Serat Tantri K PENDIDIKAN KARAKTER ANAK USIA DINI MELAL
59
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
ISSN 2502-8723
K
ā
mandaka; Tantri b Kadhiri; dan Tantri a Děmung. Disebut Tantri b Kadhiri dan
Tantri a Děmung karena buku tersebut
dalam bentuk kidung b Kadhiri dan Děmung
yang menunjukkan bentuk-bentuk puisi Jawa
Tengahan. Yang
satu lainnya
berbentuk prosa, dan telah diterjemahkan oleh Dr. C. Hooykaas.
Dalam kitab Tantri K
ā
mandaka ada tersisip
perkataan-perkataan Sansekerta.
Beberapa buah di antaranya masih dapat dibetulkan, tapi beberapa buah yang lain
tidak lagi. Berhubung dengan itu, maka kitab tersebut dapat dianggap dalam kitab-
kitab Jawa Kuno berbahasa prosa yang tergolong tua. Tetapi menurut bentuknya
sekarang dapat dimasukkan dalam golongan kitab
bahasa Jawa
Pertengahan‖.Prof.Dr.R.M.Ng. Purbacaraka dan Tarjan Hadijaya, 1957: 68
Maka tidaklah salah jika Pigeaud 1967 memasukkan Tantri K
ā
mandaka ini ke dalam sastra Jawa Pertengahan dalam
kelompok Religius and edifying poetry and fables. Bahasa dalam Tantri K
ā
mandaka tidaklah terlalu sulit, berisi cerita-cerita
mengenai kehidupan dan perilaku binatang, dan penuh dengan perlambang dan fatwa.
Ceritanya ringan, menarik dan serasi untuk pendidikan anak-anak, dan juga bagi yang
telah berumur tentunya. Maka dari itu, cerita dalam naskah ini sangat berkembang pesat
dalam cerita-cerita lisan, baik di pulau Jawa maupun di Indonesia bahkan sampai
mendunia. Naskah ini menceritakan tentang
dongeng binatang, sama halnya dengan serat Kancil. Induk dari serat Tantri K
ā
mandaka yaitu serat Pancatantra, berbahasa Pahlawi
asli dari negeri India, tetapi masuknya ke tanah Jawa sudah sejak lama yaitu sekitar
abad ke-3
dan namanya
menjadi Tantrakawya. Pada sekitar abad 12-15,
naskah ini lalu disadur dalam bahasa Jawa dan berbentuk prosa, namanya
yaitu Tantracarita, yang selanjutnya disebut Tantri
Kamandaka. Cerita-cerita dalam naskah Tantri
Kamandaka tersebar hampir di seluruh dunia. Ceritanya bisa memberikan informasi
yang berbeda pada setiap generasi yang berbeda. Kualitas ceritanya yang tinggi,
lebih tinggi dari pada cerita Hikayat 1001 Malam yang beredar di tanah Melayu,
walaupun keduanya berasal dari induk yang sama, yaitu Pancatantra.
Ada perbedaan sedikit antara Tantri K
ā
mandaka dengan serat Pancatantra, yaitu pada bagian awalnya. Jika serat Pancatantra
itu yang menjadi permulaan cerita adalah mengisahkan seorang ratu yang mempunyai
putra yang sangat bodoh semua, lalu disuruh berguru kepada seorang pendhita, dengan
cara diceritakan dongeng-dongeng tentang binatang.
Tetapi jika
serat Tantri
K
ā
mandaka mengisahkan tentang seorang raja di sebuah negeri, setiap malam raja ini
60
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
ISSN 2502-8723
harus kawin dengan seorang gadis yang cantik dan murni. Dalam beberapa waktu,
negeri tersebut kehabisan gadis jelita dan hanya menyisakan seorang putri anak sang
patih yang bernama Dewi Tantri. Dewi Tantri dengan rela dipersembahkan kepada
sang raja. Setelah acara perkawinan digelar, sebelum tidur Dewi Tantri mengajukan
permohonan akan
bercerita untuk
menghilangkan kantuknya. Sang raja setuju. Setelah cerita habis, sang raja ingin lanjutan
cerita itu karena sangat indah. Demikianlah berlangsung setiap malam, dan akhirnya
sang raja terpengaruh oleh dongeng- dongeng yang mengandung kebijaksanaan,
dan memutuskan untuk tidak kawin lagi.