Keterampilan Sosial Social Skill

508 FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG ISSN 2502-8723 hidup dalam lingkungan masyarakat yang beragam. Social skill oleh Gardner disebut dengan interpersonal intelligence yang dideskripsikan sebagai ―…the ability to notice and make distinctions among other individuals and, in particular, among their moods, temperaments, motivations, and intentions‖ . Kemampuan untuk melihat dan membedakan khususnya, suasana hati, temperamen, motivasi, dan maksud orang lain. Taman Firdaus 2012 mengutip dari Campbell menyebutkan ciri-ciri orang yang memiliki intelegensi interpersonal yang bagus, antara lain: 1. Terikat dengan orang tua dan berinteraksi dengan orang lain; 2. Membentuk dan menjaga hubungan sosial; 3. Merasakan perasaan, pikiran, motivasi, tingkah laku, dan gaya hidup orang lain; 4. Berpartisipasi dalam kegiatan kolaboratif dan menerima bermacam peran yang perlu dilaksanakan oleh bawahan sampai pimpinan, dalam suatu usaha bersama; 5. Mempengaruhi pendapat dan perbuatan orang lain; 6. Memahami dan berkomunikasi secara efektif, baik dengan cara verbal maupun nonverbal; 7. Menyesuaikan diri terhadap lingkungan dan kelompok yang berbeda dan juga menerima umpan balik dari orang lain. Selama masa usia sekolah, anak menghabiskan sebagian besar waktunya bersama teman. Mereka berkumpul, bersama-sama pergi ke suatu tempat, berolah raga, berjalan-jalan atau sekedar ngobrol. Teman sebaya berpengaruh baik dan buruk. Pengaruh baik teman sebaya adalah dalam hal pengembangan konsep diri dan pembentukan harga diri. Sedangkan pengaruh buruk teman sebaya yaitu anak yang lemah tidak dapat menolak tekanan- tekanan atau intimidasi yang tertuju pada anak tersebut. Masih menurut Piaget, pada saat anak-anak berkembang mereka mengalami kemajuan dalam pemahaman tentang masalah-masalah sosial. Pemahaman sosial ini muncul melalui interaksi dan menerima dalam hubungan teman sebaya. Dalam kelompok teman sebaya, anak-anak memiliki kekuatan dan status yang sama. Mereka secara leluasa dapat saling memberi masukan dan bernegosiasi dalam memecahkan masalah yang muncul. Keberhasilan dalam interaksi sosial ditentukan oleh banyak faktor yang berhubungan dengan individu, respon terhadap orang lain dan lingkungan sosial. Hal ini sesuai dengan Spencer yang menyatakan bahwa ‖…successful management of the social world requires a 509 FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG ISSN 2502-8723 sophisticated repertoire of social skills and an interpersonal problem solving capacity ‖. Keberhasilan pengelolaan dunia sosial memerlukan sekumpulan keterampilan sosial dan sebuah kapasitas pemecahan masalah interpersonal. Penting bagi individu untuk dapat menyesuaikan kuantitas dan kualitas respon non-verbal seperti kontak mata, ekspresi wajah, postur, jarak sosial dan penggunaan isyarat, sesuai dengan tuntutan situasi sosial yang berbeda. Demikian pula, kualitas verbal seperti nada suara, volume, tingkat dan kejelasan berbicara secara signifikan mempengaruhi kesan kepada orang lain dan reaksi seseorang terhadap orang lain. Agus Suprijono seperti yang dikutip oleh Taman Firdaus 2010 menyebutkan beberapa komponen keterampilan sosial yaitu kecakapan berkomunikasi, kecakapan bekerja kooperatif dan kolaboratif, serta solidaritas. Muijs Reynolds 2008 menguraikan bahwa salah satu cara untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa adalah melalui coaching. Coaching dimaksudkan untuk memberikan pembelajaran langsung mengenai keterampilan sosial kepada siswa. Guru dan siswa sebaiknya mendiskusikan mengenai cara berinteraksi yang lebih baik. Dalam diskusi ini guru perlu memfokuskan pada apa yang seharusnya dilakukan siswa dalam berinteraksi dengan lingkungannya baik dengan guru maupun dengan teman sebayanya. Selanjutnya guru memberikan ruang bagi siswa untuk mempraktikan keterampilan sosial melalui kegiatan- kegiatan pembelajaran di dalam maupun di luar kelas. Guru dan siswa dapat merefleksikan penerapan konsep keterampilan sosial berdasarkan kegiatan yang telah dilaksanakan.Keterampilan sosial tidak dapat tumbuh sendiri, namun membutuhkan latihan-latihan untuk mengembangkannya. The Collaborative for Academic, Social, and Emotional Learning CASEL, 2003, 2007, mengidentifikasi lima keterampilan yang bisa diajarkan sebagai landasan untuk pengembangan pribadi yang efektif: 1. Self-awareness: knowing what one is feeling and thinking; having a realistic assessment of one‘s own abilities and a well-grounded sense of self-confidence; 2. Social awareness: understanding what others are feeling and thinking; appreciating and interacting positively with diverse groups; 3. Self-management: handling one‘s emotions so they facilitate rather than interfere with task achievement; setting and accomplishing goals; persevering in the face of setbacks and frustrations; 4. Relationship skills: establishing and maintaining healthy and rewarding relationships based on clear communication, cooperation, resistance to inappropriate social pressure, negotiating solutions to conflict, and seeking help when needed; and 510 FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG ISSN 2502-8723 5. Responsible decision making: making choices based on an accurate consideration of all relevant factors and the likely consequences of alternative courses of action, respecting others, and taking responsibility for ones decisions. Keterampilan yang dapat diajarkan, yaitu: 1 Kepedulian diri meliputi pengetahuan tentang perasaan dan pikiran, memiliki penilaian nyata terhadap kemampuan diri sendiri dan memiliki dasar kepercayaan diri yang baik. 2 Kepedulian sosial meliputi: pemahaman terhadap perasaan dan pikiran orang lain, mengapresiasi dan berinteraksi positif dengan kelompok yang berbeda. 3 Manajemen diri meliputi: penanganan terhadap emosi seseorang sehingga tidak menghambat pencapaian tugas, menetapkan dan mencapai tujuan, tekun dalam menghadapi frustasi. 4 Keterampilan dalam mengelola hubungan meliputi: membangun dan mengelola hubungan yang sehat dan bermanfaat berdasarkan pada komunikasi yang jelas, kerjasama, mampu bertahan dalam tekanan sosial, menyelesaikan konflik, dan mencari bantuan pada bila diperlukan. 5 Bertanggung jawab terhadap pengambilan keputusan, meliputi: membuat pilihan berdasarkan pertimbangan yang akurat dari semua faktor yang relevan dan kemungkinan konsekuensi dari program alternatif tindakan, menghormati orang lain, dan mengambil tanggung jawab atas keputusan seseorang. Selanjutnya, William dan Asher dalam Muijs Reynolds 2008 mendeskripsikan empat konsep dasar yang harusnya diajarkan dalam keterampilan sosial, yaitu kerjasama, partisipasi, komunikasi, dan validasi. Dengan demikian keterampilan mengelola hubungan sosial seperti, kepedulian sosial, bekerjasama, berkomunikasi, serta bertanggung jawab dapat dilatih dan diajarkan salah satunya melalui kegiatan-kegiatan pembelajaran di sekolah.

2. Model Cooperative Learning

Pada dasarnya Cooperative Learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat diperngaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Cooperative Learning juga dapat diartikan sebagai suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan diantara sesama kelompok. Slavin mengatakan bahwa Cooperative Learning merupakan metode pembelajaran dimana siswa-siswa dari segala variasi perbedaan tingkat kemampuan berfikir, jenis kelamin, etnik, dan sebagainya bekerjasama dan saling 511 FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG ISSN 2502-8723 membantu satu sama lain sebagai tim dalam kelompok kecil untuk mencapai tujuan- tujuan akademis. Di dalam kelompok yang terdiri atas beberapa orang anggota ini, siswa bekerja bersama dibawah bimbingan guru. Siswa diharapkan berdiskusi dan berargumentasi bersama, menilai dan menyamakan pengetahuan yang dimiliki, serta memperbaiki kesenjangan pengetahuan satu sama lain. Dalam Cooperative Learning, siswa akan mendorong dan membutuhkan kerjasama dalam menyelesaikan tugas, dan mereka harus mengkoordinasikan usaha mereka untuk melengkapi tugas. Arends 1997 menyebutkan karakteristik kelompok kooperatif sebagai berikut:  Students work cooperatively in teams to master academic materials  Teams are made up of high, average, and low achievers  Whenever possible, teams include a racial, cultural, and sexual mix of students  Reward systems are group oriented rather than individually oriented. Dengan demikian, Cooperative Learning dapat dilihat dari adanya kerjasama siswa dalam kelompok untuk menguasai materi pelajaran, anggota kelompok terdiri atas siswa-siswa yang berprestasi tinggi, sedang atau rata-rata, dan rendah. Jika memungkinkan, anggota-anggota kelompok merupakan perpaduan siswa dari berbagai ras, sosial, dan jenis kelamin. Sistem penghargaan lebih diberikan kepada kelompok daripada individu. Situasi Cooperative Learning dicirikan oleh proses demokratis dan peran aktif siswa dalam menentukan apa yang akan dipelajari dan bagaimana cara mempelajarinya. ujuan Cooperative Learning adalah untuk membangkitkan interaksi yang efektif di antara anggota kelompok antarsiswa melalui kerjasama dan diskusi. Dalam hal ini sebagian besar aktivitas pembelajaran mempelajari materi pembelajaran; berdiskusi untuk memecahkan masalah atau menyelesaikan tugas berpusat pada siswa. Dengan interaksi yang efektif dimungkinkan semua anggota kelompok dapat menguasai materi pembelajaran pada tingkat yang relatif sejajar. Jadi, melalui cooperative learning siswa belajar dengan lebih komunikatif, dan terarah. Siswa belajar berlatih untuk menyampaikan dan menerima pendapat secara lebih terbuka. Interaksi tersebut belum tentu didapatkan dalam pembelajaran konvensional. Dalam pembelajaran konvensional, persaingan individu yang terbangun diantara siswa. Unsur-unsur yang menjadi karakteristik Cooperative Learning diuraikan oleh Johnson Johnson 1991 sebagai berikut : 1. Saling ketergantungan positif Saling ketergantungan positif adalah gambaran suatu perasaan tergantung yang