Nilai, Fungsi dan Karakter Mantra Su’i Uwi

544 FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG ISSN 2502-8723 ajaran agama tradisional di Bajawa. Uwi adalah ajaran tertinggi, diatas ajaran apapun. Uwi harus dipertahankan, tidak boleh hilang ataupun dilupakan. Penegasan atas hal ini terlihat dalam ungkapan ―ruku lea mae nea, ruku seko mae rebho‖. Selain itu, dalam uwi juga terkandung makna dari keberadaan su‘a, sa‘o dan ngadhu bhaga. Uwi tidak serta-merta hadir namun memiliki hubungan dengan Su‘a tajak: alat penggali tanah. Untuk mendapatkan uwi maka harus bekerja keras. Dalam tradisi Bajawa, su‘a sebagai simbol dari ngia ngora napu bheto tanah dan simbol dari tanggung jawab. Dengan demikian, dalam uwi juga diajarkan untuk menjaga keberadaan tanah serta mengelolanya secara baik. Dari sisi tanggung jawab, sua dan uwi adalah sumber kehidupan. Semua realitas kehidupan manusia bergantung pada keduanya, baik yang berkaitan dengan rumah adat, kampung halaman, rejeki dll. Tanggung jawab dari keberadaan su‘a, tidak hanya dimaknai secara sederhana, namun secara umum semua profesi dalam kehidupan merupakan su‘a dimaksud. Oleh karena itu maka setiap orang harus bertanggung jawab terhadap profesi yang diembannya. Selanjutnya berkaitan dengan ngadhu lambang laki-laki dan bhaga lambang perempuan. Ngadhu dan bhaga dibuat sebagai monumental kejayaan, kemakmuran, dll. Kemakmuran tidak akan dapat diperoleh tanpa uwi dan su‘a. Ngadhu juga adalah simbol adanya hubungan baik antara langit dengan bumi serta manusia dengan Tuhan. Selain hal diatas, dalam su‘i juga mengajarkan tentang pelestarian budaya. ―Dia da nuka pera gua, dhomi kobe zua, reba wi ma‘e peta‖ datang menunjukan tradisi dalam dua malam, reba jangan jeda. Ungkapan ini bermaksud agar semuanya tidak boleh lupa terhadap reba. Reba harus dilakukan setiap tahun, tidak boleh jeda. Setiap orang harus inggat bahwa reba adalah ritus yang penting dalam kehidupan budaya setempat. Ia harus dipertahankan, dijalankan dan dimaknai secara baik dalam keseharian hidup manusia Bajawa. Jadi su‘i mengajarkan tentang reba dan su‘i ada dalam reba.

4.3 Konteks Penuturan Mantra Su, i

Yang mengungkapkan mantra su‘i adalah orang yang dipercayakan. Semua orang dalam suku diwajibkan hadir. Adapun yang disediakan dalam ritual ini adalah uwi stek ubi lokal, su‘a terbuat dari bambu yang sudah disimpan sejak lama, dan bhoka sejenis tempat minuman yang terbuat dari buah hutan. Uwi dililit pada sua, yang digantung dengan bhoka. Pengungkapan mantra ini diselingi dengan semburan air siri atau ludah siri. Atas dasar itu ritus ini juga disebut bura su‘a yang dalam bahasa daerah 545 FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG ISSN 2502-8723 berarti sembur. Su‘i uwi dilakukan di sa‘o rumah adatrumah pokok. Ritus ini biasanya dilakukan pada saat malam kedua reba.

4.4 Proses Penciptaan Mantra Su’i

Mantra su‘i uwi mengungkapkan tiga hal yakni kisah eksodus manusia pertama Bajawa yang kemudian menjadi cikal bakal pewaris tradisi reba, kisah kehidupan pertama orang Bajawa di Bajawa dan perutusan yang berupa pesan-pesan moral. Kisah eksodus orang Bajawa pertama di mulai dari giu gema daerah kegelapan atau yang tidak diketahui tempatnya. Perjalanan mereka kemudian dilanjutkan ke Sina One, Selo One, Jawa One, Raba One dan seterusnya. Berkaitan dengan kisah kehidupan pertama orang Bajawa, diungkapkan bahwa awalnya mereka mendiami wilayah Tiwa Lina, kemudian ke Langga Gedha dan seterusnya menyebar dan mendiami kampung-kampung sampai saat ini. Hal-hal yang berkaitan dengan nasehat atau petuah yang ditujukan pada anak muda agar selalu bekerja keras, taat pada norma-norma adat, tidak mencuri dan lain-lain juga merupakan bagian dari proses penciptaan mantra yang dingat oleh penutur. Frasa sui o uwi mendominasi mantra su‘i. selain itu juga terdapat kata lau, zili, dhia. teru ne‘e tena, mae, dan lodho. Semuanya adalah formula yang digunakan dalam penuturan mantranya su‘i. PEMBAHASAN HASIL ANALISIS Mantra su‘i dituturkan di sa‘o pada saat reba. Penuturannya diselingi dengan semburan ludah siri pada su‘a yang dililiti uwi. Hal ini membuktikan bahwa su‘a, uwi, sa‘o dan reba tidak dapat dipisahkan. Semuanya dipadukan serta menghasilkan ngadhu dan bhaga sebagai lambang monumental yang membuktikan kesejahteraan dan adanya hubungan baik antara manusia dengan Yang Kuasa serta leluhur. Semuanya adalah satu kesatuan konsep kehidupan bagi masyarakat Bajawa. Asal usul keturunan, karakter, prinsip hidup, rumah adat, kepemilikan tanah serta ideologi orang Bajawa dapat ditemukan dalam mantra su‘i. Dengan demikian mantra su‘i adalah narasi kehidupan orang Bajawa. Perjalanan dari giu gema menuju tiwa lina tidak hanya bermakna tempat. Dalam bahasa daerah setempat, giu gema berarti gelap gulita dan tiwa lina berarti tempat yang memiliki air yang jernih. Giu gema adalah simbol asal usul manusia yang berasal dari Allah. Tiwa Lina adalah simbol muara kehidupan orang Bajawa yang memiliki kesejukan, kedamaian serta selalu berkecukupan. Tempat-tempat yang disinggahi serta lautan luas dan semua aktivitas dalam perjalanan adalah simbol dari ziarah kehidupan yang penuh tantangan. Kisah kehidupan pertama dari Tiwa Lina sampai Jerebuu memperlihatkan kehidupan