Faktor-Faktor yang Mempengaruhi PENDIDIKAN KARAKTER ANAK USIA DINI MELAL

435 FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG ISSN 2502-8723 penggerak utama demokratisasi pendidikan tidak jarang kurang mendapat tempat. Padahal, esensi pembaharuan pendidikan ke arah pendidikan, khususnya pada pembelajaran nilai memerlukan elemen-elemen dasar pendidikan yang disemai dalam suasana kebersamaan, kebebasan, dan keberdayaan pendidikan dan peserta didik. Pembelajaran nilai yang dilakukan secara formal hampir pasti tidak akan mencapai tujuan, karena tidak adanya disposisi siswa untuk membuka batinnya dan siap menerima nilai-nilai yang ditawarkan. Untuk itu, keahlian guru dalam menciptakan kondisi pembelajaran yang menyenangkan sangat diharuskan, agar siswa merasa nyaman dalam menyerap nilai- nilai yang ditawarkan oleh guru. Di samping itu, kesiapan guru dalam mengajar sangat menunjang penanaman nilai kepada siswa. Guru yang menunjukkan performasi menyenangkan di hadapan siswa akan lebih berhasil dalam menanamkan nilai kepada siswa disbanding dengan guru yang ―tidak berkenan‖ di hati siswa. Dalam buku yang sama juga disebutkan oleh Djiwandono bahwa faktor lain dari faktor penghambat pendidikan karakter adalah heterogenitas masyarakat termasuk wali murid dilihat dari segi pendidikan, ekonomi, social, dan budaya menyebabkan susahnya untuk menemukan dan mengembangkan nilai-nilai moral yang universal, yang merupakan nilai bersama comman. Hal ini bukan sesuatu yang mudah, melainkan merupakan proses belajar terus-menerus bagi semua orang dan semua golongan. Selain faktor penghambat yang dipaparkan diatas, ada beberapa faktor penghambat pendidikan karkater disekolah, diantaranya yaitu: Pertama, dari konsensus penelitian ini jelas sekali bahwa faktor penghambat pendidikan karakter adalah adanya pengaruh yang berasal dari gambar atau tayangan negatif media massa yang dapat mempengaruhi perilaku pada anak dan kekurangpedulian guru, orang tua, dan lingkungan terhadap perilaku anak. Kekurangpedulian ini juga dapat diartikan terlalu permisif. Artinya, membiarkan anak melakukan sesuatu tanpa adanya larangan dari orang tua. Orang tua yang permisif, tidak selamanya jelek, dan tidak selalu baik. Orang tua permisif ini digambarkan oleh Bukatko dan Daehler sebagai orang tua yang selalu memberikan peluang yang terbuka kepada anaknya untuk melakukan aktualisasi dan sosialisasi diri tanpa ada batasan yang ketat. Sikap permisif inilah yang akan menjadikan anaknya sebagai orang dewasa yang mana disana seorang anak anak mampu menentukan diri dan masa depannya. 436 FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG ISSN 2502-8723 Kedua, kondisi keluarga yang tidak harmonis menyebabkan terjadinya split personality dan kurangnya keteladanan dari orang tua dan masyarakat. Temuan ini relevan dengan hasil penelitian Hambali dan Arifin, bahwa kenakalan remaja di jawa timur termasuk di kota malang, salah satunya disebabkan kondisi keluarga yang negatif, seperti ketegangan keluarga, tingkat otoritas orangtua, dan kemiskinan teladan agama. Dari ketiga faktor diatas, yang paling dominan adalah kemiskinan keteladanan keagamaan orangtua. Perilaku ini dapat kita hindari kalau orangtua sering menjalin komunikasi dengan anaknya. kekurangan keteladanan ini dapat menyebabkan perilaku anak menjadi tidak terkontrol. Ketiga, kurangnya minat anak dalam mempelajari pembelajaran nilai karena tidak meningkatkan aspek kognitif mereka dan kurangya materi pembelajaran nilai di sekolah juga merupakan faktor penghambat dalam pembelajaran nilai. Padahal, antara kognitif dan afektif nisa berjalan secara simultan. Untuk, itu dalam pembelajaran nilai perlu dijelaskan kepada anak, bahwa aspek afektif tidak memperlemah aspek kognitif, begitu pula sebaliknya. Bahkan keduanya bisa saling mendukung. b. Faktor pendukung pendidikan karakter Disamping adanya beberapa yang bersifat makro atau mikro dan internal atau eksternal sebagaimana paparan diatas, ada juga faktor pendorong. Dengan mengadaptasi pemikiran supriyadi, ada beberapa faktor yang mendorong pembelajaran nilai di sekolah; 1 Pengalaman pra sekolah, bagi siswa yang sudah terbiasa dengan pendidikan perilaku yang baik yang diterima di Taman Kanak- kanak, akan memudahkan mereka menerima pembelajaran nilai secara optimal. 2 Tingkat kecerdasan, bagi anak yang cerdas akan mudah menangkap informasi pembelajaran nilai yang diberikan oleh guru. 3 Kreativitas, bagi anak yang kreatif akan mampu menghasilkan hal- haal baru mengenai bergbagai nilai, berdasarkan pengalamnnya menerima nilai dari pihak lain. 4 Motivasi belajar, siswa yang mempunyaimotivasi tinggi akan mampu menyerap berbagai nilai secara mudah dan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. 5 Sikap dan kebiasaan belajar, bagi siswa yang mempunyai sikap dan kebiasaan belajar, bagi siswa yang mempunyai sikap kebiasaan belajar yang bagus dan terencana, 437 FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG ISSN 2502-8723 sistematis, dan terarah akan menjadikan nilai sebagai sesuatu yang bermakna dalam rangka peningkatan kualitas dirinya. Senada dengan Supriadi di atas, menurut Rusnak, salah satu pendorong untuk pembelajaran karter adalah lingkungan sekolah yang positif a positive school environment helps build character. Guru yang semangat memainkan peran sebagai model atau pemimpin siswanya akan berhasil karena kondisi positif yang mereka ciptakan pada kelasnya. Siswa memperoleh keuntungan dari fungsi lingkungan yang kondusif dan mendorong mereka merefleksikan dan mengaktualisasikan dirinya sendiri secara lebih baik. Dengan demikian peranan guru dalam mendorong pembelajaran nilai di sekolah sangat urgent, dalam rangka membentuk akhlak mulia siswa. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa keberadaan media massa membantu meningkatkan pembelajaran nilai pada siswa dengan tayangan program pendidikan dan nilai. Sebaliknya juga, adanya pengaruh negative yang berasal dari gambar atau tayangan media massa pada perilaku anak. Hal ini menunjukkan bahwa satu sisi media massa mempunyai nilai-nilai pedagogis tinggi, namun di sisi lain dapat menghambat penanaman nilai-nilai pedagogis di sekolah. Kondisi ini relevan dengan efek media massa sebagai benda fisik yang berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan. menurut rakhmat, efek media massa ada lima: 1 Efek ekonomi 2 Efek social 3 Efek pada penjadwalan kegiatan 4 Efekpada penyaluranpenghilangan perasaan tertentu 5 Efek pada perasaan terhadap media itu sendiri Faktor terakhir yang di nilai tidak kalah pentingnya adalah adanya komunikasi yang baik harmonis antara orang tua, guru, siswa, serta lingkungan masyarakat. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya komunikasi antara tiga pilar pendidikan tersebut. Sebab komunikasi yang kurang baik dan harmonis berakibat pada nilai yang dihayati anak di rumah dengan nilai yang ada di lingkungan keluarga atau lingkungan masyarakat tidak sesuai. Faktor lainnya adalah keteladanan guru, orangtua, dan masyarakat. Keteladanan ini, di Indonesia dianggap langka. Terjadinya berbagai perilaku negatif yang dilakukan oleh anak bangsa, salah satunya disebabkan oleh krisis keteladanan di kalangan pemimpin bangsa.

5. Metode Implementasi Pendidikan

Karakter Implementasi pendidikan karakter harus sejalan dengan orientasi pendidikan. 438 FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG ISSN 2502-8723 Pola pembelajarannya dengan cara menanamkan nilai-nilai moral tertentu dalam diri anak yang bermanfaat bagi perkembangan pribadinya sebagai makhluk individual sekaligus social. Implementasi pendidikan karakter di sekolah lebih menitik beratkan pada keteladanan dalam nilai pada kehidupan nyata, baik di sekolah maupun di lingkumgam pada umumnya. Menurut pendapat prof. Dr. Noor Rachman Hadjam, SU menjelaskan bahwa mendidik karakter tidak hanya mengenalkan nilai-nilai secara kognitif tetapi juga melalui penghayatan secara afektif dan mengamalkan nilai-nilai tersebut secara nyata dalam kehidupan sehari-hari. Sementara itu, kemendiknas menyebutkan beberapa prinsip pengembangan pendidikan karakter dan budaya bangsa di sekolah, antara lain dengan cara: 1. Berkelanjutan, artinya bahwa proses pengembangan nilai-nilai karakter dan budaya bangsa dimulai dari awal peserta didik masuk hingga selesai dari jenjangnya, 2. Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri dan budaya sekolah, 3. Nilai-nilai karakter tidak hanya diajarkan, tapi dikembangkan, yaitu bahwa nilai-nilai karakter bukan merupakan produk bahasan yang harus diajarkan, sebaliknya mata pelajaran dijadikan sebagai ahan atau media mengembangkan nila-nilai kaeakter, 4. Proses pendidikan karakter dilakukan oleh peserta didik secara aktif dan menyenangkan. Dengan demikian pengembangan pendidikan karakter dapat melalui mata pelajaran terintegrasi, kegiatan pengembangan diri dan budaya sekolah. Pusat Kurikulum Kementrian Pendidikan Nasional menyebutkan budaya sekolah yang harus dilaksanakan dalam kaitannya dengan implementasi pendidikan karakter ini. Yaitu: a. Kegiatan rutin Kegiatan yang dilaksanakan peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat. Misalnya upacara bendera yang dilaksanakan setiap hari senin di sekolah, salam dan salim di depan pintu sekolah, piket kelas, shalat berjamaah, berdoa sebelum dan sesudah jam pelajaran. Dan sebagainya. b. Kegiatan spontan Kegiatan ini bersifat accidentlyatau spontan, saat terjadi keadaan tertentu. Misalnya mengumpulkan sumbangan bagi korban bencana alam, mengunjungi teman yang sakkit, atau tang sedang tertimpa musibah, dan lain-lain c. Keteladanan Sikap dan perilaku peserta didik kerapkali meniru sikap dan