96/247) x 15 = 6 (151/247) x 15 = 9 2. Jambu Biji

Bojong Gede Leuwisadeng

1. Cimanggis 2. Susukan

60 80 15

(60/140) x 15 = 6 (80/140) x 15 = 9 1. Babakan Sadeng

2. Sibanteng

157 93 15

(157/250) x 15 = 9 (93/250) x 15 = 6 3. Belimbing

Bojong Gede Tajur Halang

1. Raga Jaya 2. Caringin Asri

100 40 15

(100/140) x 15 = 11 (40/140) x 15 = 4 1. Tajur Halang

2. Tonjong

29 12 15

(29/41) x 15 = 11 (12/41) x 15 = 4

Total 1.043 90 90

Teknik pengambilan contoh pedagang sebagai lembaga perantara pemasaran dipilih dengan metode Snowba ll Sa mpling yaitu teknik penentuan sampel dengan terlebih dahulu menetapkan informan kunci (key-person) yaitu


(52)

commit to user

petani, kemudian memilih sampel-sampel berikutnya (pedagang perantara) berdasarkan informasi dari petani tersebut (Irianto dan Totok, 2011 : 179). Pedagang selanjutnya dipilih berdasarkan informasi pedagang sebelumnya sehingga seperti bola salju yang menggelinding.

F. Metode Analisis Data

Data dan informasi yang dikumpulkan dianalisis menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan jika ciri-ciri dari suatu fakta sosial dapat dinilai dengan angka-angka. Sedangkan pendekatan kualitatif dilakukan jika ciri-ciri dari suatu fakta sosial tidak dapat dinilai dengan angka-angka, tetapi dalam bentuk kalimat, kata atau gambar (Sugiyono, 2010 : 23). Teknik tersebut meliputi :

1. Analisis Struktur dan Perilaku Pasar

Struktur pasar merupakan penggolongan produsen kepada beberapa bentuk pasar. Dianalisis dari : 1) lembaga dan saluran pemasaran, 2) sifat kekhasan produk, 3) hambatan keluar masuk pasar, 4) informasi pasar. Perilaku pasar merupakan pola tingkah laku dari lembaga-lembaga pemasaran dalam menghadapi struktur pasar yang berlaku. Dianalisis dari : 1) penentuan harga, 2) praktek jual beli, 3) sistem pembayaran, 4) kerjasama antar lembaga pemasaran.

2. Analisis Kinerja Efisiensi Pasar

Secara kuantitatif, kinerja efisiensi pasar dapat dianalisis dari 1) marjin pemasaran, 2) fa rmer’s share, 3) integrasi pasar, 4) elastisitas transmisi harga.


(53)

commit to user

a. Marjin Pemasaran

Marjin pemasaran adalah perbedaan harga di tingkat produsen (Pf) dengan harga di tingkat konsumen (Pr). Marjin pemasaran buah terdiri dari biaya dan keuntungan pemasaran. Secara matematis besarnya marjin diformulasikan sbb: m m

MP = Pr – PfatauMP = ∑Bi + ∑Ki ………. (1) i = 1 i = 1

Ketera ngan :

MP = Marjin Pemasaran

Pr = Harga di tingkat pedagang besar/pengecer/konsumen Pf = Harga di tingkat petani produsen

m

∑Bi = Jumlah biaya lembaga pemasaran (B1, B2, …Bm) i = 1

m

∑Ki = Jumlah keuntungan lembaga pemasaran (K1, K2, …Km) i = 1

Marjin pemasaran meliputi biaya-biaya tenaga kerja, transportasi, penyusutan, retribusi dan lain-lain serta keuntungan yang diharapkan yang dinyatakan dalam rupiah per unit.

b. F armer’s Share

Analisis fa rmer’s sha re bermanfaat untuk mengetahui bagian harga yang diterima oleh petani dari harga di tingkat konsumen yang dinyatakan dalam persentase (%). Fa rmer’s sha re diformulasikan sebagai berikut :

Pf x 100 % ……… (4) Pr

Ketera ngan :

Fs = Fa rmer’s sha re

Pf = Harga di tingkat Produsen (petani) Pr = Harga di tingkat Konsumen


(1)

commit to user

3) Memperluas jaringan pemasaran buah lokal baik dalam bentuk segar maupun

olahan melalui kegiatan pengenalan produk unggulan lokal kepada masyarakat dalam even-even tertentu seperti pameran, dan lain-lain.

7. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian, upaya perbaikan kelembagaan dan sarana pendukung sektor pertanian yang telah dirintis diantaranya adalah dibangunnya Sub Terminal Agribisnis (STA) di lokasi sentra tanaman buah khusus pada komoditas manggis sementara pada komoditi jambu biji dan belimbing belum tersedia. Perbaikan akses jalan menuju lokasi kebun juga untuk komoditas manggis yang lokasinya memang jauh di atas perbukitan. Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) sebagai bagian dari koperasi saat ini belum berjalan dan kelompoktani belum berfungsi secara maksimal.

Upaya perbaikan kebijakan pemerintah yang mendukung pelaku agribisnis yang pernah ada diantaranya adalah dukungan Dinas Pertanian dan Kehutanan dalam pengembangan agribisnis komoditi buah-buahan unggulan ke arah agroindustri seperti penyediaan alat-alat agroindustri minuman untuk produk jambu biji dan belimbing, namun saat ini kegiatan agroindustri tersebut vakum karena biaya produksi yang tinggi. Kebijakan perbaikan tarif impor buah yang sudah dilakukan adalah Kementerian Pertanian menetapkan pembatasan pintu masuk impor buah hanya di empat wilayah yaitu Pelabuhan Belawan, Bandara Soekarno Hatta, Pelabuhan Tanjung Perak, dan Pelabuhan Makasar.

Upaya perbaikan teknologi produksi secara tepat guna yang telah dirintis adalah penyuluhan serta pelatihan teknis produksi sesuai dengan kondisi wilayah.


(2)

commit to user

Upaya perbaikan promosi buah lokal diantaranya telah dilakukan oleh lembaga akademik IPB melalui kegiatan pameran bertajuk “Gemari” atau Gerakan Makan Buah Asli Indonesia. Upaya-upaya lain seperti yang tercantum dalam strategi di atas kiranya dapat dilakukan agar tercipta efisiensi pemasaran buah lokal yang akan menguntungkan semua lembaga pemasaran dan konsumen.


(3)

commit to user

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Sistem pemasaran manggis di Kabupaten Bogor terdiri dari lima saluran dan

saluran yang paling efisien adalah saluran lima (petani-koperasi-pedagang pengecer-konsumen lokal) karena hanya melibatkan lembaga koperasi dan pedagang pengecer dengan total marjin 33,33 % dan farmer’s share 66,67 %.

2. Sistem pemasaran jambu biji di Kabupaten Bogor terdiri dari tiga saluran dan

saluran yang paling efisien adalah saluran dua (petani-pedagang pengumpul-pedagang besar-pengumpul-pedagang pengecer II-konsumen non lokal) karena petani mendapatkan harga yang lebih tinggi dibanding saluran lain dengan total marjin 64,29 % dan farmer’s share 35,71 %.

3. Sistem pemasaran belimbing di Kabupaten Bogor terdiri dari tiga saluran dan

saluran yang paling efisien adalah saluran dua (petani-pedagang pengecer-konsumen) karena hanya melalui satu lembaga yaitu pedagang pengecer dengan total marjin 37,5 % dan farmer’s share 62,5 %.

4. Struktur pasar buah lokal pada tingkat petani dan pedagang pengumpul umumnya

mengarah oligopsoni. Struktur pasar pada tingkat pedagang besar, pemasok dan eksportir umumnya mengarah oligopoli. Struktur pasar pada tingkat pedagang pengecer dan swalayan umumnya mendekati pasar persaingan sempurna (persaingan monopolistik) dimana setiap lembaga pengecer memiliki kekhasan kualitas produk yg berbeda menurut preferensi selera konsumen.


(4)

commit to user

5. Pemasaran buah lokal meliputi tiga kegiatan ; (1) pengumpulan (konsentrasi) yaitu

produk yang dihasilkan dalam jumlah kecil dikumpulkan menjadi jumlah lebih besar, (2) pengimbangan (equalisasi) merupakan tindakan-tindakan penyesuaian permintaan dan penawaran, berdasarkan tempat, waktu, jumlah dan kualitas, (3) penyebaran (dispersi) yaitu produk yang telah terkumpul disebarkan kepada konsumen, maka perilaku yang terjadi adalah lembaga pemasaran yang jumlahnya relatif sedikit dan melakukan banyak fungsi akan memiliki kekuatan monopsoni/oligopsoni dan lebih berperan dalam menentukan harga produk. Perilaku petani hingga saat ini masih terbentur pada aspek permodalan, sehingga pada umumnya petani mengandalkan perolehan modal dari pedagang pengumpul yang didukung pedagang besar di atasnya.

6. Efisiensi pasar dilihat dari marjin pemasaran dan farmer’s share menunjukkan

marjin pemasaran buah lokal menyebar tidak merata. Marjin komoditas manggis antara 33,33 % sampai 81,58 % dengan farmer’s share antara 18,42 % sampai 66,67 %. Marjin komoditas jambu biji antara 64,29 % sampai 75 % dengan farmer’s share antara 25 % sampai 35,71 %. Marjin komoditas belimbing antara 37,5 % sampai 60 % dengan farmer’s share antara 40 % sampai 62,5 %. Saluran dengan marjin besar dan farmer’s share kecil disebabkan karena tujuan pasarnya yaitu manggis tujuan ekspor, jambu biji tujuan pabrik pengolahan, dan belimbing tujuan swalayan sehingga memerlukan biaya pemasaran tinggi.

7. Efisiensi pasar dilihat dari integrasi pasar pada ketiga komoditi buah lokal

diketahui bahwa variabel harga buah bulan lalu di pasar lokal (ᵝ1) tidak


(5)

commit to user

pembentukan harga buah di pasar lokal lebih dipengaruhi oleh variabel selisih

harga buah bulan ini dengan harga buah bulan lalu di pasar acuan (ᵝ2), serta harga

buah bulan lalu di pasar acuan (ᵝ3). Nilai IMC menunjukkan antara pasar lokal

(Pasar Leuwiliang untuk manggis dan Pasar Bojong Gede untuk jambu biji dan belimbing) dengan pasar acuannya (Pasar Bogor) tidak terpadu dalam jangka pendek, namun dalam jangka panjang masih terpadu walaupun tidak sempurna.

8. Efisiensi pasar dilihat dari analisis elastisitas transmisi harga pada ketiga komoditi

buah lokal menunjukkan nilai elastisitas < 1 artinya persentase perubahan harga ditingkat petani (Pft) lebih kecil dari persentase perubahan harga ditingkat konsumen (Prt). Perubahan harga di tingkat konsumen tidak sampai pada petani dalam proporsi yang sebenarnya dan pasar tidak bersaing secara sempurna.

9. Secara umum, sistem pemasaran buah lokal di Kabupaten Bogor belum efisien

dilihat dari struktur pemasaran yang mengarah ke pasar oligopsoni pada lembaga yang bersifat konsentrasi dan oligopoli pada lembaga yang bersifat dispersi, perilaku pasar yang cenderung memiliki kekuatan monopsoni/oligopsoni pada lembaga pemodal besar, penyebaran marjin yang belum merata, dan pasar yang belum terintegrasi secara sempurna.

10.Hasil analisis AHP untuk menentukan prioritas alternatif strategi peningkatan

efisiensi pemasaran buah lokal didapatkan alternatif strategi dengan prioritas (1) perbaikan kelembagaan dan sarana pendukung sektor pertanian, (2) perbaikan kebijakan pemerintah yang mendukung pelaku agribisnis, (3) perbaikan teknologi produksi secara tepat guna, dan (4) perbaikan promosi buah lokal oleh pelaku agribisnis, pemerintah, dan akademik.


(6)

commit to user

B. Saran

1. Kemitraan usaha yang berbasis agribisnis perlu dibangun guna meningkatkan

kesejahteraan masyarakat petani. Kemitraan usaha tersebut harus melibatkan lembaga ekonomi masyarakat (koperasi), lembaga perkreditan, pengusaha tani (petani), dan pengusaha atau dengan kata lain mengusahakan pola pemasaran terpadu.

2. Koperasi berbasis agribisnis harus dapat menunjang berkembangnya subsistem

agribisnis (perdagangan saprotan, kegiatan usaha tani, pengolahan hasil, layanan pendukung), penyedia informasi pasar, dapat menerapkan teknologi pertanian, dan pelaku utama kegiatan agroindustri. Kegiatan unit usaha ini akan menimbulkan multiplier effect ekonomi dalam kehidupan masyarakat.

3. Dinas terkait agar lebih mendorong pengembangan agribisnis komoditi

buah-buahan unggulan ke arah produk sekunder atau agroindustri guna meningkatkan nilai jual produk, misalnya dengan cara mengadakan pelatihan pengolahan hasil buah serta memberikan bantuan fasilitas peralatan pengolahan hasil buah.

4. Secara umum efisiensi pemasaran buah lokal dapat dicapai melalui upaya

perbaikan teknologi produksi dan teknologi pendukungnya, realisasi kebijakan pemerintah yang kondusif terhadap pelaku agribisnis, upaya promosi yang berkesinambungan terhadap keunggulan dan kekhasan buah lokal, serta adanya limitasi sasaran pasar sehingga pola pemasaran akan lebih terfokus dan efisien.