Prinsip dan Nilai-Nilai Pendidikan

430 FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG ISSN 2502-8723 mereka, dan membantu mereka untuk sukses. g. Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri pada para peserta didik. h. Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia pada nilai dasar yang sama. i. Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun inisiatif pendidikan karakter. j. Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha membangun karakter. k. Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karakter, dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan peserta didik. Berdasarkan rekomendasi Kementrian Pendidikan Nasional tersebut, program pendidikan karakter perlu dikembangkan dengan mendasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut: a. Pendidikan karakter di sekolah harus dilaksanakan secara berkelanjutan kontinuitas. Hal ini mengandung arti bahwa proses pengembangan nilai- nilai karakter merupakan proses yang panjang, mulai sejak awal peserta didik masuk sekolah sampai lulus sekolah pada satuan pendidikan. b. Pendidikan karakter hendaknya dikembangkan melalui semua mata pelajaran terintegrasi, melalui pengembangan diri dan budaya suatu satuan pendidikan. c. Sejatinya nilai-nilai karakter tidak diajarkan dalam bentuk pengetahuan jika diintegrasikan dalam mata pelajaran. Kecuali dalam bentuk mata pelajaran agama yang didalamnya mengandung ajaran maka tetap diajarkan dengan proses pengetahuan knowing, melakukan doing, dan akhirnya dengan membiasakan habit. d. Proses pendidikan dilakukan secara aktif active learning dan menyenangkan enjoy full learning oleh peserta didik. Proses ini 431 FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG ISSN 2502-8723 menunjukkan bahwa proses pendidikan karakter dilakukan oleh peserta didik bukan oleh guru, sedangkan guru menerapkan prinsip ―tut wuri handayani‖ dalam setiap perilaku yang ditunjukkan oleh agama. Dalam Islam, karakter identik dengan akhlaq, yaitu kecenderungan jiwa untuk bersikap atau bertindak secara otomatis. Akhlaq yang sesuai ajaran Islam disebut dengan akhlaqul karimah atau akhlaq mulia yang dapat diperoleh melalui dua jalan. Pertama, bawaan lahir sebagai karunia dari Allah. Contohnya adalah akhlaq para nabi. Kedua, hasil usaha melalui pendidikan dan penataan jiwa. Berdasarkan konsep akhlak Islam yang berlandaskan nash al-Quran dan hadits Nabi serta konsep karakter dalam tradisi empiris-rasional Barat, program pendidikan karakter yang baik seyogyanya memenuhi enam prinsip pendidikan akhlaq, yaitu menjadikan Allah sebagai tujuan, memperhatikan perkembangan akal rasional, memperhatikan perkembangan kecerdasan emosi, praktik melalui keteladanan dan pembiasaan, memperhatikan pemenuhan kebutuhan hidup, serta menempatkan nilai sesuai prioritas. Selain itu, Dalam pandangan Islam dimana Rasulullah SAW dijadikan simbol atau figur keteladanan terdapat beberapa prinsip yang dapat dijadikan pelajaran oleh tenaga pengajar dari tindakan Rasulullah dalam menanamkan rasa keimanan dan akhlak terhadap anak, diantaranya yaitu dengan: a. Fokus ucapannya ringkas, langsung pada inti pembicaraan tanpa ada kata yang memalingkan dari ucapannya, sehingga mudah dipahami. b. Pembicaraannya tidak terlalu cepat sehingga dapat memberikan waktu yang cukup kepada anak untuk menguasainya. c. Repetisi senantiasa melakukan tiga kali pengulangan pada kalimat- kalimatnya supaya dapat di ingat atau dihafal. d. Analogi langsung, seperti pada contoh perumpamaan orang beriman dengan pohon kurma, sehingga dapat memberikan motivasi, hasrat ingin tahu, memuji atau mencela, dan mengasah otak untuk menggerakkan potensi pemikiran atau timbul kesadaran untuk merenung dan tafakkur. 432 FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG ISSN 2502-8723 e. Memperhatikan keragaman anak, sehingga dapat melahirkan pemahaman yang berbeda dan tidak terbatas satu pemahaman saja, dan dapat memotivasi siswa untuk terus belajar tanpa rasa jenuh. f. Memperhatikan tiga tujuan moral, yaitu: kognitif, emosional, dan kinetik. g. Memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak aspek psikologis. h. Menumbuhan kreatifitas anak, dengan cara mengajukan pertanyaan, kemudian mendapat jawaban darinya. i. Berbaur dengan peserta didik, masyarakat dan lain sebagainya secara tidak eksklusif atau terpisah, misalnya dengan makan bersama dan lain sebagainya. j. Aplikatif, Rasulullah langsung melatih dan membimbing Abu Mahdzurah menjalani pelatihan adzan dengan sempurna yang disebut dengan ad-Daurah at- Tarbiyah Dalam pendidikan karakter, peserta didik dibangun karakternya agar mempunyai nilai-nilai kebaikan sekaligus mempraktikkannya dalam kehidupan sehari- hari, baik kepada Tuhan Yang Maha Esa, dirinya sendiri, sesama manusia, lingkungan, bangsa, negara, maupun hubungan internasional sebagai penduduk dunia. Diantara nilai-nilai karakter yang hendaknya dibangun dalam kepribadian peserta didik adalah bisa bertanggung jawab, jujur, dapat dipercaya, menepati janji, ramah, peduli kepada orang lain, percaya diri, pekerja keras, bersemangat, tekun, pantang menyerah, bisa berpikir secara rasioanal dan kritis, kreatif dan inovatif, dinamis, bersahaja, rendah hati, tidak sombong, sabar, cinta ilmu dan kebenaran, rela berkorban, berhati-hati, bisa mengendalikan diri, tidak mudah terpengaruh, mempunyai inisiatif, setia, menghargai waktu, dan bisa bersikap adil. Daniel Goleman yang terkenal dengan bukunya Multiple Intelligences dan Emosional Intelligence, menyebutkan bahwa pendidikan karakter merupakan pendidikan nilai yang mencakup sembilan nilai dasar yang saling terkait, yaitu: a. Tanggung jawab Responsibility b. Rasa hormat Respect c. Keadilan Fairness d. Keberanian Courage e. Kejujuran Honesty 433 FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG ISSN 2502-8723 f. Rasa kebangsaan Citizenship g. Disiplin diri Self-discipline h. Peduli Caring i. Ketekunan Perseverance Jika pendidikan karakter berhasil menginternalisasikan kesembilan nilai dasar tersebut dalam diri peserta didik, maka dalam pandangan Daniel Goleman akan terbentuk seorang pribadi yang berkarakter, pribadi yang berwatak. Selanjutnya ia menyatakan bahwa pendidikan karakter harus dimulai dari keluarga atau dalam rumah, dikembangkan di lembaga pendidikan dan diterapkan secara nyata dalam masyarakat. Ari Ginanjar Agustian yang terkenal dengan konsepnya ―Emotional Spritual Question ESQ‖ mengajukan pemikiran, bahwa setiap karakter positif sesungguhnya akan merujuk pada sifat-sifat Allah yang terdapat dalam Asmaul-Husna nama-nama Allah yang baik yang berjumlah 99. Asmaul-Husna ini harus menjadi sumber inspirasi perumusan karakter oleh siapapun, karena didalamnya terkandung sifat-sifat Allah SWT yang baik. Menurutnya, dari sekian banyak karakter yang dapat diteladani dari nama-nama Allah tersebut, ia rangkum menjadi tujuh karakter dasar, yakni: jujur, tanggungjawab, disiplin, visioner, adil peduli, dan kerjasama. Selain itu, Kemendiknas 2010 melansir bahwa berdasarkan kajian nilai- nilai agama, norma-norma sosial, peraturan ataua hukum, etika akademik dan prinsip- prinsip HAM, telah di identifikasikan 80 butir nilai karakter yang dikelompokkan menjadi lima, diantaranya adalah a. Nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, melalui pikiran, perkataan dan perbuatan seseorang diupayakan untuk selalu berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan atau ajaran agama. b. Nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan dirinya sendiri, yang meliputi cinta ilmu, memiliki rasa ingin tahu, mandiri, berpikir logis, kritis,kreatif dan inovatif, berjiwa wirausaha, percaya diri, kerja keras, disiplin, bergaya hidup sehat, bertanggung jawab, serta memiliki sifat jujur. c. Nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan sesama manusia, yang meliputi sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, patuh terhadap aturan sosial, menghargai karya dan 434 FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG ISSN 2502-8723 prestasi orang lain, bersikap santun dan demokratis. d. Nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan lingkungan, melalui sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan dan mengembangkan upaya untuk memperbaiki. e. Nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan kebangsaan, yang meliputi rasa nasionalisme dan menghargai keberagaman.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Pendidikan Karakter Pendidikan karakter sebagai suatu proses interaksi peserta didik dengan lingkungan pendidikan.Apabila kita cermati, peristiwa pendidikan formal di Indonesia saat ini menghadapi hambatan dan tantangan yang cukup berat. Hambatan dan tantangan ini ada yang bersifat makro dan mikro, yang mana hambatan ini berasal dari kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dan ada yang berkaitan dengan kemampuan personal dan kondisi di sekolahan. Kaitannya dalam pendidikan karakter adalah hambatan dan tantangan yang dihadapi tidak jauh berbeda dengan dengan pendidikan formal. Hal ini disebabkan karena pendidikan karakter merupakan bagian dari pendidikan formal, dan pendidikan formal merupakan subsistem pendidikan nasional. a. Faktor penghambat pendidikan karakter Dalam kutipan buku Pendidikan Karakter berbasis Nilai dan Etika di Sekolah, yang mana disebutkan oleh Mulyana, bahwa setidaknya ada empat hambatan utama dalam pendidikan karakter. 1 Masih kukuhnya pengaruh paham behaviorisme dalam sistem pendidikan Indonesia sehingga keberhasilan belajar hanya diukur dari atribut-atribut luar dalam bentuk perubahan tingkah laku. 2 Kapasitas mayoritas pendidik dalam mengangkat struktur dasar bahan ajar masih relatif rendah, mengingat terbatasnya sumber belajar yang tersedia. 3 Tuntutan zaman yang semakin pragmatis, di mana pendidikan yang semestinya berperan sebagai ajang pemanusian manusia kian terdepak oleh nilai-nilai pragmatisme demi mencapai tujuan materil. 4 Terdapat sikap dan pendirian yang kurang menguntungkan bagi tegaknya demokratisasi pendidikan di mana kekuatan akar rumput yang seharusnya menjadi 435 FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG ISSN 2502-8723 penggerak utama demokratisasi pendidikan tidak jarang kurang mendapat tempat. Padahal, esensi pembaharuan pendidikan ke arah pendidikan, khususnya pada pembelajaran nilai memerlukan elemen-elemen dasar pendidikan yang disemai dalam suasana kebersamaan, kebebasan, dan keberdayaan pendidikan dan peserta didik. Pembelajaran nilai yang dilakukan secara formal hampir pasti tidak akan mencapai tujuan, karena tidak adanya disposisi siswa untuk membuka batinnya dan siap menerima nilai-nilai yang ditawarkan. Untuk itu, keahlian guru dalam menciptakan kondisi pembelajaran yang menyenangkan sangat diharuskan, agar siswa merasa nyaman dalam menyerap nilai- nilai yang ditawarkan oleh guru. Di samping itu, kesiapan guru dalam mengajar sangat menunjang penanaman nilai kepada siswa. Guru yang menunjukkan performasi menyenangkan di hadapan siswa akan lebih berhasil dalam menanamkan nilai kepada siswa disbanding dengan guru yang ―tidak berkenan‖ di hati siswa. Dalam buku yang sama juga disebutkan oleh Djiwandono bahwa faktor lain dari faktor penghambat pendidikan karakter adalah heterogenitas masyarakat termasuk wali murid dilihat dari segi pendidikan, ekonomi, social, dan budaya menyebabkan susahnya untuk menemukan dan mengembangkan nilai-nilai moral yang universal, yang merupakan nilai bersama comman. Hal ini bukan sesuatu yang mudah, melainkan merupakan proses belajar terus-menerus bagi semua orang dan semua golongan. Selain faktor penghambat yang dipaparkan diatas, ada beberapa faktor penghambat pendidikan karkater disekolah, diantaranya yaitu: Pertama, dari konsensus penelitian ini jelas sekali bahwa faktor penghambat pendidikan karakter adalah adanya pengaruh yang berasal dari gambar atau tayangan negatif media massa yang dapat mempengaruhi perilaku pada anak dan kekurangpedulian guru, orang tua, dan lingkungan terhadap perilaku anak. Kekurangpedulian ini juga dapat diartikan terlalu permisif. Artinya, membiarkan anak melakukan sesuatu tanpa adanya larangan dari orang tua. Orang tua yang permisif, tidak selamanya jelek, dan tidak selalu baik. Orang tua permisif ini digambarkan oleh Bukatko dan Daehler sebagai orang tua yang selalu memberikan peluang yang terbuka kepada anaknya untuk melakukan aktualisasi dan sosialisasi diri tanpa ada batasan yang ketat. Sikap permisif inilah yang akan menjadikan anaknya sebagai orang dewasa yang mana disana seorang anak anak mampu menentukan diri dan masa depannya.