Pengaruh motivasi belajar terhadap hasil belajar matematika siswa pada pokok bahasan persegi panjang dan persegi dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe stad yang dilengkapi dengan alat peraga di kelas VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten.

(1)

ABSTRAK

Trifosa Ester Seftiyani. 2016. Pengaruh Motivasi Belajar Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Pada Pokok Bahasan Persegi Panjang dan Persegi Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD yang Dilengkapi Dengan Alat Peraga Di Kelas VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika. Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif kuantitatif sekaligus korelasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: bagaimana keterlaksanaan pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang dilengkapi dengan alat peraga di kelas VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten; bagaimana keterlibatan siswa kelas VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten dalam menggunakan alat peraga; bagaimana motivasi belajar siswa kelas VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten; bagaimana pengaruh penggunaan alat peraga dan motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa kelas VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten yang berjumlah 32 siswa.

Instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah kuesioner motivasi belajar, dan tes hasil belajar. Validitas isi dengan melakukan uji pakar sedangkan validitas butir diperoleh dengan uji coba. Butir soal yang tidak valid kemudian direvisi, sedangkan realibitas soal motivasi belajar fakta �= 0,7887 dengan kriteria tinggi, realibilitas soal motivasi belajar opini �= 0,7119 dengan kriteria tinggi, dan realibilitas tes hasil belajar �= 0,5107 dengan kriteria cukup.

Berdasarkan analisis diperoleh bahwa (1) Pembelajaran kooperatif tipe STAD yang dilengkapi alat peraga terlaksana dengan baik dengan presentase keseluruhan sebesar 100%, (2) penggunaan alat peraga matematika oleh siswa kelas VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten tergolong tinggi, (3) motivasi belajar siswa kelas VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten tergolong sedang, (4) hasil belajar matematika pada materi persegi panjang dan persegi di kelas VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten tergolong tinggi, (5) tidak ada pengaruh antara penggunaan alat peraga terhadap hasil belajar dengan koefisien korelasi sebesar 0,005, (6) motivasi belajar berkorelasi rendah terhadap hasil belajar dengan koefisien korelasi sebesar 0,246 serta kontribusi pengaruh motivasi belajar terhadap hasil belajar sebesar 6%, sedangkan 94% sisanya dipengaruhi faktor lain seperti minat, IQ, bakat, dan lingkungan.


(2)

ABSTRACT

Trifosa Ester Seftiyani. 2016. The Effect of Motivation to Learn toward the Learning Result of Students on the Topic of Rectangular and Square using STAD-typed Cooperative Learning Approach Equipped with Model in the Students of VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten. Thesis. Mathematics Education Study Program. Department of Mathematics and Science. Faculty of Teachers Training and Education. Sanata Dharma University. Yogyakarta.

This research is a combination of descriptive quantitative, qualitative and correlational research. The aims of the research are to find out: (1) feasibility study of mathematics using STAD-type cooperative learning approach equipped with model in students of VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten, (2) involvement students of VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten in using model, (3) motivation to learn in students of VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten, (4) The influence of model and motivation to learn toward the mathematics learning result in students of VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten. In conducting the research, thirty two students of VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten become the subject.

The instruments employed in the research are motivation questionnare and student test result. The content validity questionnare is examined by experts. The validity and reliability of each question are examined by conducting a trial. The validity question conducted in order to determine the invalid questions that should be revised immediately. For the reability, the researcher determines �= 0,7887 of fact motivation with high criteria, �= 7119 of opinion motivation with high criteria, and �= 0,5107 of students test result with sufficient criteria.

From the analysis, it can be concluded that (1) STAD-type cooperative learning approach equipped with model done well with the overall precentage 96,16%, (2) involvement students of VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klatem in using model is high criteria, (3) motivation to learn in students of VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten is sufficient criteria, (4) the learning result of student on the topic of rectangular and square is high criteria, (5) no influence between model toward the learning result of students with the correlation coefficient is 0,005, (6) students’ motivation have low correlation toward the learning result of students with the correlation coefficient is 0,246, which students’ motivation constribution was 6%, 94% are influenced by other factors such as interest, IQ, talents, and evironment.


(3)

PENGARUH MOTIVASI BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA PADA POKOK BAHASAN PERSEGI PANJANG DAN PERSEGI DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE STAD YANG DILENGKAPI DENGAN ALAT PERAGA DI KELAS VII-D SMP PANGUDI LUHUR 1 KLATEN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh :

Trifosa Ester Seftiyani 121414072

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

PENGARUH MOTIVASI BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA PADA POKOK BAHASAN PERSEGI PANJANG DAN PERSEGI DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE STAD YANG DILENGKAPI DENGAN ALAT PERAGA DI KELAS VII-D SMP PANGUDI LUHUR 1 KLATEN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh :

Trifosa Ester Seftiyani 121414072

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku”

(Filipi 4 : 13)

“Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku, gadamu dan tongkatmu, itulah yang menghibur aku.”

(Mazmur 23 : 4)

“Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu janganlah takut dan jangan gemetar karena mereka, sebab Tuhan, Allahmu, Dialah yang berjalan menyertai engkau;

Ia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau.” (Ulangan 31 : 6)

“Dalam segala perkara Tuhan punya rencana yang lebih besar dari semua yang terpikirkan, apapun yang Kau perbuat tak ada maksud jahat, s’bab itu kulakukan semua denganMu Tuhan. Ku tak akan menyerah pada apapun juga sebelum ku coba semua yang ku bisa, tetapi ku berserah kepada kehendakMu, hatiku percaya

Tuhan punya rencana.”

(Lirik Lagu Ku Tak Akan Menyerah – Jeffry Tjandra)

Dengan penuh syukur dan cinta skripsi ini saya persembahkan untuk : Tuhan Yesus Kristus, Bapak dan Ibuku tersayang, Siswanto dan Sarah W, Mas dan Mbakku tersayang, Eko Aprian N dan Dwi Rifkah sih H, Abang terkasih, Jefri Hutapea, Sahabat karibku terbaik, Amelia Yulivania, Mariani Dian, Virgilius BT, Arleando dan Claudya, Teman seperjuanganku terhebat, Dian Nugraheni, Terimakasih untuk dukungan doa, kekuatan, motivasi, dan kasih sayangnya.


(8)

(9)

(10)

vii ABSTRAK

Trifosa Ester Seftiyani. 2016. Pengaruh Motivasi Belajar Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Pada Pokok Bahasan Persegi Panjang dan Persegi Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD yang Dilengkapi Dengan Alat Peraga Di Kelas VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika. Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif kuantitatif sekaligus korelasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: bagaimana keterlaksanaan pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang dilengkapi dengan alat peraga di kelas VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten; bagaimana keterlibatan siswa kelas VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten dalam menggunakan alat peraga; bagaimana motivasi belajar siswa kelas VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten; bagaimana pengaruh penggunaan alat peraga dan motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa kelas VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten yang berjumlah 32 siswa.

Instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah kuesioner motivasi belajar, dan tes hasil belajar. Validitas isi dengan melakukan uji pakar sedangkan validitas butir diperoleh dengan uji coba. Butir soal yang tidak valid kemudian direvisi, sedangkan realibitas soal motivasi belajar fakta = 0,7887 dengan kriteria tinggi, realibilitas soal motivasi belajar opini = 0,7119 dengan kriteria tinggi, dan realibilitas tes hasil belajar = 0,5107 dengan kriteria cukup.

Berdasarkan analisis diperoleh bahwa (1) Pembelajaran kooperatif tipe STAD yang dilengkapi alat peraga terlaksana dengan baik dengan presentase keseluruhan sebesar 100%, (2) penggunaan alat peraga matematika oleh siswa kelas VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten tergolong tinggi, (3) motivasi belajar siswa kelas VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten tergolong sedang, (4) hasil belajar matematika pada materi persegi panjang dan persegi di kelas VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten tergolong tinggi, (5) tidak ada pengaruh antara penggunaan alat peraga terhadap hasil belajar dengan koefisien korelasi sebesar 0,005, (6) motivasi belajar berkorelasi rendah terhadap hasil belajar dengan koefisien korelasi sebesar 0,246 serta kontribusi pengaruh motivasi belajar terhadap hasil belajar sebesar 6%, sedangkan 94% sisanya dipengaruhi faktor lain seperti minat, IQ, bakat, dan lingkungan.


(11)

viii ABSTRACT

Trifosa Ester Seftiyani. 2016. The Effect of Motivation to Learn toward the Learning Result of Students on the Topic of Rectangular and Square using STAD-typed Cooperative Learning Approach Equipped with Model in the Students of VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten. Thesis. Mathematics Education Study Program. Department of Mathematics and Science. Faculty of Teachers Training and Education. Sanata Dharma University. Yogyakarta.

This research is a combination of descriptive quantitative, qualitative and correlational research. The aims of the research are to find out: (1) feasibility study of mathematics using STAD-type cooperative learning approach equipped with model in students of VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten, (2) involvement students of VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten in using model, (3) motivation to learn in students of VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten, (4) The influence of model and motivation to learn toward the mathematics learning result in students of VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten. In conducting the research, thirty two students of VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten become the subject.

The instruments employed in the research are motivation questionnare and student test result. The content validity questionnare is examined by experts. The validity and reliability of each question are examined by conducting a trial. The validity question conducted in order to determine the invalid questions that should be revised immediately. For the reability, the researcher determines = 0,7887 of fact motivation with high criteria, = 7119 of opinion motivation with high criteria, and = 0,5107 of students test result with sufficient criteria.

From the analysis, it can be concluded that (1) STAD-type cooperative learning approach equipped with model done well with the overall precentage 96,16%, (2) involvement students of VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klatem in using model is high criteria, (3) motivation to learn in students of VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten is sufficient criteria, (4) the learning result of student on the topic of rectangular and square is high criteria, (5) no influence between model toward the learning result of students with the correlation coefficient is 0,005, (6) students’ motivation have low correlation toward the learning result of students with the correlation coefficient is 0,246, which students’ motivation constribution was 6%, 94% are influenced by other factors such as interest, IQ, talents, and evironment.


(12)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yesus Kristus yang Maha Esa atas setiap anugerah dan penyertaanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Skripsi ini dapat tersusun dengan baik berkat bantuan, bimbingan, arahan, serta dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. 2. Bapak Dr. Hongki Julie, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Matematika.

3. Bapak Drs. Sugiarto Pudjohartono M.T. selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan dukungannya.

4. Bapak Drs. Sukardjono, M.Pd. selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan dukungan kepada penulis dengan penuh kesabaran dan perhatian.

5. Br. Antonius Hardianto, FIC. selaku Kepala Sekolah SMP Pangudi Luhur 1 Klaten yang telah memberikan kesempatan serta izin untuk melaksanakan observasi serta pengambilan data di SMP Pangudi Luhur 1 Klaten.

6. Ibu S. Setyawati T, S.Pd. selaku Guru Matematika Kelas VII SMP Pangudi Luhur 1 Klaten yang telah memberikan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan selama proses observasi dan pengambilan data penelitian berlangsung.

7. Bapak Antonius Ismawan selaku karyawan tata usaha di SMP Pangudi Luhur 1 Klaten yang telah memberikan dukungannya.

8. Bapak V. Eko Jumari selaku karyawan perpustakaan di SMP Pangudi Luhur 1 Klaten yang telah memberikan dukungannya.


(13)

x

9. Seluruh siswa kelas VII-B dan VII-D yang telah bekerja sama dengan baik dalam pelaksanaan pembuatan skripsi ini.

10.Orang tuaku, Bapak Siswanto dan Ibu Sarah Winarsih serta kakak-kakakku Mas Eko Aprian Nugroho dan Mbak Dwi Rifkah Sih Handayani. Terimakasih atas dukungan dan doa yang senantiasa dipanjatkan untuk penulis.

11.Kekasih hati, Abang Jefri Hutapea yang telah memberikan semangat dan doa kepada penulis.

12.Teman-teman terdekat, Virgilius Belarmino Togohodoh, Dian Nugraheni, Mariani Dian, Amelia Yulivani Senudin, Claudya Wang, Arleando Mangara Siagian, Nichola Ester, dan seluruh mahasiswa angkatan 2012 Program Studi Pendidikan Matematika.

13.Semua Pihak yang telah membantu selama penyusunan skripsi ini dari awal hingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan dapat digunakan sebagai acuan penelitian selanjutnya.


(14)

xi DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR DIAGRAM ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Batasan Masalah ... 7

D. Rumusan Masalah ... 8


(15)

xii

F. Definisi Istilah ... 10

G. Manfaat Hasil Penelitian ... 12

BAB II LANDASAN TEORI A. Belajar dan Mengajar ... 13

B. Model Pembelajaran Kooperatif ... 19

C. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ... 26

D. Konsep Perkembangan Kognitif Piaget ... 33

E. Alat Peraga ... 35

F. Alat Peraga Model Persegi Panjang, Model Persegi dan Papan Berpetak ... 39

G. Motivasi Belajar ... 42

H. Hasil Belajar ... 46

I. Materi Persegi Panjang dan Persegi ... 49

J. Hasil Penelitian Sebelumnya yang Relevan ... 66

K. Kerangka Berpikir ... 68

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 70

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 71

C. Subyek Penelitian ... 71

D. Obyek Penelitian ... 72

E. Variabel Penelitian ... 72

F. Hipotesis Penelitian ... 73


(16)

xiii

H. Validitas dan Reliabilitas ... 79

I. Metode/ Teknik Analisis Data ... 86

J. Prosedur Pelaksanaan Penelitian secara Keseluruhan ... 94

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kelayakan Analisis Data ... 96

B. Deskripsi Data Penelitian ... 97

C. Inferensi ... 120

D. Wawancara ... 128

E. Keterbatasan Peneliti ... 139

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 141

B. Saran ... 144

DAFTAR PUSTAKA ... 146 LAMPIRAN ... L|1


(17)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif ... 23

Tabel 2.2 Perhitungan Skor Kemajuan Individu ... 31

Tabel 2.3 Perhitungan Skor Kelompok ... 32

Tabel 2.4 Tahapan Perkembangan Kognitif Piaget ... 33

Tabel 2.5 Menentukan Luas Persegi Panjang ... 37

Tabel 3.1 Kisi-kisi Kuesioner Motivasi Belajar ... 76

Tabel 3.2 Silabus Pembelajaran Matematika Kelas VII ... 77

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Soal-soal Tes Akhir ... 79

Tabel 3.4 Interpretasi Koefisien Korelasi ... 80

Tabel 3.5 Interpretasi Tingkat Reliabilitas ... 82

Tabel 3.6 Hasil Validitas Butir Uji Coba Kuesioner Motivasi ... 83

Tabel 3.7 Hasil Validitas Butir Uji Coba Tes Hasil Belajar ... 85

Tabel 3.8 Rekap data observasi keterlaksanaan penggunaan alat peraga ... 87

Tabel 3.9 Kriteria Penggunakan Alat Peraga ... 88

Tabel 3.10 Skor Kuesioner Motivasi Belajar ... 88

Tabel 3.11 Kriteria Motivasi Belajar Matematika ... 89

Tabel 3.12 Kriteria Hasil Belajar Matematika ... 90

Tabel 3.13 Skor Peningkatan/Kemajuan Kuis ... 91

Tabel 3.14 Skor Penghargaan Kelompok ... 91

Tabel 3.15 Koefisien Korelasi ... 93


(18)

xv

Tabel 4.2 Skor Kenaikan Masing-masing Kelompok ... 105

Tabel 4.3 Penghargaan Kelompok ... 107

Tabel 4.4 Penggunaan Alat Peraga Oleh Siswa ... 108

Tabel 4.5 Statistik Penggunaan Alat Peraga Oleh Siswa ... 109

Tabel 4.6 Interval Penggunaan Alat Peraga dilihat dari keterlibatan siswa ... 110

Tabel 4.7 Data Motivasi Belajar VII-D Secara Keseluruhan ... 112

Tabel 4.8 Statistik Motivasi Belajar Siswa ... 113

Tabel 4.9 Interval Motivasi Belajar Matematika ... 114

Tabel 4.10 Data Hasil Belajar Matematika ... 116

Tabel 4.11 Statistik Hasil Belajar Matematika Siswa ... 117

Tabel 4.12 Interval Hasil Belajar Matematika ... 118

Tabel 4.13 Pengelompokan Kriteria Motivasi dan Hasil Belajar ... 129

Tabel 4.14 Wawancara 1 ... 129

Tabel 4.15 Wawancara 2 ... 130

Tabel 4.16 Wawancara 3 ... 131

Tabel 4.17 Wawancara 4 ... 133

Tabel 4.18 Wawancara 5 ... 134


(19)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1a Bingkai Model Persegi panjang ... 40

Gambar 2.1b Blok Persegi panjang ... 40

Gambar 2.2a Bingkai Model Persegi ... 41

Gambar 2.2b Blok Persegi ... 41

Gambar 2.3 Alat Peraga Papan Berpetak ... 42

Gambar 2.4 Hierarki Kebutuhan Maslow ... 43

Gambar 2.5 Alat Peraga Model Persegi panjang ... 49

Gambar 2.6a Pembuktian Sifat I Persegi panjang ... 50

Gambar 2.6b Pembuktian Sifat I Persegi panjang ... 51

Gambar 2.7a Pembuktian Sifat II Persegi panjang ... 52

Gambar 2.7b Pembuktian Sifat II Persegi panjang ... 52

Gambar 2.8a Pembuktian Sifat III Persegi panjang ... 53

Gambar 2.8b Pembuktian Sifat III Persegi panjang ... 53

Gambar 2.9 Pembuktian Sifat IV Persegi panjang ... 54

Gambar 2.10 Pembuktian Sifat V Persegi panjang ... 55

Gambar 2.11 Persegi panjang ... 56

Gambar 2.12 Alat Peraga Model Persegi ... 58

Gambar 2.13 Pembuktian Sifat I Persegi ... 58

Gambar 2.14 Pembuktian Sifat II Persegi ... 59

Gambar 2.15 Pembuktian Sifat III Persegi ... 60


(20)

xvii

Gambar 2.17 Pembuktian Sifat V Persegi ... 63

Gambar 2.18 Persegi ABCD ... 64

Gambar 2.19 Persegi ABCD ... 64


(21)

xviii

DAFTAR DIAGRAM

Halaman Histogram 4.1 Penggunaan Alat Peraga ... 111 Histogram 4.2 Motivasi Belajar Matematika ... 115 Histogram 4.3 Hasil Belajar Matematika ... 119 Diagram 4.1 Diagram Terserak Penggunaan

Alat peraga dan Hasil Belajar Matematika Siswa ... 121 Diagram 4.2 Diagram Terserak Motivasi Belajar


(22)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman LAMPIRAN A

Lampiran A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... L|1 Lampiran A.2 Lembar Pengamatan Keterlaksanaan RPP ... L|17 Lampiran A.3 Lembar Pengamatan Keterlaksanaan Alat Peraga ... L|25 Lampiran A.4 Motivasi Belajar ... L|34 Lampiran A.5 Soal Pre-test / Tes Awal ... L|39 Lampiran A.6 Soal Post-test / Tes Hasil Belajar ... L|42 Lampiran A.7 Soal Kuis 1 ... L|47 Lampiran A.8 Soal Kuis 2 ... L|49 Lampiran A.9 Soal Diskusi Kelompok ... L|52 Lampiran A.10 Pedoman Wawancara ... L|57 LAMPIRAN B

Lampiran B.1 Validitan Kuesioner Motivasi Belajar ... L|70 Lampiran B.2 Reliabilitas Kuesioner Motivasi Belajar ... L|71 Lampiran B.3 Validitas Tes Hasil Belajar (Post-test) ... L|81 Lampiran B.4 Reliabilitas Tes Hasil Belajar (Post-test) ... L|83 Lampiran B.5 Uji Normalitas ... L|84 Lampiran B.6 Uji Korelasi ... L|89 Lampiran B.7 Data Nilai Siswa ... L|94 Lampiran B.8 Data Pengamatan Penggunaan Alat Peraga ... L|96 Lampiran B.9 Data Motivasi Belajar Siswa Kelas VII-D ... L|102


(23)

xx

Lampiran B.10 Kriteria Motivasi Belajar ... L|105 LAMPIRAN C

Lampiran C.1 Contoh Pengisian Lembar Pengamatan

Keterlaksanaan RPP ... L|108 Lampiran C.2 Contoh Pengisian Lembar Pengamatan Penggunaan

Alat Peraga ... L|114 Lampiran C.3 Contoh Pengisian Lembar Motivasi Belajar Siswa ... L|135 Lampiran C.4 Contoh Pengerjaan Pre-test / Tes Awal ... L|144 Lampiran C.5 Contoh Pengerjaan Post-test / Tes Hasil Belajar ... L|147 Lampiran C.6 Contoh Pengerjaan Kuis 1 ... L|152 Lampiran C.7 Contoh Pengerjaan Kuis 2 ... L|155 Lampiran C.8 Contoh Pengerjaan Lembar Diskusi Siswa ... L|158 Lampiran C.9 Foto Alat Peraga ... L|169 Lampiran C.10 Foto Kegiatan Pengambilan Data ... L|172 Lampiran C.11 Surat Izin Penelitian ... L|176 Lampiran C.12 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ... L|177


(24)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Belajar merupakan kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku (Herman Hudojo, 1988). Tanpa usaha, walaupun terjadi perubahan tingkah laku, tidaklah disebut belajar. Pengetahuan keterampilan, kebiasaan, kegemaran dan sikap siswa terbentuk, dimodifikasi dan berkembang disebabkan oleh belajar. Menurut Herman Hudojo (1988), proses belajar matematika akan berlangsung dengan lancar apabila belajar itu sendiri dilakukan secara kontinu, untuk itu pengalaman belajar matematika yang lalu akan mempengaruhi terjadinya proses belajar materi matematika yang selanjutnya. Herman Hudoyo (1980:19), menyatakan belajar yang “bermakna” adalah bertentangan dengan belajar dengan menghafal. Jika matematika dipelajari dengan hafalan maka siswa akan menjumpai kesulitan, sebab bahan pembelajaran yang diperoleh dengan hafalan “belum siap pakai” untuk penyelesaian masalah bahkan juga dalam situasi-situasi yang mirip dengan bahan yang dipelajari. Oleh sebab itu, belajar haruslah aktif, tidak sekedar pasif saja atau hanya menerima apa yang diberikan. Siswa diharapkan aktif dalam menemukan suatu prinsip dasar sehingga siswa nantinya mengerti konsep dengan lebih baik, ingat lebih lama dan dapat menggunakan konsep tersebut di konteks yang lain.


(25)

Guru sebagai tenaga pendidik mempunyai peranan yang penting dalam proses belajar mengajar di kelas. Guru tidak hanya dituntut untuk memiliki pengetahuan yang baik tetapi juga memiliki karakter yang baik sehingga dapat menjadi teladan bagi siswa. Menurut Suyanto dan Asep Jihad (2013:3), ada tiga tugas guru sebagai profesi, yakni mendidik, mengajar, dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup; mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan; melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan untuk kehidupan siswa. Menurut Herman Hudoyo (1980), mengajar dilukiskan sebagai proses interaksi antara guru dan siswa dalam mana guru mengharapkan siswanya dapat menguasai pengetahuan, keterampilan sikap yang benar-benar dipilih guru. Pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dipilih guru hendaknya relevan dengan tujuan dari pada pembelajaran yang diberikan dan disesuaikan dengan stuktur kognitif yang dimiliki siswa. Tidak hanya sekedar mengatakan dan memberi intruksi atau tidak hanya membiarkan siswa belajar sendiri. Mengajar sebenarnya memberikan kesempatan kepada yang diajar untuk mencari, bertanya, menalar dan bahkan menebak dan mendebat.

Matematika sendiri merupakan disiplin ilmu yang mempunyai sifat yang khas. Matematika tidak hanya berhubungan dengan bilangan-bilangan serta operasi-operasinya tetapi juga berkaitan dengan konsep-konsep abstrak. Obyek matematika yang bersifat abstrak tersebut merupakan kesulitan tersendiri yang harus dihadapi siswa dalam


(26)

mempelajari matematika (Marti dalam H. Rostina Sundayana, 2015:3). Tidak hanya siswa, guru pun terkadang memiliki kendala dalam mengajarkan matematika yang terkait dengan sifatnya yang abstrak. Konsep-konsep matematika yang abstrak tersebut dapat dipahami dengan mudah bila ada bentuk konkret. Salah satu yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika adalah alat peraga contohnya alat peraga papan berpaku digunakan untuk membuat macam-macam bentuk geometri, papan berpetak digunakan untuk menghitung keliling dan luas bangun datar, klinometer digunakan untuk mengukur tinggi (panjang) suatu objek dengan memanfaatkan sudut elevasi dan lain-lain. Menurut teori perkembangan kognitif Piaget (1976) anak yang berusia 11 tahun ke atas sudah masuk pada tahap formal-operasional yang mana anak sudah dapat berpikir secara abstrak tanpa butuh benda yang konkret. Namun, menurut penelitian yang dilakukan Santrock (dalam Desmita, 2009:110) hanya kira-kira satu dari tiga remaja muda yang menggunakan pemikiran operasional formal. Sejalan dengan itu, Adams dan Gullota (dalam Desmita, 2009:110) mengungkapkan remaja mungkin mampu menggunakan pemikiran formal operasional dalam satu mata pembelajaran tetapi tidak pada mata pembelajaran lain. Masa remaja berkisar antara umur 12 – 21 tahun (Desmita, 2009:37), sehingga siswa-siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP) masih smembutuhkan benda yang konkret dalam memahami konsep matematika yang abstrak.


(27)

Dari penjabaran di atas peneliti melaksanakan observasi mengenai pembelajaran matematika dan kelengkapan media pembelajaran di SMP Pangudi Luhur 1 Klaten. Hasil observasi menunjukkan bahwa sekolah belum memiliki alat peraga matematika yang lengkap, selain itu alat peraga masih jarang digunakan dalam pembelajaran matematika. Hasil observasi juga menunjukkan guru selalu tepat waktu sampai di kelas, sehingga siswa memiliki kesempatan yang kecil untuk berjalan-jalan keluar kelas ketika pergantian pembelajaran berlangsung. Ketika pembelajaran matematika akan dimulai guru selalu memberikan salam dengan semangat sebagai pendorong semangat siswa dalam pembelajaran. Guru juga tidak lupa menanyakan materi matematika yang sudah dipelajari sebelumnya sebagai kegiatan apersepsi. Di setiap kelas terdapat LCD, proyektor, papan tulis sebagai alat penunjang pembelajaran, guru matematika kelas VII lebih sering menggunakan papan tulis dan buku paket sebagai alat penunjang pembelajaran matematika. Saat menyampaikan materi pembelajaran guru lebih sering menggunakan metode ceramah dan tanya jawab, metode ceramah memang tampak efektif jika diterapkan di kelas VII E karena siswa yang terdapat di kelas VII E adalah siswa unggulan yang memiliki rata-rata nilai tertinggi dari setiap kelas. Namun apabila di terapkan di kelas lain seperti VII A, VII B, VII C, dan VII D, terlihat bahwa pembelajaran hanya berpusat kepada guru, siswa kurang aktif dan antusias dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini terlihat dari respon siswa yang berbeda-beda dalam pembelajaran,


(28)

diawal pembelajaran siswa terlihat memperhatikan guru yang sedang mengajar tetapi dipertengahan dan akhir siswa terlihat bosan dan sibuk dengan aktifitas mereka masing-masing. Tidak jarang aktifitas tersebut adalah aktifitas yang mengganggu siswa lainnya seperti mengobrol di kelas, memainkan pulpen, melemparkan kertas atau sesekali berjalan-jalan. Respon yang berbeda-beda dari siswa di setiap pembelajaran matematika menjadikan guru harus memiliki kemampuan yang baik dalam mengelola kelas. Guru dengan sabar selalu menegur siswa yang memiliki sikap yang negatif dalam pembelajaran. Ketika guru memberikan tugas dan latihan yang harus diselesaikan oleh siswa, tugas dan latihan tersebut akan segera diperiksa dan dikembalikan kembali ke siswa serta dibahas kembali di kelas, hal ini sangat baik dilakukan sebagai umpan balik kepada siswa.

Berdasarkan uraian hasil observasi di atas peneliti menyadari bahwa dalam proses pembelajaran sangat dibutuhkan model pembelajaran dan media pembelajaran yang cocok untuk mengajar. Model pembelajaran dan media pembelajaran tersebut dapat membantu guru untuk melibatkan siswa lebih aktif lagi dalam pembelajaran, sehingga belajar menjadi semakin efektif. Model pembelajaran yang berpusat kepada siswa dan mengutamakan kerjasama antarsiswa untuk mencapai tujuan pembelajaran adalah model pembelajaran kooperatif (Suyanto & Asep Djihad, 2013:163). Model pembelajaran kooperatif dapat membantu siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran sehingga memberikan dampak yang positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi yang berkualitas


(29)

dapat memotivasi siswa dalam belajar dan memotivasi siswa meningkatkan prestasi belajarnya, sedangkan, media pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika adalah alat peraga. Salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan sangat mudah diadaptasi kedalam pembelajaran adalah STAD (Student Team Achievement Division) (menurut Slavin dalam Rusman, 2010:213). Karena

itulah peneliti ingin memadukan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan alat peraga sebagai teknik yang digunakan dalam pembelajaran. Peneliti berharap hal ini dapat membuat pembelajaran semakin menarik bagi siswa, sehingga siswa tidak hanya dapat aktif berinteraksi dalam pembelajaran tetapi juga dapat memahami konsep matematika secara konkret serta memiliki dorongan yang kuat dalam belajar matematika. Dengan maksud itulah peneliti akan mengadakan penelitian mengenai “Pengaruh Motivasi Belajar Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Pada Pokok Bahasan Persegi Panjang dan Persegi Dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Team Achievement Division) yang Dilengkapi dengan Alat Peraga Di Kelas VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten”

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian latar belakang di atas maka dapat diidentifikasikan masalah yang terdapat di SMP Pangudi Luhur 1 Klaten sebagai berikut :


(30)

1. Kurang aktifnya siswa dalam mengikuti pembelajaran matematika di kelas,

2. Kurang antusiasnya siswa dalam mengikuti pembelajaran matematika di kelas,

3. Respon siswa yang beragam dalam mengikuti pembelajaran matematika,

4. Guru lebih sering menggunakan metode ceramah (satu arah) dalam pembelajaran matematika di SMP Pangudi Luhur 1 Klaten,

5. Belum tersedianya alat peraga matematika di SMP Pangudi Luhur 1 Klaten,

6. Guru jarang menggunakan alat peraga matematika dalam pembelajaran matematika di SMP Pangudi Luhur 1 Klaten.

C. Batasan Masalah

Dari identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, agar permasalahan dapat dikaji secara mendalam maka peneliti membahas dan memfokuskan pada permasalahan yang berkaitan dengan pengaruh motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) yang juga dilengkapi dengan alat peraga. Peneliti juga memfokuskan untuk pengambilan data pada penelitian ini dilaksanakan di kelas VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten.


(31)

D. Rumusan Masalah

Dari batasan masalah di atas, perumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimana keterlaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) yang dilengkapi alat peraga dalam pembelajaran matematika di kelas VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten?

2. Bagaimana keterlibatan siswa kelas VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten dalam menggunakan alat peraga matematika?

3. Bagaimana motivasi belajar siswa kelas VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten?

4. Bagaimana hasil belajar siswa kelas VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten pada pokok bahasan persegi panjang dan persegi? 5. Bagaimana pengaruh penggunaan alat peraga matematika

terhadap hasil belajar siswa kelas VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten?

6. Bagaimana pengaruh motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa kelas VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten?

E. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas, tujuan penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :


(32)

1. Mengetahui bagaimana keterlaksanaan pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) yang dilengkapi dengan alat peraga di kelas VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten,

2. Mengetahui bagaimana keterlibatan siswa kelas VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten dalam menggunakan alat peraga matematika,

3. Mengetahui bagaimana motivasi belajar siswa kelas VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten,

4. Mengetahui bagaimana hasil belajar matematika siswa kelas VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten pada pokok bahasan persegi panjang dan persegi,

5. Mengetahui bagaimana pengaruh penggunaan alat peraga matematika terhadap hasil belajar siswa kelas VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten,

6. Mengetahui bagaimana pengaruh motivasi belajar siswa terhadap hasil belajar siswa kelas VII-D SMP Pangudi Luhur 1 Klaten dalam pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) yang dilengkapi alat peraga pada materi


(33)

F. Definisi Istilah

Dalam penelitian ini terdapat beberapa istilah yang kemudian didefinisikan. Istilah-istilah tersebut sebagai berikut :

1. Belajar adalah kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku seperti pengetahuan keterampilan, kebiasaaan, kegemaran, dan sikap individu (Herman Hudojo, 1988 : 1). 2. Mengajar adalah suatu kegiatan di mana pengajar

menyampaikan pengetahuan/pengalaman yang dimiliki kepada peserta didik (Herman Hudojo, 1988 : 5). Mengajar itu suatu kegiatan yang melibatkan pengajar dan peserta didik, di mana peserta didik diharapkan belajar karena adanya intervensi pengajar. Intervensi tersebut diharapkan dapat membuat peserta didik menjadi terbiasa belajar sehingga peserta didik mempunyai kebiasaan belajar.

3. Pembelajaran adalah suatu upaya yang dilakukan pendidik atau guru secara sengaja dengan tujuan menyampaikan ilmu pengetahuan, dengan cara mengorganisasikan dan menciptakan sebuah sistem lingkungan belajar dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara lebih optimal. (Sugihartono dkk dalam Muhammad Irham dan Novan Ardy Wiyani, 2014:131).

4. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) merupakan model pembelajaran yang mengutamakan


(34)

kerjasama antarsiswa untuk mencapai tujuan pembelajaran (Suyanto dan Asep Djihad, 2013: 163).

5. STAD (Student Team Achievement Division) merupakan model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada aktivitas dan interaktif para siswa, saling memotivasi dan membantu dalam memahami suatu materi pembelajaran (Ali Hamzah dan Muhlisrarini, 2014).

6. Alat Peraga adalah alat (benda) yang digunakan untuk memperagakan fakta, konsep prinsip atau prosedur tertentu agar tampak lebih nyata (Suyanto dan Asep Djihad, 2013 : 122). Menurut Pramudjono (dalam H. Rostina Sundayana, 2015) alat peraga matematika adalah benda konkret yang dibuat, dihimpun, atau disusun secara sengaja digunakan untuk membantu menanamkan atau mengembangkan konsep-konsep matematika.

7. Motivasi Belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswi yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku (Hamzah B. Uno, 2007 : 23).

8. Hasil Belajar merupakan perubahan tingkah laku (Herman Hudoyo, 1988 : 1). Menurut Nana Sudjana (2010), hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku siswa yang luas mencangkup bidang kognitif, afektif, maupun psikomotorik.


(35)

G. Manfaat Hasil Penelitian 1. Bagi Peneliti

Penelitian ini memberikan pengalaman dan wawasan bagi peneliti sebagai calon guru dalam mempersiapkan alat peraga untuk digunakan pada pembelajaran matematika. Penelitian ini juga sebagai latihan membuat karya ilmiah bagi peneliti, yang manfaatnya dapat digunakan ketika menjadi guru kelak.

2. Bagi Sekolah

Alat peraga dapat dijadikan salah satu variasi dalam proses pembelajaran. Alat peraga dapat membantu guru dalam meningkatkan motivasi belajar siswa terhadap pembelajaran matematika.

3. Bagi Universitas Sanata Dharma

Penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan wawasan bagi para pembaca khususnya dikalangan pendidikan matematika di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.


(36)

13 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Belajar dan Mengajar 1. Hakikat Belajar

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Belajar merupakan kegiatan bagi setiap orang. Pengetahuan keterampilan, kebiasaan, kegemaran dan sikap seseorang terbentuk, dimodifikasi dan berkembang disebabkan oleh belajar. Menurut Herman Hudojo (1988) proses belajar merupakan kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku. Tanpa usaha, walaupun terjadi perubahan tingkah laku, bukanlah belajar. Sedangkan menurut Gagne (dalam Siregar dan Hartini Nara, 2010 : 4) “Learning is relatively permanent change in behavior that result from past experience or purposeful intruction”. Belajar adalah suatu perubahan perilaku yang relatif menetap yang dihasilkan dari pengalaman masa lalu ataupun dari pembelajaran yang bertujuan atau direncanakan.

Belajar adalah sebuah proses yang kompleks yang didalamnya terkandung beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut (Siregar dan Hartini Nara, 2010) adalah:

a. Bertambahnya jumlah pengetahuan,


(37)

c. Ada penerapan pengetahuan, d. Menyimpulkan makna,

e. Menafsirkan dan mengaitkannya dengan realitas, dan f. Adanya perubahan sebagai pribadi.

Dari berbagai definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu usaha yang dilakukan seseorang atau individu untuk mencapai suatu perubahan tingkah laku yang relatif menetap (konstan) meliputi bertambahnya pengetahuan dan keterampilan, kebiasaan, dan sikap.

2. Komponen-komponen Belajar

Pada dasarnya aktivitas belajar memiliki beberapa komponen atau unsur yang selalu menyertainya. Menurut Sugiyono dan Hariyanto (2011:126-127), komponen-komponen tersebut adalah sebagai berikut.

a. Tujuan Belajar

Proses belajar selalu dimulai karena adanya tujuan-tujuan tertentu yang hendak dicapai. Proses belajar akan lebih efektif apabila siswa mengerti tujuan dan manfaat dari materi pembelajaran yang akan dipelajari bersama.

b. Materi Pembelajaran

Tujuan belajar yang akan dicapai siswa akan lebih mudah dicapai apabila ada sumber-sumber materi pembelajaran,


(38)

artinya ada bahan materi yang dipelajari yang sudah tersusun dan siap untuk dikembangkan.

c. Kondisi Siswa

Kondisi siswa sebagai subjek belajar juga merupakan komponen yang penting dalam pembelajaran. Tanpa mengesampingkan potensi dan perbedaan individu, faktor-faktor yang menjadi komponen dalam proses belajar sebagai berikut.

1) Kesiapan siswa,

2) Kemampuan interprestasi siswa, 3) Kemampuan respon siswa, 4) Situasi proses belajar,

5) Hasil belajar sebagai konsekuensi.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

Muhibbin Syah dalam Muhammad Irham dan Novan Ardy Wiyana (2014 : 126 - 130) menyebutkan bahwa hanya ada dua faktor yang mempengaruhi proses belajar, yaitu:

1) Faktor Internal

Faktor internal merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar siswa yang bersumber dari dalam diri siswa yang belajar. Faktor internal terdiri dari beberapa faktor, seperti berikut:


(39)

a. Faktor Fisiologi/ Fisik

Faktor-faktor fisik yang dapat mempengaruhi proses belajar siswa antara lain indra, anggota badan, anggota tubuh, bentuk tubuh, kelenjar, saraf, dan kondisi fisik lainnya.

b. Faktor Psikologis/ Psikis

Faktor-faktor psikologis siswa yang mempengaruhi proses belajar antara lain tingkat inteligensia, perhatian dalam belajar, minat terhadap materi dan proses pembelajaran, jenis bakat yang dimiliki, jenis motivasi yang dimiliki untuk belajar, tingkat kematangan dan kedewasaan, faktor kelelahan mental atau psikologis, tingkat kemampuan kognitif siswa, tingkat kemampuan afektif, kemampuan psikomotorik siswa, dan kepribadian siswa, serta bentuk-bentuk lainnya.

2) Faktor Eksternal

Faktor Eksternal merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar siswa yang bersumber dari segala sesuatu dan kondisi di luar siswa yang belajar. Menurut Sumadi Suryabrata (dalam Muhammad Irham dan Novan Ardy Wiyani, 2014:128), faktor eksternal yang mempengaruhi proses belajar adalah:


(40)

a. Faktor-faktor non-sosial

Faktor-faktor non-sosial meliputi segala sesuatu yang ada disekeliling siswa selain faktor-faktor sosial. Faktor-faktor non-sosial ini sangat banyak dan tidak terhingga jumlahnya, seperti cuaca, suhu udara, waktu belajar dan pembelajaran, tempat belajar, peralatan dalam belajar. b. Faktor-faktor sosial

Faktor-faktor sosial adalah faktor manusia, baik manusia yang hadir secara langsung maupun yang tidak hadir tetapi memengaruhi proses belajar dan pembelajaran siswa. Faktor-faktor sosial yang dimaksud adalah:

a) Faktor lingkungan keluarga, seperti pola asuh orang tua, cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, pengertian orang tua, kebudayaan keluarga, serta keadaan sosial-ekonomi kelurga, dan sebagainya.

b) Faktor lingkungan sekolah, seperti metode mengajar yang digunakan guru, jenis kurikulum yang dikembangkan dan digunakan, pola hubungan atau relasi antara guru dengan siswa, pola relasi antar siswa, model disiplin sekolah yang dikembangkan, jenis mata pembelajaran dan beban belajar siswa, waktu sekolah, keadaan gedung sekolah, kuantitas


(41)

tugas rumah, media pembelajaran yang sering digunakan, dan sebagainya.

c) Faktor lingkungan masyarakat dan budayanya, seperti jenis kegiatan yang diikuti siswa di masyarakat, teman bergaul siswa, media massa yang dikonsumsi siswa, bentuk kehidupan masyarakatnya, kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di masyarakat, dan sebagainya.

4. Hakikat Mengajar

Mengajar menurut Herman Hudoyo (1980:18) dilukiskan sebagai proses interaksi antara guru dan siswa dalam mana guru mengharapkan siswanya dapat menguasai pengetahuan, keterampilan dan sikap yang benar-benar dipilih oleh guru. Pengetahuan, keterampilan dan sikap tersebut hendaknya relevan dengan tujuan dari pada pembelajaran yang diberikan dan disesuaikan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa. Tujuan mengajar adalah agar pengetahuan yang disampaikan itu dapat dipahami oleh siswa. Karena itu, mengajar yang baik hanya jika hasil belajar siswa baik. Pernyataan ini dapat dipenuhi, apabila guru mampu memberika fasilitas belajar yang baik sehingga dapat terjadi proses belajar yang baik.

Sama halnya dengan belajar, mengajar pun pada hakikatnya adalah suatu proses, yaitu proses mengatur, mengorganisasi


(42)

lingkungan yang ada disekitar siswa, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan proses belajar. Menurut Nana Sudjana (dalam Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, 2010 : 39) pada tahap berikutnya mengajar adalah proses memberikan bimbingan/bantuan kepada siswa dalam melakukan proses belajar.

Dapat disimpulkan bahwa mengajar adalah proses interaksi yang terjadi antara guru dan siswa dimana guru mengatur, mengorganisasi, serta membimbing siswa dalam belajar sehingga siswa mampu menguasai pengetahuan, keterampilan dan sikap yang relevan dengan tujuan pembelajaran yang diajarkan.

B. Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Winkel (dalam Siregar dan Hartini Nara, 2010:12) pembelajaran adalah seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar siswa, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian ekstrim yang berperanan terhadap rangkaian kejadian-kejadian-kejadian-kejadian intern yang berlangsung dialami siswa, sedangkan menurut Sugihartono dkk (dalam Muhammad Irham dan Novan Ardy Wiyani, 2014:131) Pembelajaran adalah suatu upaya yang dilakukan pendidik atau guru secara sengaja dengan tujuan menyampaikan ilmu pengetahuan, dengan cara mengorganisasikan dan menciptakan sebuah sistem lingkungan belajar dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara lebih optimal. Lebih lanjut Gagne (dalam Siregar


(43)

dan Hartini Nara, 2010 : 12) mengemukakan suatu definisi pembelajaran yang lebih lengkap : “Intruction is intemded to promote learning, external situation need to be arranged to activate, support and maintain the internal processing that constitutes each learning event”. Pembelajaran dimaksudkan untuk menghasilkan belajar, situasi eksternal harus dirancang sedemikian rupa untuk mengaktifkan, mendukung dan mempertahankan proses internal yang terdapat dalam setiap peristiwa belajar. Dari definisi pembelajaran yang sudah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah tindakan sengaja yang dilakukan oleh guru secara terencana dan terarah dengan tujuan agar belajar terjadi pada diri individu atau siswa.

Keberhasilan suatu pembelajaran tidak lepas dari kemampuan guru mengembangkan model-model pembelajaran yang berorientasi pada peningkatan intensitas siswa secara efektif di dalam proses pembelajaran (Aunurrahman, 2012:140). Penggunaan model pembelajaran yang tepat dapat mendorong tumbuhnya rasa senang siswa terhadap pembelajaran, menumbuhkan motivasi dalam belajar dan mengerjakan tugas, memberikan kemudahan bagi siswa untuk memahami pembelajaran sehingga memungkinkan siswa mencapai hasil belajar yang lebih baik. Salah satu model pembelajaran yang sering digunakan adalah model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning).

Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama


(44)

antarsiswa untuk mencapai tujuan pembelajaran (Suyanto dan Asep Djihad, 2013:163). Roger, dkk. (dalam Miftahul Huda, 2012:29) menyatakan pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial diantara kelompok-kelompok pembelajar yang di dalamnya setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota lain. Secara umum pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara berkelompok dan lebih mengutamakan keaktifan serta kerjasama antarsiswa dalam mencapai suatu tujuan pembelajaran.

Terdapat empat hal penting dalam pembelajaran kooperatif (Rusman, 2010:204), yakni: (1) adanya peserta didik dalam kelompok, (2) adanya aturan main (role) dalam kelompok, (3) adanya upaya belajar dalam kelompok, (4) adanya kompetensi yang harus dicapai oleh kelompok. Slavin (dalam Suyanto dan Asep Djihad, 2012:165-166) mengungkapkan struktur pengelompokan pembelajaran kooperatif adalah kelompok heterogen. Kelompok yang heterogen bisa dibentuk dengan memperhatikan aspek gender, latar belakang sosio-ekonomi, dan etnik serta kemampuan akademis siswa.

Menurut Roger dan David Johnson (dalam Rusman, 2010 : 212) ada lima prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif, yaitu sebagai berikut.


(45)

1. Prinsip ketergantungan positif, yaitu dalam pembelajaran kooperatif, keberhasilan dalam menyelesaikan tugas tergantung pada usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Keberhasilan tersebut ditentukan oleh kinerja kelompok sehingga semua anggota dalam kelompok akan merasa saling ketergantungan.

2. Tanggung jawab perseorangan, yaitu keberhasilan kelompok sangat bergantung dari masing-masing anggota kelompok, setiap anggota kelompok memiliki tugas dan tanggung jawab yang harus dikerjakan di dalam kelompok tersebut.

3. Interaksi tatap muka, yaitu memberikan kesempatan yang luas bagi setiap anggota kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling memberi dan menerima informasi dari anggota kelompok lain.

4. Partisipasi dan komunikasi, yaitu melatih siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran.

5. Evaluasi proses kelompok, yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka, agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.


(46)

Terdapat enam langkah utama atau tahapan dalam pembelajaran kooperatif (Rusman, 2010 : 211), enam langkah atau tahapan tersebut dituangkan dalam tabel sebagai berikut.

Tabel 2.1. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

TAHAP TINGKAH LAKU GURU

Tahap 1

Menyampaikan Tujuan dan Memotivasi Siswa

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai pada kegiatan

pembelajaran dan menekankan pentingnya topik yang akan dipelajari dan memotivasi siswa belajar.

Tahap 2

Menyajikan Informasi

Guru menyajikan informasi atau materi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau melalui bahan bacaan.

Tahap 3

Mengorganisasikan Siswa ke dalam Kelompok-kelompok Belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membimbing setiap kelompok agar melakukan transisi secara efektif dan efisien.

Tahap 4

Membimbing Kelompok Bekerja dan Belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Tahap 5 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Tahap 6

Memberikan Penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

Ada beberapa variasi tipe dalam pembelajaran kooperatif, tipe-tipe pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut.

1. Tipe Student Teams Achievement Division (STAD)

Model ini dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin. Dalam tipe ini siswa dikelompokkan secara beragam berdasarkan kemampuan, gender, ras, dan etnis. Pertama-tama siswa mempelajari materi bersama dengan


(47)

teman-teman sekelompoknya, kemudian mereka diuji secara individu melalui kuis. Perolehan nilai kuis setiap anggota menentukan skor yang diperoleh oleh kelompok mereka. Jadi, setiap anggota harus berusaha memperoleh nilai maksimal dalam kuis jika kelompok mereka ingin mendapatkan skor yang tinggi. Tipe STAD dapat diterapkan di semua materi pembelajaran yang didalamnya terdapat unit tugas yang hanya memiliki satu jawaban benar.

2. Tipe Jigsaw

Tipe jigsaw dikembangkan oleh Aroson (1975). Tipe jigsaw dapat diterapkan untuk materi-materi yang berhubungan dengan keterampilan membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara, dapat juga diterapkan untuk beberapa mata pembelajaran seperti ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, matematika, agama, dan bahasa. Tipe ini cocok untuk semua tingkatan kelas. Dalam tipe ini, guru harus memahami kemampuan dan pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skema ini agar materi pembelajaran menjadi lebih bermakna. Tipe jigsaw memberikan banyak kesempatan pada siswa untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.

3. Tipe Investigasi Kelompok (Group Investigasi)

Metode ini dikembangkan oleh Sharan (1976) ini lebih menekankan pada pilihan dan kontrol siswa daripada menerapkan teknik-teknik pengajaran di ruang kelas. Dalam tipe ini, siswa diberi kontrol dan


(48)

pilihan penuh untuk merencanakan apa yang ingin dipelajari dan diinvestigasi setelah siswa ditempatkan di kelompok-kelompok kecil yang diberi tugas atau proyek yang berbeda.

4. Tipe Make a Match (membuat Pasangan)

Tipe ini dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Tipe ini bisa diterapkan untuk semua mata pembelajaran dan tingkatan kelas. Salah satu keunggulan tipe ini adalah siswa mencari pasangan sambil mempelajari suatu konsep atau topik tertentu dalam suasana yang menyenangkan. Penerapan tipe ini dimulai dengan teknik, yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin.

5. Tipe TGT (Teams Games Tournament)

Dikembangkan oleh Slavin dan rekan-rekannya, penerapan TGT mirip dengan STAD dalam hal komposisi kelompok, format intruksional, dan lembar kerjanya. Bedanya jika STAD fokus pada komposisi kelompok berdasarkan kemampuan, ras, etnik, dan gender, maka TGT umumnya fokus hanya pada level kemampuan saja. Selain itu, jika dalam STAD, yang digunakan adalah kuis, maka dalam TGT istilah tersebut biasanya berganti menjadi game akademik.

6. Tipe Struktural

Spencer Kagan (1990) adalah yang pertama kali merancang struktur-struktur pembelajaran kooperatif. Ada 15 struktur-struktural pembelajaran


(49)

kooperatif (Miftahul Huda, 2012 : 154), yakni Roundrobin, dirancang khusus untuk mengembangkan teambuilding di antara siswa. Corners, di rancang untuk fokus pada classbuilding di ruang kelas.

Parapharase Passport, Spend a Buck, dan Group Processing dirancang untuk meningkatkan Skill komunikasi di antara siswa. Numbered Heads Together, Send a Problem, dan Cooperative Review

dirancang untuk menguasai materi pembelajaran. Three step interview, Brainstroming, dan Group Dicussion dapat diterapkan untuk mengembangkan kemampuan konseptual siswa. Sementara itu, Rountabel, Partners, Co-Op Co-Op, dan Group Investigation dapat digunakan untuk meningkatkan berbagai kebutuhan dan keterampilan siswa.

C. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Team Achievement Divisions)

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD termasuk yang paling sederhana yang menekankan pada aktivitas dan interaksi di antara siswa untuk saling memotivasi dan membantu dalam memahami suatu materi pembelajaran. Ada tujuh komponen yang mendukung model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Ali Hamzah dan Muhlisrarini, 2014 : 163) yaitu:


(50)

2. Persiapan pembelajaran termasuk didalamnya pembentukan kelompok, presentasi tugas siswa, dan persiapan kuis.

3. Kepastian bahwa siswa telah memahami isi materi pembelajaran.

4. Pembentukan kelompok pada STAD terdiri dari siswa yang heterogen.

5. Kuis individual yang dilakukan dalam rangka meyakinkan keberhasilan siswa dalam belajar dan sebagai indikator tanggung jawab siswa.

6. Kemajuan skor secara individual.

7. Pengakuan dan hadiah terhadap kelompok.

Sedangkan, Slavin (2005) dalam bukunya mengungkapkan STAD terdiri atas lima komponen utama, yakni:

1. Presentasi kelas

Materi dalam STAD pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi di dalam kelas. Ini merupakan pengajaran langsung seperti yang sering kali dilakukan atau diskusi pembelajaran yang dipimpin oleh guru, tetapi juga bisa memasukkan presentasi audiovisual. Presentasi tersebut haruslah benar-benar berfokus pada unit STAD. Dengan cara ini, para siswa akan menyadari bahwa mereka harus benar-benar memberi perhatian penuh selama presentasi kelas, karena dengan demikian akan


(51)

sangat membantu mereka mengerjakan kuis-kuis, dan skor kuis mereka menentukan skor tim mereka.

2. Tim

Tim adalah fitur yang paling penting dalam STAD. Pada tiap poinnya yang ditekankan adalah membuat anggota tim melakukan yang terbaik untuk tim, dan tim pun harus melakukan yang terbaik untuk membantu tiap anggotanya. Tim terdiri dari empat atau lima orang yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas. Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan lebih khususnya lagi, adalah untuk mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik. Setelah guru menyampaikan materinya, tim berkumpul untuk mempelajari lembar-kegiatan atau materi lainnya. Yang paling sering terjadi, pembelajaran itu melibatkan pembahasan permasalahan bersama, membandingkan jawaban, dan mengoreksi tiap kesalahan pemahaman apabila anggota tim ada yang membuat kesalahan.

3. Kuis

Setelah sekitar satu atau dua periode setelah guru memberikan presentasi dan sekitar satu atau dua periode praktik tim, para siswa akan mengerjakan kuis individual. Para siswa tidak


(52)

diperbolehkan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis, sehingga, tiap siswa bertanggung jawab secara individu untuk memahami materinya.

4. Skor kemajuan Individual

Gagasan skor kemajuan individual adalah untuk memberikan kepada tiap siswa tujuan kinerja yang akan dapat dicapai apabila mereka bekerja lebih giat dan memberi kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya. Tiap siswa dapat memberikan kontribusi poin yang maksimal kepada timnya dalam sistem skor ini, tetapi tidak ada siswa yang dapat melakukannya tanpa memberi usaha mereka yang terbaik. Tiap siswa diberikan skor “awal”, yang diperoleh dari rata-rata kinerja siswa tersebut sebelumnya dalam mengerjakan kuis yang sama. Siswa selanjutnya akan mengumpulkan poin untuk tim mereka berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis mereka dibandingkan dengan skor awal mereka.

5. Rekognisi Tim

Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain, apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu.

Berdasarkan komponen-komponen STAD yang telah dijelaskan, Rusman (2010 : 215) mengemukakan ada enam langkah dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD, enam langkah tersebut adalah:


(53)

1. Penyampaian tujuan dan motivasi

Guru memulai pembelajaran dengan menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, memberikan motivasi belajar kepada siswa, menyampaikan apa yang akan dipelajari beserta manfaatnya.

2. Pembagian kelompok

Guru membagi siswa ke dalam kelompok yang terdiri atas empat atau lima orang dalam masing-masing kelompok heterogen.

3. Presentasi dari guru

Guru menjelaskan materi pembelajaran yang akan dipelajari pada hari itu. Di dalam proses pembelajaran guru dibantu oleh media, demonstrasi, pertanyaan atau masalah nyata yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Guru juga harus menjelaskan tentang keterampilan dan kemampuan yang diharapkan dapat dikuasai siswa, menjelaskan tugas dan pekerjaan yang harus dilakukan siswa serta cara-cara mengerjakannya.

4. Kegiatan belajar dalam tim (kerja tim)

Siswa belajar dalam kelompok yang telah dibentuk. Guru menyiapkan lembar kerja sebagai pedoman bagi kerja kelompok, sehingga semua anggota dan masing-masing anggota memberikan kontribusi. Selama tim bekerja guru


(54)

melakukan pengamatan, memberikan bimbingan, dorongan dan bantuan bila diperlukan.

5. Kuis (evaluasi)

Guru mengevaluasi hasil belajar melalui pemberian kuis tentang materi yang dipelajari. Kuis dikerjakan siswa secara individu. Guru menetapkan skor batas untuk setiap soal, sesuai dengan tingkat kesukaran soal.

6. Penghargaan prestasi tim

Setelah pelaksanaan kuis guru memeriksa hasil kerja siswa dan memberikan angka dengan rentang 0-100. Selanjutnya, pemberian penghargaan atas keberhasilan kelompok dapat dilakukan oleh guru dengan melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut.

a. Menghitung skor individu

Menurut Slavin (2005 : 159), para siswa mengumpulkan poin untuk tim mereka berdasarkan tingkat dimana skor kuis mereka (persentase yang benar) melampaui skor awal mereka, seperti dituangkan dalam tabel berikut. Tabel 2.2. Perhitungan Skor Kemajuan Individu

No Skor Kuis Skor Kemajuan

1. Lebih dari 10 poin di bawah skor

awal 5 poin

2. 10 sampai 1 poin di bawah skor

awal 10 poin

3. Skor awal sampai 10 poin di atas

skor awal 20 poin

4. Lebih dari 10 poin di atas skor


(55)

5. Kertas jawaban sempurna (terlepas

dari skor awal) 30 poin

b. Menghitung skor kelompok

Skor tim dihitung dengan membuat rata-rata skor kemajuan anggota kelompok, yaitu dengan menjumlahkan semua skor kemajuan individu anggota kelompok dan membagi dengan sejumlah anggota kelompok tersebut. Dari skor yang diperoleh tim maka dapat dikualifikasikan sebagai berikut.

Tabel 2.3. Perhitungan Skor Kelompok No Rata-rata Skor Kualifikasi

1. 0 ≤ N ≤ 5 -

2. 6 ≤ N ≤ 15 Tim Baik (Good Team)

3. 16 ≤ N ≤ 20 Tim Sangat Baik (Great Team)

4. 21 ≤ N ≤ 30 Tim Super (Super Team)

c. Pemberian penghargaan dan pengakuan skor kelompok Setelah masing-masing kelompok atau tim memperoleh kualifikasi kelompok, maka guru memberikan hadiah atau penghargaan kepada masing-masing kelompok sesuai dengan prestasinya. Tim Super diberikan serifikat atau bentuk lainnya, sedangkan kelompok sangat baik dan baik diberikan ucapan selamat dan diberikan kata-kata motivasi agar siswa dapat meningkatkan lagi.


(56)

D. Konsep Perkembangan Kognitif Menurut Piaget

Jean Piaget seorang psikolog Swiss yang dalam penelitiannya meneliti mengenai bagaimana pengetahuan tercipta dan bagaimana anak berpikir serta bagaimana pemikiran anak berkembang. Teori Piaget membagi perkembangan kognisi anak ke dalam beberapa tahap yakni sebagai berikut.

Tabel 2.4 Tahapan Perkembangan Kognitif Piaget

1. Tahap Sensoris-Motorik (Lahir hingga usia 2 tahun)  Anak berpikir dalam pola visual (skema)

 Anak menggunakan indera untuk mengekplorasi objek (yaitu, melihat, menyimak, membau, merasa, dan memanipulasi)

 Anak mengingat cara fisik sebuah objek

 Anak mengingat objek dengan tindakan dan peristiwa tetapi tidak menggunakan objek untuk menyimbolkan tindakan dan kejadian (misalnya, menggelindingkan bola tetapi tidak menggunakan bola sebagai mobil pura-pura)

 Anak mengembangkan permanensi objek (mulai menyadari sebuah objek masih ada bahkan saat tak terlihat lagi)

2. Tahap Pra-Operasional (Usia 2-7 tahun)

 Anak menguasai pemikiran simbolis (menggunakan gambar mental dan kata-kata untuk mewakilkan tindakan dan kejadian yang tak ada)  Anak menggunakan objek untuk menyimbolkan tindakan dan kejadian

(misalnya, berpura-pura sebuah balok itu adalah sebuah mobil)

 Anak belajar menduga efek sutu tindakan pada tindakan lain (misalnya, menyadari menuang susu di wadah ke gelas akan membuat jumlah susu berkurang di wadah dan bertambah di gelas)

 Anak dikecoh oleh tampilan (misalnya, meyakini wadah tinggi dan kecil berisi secangkir air berisi lebih banyak daripada wadah pendek dan lebar berisi secangkir air)


(57)

momen tertentu, “pengetahuan figuratif”, dan bukan pada perubahan benda atau bagaimana benda bisa seperti itu, “pengetahuan operasional”), dan ia sepertinya tidak bisa membalikkan pemikirannya

3. Tahap Konkret Operasional (Usia 7-11 tahun)

 Pemikiran anak bisa menangani perubahan benda dan bagaimana perubahan tersebut terjadi

 Anak bisa membalikkan pemikirannya (punya kemampuan melihat dalam pikirannya bagaimana benda terlihat sebelum dan sesudah perubahan berlangsung)

 Anak telah melampaui bagaimana benda terlihat di momen tertentu dan mulai memahami bagaimana benda saling berkaitan (misalnya, tahu bahwa angka 2 lebih besar dari 1, tetapi, dalam waktu bersamaan, lebih kecil dari 3)

4. Tahap Formal Operasional / Abstrak Operasional (Usia 11+)  Anak mulai memikirkan pemikiran

 Anak berpikir secara abstrak tanpa butuh benda konkret  Anak bisa berhipotesis tentang benda

Dari penjabaran di atas Piaget menjelaskan bahwa anak yang berumur 11 tahun ke atas adalah anak-anak yang sudah dapat berpikir secara abstrak tanpa butuh benda konkret. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa ide-ide Piaget luput dari kelemahan dan kritik. Beberapa ide-ide Piaget tentang pemikiran operasional formal mulai dipandang memiliki kelemahan. Misalnya, dalam mendeskripsikan urutan perkembangan kognitif, Piaget kurang mempertimbangkan variasi individual, variasi kinerja anak dalam beberapa jenis tugas. Padahal sejumlah penelitian menunjukkan terdapat lebih banyak variasi individual pada pemikiran operasional formal daripada yang dibayangkan Piaget, hanya kira-kira satu dari tiga remaja


(58)

muda yang menggunakan pemikiran operasional formal (Santrock dalam Desmita, 2009:109-110). Adams dan Gullota (dalam Desmita, 2009:110) menyatakan bahwa pengalaman personal dalam berbagai aspek kehidupan, secara umum mungkin menentukan aplikasi dari pemikiran formal operasional. Oleh karena itu, remaja mungkin mampu menggunakan pemikiran formal operasional dalam satu mata pembelajaran, tetapi tidak pada mata pembelajaran lain. Masa remaja sendiri berkisar antara umur 12 – 21 tahun, siswa-siswa yang berada di Sekolah Menengah Pertama (SMP) berkisar umur 13 – 15 tahun. Teresa M. McDevitt dan Jeanne Ellis Ormrod (dalam Desmita, 2009:112) menyebutkan salah satu implikasi teori Piaget bagi guru-guru di sekolah, yaitu memberikan kesempatan kepada peserta didik melakukan eksperimen terhadap objek-objek fisik dan fenomena-fenomena alam. Hal tersebut juga berlaku dengan siswa-siswa sekolah menengah, meskipun telah memiliki kemampuan untuk berpikr abstrak, masih perlu diberi kesempatan untuk memanipulasi dan melakukan eksperimen dengan benda-benda konkret. Jadi, siswa-siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) masih membutuhkan alat peraga dalam memahami konsep matematika.

E. Alat Peraga

Pada hakikatnya, alat peraga adalah alat (benda) yang digunakan untuk memperagakan fakta, konsep, prinsip atau prosedur tertentu agar


(59)

tampak lebih nyata (Suyanto dan Asep Djihad, 2013:122). Lebih lanjut Ali (dalam H. Rostina Sundayana, 2015:7) mengungkapkan alat peraga adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyatakan pesan merangsang pikiran, perasaan dan perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong proses belajar. Dengan kata lain, alat peraga adalah benda yang sengaja dibuat yang digunakan untuk menjelaskan suatu konsep, obyek, prinsip atau prosedur sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan perhatian serta dorongan siswa untuk belajar.

Matematika adalah bekal bagi siswa untuk berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif. Sebagai bahasa simbolis, ciri utama matematika ialah penalaran secara deduktif namun tidak mengabaikan penalaran secara induktif. Selain sebagai bahasa simbolik matematika juga merupakan kajian ilmu yang bersifat abstrak. H.W. Fowler (dalam H. Rostina Sundayana, 2015 : 3) juga mengemukakan pendapatnya mengenai hakikat matematika yaitu sebagai ilmu abstrak yang membahas mengenai ruang dan bilangan. Konsep-konsep matematika yang bersifat abstrak dapat dipahami dengan mudah apabila bersifat konkret. Untuk itu matematika memerlukan benda konkret yang dapat mempermudah siswa dalam memahami pembelajaran matematika. Ruseffendi (1990:2) menyatakan alat peraga merupakan alat untuk menerangkan dan mewujudkan konsep matematika. Lebih jelas Pramudjono (dalam H. Rostina Sundayana, 2015:7) menjelaskan pengertian alat peraga matematika sebagai benda konkret yang dibuat, dihimpun atau disusun


(60)

secara sengaja digunakan untuk membantu menenamkan atau mengembangkan konsep matematika. Jadi, alat peraga matematika adalah benda konkret yang sengaja dibuat, disusun atau dihimpun dengan tujuan untuk menerangkan, menanamkan, mewujudkan ataupun mengembangkan konsep matematika.

Menurut Ruseffendi (1990:1) ada beberapa fungsi atau manfaat dari penggunaan alat peraga diantaranya:

a. Proses belajar mengajar termotivasi. Baik siswa maupun guru, dan terutama siswa, minatnya akan timbul. Ia akan senang, terangsang, tertarik, dan karena itu akn bersikap positif terhadap pengajaran matematika.

b. Konsep abstrak matematika tersajikan dalam bentuk konkret dan karena itu lebih dapat dipahami dan dimengerti, dan dapat ditanamkan pada tingkat-tingkat yang lebih rendah.

c. Hubungan antara konsep abstrak matematika dengan benda-benda di alam sekitar akan lebih dapat dipahami.

d. Konsep-konsep abstrak yang tersajikan dalam bentuk konkret yaitu dalam bentuk model matematika yang dapat dipakai sebagai obyek penelitian maupun sebagai alat untuk meneliti ide-ide baru dan relasi baru, menjadi bertambah banyak.

Selain manfaat diatas, para ahli seperti Piaget, Bruner, dan Dianes (dalam Ruseffendi, 1990 : 4) menyatakan pentingnya alat peraga dipergunakan bagi siswa usia muda yang masih memerlukannya. Piaget mengatakan


(61)

bahwa siswa yang tahap berpikirnya masih ada pada operasi konkret tidak akan dapat memahami matematika tanpa benda-benda konkret. Dienes menekankan pentingnya siswa belajar dalam lingkungan yang kaya dengan benda-benda konkret yang ada kaitannya dengan konsep-konsep matematika yang sedang dipelajari. Bruner juga memiliki pendapat yang sama, yakni belajar aktif dalam lingkungan yang kaya dan menggunakan benda-benda konkret sangat penting bagi siswa.

Menurut Ruseffendi (1990:3) ada beberapa syarat yang harus diperhatikan dalam pembuatan alat peraga :

1. Alat peraga haruslah tahan lama, artinya dibuat dari bahan-bahan yang cukup kuat dan tahan lama.

2. Bentuk dan warnanya menarik, hal ini bertujuan agar siswa tertarik untuk menggunakannya, memotivasi siswa untuk memperhatikan dan belajar.

3. Sederhana dan mudah dikelola, artinya alat peraga haruslah tidak rumit sehingga dapat digunakan oleh siapa saja.

4. Ukurannya sesuai (seimbang) dengan ukuran fisik siswa.

5. Dapat menyajikan konsep matematika, baik dalam bentuk real, gambar atau diagram.

6. Sesuai dengan konsep matematika yang akan diajarkan. 7. Dapat menunjukkan konsep matematika dengan jelas.

8. Peragaan itu bertujuan supaya menjadi dasar bagi tumbuhnya konsep abstrak bagi siswa.


(62)

9. Alat peraga yang dapat dimanipulasi, yakni dapat diraba, dipegang, dipindahkan, dan diutak-atik atau dipasangkan dan dicopot, dapat menjadikan siswa belajar aktif baik secara mandiri maupun berkelompok.

10.Bila mungkin alat peraga dapat berfaedah lipat (banyak).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penggunaan alat peraga akan gagal apabila:

1. Generalisasi konsep abstrak dari representasi konkret itu tidak tercapai.

2. Hanya sekedar sajian yang tidak memiliki nilai-nilai (konsep-konsep) matematika, dengan kata lain hanya sebagai pajangan. 3. Tidak disajikan pada saat yang tepat.

4. Alat peraga memboroskan waktu, membutuhkan waktu yang lama dalam penggunaannya.

5. Diberikan kepada siswa yang sebenarnya tidak memerlukannya. 6. Tidak menarik, rumit, sedikit terganggu menjadi rusak, dan

lain-lain.

F. Alat Peraga Model Persegi Panjang, Model Persegi, dan Papan Berpetak

Ada tiga jenis alat peraga yang digunakan dalam penelitian ini, alat peraga tersebut adalah model persegi panjang, model persegi dan papan berpetak. Model persegi panjang adalah alat peraga matematika yang


(63)

digunakan untuk menerangkan sifat-sifat persegi panjang, sedangkan model persegi adalah alat peraga yang digunakan untuk menerangkan sifat-sifat yang terdapat pada persegi. Alat peraga model persegi panjang (laboratorium pendidikan matematika, 2016:40) terdiri dari: (1) selembar triplek berukuran 50 cm × 70 cm dengan pola bentuk persegi panjang dan sumbu simetrinya bertuliskan X dan Y. Bentuk ini berfungsi sebagai bingkai persegi panjang ABCD dan O adalah tempat dimana paku di pasang. (2) blok persegi panjang bertuliskan ABCD, berukuran 25 cm × 35 cm dengan sumbu simetrinya. Dibalik blok ini juga dituliskan ABCD sesuai dengan atasnya. Titik O adalah tempat dimana dibuat lubang sebasar paku tadi.

Gambar 2.1b Blok Persegi panjang Gambar 2.1a Bingkai Model Persegi Panjang

Alat peraga model persegi (laboratorium pendidikan matematika, 2016:40) terdiri dari: (1) selembar papan triplek berukuran 50 cm × 50 cm, dengan pola persegi bertuliskan ABCD dan sumbu simetrinya bertuliskan X, Y, a, dan b. Bentuk ini berfungsi sebagai bingkai persegi ABCD dan O adalah tempat dimana dipasang paku. (2) blok persegi

A B

O

C D

A B

C D

O

X Y


(64)

bertuliskan ABCD berukuran 30 cm × 30 cm dengan sumbu-sumbu simetrinya. Dibalik blok ini juga dituliskan ABCD sesuai dengan atasnya. O adalah tempat dimana dibuat lubang sebesar paku tadi.

Gambar 2.2b Blok Persegi

Gambar 2.2a Bingkai Model Persegi

Alat peraga yang dipakai di dalam penelitian ini adalah alat peraga papan berpetak. Alat peraga papan berpetak adalah salah satu alat peraga matematika yang digunakan untuk menentukan keliling dan luas persegi panjang maupun persegi. Alat peraga papan berpetak dapat terbuat dari Whiteboard yang dilengkapi dengan petak-petak persegi atau dapat

terbuat dari sebuah triplek yang dilapisi dengan kertas spotlight kemudian diberi petak-petak persegi dengan spidol (H. Rostina Sundayana, 2015 : 36). Alat peraga ini juga disertai dengan blok persegi dengan bermacam warna yang luasnya sama dengan 1 petak pada papan berpetak.

Gambar 2.3 Alat Peraga Papan Berpetak

A B

D

X

Y a

b

O

C

A B

C D


(65)

G. Motivasi Belajar

Motivasi memiliki akar kata dari bahasa Latin movere, yang berarti bergerak atau dorongan untuk bergerak (Purwa Atmaja Prawira, 2014:319). Selain itu, istilah motivasi juga berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan diri individu tersebut bertindak atau berbuat. Motif tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat diinterpretasikan dalam tingkah lakunya, berupa rangsangan, dorongan, atau pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah laku tertentu (Hamzah B. Uno, 2007:3). Abram Maslow (dalam Purwa Atmaja Prawira, 2014:320) mendefinisikan motivasi sebagai sesuatu yang bersifat konstan (tetap), tidak pernah berakhir, berfluktuasi, dan bersifat kompleks, dan hal itu kebanyakan merupakan karakteristik universal pada setiap kegiatan organisme. Dengan demikian dapatlah diartikan bahwa motivasi merupakan suatu dorongan yang tetap (konstan) yang ada pada seseorang untuk bertindak atau melakukan sesuatu.

Abraham Maslow (1970), mengemukakan mengenai teori motivasi berdasarkan dari hierarki kebutuhan manusia yakni dimulai dari kebutuhan terendah sampai kebutuhan yang paling tinggi seperti yang terdapat dalam gambar berikut.


(66)

Gambar 2.4 Hierarki Kebutuhan Maslow

Penjelasan masing-masing kebutuhan manusia dalam hierarki Maslow dapat dijabarkan sebagai berikut.

1. Kebutuhan Fisiologi

Kebutuhan ini menyangkut kebutuhan fisik, seperti bernafas, makan, minum, seks, tidur, ekskresi, keseimbangan hormonal, dsb. Dalam pembelajaran kebutuhan fisik ini sangat penting dipenuhi apabila tidak terpenuhi maka kegiatan belajar akan terganggu, seperti rasa lelah karena aktivitas berlebihan akan mempengaruhi proses belajar, kebutuhan sarapan yang kurang dapat membuat siswa kurang konsentrasi belajar, kebutuhan tidur yang kurang akan membuat siswa merasa kantuk dan tidak dapat mengikuti pembelajaran dengan baik.

2. Kebutuhan akan rasa aman

Kebutuhan akan rasa aman meliputi bebas akan rasa takut, seperti rasa takut akan lingkungan yang tidak aman, terancam secara sosial, takut kehilangan sesuatu, dsb. Dalam belajar matematika kebutuhan rasa aman ini dapat dilihat dari siswa tidak takut mengerjakan soal matematika di depan kelas, ketika mengerjakan soal matematika siswa tidak takut salah dan mau

Aktualisasi diri Penghargaan / penghormatan Rasa memiliki dan rasa

cinta/sayang

Perasaan aman dan tenteram Kebutuhan Fisiologi


(67)

mencoba mengerjakan, berani bertanya ketika ada materi yang belum jelas, lingkungan belajar yang kondusif dan menyenangkan.

3. Kebutuhan akan kasih sayang

Setelah kebutuhan fisiologi dan kebutuhan rasa aman terpenuhi, manusia sebagai mahluk sosial akan merasa perlu memenuhi kebutuhannya akan kedekatan dengan orang lain, seperti rasa pertemanan, kekeluargaan, dan kebutuhan cinta dari lawan jenis. Misalnya, ketika di rumah siswa sering diingatkan orang tua bahkan ditemani orang tua atau saudara dalam belajar sehingga siswa merasa senang belajar, siswa membentuk kelompok belajar untuk dapat memahami pembelajaran bersama-sama dengan teman-temannya.

4. Kebutuhan akan penghargaan dan penghormatan diri

Dalam kategori kebutuhan ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu eksternal dan internal. Kategori eksternal meliputi pujian, apresiasi dan penghargaan dari orang lain. Sedangkan, kategori internal meliputi kebutuhan percaya diri dan kekuatan. Dalam pembelajaran matematika kebutuhan harga diri ini seperti siswa diberikan pujian ketika dapat mengerjakan soal matematika dengan baik, siswa diberikan semangat oleh guru dalam mempelajari suatu pembelajaran, siswa dengan percaya diri mengungkapkan ide atau gagasan yang dimiliki.


(68)

5. Kebutuhan mengaktualisasi diri

Aktualisasi diri diartikan sebagai keinginan untuk menjadi lebih dan lebih sesuai jati diri kita, untuk menjadi apapun yang mampu kita capai (Maslow, 1970). Dalam pembelajaran contohnya seperti, tekun mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, mampu bekerjasama dengan anggota kelompok belajar, tidak cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin, senang mencari dan memecahkan masalah dalam soal-soal, tidak lekas putus asa ketika mengerjakan sesuatu.

Jika seseorang menyebutkan motivasi belajar maka yang dimaksud adalah dorongan seseorang untuk melakukan kegiatan belajar agar menjadi lebih giat lagi dalam belajarnya sehingga dapat memperoleh hasil belajar yang lebih baik lagi. Motivasi belajar dapat timbul karena berbagai faktor, terutama faktor intrinsik (faktor yang terdapat dari dalam diri individu) dan faktor ekstrinsik (faktor yang terdapat di luar individu). Faktor intrinsik, berupa hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, serta harapan akan cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsik, berupa adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik. Kedua faktor tersebut disebabkan oleh rangsangan tertentu, sehingga seseorang berkeinginan untuk melakukan aktivitas belajar lebih giat dan semangat lagi. Motivasi belajar sangatlah penting bagi siswa untuk dapat belajar dengan baik dan tekun sehingga dapat memperoleh hasil belajar yang sangat baik.


(69)

H. Hasil Belajar

Herman Hudojo (1988) mengatakan perubahan tingkah laku merupakan hasil dari belajar. Sedangkan menurut Nana Sudjana (2010:22) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Horward Kingsley (dalam Nana Sudjana, 2010) membagi tiga macam hasil belajar, yakni (1) keterampilan dan kebiasaan, (2) pengetahuan dan pengertian, (3) sikap dan cita-cita. Sedangkan, menurut Gagne (dalam Sudjana, 2010) membagi lima kategori hasil belajar, yakni (1) informasi verbal, (2) keterampilan intelektual, (3) strategi kognitif, (4) sikap, dan (5) keterampilan motoris.

Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan intruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara besar membaginya ke dalam tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Berikut ini penjelasan-penjelasan dari ketika ranah hasil belajar yang di jelaskan oleh Benyamin Bloom (dalam Nana Sudjana, 2010) :

1. Ranah kognitif

Ranah ini berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yaitu: pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi.


(1)

1.

Uji Coba Pertama Kuesioner Motivasi Belajar

2.

Uji Coba Kedua Kuesioner Motivasi Belajar


(2)

4.

Pertemuan 1

5.

Pertemuan 2

Siswa mengerjakan pre-test Siswa menggunakan alat peraga dan mendengarkan penjelasan guru

Siswa berdiskusi dalam kelompok Siswa mempresentasikan hasil diskusi

Guru menjelaskan materi menggunakan alat peraga


(3)

7.

Pertemuan 4

Guru menjelaskan materi pembelajaran Guru membagikan alat peraga

Siswa berdiskusi dalam kelompok Presentasi kelompok

Guru menjelaskan materi Siswa berdiskusi dalam kelompok


(4)

8.

Pertemuan 5

Siswa mengerjakan tes hasil belajar (post-test)

Siswa mengisi kuesioner motivasi belajar

Penghargaan kelompok dan pemberian hadiah

Foto bersama dengan seluruh siswa VII-D dan guru matematika kelas VII


(5)

(6)

Lampiran C.12

SURAT KETERANGAN SUDAH PENELITIAN


Dokumen yang terkait

Perbandingan antara model pembelajaran cooperative learning tipe stad dengan pembelajaran konvensional dalam rangka meningkatkan hasil belajar PAI (eksperimen kelas XI SMA Negeri 3 Tangerang)

2 14 159

Meningkatkan prestasi, aktivitas dan motivasi belajar siswa kelas Siswa Kelas VII SMP N 3 satu Atap Grobogan Tahun Pelajaran 2010 2011 pada Pokok Bahasan Persegi dan Persegi Panjang Melalui Model Pembelajaran

0 6 79

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA MENGGUNAKAN STRATEGI INDEX CARD MATCH UNTUK MENINGKATKAN MINAT BELAJAR DAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII Semester 2 SMP Muhammadiyah 7 Surak

0 0 8

PENDAHULUAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ROTATING TRIO EXCHANGE DENGAN MENGGUNAKAN SUPERITEM UNTUK MENINGKATKAN MINAT DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA PADA POKOK BAHASAN PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG (PTK Pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP N 5 KLATE

0 1 5

PENDAHULUAN EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW DAN TUTOR SEBAYA DITINJAU DARI HASIL BELAJAR PADA POKOK BAHASAN PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG (Pada Siswa Kelas VII SMP AL ISLAM 1 Surakarta Tahun Pelajaran 2010/2011).

0 0 7

Pengaruh sikap belajar dan motivasi belajar terhadap hasil belajar matematika pada pokok bahasan keliling dan luas persegi panjang dan persegi menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) pada siswa kelas VII S SMP Pangudi L

0 12 260

Hubungan motivasi belajar dan sikap belajar terhadap hasil belajar matematika pokok bahasan belah ketupat dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) pada siswa kelas VIIB SMP Pangudi Luhur Moyudan tahun ajaran 2015

0 0 206

Hasil belajar dan motivasi belajar siswa pada pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT) di kelas VIII C SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta.

0 4 256

Efektivitas pembelajaran dengan menggunakan alat peraga dan Lembar Kerja Siswa (LKS) terhadap hasil belajar Matematika pada pokok bahasan persegi panjang dan persegi pada siswa kelas VIID SMP Bopk

0 1 216

Keefektifan pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik yang dipadu dengan pembelajaran kooperatif Tipe Jigsaw II pada siswa kelas VII SMP Muhammadiyah 3 Yogyakarta pada pokok bahasan persegi panjang dan persegi - USD Repository

0 11 366