542
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
ISSN 2502-8723
kedalam pola-pola, memilih mana yang penting dan yang tidak penting dan
membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami Sugiyono, 2010 hlm. 89.
D. TEMUAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Struktur Teks Mantra
Su’i Uwi
Berdasarkan kategori klausanya, mantra su‘i
didominasi oleh kalimat verba. Dari sisi modusnya, mantra
su‘i didominasi oleh kalimat berita dan selanjutnya diikuti oleh
kalimat perintah. Berdasarkan intensitas kemunculannya, mantra
su‘i didominasi olah oleh frasa
su‘i o uwi ajaran pokok, dhia nenga jo jo dhia kesini makin kesini,
da nana peti fao leghe lapi menganyam ikatantali dan dilipat-lipat, zili da webha
gha ladja disana telah membentangkan layar, zili da teki gha wali watu disana
telah mengangkat batu atau jangkar, zili da keso gha uli disana telah menginjak pedal
kemudi untuk diputarkan, zili mesi mite laja nenga rie-rie disana lautan layar makin
kelihatan. Selain berbentuk kalimat dan atau frasa, formula dan formulaik mantra
su‘i juga ada yang berbentuk kata. Kata-kata yang selalu digunakan adalah kata petunjuk
tempat arah yakni zili disana yang lebih rendah, lau disana, zale dibawah dan
pu‘u pohonpangkaldari. Adapun kata yang bermakna larangan adalah kata
ma‘e jangan. Selain itu juga ada nama tokoh
yang disebutkan yakni Teru, Tena, Wijo, Wajo dan Sili serta Lodho. Selain itu rute
perjalanan dari Giu Gema menuju Tiwa Lina juga adalah bagian dari formula formulaik
yang dimanfaatkan penutur.
Gagasan yang ada pada mantra su‘i uwi
adalah su‘i uwi itu sendiri. Didalamya
terdapat kisah
eksodus bangsa-bangsa
menuju Tiwa Lina, kisah tentang kehidupan orang Bajawa pada awal mulanya dan
pesan-pesan moral. Proses kedatangan mereka yang menggunakan perahu dan
menyinggahi beberapa tempat serta su‘a
tajak sa‘o rumah adat, ngadhu lambang
laki-laki dan bhaga lambang perempuan juga merupakan gagasan dalam mantra.
Berkaitan dengan rima, dalam mantra su‘i
terdapat pengulangan kalimat, frasa, klausa dan kata serta suku kata. Pengulangan yang
demikian adalah frasa su‘i o uwi. Hampir
semua baris selalu diapiti oleh frasa dimaksud.
Bahkan su‘i uwi menjadi
pembatas makna dari semua kalimat. Su‘i o
uwi menjadi refren dari keseluruhan ungkapan yang ada. Pengulangan frasa
su‘i o uwi kiranya hadir sebagai penegasan
bahwa mantra su‘i adalah mantra yang
menyampaikan tentang
ajaran uwi.
Pengulangan yang demikian walaupun terkesan
monoton namun
mampu memberikan warna dan karakter mantra
dimaksud. Selain itu juga ditemukan metrum dan ritme. Gaya bahasa dalam mantra
su‘i terdiri
dari personifikasi,
metafora,
543
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
ISSN 2502-8723
perumpamaan simile,
metonomia, sinekdoke dan alegori.
4.2 Nilai, Fungsi dan Karakter Mantra Su’i Uwi
Mantra su‘i terbagi atas tiga bagian yakni
kisah eksodus nenek moyang orang Bajawa, kisah kehidupan pertama orang Bajawa dan
pesan-pesan moralnya.
Berdasarkan kisahnya nenek moyang orang Bajawa juga
ada yang berasal dari Jawa, Raba dan Wio. Mereka datang mengarungi samudra yang
luas, dengan menggunakan perahu layar. Perjalanan mereka akhirnya sampai di Tiwa
Lina. Mereka mulai bercocok tanam ditempat itu, serta melakukan pembagian
tanah yang dibatasi oleh maghi lontar. Setelah itu mereka pinda ke Watu Ata, dari
Watu Ata mereka menuju Lobo Butu, dari Lobo Butu mereka ke Mala Gisi. Proses
perpindahan ini semata-mata mencari tempat yang lebih subur. Selanjutnya mereka
pindah lagi ke Nua Rega, Ine Gena dan terakhir ke Langga Gedha.
Di Ine Gena, Oba dan Nanga manusia pertama, dikarunia lima orang anak antara
lain Teru dan Tena serta Pare. Setelah mereka pindah ke Langa Gedha, kehidupan
pun berkecukupan. Kenyataan ini kemudian berubah setelah hadirnya
Su‘i Kua babi hutan yang datang membantai manusia
beserta tanaman. Semua makanan, tanaman beserta sebagian warga menjadi sasaran
amukan su‘i kua. Satu-satunya tanaman
yang tersisah hanyalah Uwi ubi. Atas dasar itulah maka disebutlah ―uwi, su‘i moki, moki
bhai moli, kutu koe, koe ano ko‘e‖.
Dalam rangka memburu su‘i kua, Teru dan
Tena kemudian bertemu dengan Wijo dan Wajo di Jerebuu. Teru memperistri Wijo dan
mendapatkan anak yang diberi nama Sili, sedangkan Tena memperistri Wajo dan
mendapatkan anak yang diberi nama Dhingi. Setelah semuanya meninggal, Sili kemudian
melakukan ritual untuk memperingati kisah kedatangan leluhurnya mulai dari giu gema
sampai ke Tiwa Lina serta peristiwa Su‘i
Kua. Ritual yang dilakukan inilah kemudian dinamakan reba yang dilaksanakan setiap
tahun oleh masyarakat budaya Bajawa. Atas dasar itulah maka disebutkan ―Sili ana
wungga da nuka pera gua, dha dhomi kobe zua
‖ sili anak sulung, datang menunjukan tradisi hanya dua malam.
Uwi adalah ajaran pokok yang harus dipahami
dan harus
dijalani, serta
dipertahankan oleh setiap manusia Bajawa. Ungkapan
su‘i o uwi adalah ungkapan filosofis yang bermakna simbolis, angan-
angan atau cita-cita, karakter, tujuan dan pelaksanaan. Secara benda, uwi adalah ubi
jenis makanan yang harus dilestarikan oleh orang Bajawa. Dalam rangka menjaga dan
menjalin hubungan baik dengan Tuhan, manusia Bajawa harus memiliki cita-cita
untuk menjadi insan yang diamanatkan oleh uwi. Ajaran tentang uwi sebenarnya adalah