Model Cooperative Learning PENDIDIKAN KARAKTER ANAK USIA DINI MELAL
511
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
ISSN 2502-8723
membantu satu sama lain sebagai tim dalam kelompok kecil untuk mencapai tujuan-
tujuan akademis. Di dalam kelompok yang terdiri atas beberapa orang anggota ini,
siswa bekerja bersama dibawah bimbingan guru. Siswa diharapkan berdiskusi dan
berargumentasi bersama,
menilai dan
menyamakan pengetahuan yang dimiliki, serta memperbaiki kesenjangan pengetahuan
satu sama lain. Dalam Cooperative Learning, siswa
akan mendorong
dan membutuhkan
kerjasama dalam menyelesaikan tugas, dan mereka harus mengkoordinasikan usaha
mereka untuk melengkapi tugas. Arends 1997 menyebutkan karakteristik kelompok
kooperatif sebagai berikut: Students work cooperatively in teams
to master academic materials Teams are made up of high, average,
and low achievers Whenever possible, teams include a
racial, cultural, and sexual mix of students
Reward systems are group oriented rather than individually oriented.
Dengan demikian, Cooperative Learning dapat dilihat dari adanya kerjasama siswa
dalam kelompok untuk menguasai materi pelajaran, anggota kelompok terdiri atas
siswa-siswa yang berprestasi tinggi, sedang atau
rata-rata, dan
rendah. Jika
memungkinkan, anggota-anggota kelompok merupakan perpaduan siswa dari berbagai
ras, sosial, dan jenis kelamin. Sistem penghargaan
lebih diberikan
kepada kelompok
daripada individu.
Situasi Cooperative Learning dicirikan oleh proses
demokratis dan peran aktif siswa dalam menentukan apa yang akan dipelajari dan
bagaimana cara mempelajarinya. ujuan Cooperative Learning adalah untuk
membangkitkan interaksi yang efektif di antara
anggota kelompok
antarsiswa melalui kerjasama dan diskusi. Dalam hal
ini sebagian besar aktivitas pembelajaran mempelajari
materi pembelajaran;
berdiskusi untuk memecahkan masalah atau menyelesaikan tugas berpusat pada siswa.
Dengan interaksi yang efektif dimungkinkan semua anggota kelompok dapat menguasai
materi pembelajaran pada tingkat yang relatif sejajar. Jadi, melalui cooperative
learning siswa
belajar dengan
lebih komunikatif, dan terarah. Siswa belajar
berlatih untuk menyampaikan dan menerima pendapat secara lebih terbuka. Interaksi
tersebut belum tentu didapatkan dalam pembelajaran
konvensional. Dalam
pembelajaran konvensional,
persaingan individu yang terbangun diantara siswa.
Unsur-unsur yang menjadi karakteristik Cooperative
Learning diuraikan
oleh Johnson Johnson 1991 sebagai berikut :
1. Saling ketergantungan positif
Saling ketergantungan
positif adalah
gambaran suatu perasaan tergantung yang
512
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
ISSN 2502-8723
timbul dalam diri siswa, para anggota satu terhadap yang lain dalam kelompok, dalam
upaya mencapai
tujuan kelompok.
Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Dalam
Cooperative Learning siswa mempunyai dua tanggungjawab yaitu mempelajari materi,
dan memastikan bahwa semua anggota kelompok telah mempelajari materi yang
telah diberikan. Ketergantungan positif terlihat saat siswa merasa bahwa mereka
berhubungan dengan anggota kelompok yang lain, diantaranya mereka merasa tidak
akan berhasil tanpa usaha dari anggota kelompok yang lain, atau mereka harus
mengkoordinasikan usaha mereka untuk melengkapi tugas. Kondisi belajar ini
memungkinkan siswa
untuk merasa
tergantung secara positif pada anggota kelompok lainnya dalam mempelajari dan
menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan oleh guru.
2. Interaksi tatap muka
Cooperative Learning
membutuhkan interaksi tatap muka diantara siswa yang
akan dapat meningkatkan belajar dan kesuksesan satu sama lain. Interaksi tatap
muka memiliki beberapa efek yaitu : 1 adanya aktifitas kognitif dan dinamika
interpersonal yang diturunkan hanya pada saat siswa menjelaskan kepada anggota lain
bagaimana jawaban
dari tugas
yang diberikan, termasuk penjelasan bagaimana
memecahkan masalah,
mendiskusikan konsep, mengajarkan suatu pengetahuan
kepada yang
lain, dan
menjelaskan bagaimana menghubungkan pembelajaran
yang sekarang dengan pembelajaran yang lalu; 2 memberikan kesempatan untuk
munculnya pola dan pengaruh sosial yang beragam; 3 tanggapan verbal dan nonverbal
merupakan balikan dalam memperhatikan penampilan anggota kelompok; 4 interaksi
tatap muka memberikan kesempatan teman sebaya
untuk mempengaruhi
anggota kelompok yang tidak mempunyai motivasi
untuk belajar; dan 5 interaksi tatap muka selain
untuk melengkapi
tugas juga
mencakup untuk
mengetahui setiap
personal, yang merupakan dasar dari kepedulian dan hubungan antar anggota.
3. Tanggung jawab individu
Tanggungjawab individu ialah kunci untuk memastikan
bahwa semua
anggota memberikan kontribusi dalam kelompok.
4. Keterampilan
interpersonal dan
kelompok kecil Keterampilan
interpersonal dan
keterampilan dalam kelompok tidak dapat muncul secara tiba-tiba saat dibutuhkan,
akan tetapi
membutuhkan kualitas
kolaborasi yang tinggi. Keterampilan ini mencakup : 1 kemampuan membangun
kepercayaan kepada setiap anggota, 2 kemampuan berkomunikasi yang efektif, 3
513
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
ISSN 2502-8723
menerima dan mendukung tiap anggota kelompok, dan 4 mengatasi terjadinya
konflik.
5. Proses kelompok
Proses kelompok dapat didefinisikan sebagai refleksi
untuk menjelaskan
tindakan- tindakan yang membantu dan yang tidak
membantu dari anggota kelompok, dan untuk membuat keputusan tentang tindakan
yang perlu dilanjutkan atau diganti. Cooperative
Learning menuntut
kerjasama siswa dan saling ketergantungan dalam
struktur tugas,
tujuan, dan
penghargaan kooperatif. Pertama, struktur tugas
yaitu cara
pengorganisasian pembelajaran dan jenis kegiatan yang
dilakukan siswa di dalam kelas dalam bentuk kelompok kecil. Di mana siswa
diharapkan bekerja menyelesaikan tugas- tugas yang diberikan kepada mereka, baik
tugas yang berkaitan dengan tuntutan akademik maupun sosial. Kedua, struktur
tujuan suatu pembelajaran yang dimaksud adalah jumlah saling ketergantungan yang
dibutuhkan siswa
pada saat
mereka mengerjakan
tugas. Struktur
tujuan kooperatif terjadi apabila siswa dapat
mencapai tujuan jika bekerja sama dengan siswa lain. Dalam hal ini, setiap individu
berpartisipasi aktif secara bersama-sama dalam pencapaian tujuan. Setiap siswa
menyadari bahwa tujuan yang mereka capai adalah hasil dari usaha bersama, dan
sekiranya mereka gagal maka itu adalah kegagalan bersama pula. Dengan kesadaran
inilah, seorang siswa dapat merasakan apa yang dialami atau dirasakan oleh siswa lain.
Dengan demikian, sikap kerja sama dan rasa solidaritas di antara mereka terjalin dengan
baik. Kompetensi sosial muncul dan dapat dikembangkan lewat Cooperative Learning.
Ketiga, struktur penghargaan reward. Struktur penghargaan kooperatif; terjadi jika
upaya individu membantu individu lain untuk mendapatkan penghargaan.
Terdapat banyak
tipe model
pembelajaran yang dapat dipilih dalam Cooperative Learning, misalnya Student
Teams Achievement Divisions STAD, Team-Games-Turnament TGT, Jigsaw,
Team Accelerated
Instruction TAI,
Cooperative Integrated
Reading and
Composition CIRC Slavin, 2005 : 11. Tipe-tipe dalam Cooperative Learning dapat
diterapakan di dalam kelas sesuai dengan kebutuhan pembelajaran.
Kesimpulan
Keterampilan sosial dipandang sebagai keterampilan individu yang merupakan
integrasi dari perilaku, kognitif, dan afektif untuk mampu hidup dalam lingkungan
masyarakat yang beragam. Keterampilan sosial seperti mengelola hubungan sosial
seperti, kepedulian sosial, bekerjasama, berkomunikasi, serta bertanggung jawab
dapat dilatih dan diajarkan salah satunya
514
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
ISSN 2502-8723
melalui kegiatan-kegiatan pembelajaran di sekolah.
Keterampilan sosial
dapat dikembangkan
melalui proses
yang terintegrasi dengan pembelajaran di sekolah.
Cooperative Learning
memiliki unsur-unsur yang menjembatani terjadinya
interaksi yaitu saling ketergantungan positif, interaksi tatap muka, tanggung jawab
individu, keterampilan interpersonal dan kelompok kecil, dan proses kelompok.
Unsur-unsur tersebut
mendukung pengembangan keterampilan sosial pada
siswa jika
diterapkan sesuai
dengan kebutuhan pembelajaran.
Daftar Pustaka
Arends, Richard.
1997. Classroom
Instruction and Management. USA: The Mc. Graw-Hill Companies, Inc.
Huitt, W.
Dawson, C.
Social Development: Why it is important and
how to
impact it.
Educational Psychology Interactive. Valdosta, GA:
Valdosta State
University. http:www.edpsycinteractive.orgpaper
ssocdev.pdf . hlm.1. Akses pada 3
September 20014 Johnson, D.W., Johnson, R.T. 1991.
Learning Together
and Alone:
Cooperative, Competitive,
and Individualistic.
Third Eddition.
Engelwood Cliffs, NJ: Prentice Hall. Komite Rekonstruksi Pendidikan DIY.
Menuju Jati Diri Pendidikan yang Mengindonesia.
Yogyakarta: UGM
Press, 2009. Muijs, D. Reynolds, D., Effective
Teaching: Teori
dan Aplikasi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008. Slavin, Robert E. 2008. Cooperative
Learning : Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media.
eedly, Kathlyn M. et.al., ―Social Skill and Academic
Achievement.National Dissemination Center for Children
with Disabilities”,
dalam
http:nichcy.orgwp- contentuploadsdocseesocialskills.pdf.
hlm.2.Akses pada 3 September 2014
Spence, Susan H. Social Skills Training with Children
and Young
People:Theory, Evidence
and Practice.
Child and
Adolescent Mental Health Volume 8, No. 2. Dalam
http:www.psych.yorku.cawhampson4010 readingsSpence.pdf.hlm.84
.Akses pada 3 September 2014
Taman Firdaus. Pembelajaran Aktif: Aspek, Teori, dan Implementasi. Yogyakarta:
Elmatera, 2012.
515
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖
Malang, 07 Mei 2016
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN LEARNING IN SCIENCE CLIS UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PRESTASI
BELAJAR FISIKA SISWA
Yusy Octaviana, Choirul Huda Universitas Kanjuruhan Malang
email: yousee.octagmail.com
, choirulunikama.ac.id
ABSTRAK
Sesuai hasil observasi terhadap pembelajaran fisika di kelas VII.A SMP Negeri 1 Pakisaji ternyata sebagian besar siswa menganggap mata pelajaran fisika sangat sulit, sehingga pada saat pelajaran berlangsung sebagian besar siswa
sibuk dengan aktivitasnya sendiri; guru masih sering menggunakan model pembelajaran konvensional. Akibatnya Keterampilan Proses Sains KPS rendah, dan prestasi belajarnya rendah. Oleh karena itu perlu upaya perbaikan
melalui penerapan model pembelajaran Children Learning In Science CLIS untuk meningkatkan KPS dan prestasi belajar siswa. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas PTK yang dilakukan dalam dua siklus. Subjek
penelitian berjumlah 28 siswa. Berdasarkan analisis keterlaksanaan pelaksanaan penerapan model pembelajaran CLIS pada siklus I yaitu 79,58, dan pada siklus II yaitu 87,08. Pada siklus I KPS sebesar 76,22 dan pada
siklus II sebesar 85,94. Sedangkan untuk persentase ketuntasan prestasi belajar siswa sebelum penerapan model pembelajaran CLIS adalah 10,71, pada siklus I adalah 64,29, dan pada siklus II adalah 85,71. Rerata prestasi
belajar siswa sebelum tindakan adalah 55,89, pada siklus I mencapai 72,84, dan siklus II mencapai 77,73. Kesimpulanya adalah, penerapan model pembelajaran CLIS dapat meningkatkan KPS dan prestasi belajar fisika
kelas VII.A SMP Negeri 1 Pakisaji.
Kata kunci : Model pembelajaran CLIS, keterampilan proses sains, prestasi belajar fisika
.
Pendahuluan
Pendidikan mempunyai
peranan penting
dalam memajukan
bangsa. Perkembangan ilmu pengetahuan di dunia
sangatlah pesat
dan menuntut
berkembangnya pendidikan.
Kurikulum pendidikan yang diberikan harus mampu
membawa peserta didik untuk mengimbangi perkembangan ilmu pengetahuan. Oleh
karena itu sudah menjadi tanggung jawab pendidik dan pemerintah untuk mewujudkan
masyarakat yang berkualitas. Tanggung jawab
tersebut diupayakan
seperti mempersiapkan peserta didik yang memiliki
keunggulan, kreatifitas,
mandiri dan
professional dalam bidang masing-masing individu. Upaya tersebut terus dilakukan
guna untuk memenuhi tanggung jawab. Fisika merupakan salah satu bagian
dari Ilmu Pengetahuan Alam atau dikenal dengan sains. Sains merupakan cabang
pengetahuan yang berawal dari fenomena alam. Fisika menekankan pada pemberian
pengalaman langsung
untuk mengembangkan kompetensi agar guru
mampu mengembangkan suatu strategi
516
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
ISSN 2502-8723
dalam mengajar yang dapat meningkatkan keterampilan proses sains sehingga prestasi
belajar siswa dalam kegiatan belajar
mengajar meningkat.
Siswa kelas VII.A SMP Negeri 1 Pakisaji yang berjumlah 28 siswa dipilih
sebagai subjek
dalam penelitian
ini. Berdasarkan hasil observasi wawancara
dengan guru
fisika terhadap
proses pembelajaran fisika di SMP Negeri 1
Pakisaji diperoleh informasi: 1 sebagian besar siswa menganggap bahwa mata
pelajaran fisika itu sangat sulit sehingga pada saat pelajaran berlangsung sebagian
besar siswa sibuk dengan aktivitasnya sendiri ada yang tidur, melamun dan
berbicara sendiri, 2 guru masih sering menggunakan
model pembelajaran
konvensional ceramah. Saat ini proses belajar yang dialami peserta didik baru
sampai pada pemberian pengetahuan, belum sampai pada pengembangan keterampilan
proses sains siswa yang mengarah pada pembentukan peserta didik yang kreatif,
seperti kemampuan
meramalkan, berhipotesis, merencanakan, mengamati,
menafsirkan dan mengkomunikasikan yang dimiliki siswa dan berdampak pada prestasi
belajarnya. Hal ini dapat dilihat pada hasil
ulangan siswa, menunjukkan bahwa nilai rata-rata ulangan harian siswa adalah 55,89.
Diperoleh informasi banyaknya siswa yang memperoleh nilai sesuai dengan Kriteria
Ketuntasan Minimum
KKM sebagai
berikut : 1 sebanyak 3 siswa dari 28 siswa atau 10,71 mendapat nilai sesuai KKM, 2
sebanyak 25 siswa dari 28 orang atau 89,29 mendapat nilai di bawah KKM.
Adapun KKM yang ditentukan sekolah untuk
ilmu pengetahuan
alam yang
ditetapkan adalah 75. Hal ini menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa untuk mata
pelajaran IPA khususnya fisika masih sangat rendah.
Dari hasil observasi dari guru dan siswa dapat ditemukan beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi keterampilan proses sains siswa dan prestasi belajar siswa kelas
VII.A SMP Negeri 1 Pakisaji yaitu : 1 kurangnya
pengetahuan guru
akan pembelajaran inovatif yang selama ini
banyak diterapkan dan 2 pembelajaran masih bersifat teacher center 3 banyak
siswa dalam kelas bersifat pasif, siswa hanya mendengar, mencatat, dan menghafal
4 Siswa jarang melakukan percobaan atau eksperimen. Dengan demikian keterampilan
proses sains siswa masih rendah karena siswa
tidak terlibat
langsung dalam
pembelajaran. Selain itu, keadaaan di SMP Negeri 1 Pakisaji juga dilengkapi dengan
ruang Laboratorium IPA yang masih sederhana akan tetapi peralatan yang ada di
laboratorium sudah cukup memadai jika digunakan
untuk pembelajaran
IPA khususnya mata pelajaran Fisika, akan tetapi
pemanfaatannya masih kurang efektif. Hal
517
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
ISSN 2502-8723
ini disebabkan, guru jarang menggunakan model pembelajaran yang menggunakan
sarana laboratorium. Pola
pembelajaran tersebut
jelas kurang mendukung terhadap peningkatan
keterampilan proses sains maupun prestasi belajarnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan
perbaikan pembelajaran dengan menerapkan strategi pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik peserta didik dan karakter bidang studi ilmu pengetahuan alam
terutama dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa dan prestasi belajar siswa.
Untuk mencapai keberhasilan pembelajaran yang diharapkan, upaya atau usaha yang
dapat dilakukan oleh guru adalah dengan cara memperhatikan siswa, menguasai
materi pelajaran dan memilih baik metode maupun model pembelajaran yang tepat.
Salah satu cara untuk meningkatkan keterampilan proses dan prestasi belajar
siswa adalah
dengan memilih
suatu pembelajaran inovatif yang berpusat pada
siswa dan mengupayakan siswa untuk bekerja dalam suatu kelompok belajar.
Salah satunya adalah dengan model pembelajaran Children Learning In Science
CLIS yang dikembangkan oleh Driver 1988. Driver menyatakan bahwa faktor
bahasa dalam proses berpikir termasuk dalam perubahan konseptual seperti yang
tercantum pada tahap pengungkapan dan pertukaran gagasan. Model pembelajaran
dilandasi pandangan konstruktivisme dari Piaget, dimana dalam proses belajar anak
membangun pengetahuannya sendiri dan banyak memperoleh pengetahuannya di luar
sekolah Dahar 1989. Oleh karena itu melalui kegiatan belajar mengajar siswa
tidak hanya
diberi penekanan
pada penguasaaan konsep saja tetapi juga latihan
kreatif dengan melakukan pengamatan dan percobaan.
Model CLIS
merupakan model
pembelajaran yang
berusaha mengembangkan ide atau gagasan siswa
tentang suatu masalah tertentu dalam pembelajaran serta merekonstruksi ide atau
gagasan berdasarkan hasil pengamatan atau percobaan.
Jadi siswa
dilatih untuk
berpendapat setelah melakukan pengamatan ataupun percobaan
. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendiskripsikan
kualitas proses
pembelajaran dengan model Children Learning In Science CLIS dalam
meningkatkan keterampilan proses sains siswa kelas VII.A SMP Negeri 1 Pakisaji
dalam pelajaran Fisika. 2. Mengetahui peningkatan keterampilan
proses sains siswa kelas VII.A SMP Negeri 1 Pakisaji pada pelajaran Fisika
melalui penerapan model pembelajaran Children Learning In Science CLIS.
518
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
ISSN 2502-8723
3. Mengetahui peningkatkan prestasi belajar fisika siswa kelas VII.A SMP Negeri 1
Pakisaji melalui
penerapan model
pembelajaran Children Learning In Science CLIS.
Model Pembelajaran Children Learning In Science CLIS
Hakekat pembelajaran
adalah mengasah
dan atau
melatih moral
kepribadian manusia, meskipun juga ada aspek fisiknya Muchith, 2008: 4. Belajar
dan mengajar lebih banyak menyangkut urusan psikis. Dengan demikian, guru
dintuntut memiliki kemampuan dalam menciptakan pemebelajaran yang efektif dan
efisien sekaligus
kepekaan dalam
memahami fenomena, realitas, dan potensi yang dimilki siswa.
Syafrina 2000:20 mengemukakan bahwa model pembelajaran CLIS adalah
model pembelajaran yang memilki tahapan- tahapan untuk membangkitkan perubahan
konseptual siswa. Alfiati menambahkan model pembelajaran CLIS ini dilandasi
boleh pandangan konstruktivisme yang memperhatikan pengalaman dan konsep
awal siswa, pembelajaran berpusat pada siswa melalui aktifitas dan menghadapi
lingkungan sebagai
bahan belajar.
Penggunaan model pembelajaran yang berbeda dari biasanya diharapkan akan
membawa dampak yang lebih baik, yaitu prestasi belajar anak akan lebih baik dari
sebelum diterapkannya model pembelajaran yang baru.
Menurut Driver
model CLIS
dikembangkan oleh kelompok Children‘s
Learning In Science di Inggris yang dipimpin
oleh Driver
1988 dalam
Widiyarti, tahap-tahapan
Children‘s Learning In Science:
1. Tahap Orientasi orientation merupakan tahapan yang dilakukan guru dengan
tujuan untuk memusatkan perhatian siswa.
Dalam tahap
ini indikator
kreativitas yang yang berkembang yaitu daya
imajinasi kuat
misalnya menunjukkan berbagai fenomena yang
terjadi di alam atau kejadian yang dialami siswa
dalam kehidupan
sehari-hari, kemudian menghubungkan dengan materi
gerak. 2. Tahap Pemunculan Gagasan elicitation
of ideas merupakan tahapan untuk memunculkan gagasan siswa tentang
topik yang dibahas dalam pembelajaran. Dalam tahap ini indikator kreativitas
yang yang berkembang yaitu daya imajinasi kuat misalnya menuliskan apa
saja yang diketahui tentang topik yang dibahas atau dengan cara menjawab
pertanyaan uraian terbuka. 3. Tahap Penyusunan Ulang Gagasan
restructuring of
ideas merupakan
tahapan untuk
memperjelas atau
mengungkapkan gagasan awal siswa tentang suatu topik pembelajaran. Dalam
519
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
ISSN 2502-8723
tahap ini indikator kreativitas yang yang berkembang yaitu mempunyai minat
yang luas, ulet dan tekun dalam mengerjakan tugas misalnya melakukan
percobaan atau observasi, kemudian mendiskusikannya
dalam kelompok
untuk menyusun gagasan baru. 4. Tahap penerapan gagasan application of
ideas, merupakan
tahapan untuk
menerapkan gagasan
baru yang
dikembangkan melalui percobaan atau observasi ke dalam situasi baru. Dalam
tahap ini indikator kreativitas yang berkembang yaitu rasa ingin tahu dan
mempunyai minat yang luas, ulet dan tekun dalam mengerjakan tugas misalnya
mencari dan mencatat benda yang mereka temukan
di sekitar
sekolah yang
merupakan kegiatan yang berhubungan dengan topik pembelajaran sebanyak
mungkin sesuai waktu yang diberikan. 5. Tahap pemantapan gagasan review
change of ideas merupakan tahapan untuk mengetahui konsep yang telah
diperoleh siswa perlu diberi umpan balik oleh guru untuk memperkuat konsep
ilmiah. Dalam tahap ini indikator kreativitas
yang berkembang
yaitu mempunyai minat yang luas, ulet dan
tekun dalam mengerjakan tugas misalnya Guru menyimpulkan tentang seluruh
materi bersama siswa dan siswa di beri tugas rumah.
KETERAMPILAN PROSES SAINS
Menurut Rustaman
2003, keterampilan proses adalah keterampilan
yang melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif atau intelektual, manual dan sosial.
Keterampilan kognitif terlibat karena dengan melakukan
keterampilan proses
siswa menggunakan
pikirannya. Keterampilan
manual jelas terlibat dalam keterampilan proses
karena mereka
melibatkan penggunaan alat dan bahan, pengukuran,
penyusunan atau
perakitan alat.
Keterampilan sosial juga terlibat dalam keterampilan
proses karena
mereka berinteraksi
dengan sesamanya
dalam melaksanakan kegiatan belajar-mengajar,
misalnya mendiskusikan hasil pengamatan. Keterampilan proses perlu dikembangkan
melalui pengalaman-pengalaman langsung sebagai
pengalaman belajar.
Melalui pengalaman langsung, seseorang dapat labih
menghayati proses atau kegiatan yang sedang dilakukan.
Keterampilan proses sains KPS adalah perangkat kemampuan kompleks
yang biasa digunakan oleh para ilmuwan dalam melakukan penyelidikan ilmiah ke
dalam rangkaian proses pembelajaran. Menurut Dahar 1996, keterampilan proses
sains KPS adalah kemampuan siswa untuk menerapkan
metode ilmiah
dalam memahami,
mengembangkan dan
menemukan ilmu pengetahuan. KPS sangat penting bagi setiap siswa sebagai bekal
520
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
ISSN 2502-8723
untuk menggunakan metode ilmiah dalam mengembangkan sains serta diharapkan
memperoleh pengetahuan
baru atau
mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki.
Dalam beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa Keterampilan
Proses Sains
merupakan aspek-aspek
kegiatan intelektual yang biasa dilakukan oleh saintis dalam menyelesaikan masalah
dan menentukan produk-produk sains. Keterampilan Proses Sains merupakan
pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada proses IPA. Selain itu, keterampilan
proses sains merupakan penjabaran dari metode ilmiah. Serta keterampilan proses
sains mencakup
keterampilan berpikirketerampilan intelektual yang dapat
dipelajari dan dikembangkan oleh siswa melalui proses belajar di kelas, yang dapat
digunakan untuk memperoleh pengetahuan tentang produk IPA.
Keterampilan proses
perlu dikembangkan untuk menanamkan sikap
ilmiah pada siswa. Semiawan 2002:14-15 berpendapat bahwa terdapat empat alasan
mengapa pendekatan keterampilan proses sains diterapkan dalam proses belajar
mengajar sehari-hari, yaitu : 1. Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi berlangsung semakin cepat sehingga tidak mungkin lagi guru
mengajarkan semua konsep dan fakta pada siswa.
2. Adanya kecenderungan bahwa siswa lebih memahami konsep-konsep yang rumit
dan abstrak jika disertai dengan contoh yang konkret.
3. Penemuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak bersifat
mutlak 100, tapi bersifat relatif. 4.
Dalam proses
belajar mengajar,
pengembangan konsep tidak terlepas dari pengembangan sikap dan nilai dalam diri
anak didik.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian tindakan kelas PTK. Dalam
penelitian ini, peneliti terlibat secara langsung
mulai dari
awal sampai
berakhirnya penelitian.
Penelitian ini
mengacu pada konteks tempat dimana penelitian dilakukan, oleh karena penelitian
dilakukan di dalam konteks kelas dan bertujuan
memperbaiki praktik
pembelajaran di kelas, maka penelitian ini disebut Penelitian Tindakan Kelas PTK.
Subjek dari penelitian ini adalah siswa SMP Negeri 1 Pakisaji Kelas VII.A
tahun ajaran 20132014 yang terdiri dari satu kelas berjumlah 28 siswa, 17 siswa laki-laki
dan 11 perempuan. Teknik
pengumpulan data
menggunakan tiga metode yaitu metode observasi,
metode tes,
dan metode
dokumentasi. Penelitian dilakukan untuk mengetahui
peningkatan keterampilan
521
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
ISSN 2502-8723
proses sains dan prestasi belajar fisika menggunakan model pembelajaran Children
Learning In Science CLIS pada siswa kelas VII.A SMP Negeri 1 Pakisaji tahun
pelajaran 20132014. Instrumen penelitian menggunakan lembar observasi, tes, dan
dokumentasi. Lembar
observasi keterampilan proses sains terdiri atas 6
aspek yang
diamati. Keterlaksanaan
pembelajaran Children Learning In Science CLIS terdiri 20 indikator pengamatan
dengan kriteria penilaian skala 1-4. Soal tes terdiri atas 20 soal pilihan ganda di setiap
akhir siklus.
Teknik analisis
data menggunakan rumus skala persentase.
TEMUAN DAN DISKUSI 1. Keterlaksanaan Pembelajaran
Hasil pengamatan
terhadap keterlaksanaan pembelajaran pada siklus I
dengan menggunakan lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran menunjukan
bahwa, pencapaian
persentase keterlaksanaan pembelajaran sebesar 79,44
dengan kategori baik. Pada siklus II mengalami peningkatan sebesar 8,48 yaitu
87,92 atau dalam kategori baik Peningkatan tersebut secara jelas dapat
dilihat pada Grafik 1.
Grafik 1 Keterlaksanaan pembelajaran CLIS