Peningkatan Dan Pengendalian Kualitas Rubber Wood Pellet Menggunakan Metode Taguchi Dan Failure Mode And Effect Analysis (Fmea) Di Pt. Salix Bintama Prima

(1)

PENINGKATAN DAN PENGENDALIAN KUALITAS RUBBER WOOD PELLET MENGGUNAKAN METODE TAGUCHI DAN FAILURE MODE

AND EFFECT ANALYSIS (FMEA) DI PT. SALIX BINTAMA PRIMA

TUGAS SARJANA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh Ardini Atilla NIM. 110423019

P R O G R A M P E N D I D I K A N S A R J A N A E K S T E N S I

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

(4)

UCAPAN TERIMAKASIH

Dalam melaksanakan Tugas Sarjana sampai dengan selesainya Proposal Tugas Sarjana ini, banyak pihak yang telah membantu, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu Ir. Khawarita Siregar, MT, selaku Ketua Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen pembimbing I Tugas Sarjana yang selalu memberikan bimbingan dan petunjuk serta nasihat yang sangat berarti selama Tugas Sarjana.

2. Bapak Ir. Ukurta Tarigan, MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen pembimbing II Tugas Sarjana yang selalu memberikan bimbingan dan petunjuk serta nasihat yang sangat berarti selama Tugas Sarjana.

3. Kedua orang tua saya yang saya hormati dan sayangi yang telah memberikan dukungan, motivasi dan doa yang sangat berarti bagi penulis. 4. Bapak Kosasih selaku pemilik PT. Salix Bintana Prima yang telah

mengijinkan saya untuk melakukan penelitian di perusahaan tersebut. 5. Bapak Anwar, Bapak Mardianto Bapak Ariono yang telah bersedia

membantu dan membimbing saya selama masa penelitian di PT. Salix Bintama Prima, serta segenap karyawan PT. Salix Bintama Prima yang telah menerima saya selama masa penelitian di PT. Salix Bintama Prima. 6. Serulur staf dan pegawai Departemen Teknik Industri dan Fakultas Teknik


(5)

Dina, Bang Mijo, Bang Ridho, Bang Nurma, serta kak Mia dan Kak Rahma.

7. Yang terkasih Nalendro Kertiyoso Irsan yang terus menemani, membantu dan memberi saya motifasi untuk menyelesaikan laporan Tugas Sarjana saya.

8. Teman-teman Teknik Industri yang telah berjuang bersama-sama dan terus saling memberi dorongan dan motifasi.


(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat dan karuniaNya sehingga penulis memperoleh pengetahuan, kesehatan dan kesempatan untuk bisa menyelesaikan Proposal Tugas Sarjana ini. Tugas Sarjana merupakan salah satu dari kurikulum dan salah satu syarat khusus untuk menyelesaikan Program Pendidikan Sarjana Teknik di Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Proposal Tugas Sarjana ini berjudul “Peningkatan dan Pengendalian Kualitas Rubber Wood Pellet

Menggunakan Metode Taguchi dan failure Mode and Effect Analysis (FMEA) di PT. Salix Bintama Prima”.

Penulis menyadari laporan Tugas Sarjana ini masih memiliki kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik untuk menyempurnakan laporan ini.

Akhir kata penulis mengharapkan laporan ini bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Medan, April 2015 Penulis

Ardini Atilla 110423019


(7)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

DRAFT TUGAS SARJANA ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xv

I PENDAHULUAN ... I-1 1.1. Latar Belakang Masalah ... I-1 1.2. Rumusan Masalah... I-6 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... I-7 1.4. Batasan Masalah dan Asumsi ... I-8 1.5. Sistematika Penulisan Tugas Sarjana ... I-9

II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan ... II-1 2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha ... II-1 2.3. Lokasi Perusahaan ... II-2


(8)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN 2.4. Organisasi dan Mananjemen ... II-2 2.5. Tenaga Kerja dan Sistem Pengupahan ... II-4 2.5.1. Tenaga Kerja... II-4 2.5.2. Jam Kerja ... II-4 2.5.3. Sistem Pengupahan ... II-5 2.6. Proses Produksi ... II-7 2.6.1. Bahan yang Digunakan ... II-7 2.6.2. Uraian Proses Produksi ... II-17 2.7. Utilitas……… ... II-10 2.8. Safety and Fire Protection ... II-11 2.9. Pengolahan Limbah ... II-12

III TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Rekayasa Mutu ... III-1 3.1.1. Rekayasa Kualitas Secara Off-line ... III-3 3.1.2. Rekayasa Kualitas Secara On-line ... III-4 3.2. Pengambilan Sampel ... III-6 3.2.1. Teknik Sampling ... III-7 3.2.2. Penentuan Jumlah Sampel... III-12 3.3. Peningkatan Kualitas ... III-12


(9)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN 3.4. Pengendalian Kualitas dengan Seven Tools... III-14 3.5. Desain Eksperimen ... III-23 3.6. Desain Eksperimen dengan Metode Taguchi ... III-26 3.6.1. Tahap Perencanaan Eksperimen ... III-27 3.6.2. Tahap Pelaksanaan Eksperimen ... III-27 3.6.3. Tahap Analisa... III-49 3.6.4.Interpretasi Hasil Eksperimen ... III-42 3.7. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) ... III-45

IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian... IV-1 4.2. Rancangan Penelitian ... IV-1 4.3. Objek Penelitian ... IV-2 4.4. Variabel Penelitian ... IV-2 4.5. Pengumpulan Data Penelitian ... IV-4 4.6. Metode Pengolahan Data ... IV-6 4.6.1. Seven Tools ... IV-6 4.6.2. Metode Taguchi ... IV-7 4.6.2. Failure Mode And Effect Analysis (FMEA) ... IV-9 4.7. Analisis Data ... IV-14


(10)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN 4.8. Prosedur Kerja ... IV-15 4.9. Alat dan Bahan ... IV-18

V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Pengumpulan Data ... V-1 5.1.1. Data Produk Cacat ... V-1 5.1.2. Penentuan Populasi dan Jumlah Sampel ... V-2 5.2. Lembar Pemeriksaan (Check Sheet) dan Stratifikasi ... V-3 5.3. Histogram ... V-4

5.3.1. Histogram Total Cacat ... V-4 5.3.2. Histogram Kecacatan Pecah ... V-6 5.3.3. Histogram Kecacatan Serbuk ... V-9 5.4. Diagram Pencar (Scatter Diagram) ... V-11 5.5. Peta Kontrol ... V-16 5.5.2. Peta Kontrol P Kecacatan Pecah ... V-16 5.5.3. Peta Kontrol P Kecacatan Serbuk ... V-24 5.6. Diagram Pareto... V-23 5.7. Diagram Sebab Akibat ... V-24 5.9. Metode Taguchi ... V-34 5.9.1. Penentuan Variabel Tak Bebas ... V-34


(11)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN 5.9.2. Identifikasi Faktor-faktor ... V-34 5.9.3. Pemilihan Jumlah Level ... V-34 5.9.4. Perhitungan Derajad Kebebasan ... V-35 5.9.5. Pemilihan Matriks Ortogonal ... V-36 5.9.6. Penempatan Kolom untuk Faktor dan Interaksi ke

Dalam Matriks Ortogonal ... V-36 5.9.7. Tahap Pelaksanaan Eksperimen ... V-37 5.9.8. Perhitungan Efek Faktor ... V-39 5.9.8.1. Perhitungan Efek Faktor dari Rata-rata... V-40 5.9.8.2. Perhitungan Efek Faktor dari Rasio S/N ... V-41 5.9.9. Analisis Varians ... V-43 5.9.9.1. Analisis Varians Rata-rata... V-43 5.9.9.2. Analisis Varians Signal to Noise Ratio (SNR) ... V-48 5.9.10.Strategi Pooling Up ... V-52 5.9.10.1.Strategi Pooling Up Rata-rata ... V-52 5.9.10.2. Strategi Pooling Up Signal to Noise Ratio (SNR) V-54 5.9.11.Perhitungan Interval Kepercayaan ... V-57 5.9.11.1. Perhitungan Interval Kepercayaan Rata-rata ... V-57 5.9.11.2. Perhitungan Interval Kepercayaan SNR ... V-58 5.9.12.Eksperimen Konfirmasi ... V-59


(12)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN 5.10. Metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) ... V-62 VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

6.1. Analisis Metode Seven Tools ... VI-1 6.1.1. Analisis Stratifikasi ... VI-1 6.1.2. Analisis Histogram ... VI-1 6.1.3. Analisis Scatter Diagram ... VI-2 6.1.4. Analisis Control Chart ... VI-2 6.1.5. Analisis Pareto ... VI-3 6.1.6. Analisis Cause and Effect Diagram ... VI-4 6.2. Analisia Hasil Perencanaan dan Pelaksanaan Metode Taguchi .... VI-6 6.3. Analisis Perhitungan Pengaruh Nilai Level dan Faktor ... VI-7 6.4. Analisia Perhitungan Analisis Varians ... VI-8 6.5. Analisis Perhitungan Eksperimen Konfirmasi ... VI-9 6.6. Aplikasi Eksperimen Taguchi ... VI-10 6.7. Analisis Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) ... V-10 VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan ... VII-1 7.2. Saran ……… ... VII-2 DAFTAR PUSTAKA


(13)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

1.1. Data Historis Kegagalan Produksi Pembuatan Rubber Wood Pellet Bulan Januari Hingga Mei Tahun 2014 I-3 2.1. Perincian Jumlah Tenaga Kerja ... II-4 3.1. Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Produk dan Proses ... II-27 3.2. Matriks Ortogonal Standar dengan 2 Level ... II-31 3.3. Matriks Ortogonal L8(27) ... II-31 3.4. Matriks Ortogonal L4(23) ... II-32 3.5. Analisis Orthogonal array L8(27) ... II-33 3.6. Skema Data Sampel untuk Eksperimen Faktorial a x b (n Observasi Tiap Sel) ... II-37 3.7. Daftar Analisis Varians untuk Matriks Ortogonal ... II-40 3.8. Penentuan Nilai Severity ... II-48 3.9. Occurrence dalam FMEA Process ... II-49 3.10. Detection dalam FMEA Process ... II-50 5.1. Data Produksi Rubber Wood Pellet Pada Periode Bulan November 2013 s/d Oktober 2014 ... V-1 5.2. Lembar Pemeriksan dan Stratifikasi Kecacatan ... V-3 5.3. Tabel Frekuensi Total Cacat ... V-6 5.4. Tabel Frekuensi Kecacatan Pecah ... V-8 5.5. Tabel Frekuensi Kecacatan Serbuk ... V-10


(14)

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

TABEL HALAMAN

5.6. Data Kecacatan Pecah dan Kecacatan Serbuk ... V-12 5.7. Perhitungan Korelasi antara Kecacatan Pecah dengan Kecacatan

Serbuk ……… V-13

5.8. Peta Kontrol p Kecacatan Pecah ... V-16 5.9. Peta Kontrol p Kecacatan Serbuk ... V-19 5.10. Persentase Kesalahan Penyebab Kecacatan Rubber Wood Pellet. V-23 5.11. Standar Parameter Proses ... V-25 5.12. Pengalaman Kerja dan Pelatihan Operator Bagian Penjemuran dan

Mesin Cetak ... V-26 5.13. Jumlah level dan Nilai Level Faktor ... V-35 5.14. Perhitungan Derajad Kebebasan ... V-35 5.15. Penempatan Kolom untuk Faktor dan Interaksi ke Dalam Matriks

Ortogonal L8(27) ... V-37 5.16. OuterArray ... V-38 5.17. Data Hasil Percobaan Terhadap Kualitas Rubber Wood Pellet ... V-38 5.18. Hasil Perhitungan Nilai Rata-Rata Setiap Kondisi Eksperimen ... V-39 5.19. Tabel Respon dari Pengaruh Faktor ... V-40 5.20. Rekapitulasi Nilai Interaksi D x E ... V-41 5.21. Signal to Noise Ratio ... V-42 5.22. Peringkat dan Selisih Faktor dan Interaksi Signal to Noise ... V-42


(15)

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

TABEL HALAMAN

5.23. Rekapitulasi Nilai Interaksi D x E SNR ... V-43 5.24. Analisis Varians Rata-rata ... V-47 5.25. Analisis Varians SNR ... V-51 5.26. Analisis Varians Akhir Rata-rata ... V-54 5.27. Analisis Varians Akhir SNR ... V-56 5.28. Faktor dan Level Eksperimen Konfirmasi ... V-60 5.29. Hasil Eksperimen Konfirmasi ... V-60 5.30. Interpretasi Hasil Perhitungan Jumlah Pelet yang Cacat ... V-61 5.31. Hasil Kuisioner Delphi ... V-64 5.32. Hasil Analisis FMEA ... V-66


(16)

GAMBAR HALAMAN 1.1. Kualitas Rubber Wood Pellet ... II-2 1.2. Rubber wood pellet Berkualitas dan Cacat ... II-2 2.1. Struktur Organisasi PT. Salix Bintma Prima ... II-3 2.2. Diagram Proses Produksi Wood Pellet PT. Salix Bintana Prima… II-9 3.1. Diagram Pareto... III-15

3.2. Diagram Cause and Effect ... III-15 3.3a. Check Sheet Distribusi Proses Produksi ... III-17 3.3b. Defective Check Sheet ... III-17 3.4a. Histogram Kecacatan ... III-18 3.4b. Histogram data yang Dikelompokkan ... III-18 3.5. Scatter Diagram ... III-19 3.6. Grafik linier L4(23) ... III-34 3.7. Grafik linier L8(27) ... III-34 4.1. Kerangka Berpikir Penelitian ... IV-3 4.2. Blok Diagram Penelitian ... IV-11 4.3. Blok Diagram Pengolahan data dengan seventools ... IV-12 4.4. Blok Diagram Pengolahan data dengan Metode Taguchi ... IV-13 4.5. Blok Diagram Pengolahan data dengan FMEA ... IV-14 4.6. Penjemuran Serbuk Kayu Karet ... IV-15 4.7. Pemeriksaan Kadar Air Kayu Karet ... IV-15


(17)

GAMBAR HALAMAN 4.8. Pemanasan Cetakan Pelet ... IV-16 4.9. Serbuk Kayu Karet ... IV-17 4.10. Timbangan Digital I dan II ... IV-18 4.11. Cetakan Pelet ... IV-18 4.12. Saringan 10 Mesh dan 20 Mesh ... IV-19 4.13. Moisture Meter ... IV-19 4.13. Hammer Mill ... IV-19 5.1. Histogram Total Cacat ... V-6 5.2. Histogram Kecacatan Pecah ... V-9 5.3. Histogram Kecacatan Serbuk ... V-11 5.4. Diagram Pencar antara Kecacatan Serbuk dengan Kecacatan

Pecah ... V-13 5.5. Peta Kontrol P Kecacatan Pecah ... V-18 5.6. Peta Kontrol P Kecacatan Pecah Revisi I ... V-19 5.7. Peta Kontrol P Kecacatan Serbuk ... V-22 5.8. Peta Kontrol P Kecacatan Serbuk Revisi I ... V-22 5.9. Diagram Pareto Penyebab Kecacatan Rubber Wood Pellet ... V-23 5.10. Pencetakan Pelet Kayu pada Bahan Baku dengan Kadar Air

Rendah... V-28 5.11. Diagram Sebab Akibat Kecacatan Serbuk ... V-32 5.12. Diagram Sebab Akibat Kecacatan Pecah ... V-33


(18)

5.13. Grafik linier L8(27) ... V-37 5.13. Grafik Rekapitulasi Penyebab Kegagalan ... V-64


(19)

Abstrak

PT. Salix Bintama Prima merupakan produsen rubber wood pellet. Pada produksi rubber wood pellet dihasilkan cacat melebihi standar perusahaan. Identifikasi penyebab kecacatan menggunakan metode Seven tools menunjukkan cacat diakibatkan kadar air bahan hasil penjemuran, perbandingan kayu dan serbuk kayu, ukuran partikel hasil penghancuran, suhu dan tekanan pencetakan, keterampilan operator, bahan baku dan kelembaban rubber wood pellet. Eksperimen Taguchi dilakukan dengan melibatkan lima faktor (kadar air, tekanan, suhu, ukuran partikel, dan komposisi) dan satu interaksi (suhu dengan tekanan). Faktor yang berpengaruh signifikan terhadap kualitas dan variabilitas rubber wood pellet adalah kadar air 10%, Suhu cetakan 50oC dan tekanan 90 Kgf/cm2. Eksperimen konfirmasi menghasilkan produk cacat 9.83% nilai tersebut telah berada di dalam standar. Maka PT. Salix Bintama Prima diharapkan menerapkan nilai faktor sesuai hasil eksperimen taguchi untuk meningkatkan kualitas. Hasil analisis FMEA didapat RPN terbesar 192, yaitu penjemuran yang tidak merata menyebabkan kadar air hasil tidak sesuai standar. Maka perlu dilakukan perbaikan pada SOP (standard operation prosedur) penjemuran perlu diperbaiki dengan menetapkan standar untuk ketebalan tumpukan, dan rute membalik permukaan melalui penelitian lanjutan.


(20)

Abstrak

PT. Salix Bintama Prima merupakan produsen rubber wood pellet. Pada produksi rubber wood pellet dihasilkan cacat melebihi standar perusahaan. Identifikasi penyebab kecacatan menggunakan metode Seven tools menunjukkan cacat diakibatkan kadar air bahan hasil penjemuran, perbandingan kayu dan serbuk kayu, ukuran partikel hasil penghancuran, suhu dan tekanan pencetakan, keterampilan operator, bahan baku dan kelembaban rubber wood pellet. Eksperimen Taguchi dilakukan dengan melibatkan lima faktor (kadar air, tekanan, suhu, ukuran partikel, dan komposisi) dan satu interaksi (suhu dengan tekanan). Faktor yang berpengaruh signifikan terhadap kualitas dan variabilitas rubber wood pellet adalah kadar air 10%, Suhu cetakan 50oC dan tekanan 90 Kgf/cm2. Eksperimen konfirmasi menghasilkan produk cacat 9.83% nilai tersebut telah berada di dalam standar. Maka PT. Salix Bintama Prima diharapkan menerapkan nilai faktor sesuai hasil eksperimen taguchi untuk meningkatkan kualitas. Hasil analisis FMEA didapat RPN terbesar 192, yaitu penjemuran yang tidak merata menyebabkan kadar air hasil tidak sesuai standar. Maka perlu dilakukan perbaikan pada SOP (standard operation prosedur) penjemuran perlu diperbaiki dengan menetapkan standar untuk ketebalan tumpukan, dan rute membalik permukaan melalui penelitian lanjutan.


(21)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Persaingan yang semakin kompetitif di era globalisasi menuntut perusahaan untuk mampu mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki. Salah satu cara yang digunakan oleh banyak perusahaan di dunia adalah dengan melakukan perbaikan terus menerus pada kualitas produk maupun kinerja proses disetiap departemennya. Perusahaan diharapkan mampu untuk bertahan dan mencapai tujuan yang diinginkan melalui cara tersebut.

PT. Salix Bintama Prima merupakan produsen rubber wood pellet sebagai produk utamadan mix wood pellet sebagai produk sampingan. Rubber wood pellet

merupakan produk utama sehingga dijadikan fokus penelitian untuk menyelesaikan masalah kualitas. Rubber wood pellet adalah pelet kayu berbahan dasar saw dust dan potongan kayu limbah pengolahan kayu karet. Rubber wood pellet digunakan sebagai bahan bakar alternatif untuk tungku baik skala rumahan maupun pada industri. Dengan mengubah serbuk kayu dan ranting kayu menjadi

rubberwoodpellet maka dihasilkan bahan bakar ramah lingkungan yang efisien. Dalam memproduksi rubber wood pellet PT. Salix Bintama Prima masih menghasilkan produk cacat yaitu pelet pecah dan tidak terbentuk pelet sama sekali yaitu masih berbentuk serbuk kayu. Cacat dapat disebabkan parameter proses yang tidak tepat seperti kadar air bahan hasil penjemuran, perbandingan kayu dan serbuk kayu yang digunakan, ukuran partikel hasil penghancuran, suhu dan


(22)

tekanan pencetakan pelet kayu, serta operator yang tidak mengikuti prosedur dan bahan baku yang digunakan. Menghasilkan produk cacat menyebabkan kerugiaan bagi perusahaan. Produk cacat menyebabkan bahan baku dan energi yang digunakan dalam proses pembuatan tidak dihargai sebagaimana mestinya. Pelet yang pecah dan berbentuk serbuk tidak lagi memiliki kerapatan seperti pelet yang utuh sehingga efisiensi bahan bakar tersebut berkurang.

Terdapat dua kategori kecacatan yaitu pelet yang pecah dan yang masih berbentuk serbuk kayu sehingga produk tidak dapat dikirim ke konsumen. Bagaimana pelet yang berkualitas dan tidak berkualitas dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1. Kualitas Rubber wood pellet

Rubber wood pellet yang berkualitas baik adalah yang memiliki permukaan mengkilat dengan ukuran panjang 16 mm s/d 30 mm dan berdiameter 8 mm. Rubber wood pellet yang cacat pecah adalah memiliki panjang ≤ 15 mm dan/atau memiliki permukaan yang tidak mengkilat dan retak. Cacat serbuk adalah serbuk kayu yang terbentuk akibat bahan yang gagal dicetak kemudian terburai dan serbuk yang terbentuk dari pelet kayu yang pecah. Rubber wood

Rubber wood pellet

berkualitas baik

Rubber wood pellet

tidak berkualitas serbuk


(23)

pellet yang cacat dan berkualitas dipisahkan berdasarkan ukuran menggunakan saringan yang memiliki lubang 15 mm. Kecacatan pada Rubber wood pellet

secara visual terlihat pada Gambar 1.2.

Gambar 1.2. Rubber wood pellet Berkualitas dan Cacat

Tabel 1.1. menunjukkan data historis kegagalan produksi pada bulan Januari 2014 hingga Mei 2014 di PT. Salix Bintama Prima ketika memproduksi

Rubber wood pellet.

Tabel 1.1. Kegagalan Produksi Pembuatan Rubber wood pellet Bulan Januari Hingga Mei Tahun 2014

Bulan

Produksi Rubber wood

pellet (Kg)

Rubber wood pellet Cacat

Total Cacat %

Pecah Serbuk

Kg % Kg %

Januari 401905.3 38904.43 9.68 26887.46 6.69 16.37 Februari 373340.8 30651.28 8.21 12357.58 3.31 11.52 Maret 394053.4 52487.92 13.32 3073.62 0.78 14.10 April 393062.4 47010.27 11.96 15368.74 3.91 15.87 Mei 402560.3 51769.25 12.86 15055.76 3.74 16.60

Sumber: PT. Salix Bintama Prima

cacat serbuk

rubber wood pellet berkualitas

cacat pecah


(24)

Dokumentasi produksi pembuatan rubber wood pellet mulai bulan Januari hingga Mei pada tahun 2014 menunjukkan persentase produk yang cacat diatas 10%. Jumlah kecacatan ini melebihi standar perusahaan yaitu 10%. Terjadi peningkatan jumlah persentasi total produk cacat pada bulan februari hingga mei. Besarnya selisih antara persen produk cacat yang diproduksi dan standar maksimum produk cacat yang diizinkan perusahaan merupakan masalah kualitas yang harus diatasi.

Kualitas pelet sangat dipengaruhi oleh proses pemeletan oleh sebab itu untuk menghindari produk yang cacat maka perlu dilakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelet selama proses pemeletan. Identifikasi faktor-faktor yang berpengaruh dilakukan dengan menggunakan metode Seven Tools karena Seven Tools merupakan metode yang bertujuan untuk mengetahui masalah dan mempersempit ruang lingkup masalah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelet yang terjadi selama proses pembuatan pelet tidak bekerja secara terpisah melainkan saling berinteraksi sehingga pelet dapat terbentuk dengan baik. Untuk mengetahui seberapa besar interaksi tersebut terjadi dan bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi kualitas pelet digunakan metode Taguchi untuk melihat interaksi antar faktor dan menentukan kombinasi faktor dan level faktor agar terjadi penurunan jumlah pelet yang cacat.

Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) untuk menentukan faktor yang paling mempengaruhi kualitas Rubber wood pellet karena FMEA merupakan metode mengidentifikasi kegagalan potensial dan menganalisis efeknya serta


(25)

memprioritaskan kegiatan perbaikan yang dapat mengeleminasi kegagalan. Maka metode Seven Tools, Taguchi, dan FMEA digunakan untuk mengidentifikasi faktor yang berpengaruh terhadap kualitas pelet, meneliti faktor dan interaksi yang mempengaruhi kualitas pelet serta menentukan kombinasi faktor dan level faktor dan penentuan kegiatan perbaikan prioritas yang dapat mengeleminasi rubber wood pellet yang cacat.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan di industri otomotif untuk untuk mengetahui faktor-faktor selama proses yang mempengaruhi kualitas shock absorber dan meminimumkan cacat dan meningkatkan kualitas yang berjudul “Optimisation of shock absorber process parameters using failure mode and effect analysis and genetic algorithm” yang dilakukan oleh Arokiasamy Mariajayaprakash dari Departemen Teknik Mesin Rajiv Gandhi College of Engineering and Technology di India. Penelitian ini menggunakan pendekatan diagram tulang ikan dan FMEA untuk mengidentifikasi parameter yang mempengaruhi kualitas dan dioptimalkan menggunakan metode Taguchi, untuk mencapai zero defect digunakanlah Algoritma Genetik. Tulang ikan dan FMEA mengidentifikasi bahwa kecacatan terbesar terjadi pada proses pengecatan dan pencucian. Hasil penelitian setelah menerapkan metode Taguchi untuk memperbaiki proses painting dan pencucian melalui eskperimen dihasilkan produk cacat pada proses painting sebesar 0.83% dan cacat proses pencucian 1%.


(26)

Penurunan produk cacat dapat ditingkatkan hingga 0.001 dan 0.004 dengan menggunakan algoritma genetik1

Penelitian yang dilakukan oleh Adi Iswanto dari Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara yang berjudul “Aplikasi Metode Taguchi Analysis dan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) untuk Perbaikan Kualitas Produk di PT. XYZ”. Menggunakan Metode Taguchi Analysis

untuk memperbaiki proses dan Metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) untuk memberikan rekomendasi tindakan perbaikan yang tepat. Hasil penelitian setelah menerapkan metode Taguchi dihasilkan peningkatan jumlah produksi pada proses injection moulding sebesar 5%. FMEA menunjukkan kegagalan disebabkan oleh suhu pendinginan produk yang terlalu tinggi

.

2

Rumusan masalah yang diperoleh berdasarkan latar belakang penelitian ini adalah persentase produk yang cacat melebihi standar perusahaan yaitu 10%. Jumlah cacat produk diharapkan berada dibawah 10%. Besarnya selisih antara persen produk cacat yang diproduksi dan standar maksimum produk cacat yang diizinkan perusahaan merupakan masalah kualitas yang harus diatasi. Perlu diketahui upaya yang harus dilakukan untuk menghasilkan peningkatan kualitas melalui penurunan jumlah persentase produk cacat.

.

1.2. Rumusan Masalah

1

Mariajayaprakash, Arokiasamy. 2013, Optimisation of shock absorber process parameters using failure mode and effect analysis and genetic algorithm. Departemen Teknik Mesin Rajiv Gandhi College of Engineering and Technology; India.

2

Iswanto, Adi. 2013, Aplikasi Metode Taguchi Analysis dan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) untuk Perbaikan Kualitas Produk di PT. XYZ. Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara; Medan


(27)

1.3. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengurangi jumlah cacat produk

rubber wood pellet dengan mengidentifikasi penyebab kecacatan dan memperbaiki proses serta mengeleminasi kegagalan agar dapat menghasilkan produk berkualitas.

Tujuan khusus dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas Rubber wood pellet.

2. Mengetahui faktor yang berpengaruh secara signifikan dan besar pengaruh setiap faktor terhadap kualitas rubber wood pellet.

3. Mengusulkan nilai level dari faktor-faktor sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas melalui penurunan persentase cacat.

4. Mengusulkan tindakan perbaikan yang paling berpengaruh terhadap peningkatan kualitas Rubber wood pellet berdasarkan nilai RPN sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas melalui penurunan persentase cacat.

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Mahasiswa

Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan pengalaman dalam menerapkan teori yang diperoleh di perguruan tinggi ke dalam lingkungan industri secara nyata dalam menyelesaikan masalah.


(28)

Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai masukan bagi perusahaan untuk mengetahui nilai optimum untuk faktor proses dan penyebab nilai factor proses tidak tercapai sehingga pelet gagal terbentuk.

3. Bagi Departemen Teknik Industri

Sebagai tambahan referensi untuk memperkaya laporan penelitian Teknik Industri dan dapat digunakan sebagai acuan bagi penelitian selanjutnya.

1.4. Batasan Masalah dan Asumsi

Batasan-batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Faktor-faktor yang digunakan adalah faktor-faktor yang dapat terukur dan disetujui oleh pihak manajemen pabrik.

2. Proses produksi yang dijelaskan hanya proses produksi rubber wood pellet.

3. Nilai yang diambil adalah nilai yang sudah digunakan di lantai produksi. 4. Objek penelitian adalah kualitas rubber wood pellet.

5. Biaya-biaya yang dibutuhkan tidak dibahas selama proses penelitian.

6. Karakteristik kualitas yang diteliti adalah karakteristik kualitas yang berlaku diperusahaan.

7. Percobaan dilakukan di laboratorium.

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Proses produksi tidak mengalami perubahan selama proses penelitian. 2. Tidak terjadi perubahan struktur organisasi selama proses penelitian.

3. Faktor-faktor yang tidak terlibat dalam eksperimen dianggap tidak berpengaruh.


(29)

1.5. Sistematika Penulisan Tugas Sarjana

Sistematika penulisan laporan bertujuan untuk mempermudah dalam menyusun dan mempelajari bagian-bagian dari seluruh rangkaian penelitian. Sistematika penulisan laporan hasil penelitian ini adalah:

BAB I Pendahuluan. Pada bagian pendahuluan dijelaskan mengenai masalah kualitas pelet yang dihasilkan dimana % pelet yang gagal terbentuk lebih dari 10% sehingga perlu dilakukan penelitian untuk meminimalkan masalah ini menggunakan metode eksperimen taguchi dan FMEA dengan menggunakan asumsi dan batasan tertentu.

BAB II Gambaran umum perusahaan. PT. Salix Bintama Prima merupakan perusahaan berstatus PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri). Produk yang dihasilkan adalah rubber wood pellet dan mix wood pellet. Proses produksi menggunakan sistem semi otomatis. PT. Salix Bintama Prima memiliki struktur organisasi lini fungsional dan berproduksi 2 shift setiap harinya.

BAB III Landasan teori. Teori pendukung yang digunakan adalah teori mengenai rekayasa kualitas, sampling, Seven Tools, Desain Eksperimen, Taguchi dan FMEA.

BAB IV Metodologi penelitian. Penelitian dilakukan menggunakan metode

Seven Tools, Taguchi dan FMEA. Penyebab terjadinya masalah kualitas diidentifikasi menggunakan seven tools. Faktor-faktor yang diidentifikasi sebagai penyebab masalah kecacatan akan dilibatkan sebagai variabel dalam eksperimen taguchi. Eksperimen taguchi dilakukan untuk mendapatkan nilai variabel agar


(30)

proses dapat menghasilkan produk dan mencapai nilai target kualitas. Agar nilai variabel yang baru dapat tercapai maka digunakan metode FMEA dengan mengeleminasi penyebab nilai variabel yang gagal tercapai berdasarkan resikonya.

BAB V Pengumpulan dan pengolahan data berisi data primer hasil pengumpulan data menggunakan lembar Check sheet selama bulan Oktober 2014. Data primer diolah menggunakan metode seven tools untuk mengidentifikasi penyebab kecacatan. Penyebab kecacatan dipisahkan menjadi faktor noise dan faktor kontrol untuk selanjutnya dilibatkan sebagai variabel dalam eksperimen taguchi. Hasil eksperimen taguchi diolah melalui perhitungan pengaruh/efek faktor berdasarkan rata-rata dan signal to noise ratio (SNR) untuk mengetahui kekuatan respon variabel. Perhitungan analsis varians berdasarkan rata-rata dan SNR untuk mengetahui kontribusi faktor. Melakukan strategi polling up, perhitungan interval kepercayaan dan eksperimen konfirmasi. Kegagalan yang menyebabkan tidak tercapainya nilai faktor yang berpengaruh signifikan terhadap kualitas dianalisis menggunakan FMEA. Kuisioner delphi digunakan untuk mengidentifikasi penyebab kegagalan, tindakan kontrol serta penanggulangan dan pembobotan severity, occurrence, dan detection. Tindakan perbaikan yang utama berdasarkan faktor resiko selanjutnya ditentukan sebagai langkah akhir FMEA.

BAB VI Analisis dan pembahasan hasil pengolahan dilakukan dengan membandingkan kondisi di lapangan dengan hasil penelitian. Pada analisis dan pembahasan hasil juga diberikan usulan tindakan korektif yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah yang diidentifikasi.


(31)

BAB VII Kesimpulan dan saran berisikan hasil dari setiap metode yang digunakan yaitu faktor yang mempengaruhi masalah kualitas sebagai hasil seven tools. Faktor yang berpengaruh signifikan terhadap kualitas serta nilai level faktor usulan agar proses dapat menghasilkan produk sesuai standar sebagai hasil dari eksperimen taguchi dan usulan tindakan perbaikan agar nilai variable proses yang ditetapkan dapat tercapai sebagai hasil dari metode FMEA. Saran yang diberikan dapat berupa saran kepada manajemen pabrik ataupun kepada penelitian selanjutnya.


(32)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

PT. Salix Bintama Prima adalah perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan limbah kayu menjadi bahan bakar pelet kayu (wood pellet). Perusahaan ini beralamat di Jl. Medan – Lubuk Pakam KM 21,1 Desa Tanjung Baru Kecamatan Tanjung Morawa. PT. Salix Bintama Prima sudah berdiri selama lebih dari 20 tahun dengan total luas area pabrik 12,0 Ha. Perusahaan ini berstatus Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

PT. Salix Bintama Prima merupakan perusahaan manufaktur yang bergerak dalam bidang industri perabot rumah tangga dari kayu dan pengerjaan kayu untuk bangunan dari awal berdirinya hingga sekarang. Karena perubahan kondisi lingkungan PT. Salix Bintama Prima memperluas bidang usahanya ke pengolahan bahan bakar biomasa dengan menghasilkan produk pelet kayu yaitu pelet kayu karet (rubber wood pellet) dan mix wood pellet. Memproduksi pelet kayu dipandang lebih menjanjikan bagi masa depan perusahaan maka perusahaan berniat untuk secara utuh fokus pada pengolahan limbah kayu menjadi pelet kayu karet. Pelet kayu 100% dipasarkan keluar negeri seperti korea dan eropa untuk dijadikan bahan bakar industri dan rumah tangga.


(33)

2.3. Lokasi Perusahaan

Penelitian dilakukan pada PT. Salix Bintama Prima, yang berlokasi di Jl. Medan – Lubuk Pakam KM 21,1 Desa Tanjung Baru Kecamatan Tanjung Morawa, dengan 12,0 Ha. Area produksi berbatasan dengan:

Utara : Sawah

Timur : Pemukiman penduduk Selatan : Gg. Bakaran Batu

Barat : Jalan Raya Medan- Tanjung Morawa

2.4. Organisasi dan Manajemen.

Struktur organisasi merupakan susunan yang terdiri dari fungsi–fungsi dan hubungan–hubungan yang menyatakan keseluruhan kegiatan untuk mencapai suatu tujuan. Secara fisik struktur organisasi dapat dinyatakan dalam bentuk gambaran grafik yang memperlihatkan hubungan unit–unit organisasi dan garis– garis wewenang yang ada.

Struktur organisasi kita dapat menunjukkan gambaran tentang beberapa hal yaitu :

1. Struktur organisasi dapat memperlihatkan karakteristik utama dari perusahaan yang bersangkutan

2. Struktur organisasi dapat memperlihatkan gambaran pekerjaan dan hubungan yang ada dalam perusahaan.


(34)

3. Struktur organisasi dapat digunakan untuk merumuskan rencana kerja yang ideal sebagai pedoman untuk dapat mengetahui siapa bawahan dan siapa atasan.

Struktur organisasi suatu perusahaan tentu akan berbeda dengan struktur organisasi perusahaan lainnya, hal ini tergantung pada besar kecilnya perusahaan. PT. Salix Bintama Prima membutuhkan suatu struktur organisasi yang tepat agar dapat secara efektif dan efisien mengatur dan menjelaskan tugas – tugas anggota organisasinya. Bentuk struktur organisasi yang dilaksanakan PT. Salix Bintama Prima adalah berbentuk lini fungsional. Struktur organisasi dari perusahaan ini dapat dilihat pada Gambar 2.1.


(35)

2.5. Tenaga Kerja dan Sistem Pengupahan 2.5.1. Tenaga Kerja

Jumlah tenaga kerja yang digunakan pada PT. Salix Bintama Prima terdiri 58 orang. Perincian jumlah tenaga kerja tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. berisi keterangan perincian jumlah tenaga kerja.

Tabel 2.1. Perincian Jumlah Tenaga Kerja

No Jabatan Jumlah

1 Direktur 1

2 Manager 1

3 Staf Hubungan Masyarakat 1

4 Kepala Personalia 1

5 Kepala Bagian Administrasi 1

6 Staf Kantor 3

7 Kepala Produksi 1

8 Kepala Bagian Pengolahan Kayu 1 9 Kepala Regu Pengolahan Kayu 1 10 Karyawan Pengolahan Kayu 10

11 Kepala Bagian Mekanik 1

12 Kepala Regu Mekanik 1

13 Karyawan Mekanik 4

14 Kepala Bagian Pelet kayu karet 1 15 Kepala Regu Pelet kayu karet 3 16 Karyawan Pelet kayu karet 24

17 Pengawas Keamanan 3

Total 58

Sumber: PT. Salix Bintama Prima

2.5.2. Jam Kerja

PT. Salix Bintama Prima menerapkan jam kerja kepada karyawannya yaitu 6 hari kerja untuk bagian produksi dan non produksi (Senin – Sabtu), sedangkan bagian keamanan bekerja setiap hari.


(36)

Pembagian jam kerja untuk setiap bagian adalah sebagai berikut :

1. Satu shift untuk bagian non-produksi (8 jam sehari) dengan perincian : Jam 08.00 – 11.59 WIB : Kerja aktif

Jam 12.00 – 12.59 WIB : Istirahat Jam 13:00 – 16.59 WIB : Kerja aktif

2. Dua shift untuk bagian produksi (9 jam per sifht), dimana shift I adalah sebagai berikut :

Jam 08.00 – 11.59 WIB : Kerja aktif Jam 12.00 – 12.59 WIB : Istirahat Jam 13:00 – 17.00 WIB : Kerja aktif Perincian shift II adalah sebagai berikut: Jam 17.00 – 21:59 WIB : Kerja aktif Jam 22.00 – 22.59 WIB : Istirahat Jam 23:00 – 02.00 WIB : Kerja aktif

3. Bagian keamanan (Satpam) dibagi menjadi 2 kelompok dengan anggota kelompok I berjumlah 2 orang untuk berjaga di gerbang depan dan 1 orang berjaga di area produksi, dan dilakukan pergantian setiap 3 jam.

Ketentuan jam kerja lembur pada PT. Salix Bintama Prima adalah kerja sifht I dan II adalah melebihi 8 jam sehari atau melebihi 40 jam dalam seminggu.

2.5.3. Sistem Pengupahan

Penetapan upah dasar pada PT. Salix Bintama Prima diberikan sesuai ketentuan yang dikeluarkan pemerintah melalui Departemen Tenaga Kerja


(37)

mengenai UMR (Upah Minimum Regional) yang berlaku. Pemberian upah ditetapkan setelah melihat jam kerja, hari kerja, lembur dan golongan.

Adapun sistem pengupahan karyawan perusahaan dibagi atas:

Sistem pengupahan PT. Salix Bintama Prima terdiri atas dua berdasarkan ketentuan dari upah minimum provinsi/sektoral, yaitu:

1. Gaji, yaitu upah pokok pegawai.

2. Upah lembur yaitu upah yang dibayarkan jika pekerja bekerja melebihi jam kerja normal.

3. Insentif yaitu upah yang dibayarkan jika pekerja bekerja mencapai target kerja minimal sesuai dengan ketentuan pencapaian target pekerja.

Fasilitas yang diberikan oleh PT. Salix bintama prima kepada tenaga kerja atau karyawannya adalah sebagai berikut :

1. Tunjangan Hari Raya (THR)

THR yang diberikan adalah tambahan satu bulan gaji bagi karyawan yang mempunyai masa kerja lebih dari satu tahun.

2. Tunjangan selama sakit

Perusahaan akan menyantun untuk biaya pengobatan karyawan yang dalam keadaan sakit dan tidak dapat bekerja yang dinyatakan dengan surat keterangan dokter.

3. Cuti Karyawan


(38)

4. BPJS Ketenagakerjaan

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan adalah suatu bentuk asuransi yang dibuat oleh pemerintah untuk melindungi dan menyejahterakan pekerja. Program BPJS yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua dan Jaminan Kematian.

2.6. Proses Produksi

2.6.1. Bahan yang Digunakan

Bahan yang digunakan dalam proses produksi rubber wood pellet

dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu bahan utama, bahan penolong dan bahan tambahan

1. Bahan Baku

Bahan baku adalah bahan utama yang digunakan dalam proses produksi, sifat dan bentuknya akan mengalami perubahan fisik maupun kimia yang langsung ikut di dalam proses produksi sampai dihasilkan produk jadi.

Bahan baku yang digunakan dalam proses produksi adalah serbuk kayu dan potongan kayu. Keduanya merupakan limbah dari proses pengolahan kayu menjadi perabot. Serbuk kayu yang dijadikan bahan baku dapat berupa serbuk kayu yang dihasilkan dari proses pemotongan, pengamplasan dan pengetaman kayu. Kayu hancuran adalah limbah kayu yang berbentuk potongan yang berasal dari proses pengolahan kayu baik untuk perabot ataupun kayu bangunan.


(39)

2. Bahan Tambahan

Bahan tambahan adalah bahan yang digunakan dalam proses produksi dan berfungsi meningkatkan mutu produk serta merupakan bagian dari produk akhir.

a. Goni plastik

Goni plastik kapasitas 825 kg wood pellet digunakan untuk mengemas wood pellet.

b. Benang Nilon

Benang nilon digunakan untuk menjahit bukaan goni plastik kemasan

rubberwoodpellet agar tertutup. 3. Bahan Penolong

Bahan penolong adalah bahan–bahan yang digunakan dalam suatu proses produksi yang digunakan langsung atau tidak langsung terhadap bahan baku dalam suatu proses produksi untuk mendapatkan produk yang diinginkan tetapi bahan ini tidak ikut pada bahan jadi. Pada proses pembuatan rubber wood pellet di PT. Salix Bintama Prima tidak digunakan bahan penolong.

Rubber wood pellet diproduksi melalui proses densifikasi yaitu pemadatan untuk meningkatkan efisiensi produk. Bahan baku terlebih dahulu dijemur untuk menurunkan kadar air. Bahan baku yang kadar airnya telah mencapai 10% s/d 15% dihancurkan menggunakan chipper dan hammer mill. Pemisahan partikel sesuai ukuran dilakukan sebelum bahan setengah jadi dicetak dalam mesin pencetak pada tekanan dan suhu tertentu. Pelet hasil pencetakan kemudian didinginkan untuk menghilangkan kandungan uap air kemudian dikemas.


(40)

Diagram proses pembuatan rubber wood pellet dapat dilihat pada Gambar 2.2.


(41)

2.7. Utilitas

Utilitas adalah fasilitas umum yang digunakan perusahaan yang berfungsi mendukung pelaksanaan produksi. Utilitas tidak terlibat langsung dalam pembuatan produknya, hanya sebagai penunjang proses produksi. Dengan adanya utilitas diharapkan perusahaan dapat berjalan dengan lancar.

Utilitas yang digunakan pada perusahaan ini ialah seperti: 1. Listrik

Sumber arus listrik yang berasal dari PLN (Perusahaan Listrik Negara). Sumber listrik dari PLN digunakan dalam kegiatan proses produksi dalam perusahaan serta penerangan pada area kerja dan sekitarnya

2. Air

Air digunakan untuk kebutuhan kebersihan lantai produksi, kantor dan kebutuhan pribadi karyawan. Sumber air yang digunakan berasal dari air tanah dan PDAM kemudian dipompa kedalam menara airsebelum dialirkan menuju lantai produksi dan kantor.

3. Telekomunikasi

Telekomunikasi digunakan sebagai media komunikasi penghubung perusahaan dengan pelanggan , pemerintahan dan pihak luar lainnya. Sarana komunikasi karyawan dengan pihak kantor. Jasa telekomunikasi berasal dari PT. TELKOM.


(42)

2.8. Safety and Fire Protection

Dalam menjaga kondisi perusahaan agar tetap kondusif tentunya perlu dilakukan pengamanan pada perusahaan dan karyawan. Pengamanan-pengamanan yang dilakukan mengikuti Program Keselamatan & Kesehatan Kerja (K3).

Pekerja diwajibkan untuk mematuhi peraturan-peraturan keselamatan kerja seperti dilarang merokok di dalam pabrik. Melengkapi diri pekerja dengan alat-alat pelindung diri sebagai berikut:

1. Sarung tangan 2. Safety shoes

3. Helm

4. Masker

Untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja seperti kebakaran, terdapat

fire protection di lantai produksi PT Salix Bintama Prima yaitu berupa:

1. Tabung pemadam api (fire extinguisher) untuk mencegah terjadinya kebakaran pada stasiun kerja tersebut. Fire extinguisher ini merupakan langkah awal untuk mencegah terjadinya kebakaran yang lebih besar sehingga dapat meminimalisasi kerusakan.

2. Tersedianya pintu-pintu darurat pada daerah kerja, yang dapat mempermudah karyawan keluar dari daerah kerja apabila terjadi kebakaran di tempat kerja. 3. Adanya karung-karung goni yang dapat dibasahi yang berguna untuk


(43)

2.9. Pengolahan Limbah

PT Salix Bintama Prima tidak menghasilkan limbah padat dan cair dalam memproduksi rubber wood pellet. Rubber wood pellet merupakan bahan bakar yang dapat diperbaharui. Bahan baku yang digunakan merupakan limbah dari proses pengolahan kayu mentah diolah melalui proses yang ramah lingkungan dan hanya melibatkan proses fisika sehingga tidak dihasilkan limbah yang berbahaya bagi lingkungan.


(44)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Rekayasa Mutu3

Pangsa pasar dan tingkat profitabilitas adalah dua determinan pokok dari keberhasilan setiap perusahaan dalam menjalankan misinya di dunia bisnis. Perusahaan yang mampu memelihara pangsa pasar dan profitabilitas yang tinggi merupakan kekuatan perusahaan tersebut dalam membangun daya saing. Faktor-faktor yang sangat menentukan daya saing ialah waktu ancang-ancang, unit biaya dan mutu produk. Oleh karena itu, upaya perbaikan mutu telah mendapat perhatian semakin serius. Salah satu pendekatan yang efektif dalam perbaikan mutu produk adalah pembangunan mutu ke dalam proses dan produk secara tepat pada setiap tahapan desain produk dan proses nya.

Kualitas menurut taguchi adalah untuk menghasilkan produk dan jasa yang dapat memenuhi kebutuhan dan harapan konsumen berkaitan dengan umur produk atau jasa. Rekayasa kualitas dapat diartikan sebagai proses pengukuran yang dilakukan selama perancangan produk atau proses. Kerangka dasar dari rekayasa kualitas merupakan suatu hubungan antara dua disiplin ilmu yaitu teknik perancangan dan manufaktur, dimana mencakup seluruh aktifitas pengendalian

3


(45)

kualitas dalam setiap fase dari penelitian dan pengembangan produk, perancangan proses, perancangan produksi, dan kepuasan konsumen.4

Target metodologi rekayasa kualitas adalah untuk mencapai seluruh target dari perbaikan terus-menerus, penemuan yang dipercepat, penyelesaian masalah dengan cepat, dan efektifitas biaya dalam meningkatkan kualitas produk. Metodologi rekayasa kualitas dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu rekayasa kualitas secara off-line dan rekayasa kualitas secara on-line.5

1. Externalnoise

Faktor-faktor yang menyebabkan variasi pada produk, fungsi disebut sebagai faktor eror atau noise. Terdapat tiga tipe faktor noise yaitu:

Variable pada lingkungan atau kondisi yang mengganggu fungsi produk. Temperatur, kelembapan, debu, dan kemampuan manusia yang berbeda-beda adalah contoh externalnoise.

2. Deterioratornoise atau internalnoise.

Perubahan yang terjadi ketika sebuah produk menurun kuallitasnya selama masa penyimpanan atau selama masa penggunaan, jadi produk tidak lagi mencapai fungsi yang ditargetkan.

3. Variationalnoise atau unit-to-unitnoise

Perbedaan antara produk individual yang diproduksi pada spesifikasi yang sama.

4

Soejanto, irwan.Desain Eksperimen dengan Metode Taguchi ( Yogyakarta, Graha ilmu, 2009 ) hal 3-7

5

Taguchi, Genichi. Introduction to Quality Engineering ( Tokyo, Asian Productifity Organization, 1990 ) hal 73


(46)

Untuk mengatasi masalah variasi desain dan produksi, departemen rekayasa menggunakan metode off-line dan departemen produksi menggunakan pengendalian kualitas secara on-line.

3.1.1. Rekayasa Kualitas Secara Off-line6

Sebuah perusahaan menetapkan nilai target, mempersiapkan spesifikasi dan desain yang diperlukan, kemudian mulai memproduksi produk. Beberapa unit yang diproduksi dapat memenuhi spesifkasi sementara yang lain tidak. Hal ini disebabkan unit-to-unit noise. Kemampuan produk dapat menurun setelah penggunaan jangka panjang. Penurunan fungsi akan menyebabkan kerusakan yang disebabkan oleh faktor gangguan (noise). Produk dapat berfungsi baik dalam kondisi normal tetapi tidak dalam kelembapan yang tinggi, suhu yang tinggi atau ketika voltase dari power supply turun sebanyak 20% dari nilai yang diinginkan. Masalah tersebut merupakan masalah eksternal noise.

Kualitas fungsi yang baik berarti variasi fungsi yang diakibatkan faktor noise kecil. Dalam rekayasa kualitas secara off-line, perancangan eksperimen merupakan peralatan yang sangat fundamental terutama pada kegiatan penelitian dan pengembangan produk. Teknik perancangan eksperimen pada dasarnya melalui dua hal yaitu mengidentifikasi sumber dari variasi dan menentukan perancangan proses yang optimal.

6


(47)

Metodologi rekayasa kualitas secara off-line terbagi dalam tiga tahap yaitu: 1 Perancangan konsep

Tahap perancangan konsep berfungsi untuk dapat berhubungan dengan konsumen dan mendapatkan suara konsumen dengan kemampuan daya cipta dan kemampuan teknis untuk rancangan konsep produk yang unggul.Tahap ini merupakan tahap pemunculan ide dalam kegiatan.

2 Perancangan parameter

Tahap perancangan parameter berfungsi untuk mengoptimalkan level dari faktor pengendali terhadap efek yang ditimbulkan oleh faktor noise sehingga produk yang dihasilkan dapat kokoh/tangguh. Karena itu perancangan parameter dapat juga disebut sebagai perancangan kokoh.

3 Perancangan toleransi

Tahap terakhir dari rekayasa kualitas secara off-line yaitu parancangan toleransi. Perancangan toleransi ini dilakukan dengan menggunakan matriks ortogonal, fungsi kerugian, analisis varians untuk menyeimbangkan biaya mutu dari suatu produk.

3.1.2. Rekayasa Kualitas Secara On-line

Rekayasa kualitas secara on-line merupakan suatu aktifitas untuk mengamati dan mengendalikan kualitas pada setiap proses produksi secara langsung. Aktifitas ini sangat penting dalam menjaga agar biaya produksi menjadi rendah dan secara langsung pula dapat meningkatkan mutu produk.


(48)

Rekayasa kualitas secara on-line ini juga dapat mengontrol mesin-mesin produksi sehingga dapat mencegah terjadinya kerusakan pada mesin-mesin tersebut. Setelah proses produksi dan kondisi pengoprasian telah ditentukan, sumber variasi yang dapat timbul adalah:

1.

ariasi pada material dan komponen yang dibeli. 2.

ergeseran proses, perkakas, kegagalan mesin, dll. 3.

ariabilitas dalam pelaksanaan. 4.

esalahan manusia.

Sumber variabilitas ini ditangani oleh departemen pengendalian kualitas selama masa produksi. Melalui pengendalian kualitas secara on-line (waktu yang sebenarnya). Berikut tiga bentuk pengendalian kualitas secara on-line.

1.

roses analisa dan penyesuaian juga dikenal sebagai pengendalian proses. Produk diperiksa pada selang waktu yang tetap. Jika normal maka proses dilanjutkan. Jika tidak, penyebabnya dicari dan proses diulang setelah penyebab masalah dierbaiki dan proses kembali memiliki kemampuan awalnya.

2.


(49)

Karakteristik kuantitatif dikontrol dengan melakukan pengukuran secara berkala. Hasil pengukuran digunakan sebagai memprediksi nilai rata-rata produk jika produksi dilanjutkan tanpa melakukan penyesuaian. Jika nilai yang diprediksi bergeser dari nilai target, level dari faktor yang dapat dikontrol dimodifikasi untuk menurunkan selisihya. Metode ini juga disebut

calledfeedback atau pengendalian umpan balik. Metode ini sangat bergantung pada desain sistem yang rasional.

3.

easurement and action. Juga disebut sebagai pemeriksaan. Setiap unit manufaktur diperiksa , dan jika berada diluar spesifikasi maka produk akan dikerjakan ulang atau diperbaiki. Metode pengendalian kualitas ini dilakukan hanya apabila kedua metode pengendalian kualitas secara on-line diatas telah dilakukan.

Dengan segala usaha pengendalian kualitas yang dilakukan pada desain produk, desain proses, dan manufaktur, beberapa produk cacat masih tekirim ke konsumen. Satu-satunya cara untuk mengatasi ini adalah dengan membangun pusat pelayanan dan ganti rugi kepada konsumen akibat kerugian yang ditanggungnya karena cacat yang ada pada produk. Hal ini merupakan bagian dari pengendalian kualitas secara on-line.

3.2. Pengambilan Sampel7

7

Supranto Johannes, Sampling untuk Pemeriksaan, Jakarta :Penerbit Universitas Indonesia. h.2.


(50)

Sampling ialah cara penelitian yang tidak menyeluruh, dengan perkataan lain, hanya elemen sampel yang diteliti. Elemen ialah sesuatu yang menjadi objek penyelidikan. Seluruh elemen disebut populasi sedangkan sebagian elemen dari populasi merupakan sampel. Bila seluruh elemen populasi diteliti satu per satu, cara pengumpulan data ini disebut sensus, dan hasilnya merupakan data sebenarnya disebut parameter. Sedangkan hasil sampling disebut perkiraan (estimasi). Selisih nilai atau data perkiraan dengan parameter disebut kesalahan

sampling (sampling error). Sampling dilakukan karena memberikan data dalam waktu yang lebih singkat dan memerlukan tenaga yang relatif sedikit dan murah biayanya.

3.2.1. Teknik Sampling8

Macam-macam sampling dalam randomsampling adalah

Pada dasarnya terdapat dua macam teknik sampling; yaitu teknik random sampling dan non random sampling. Teknik random sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana semua individu di dalam populasi diberi kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel.

9 1. Simple random sampling.

:

Suatu sampel disebut acak apabila hasil proses tersebut tidak dapat ditentukan sebelumnya dengan pasti. Pemilihan sampel yang objektif caranya harus acak

8

Naburko dan Achmadji, metodologi penelitian ( jakarta, PT. Bumi Aksara ) hal 111-117 9


(51)

dengan cara pemilihan sedemikian rupa sehingga setiap elemen populasi mendapat kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel.

Tabel bilangan acak adalah tabel yang memuat bilangan atau angka yang pembuatannya dilakukan sedemikian rupa dengan peralatan tertentu sehingga bila dipergunakan sudah menjamin terjadinya proses pengancakan. Berikut ini cara menggunakan tabel bilangan acak untuk memperoleh sampel acak.

Pertama, tentukan interval nilai bilangan acak. Kemudian tentukan banyaknya angka (number of digit) untuk setiap bilangan acak tersebut.

Kedua, penentuan bilangan acak untuk memilih elemen yang pertama. Caranya ada macam-macam,misalnya dengan membuka halaman tabel bilangan acak, kemudian jari telunjuk menunjuk secara sembarangan pada halaman sehingga mengenai atau menyentuh suatu angka. Atau dengan menjatuhkan pensil dengan mata tertutup, mungkin juga menusuk pensil runcing dari arah belakang kertas bilangan acak. Kalau yang diperlukan 3 atau 4 angka padahal yang diperoleh baru satu angka, maka dalam hal ini ambil saja 2 atau 3 angka di sebelah kanan dan kirinya.

Ketiga, setelah angka-angka permulaan sudah ditentukan, kemudian bergerak ke bawah dalam blok yang sama ke baris-baris berikutnya. Bila baris pada suatu halaman sudah habis dari halaman tertentu, kemudian pindah ke blok berikutnya dari baris pertama. bila suatu halaman sudah dipergunakan semua bloknya harus pindah ke halaman berikutnya.


(52)

Pada teknik ini elemen sampel unit terdiri dari kelompok sampel. Penerapan sampling kelompok misalnya pada penelitian pengeluaran rumah tangga untuk tabungan di Jakarta, elemennya bukan rumah tangga tetapi RT (rukun tetangga) yang terdiri dari beberapa rumah tangga. Misalnya apabila populasi terdiri dari 500 elemen, mungkin dikelompokkan dalam 10 kelompok (cluster) masing-masing terdiri dari 50 elemen. Jadi kita memilih beberapa kelompok dari 10 kelompok tersebut sebagai sampel baik dengan cara acak penuh atau sistematik. Perlu ditetakan dalam menggunakan sampling kelompok dianjurkan banyaknya kelompok minimal 20. Sytematic sampling.

Sampling acak sistematis adalah pemilihan elemen dilakukan dengan cara, setelah elemen pertama dipilih secara acak, elemen berikutnya dipilih dengan jarak yang sama yaitu sejarak k dimana k diperoleh dengan jalan membagi banyaknya elemen populasi N dengan banyaknya elemen sampel n.

K = N/n Keterangan= K= Interval sampling

N= Banyaknya elemen populasi n= banyaknya sampel

Apabila k adalah 15 dan unit sampel pertama yang diambil adalah 13, maka sampel berikutnya adalah 28, 43, 58, dan seterusnya. Unit pertama yang terpilih menentukan keseluruhan sampel.


(53)

Sampling acak berlapis adalah sampling dimana pengambilan elemen tidak dilakukan secara langsung tetapi dengan cara sebagai berikut:

Pertama, populasi dikelompokkan menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil disebut stratum atau lapisan. Setiap stratum dapat diperlakukan sebagai populasi tersendiri (sub-population). Pembuatan stratum harus sehomogen mungkin.

Kedua, karena setiap stratum merupakan populasi tersendiri, dari setiap stratum diambil sampel secara acak dan dibuat perkiraan.

Ketiga, dibuat perkiraan gabungan untuk mewakili populasi. Dihitung nilai rata-rata dan jumlah populasi sebelum dikelompokkan. Dihitung jumlah sampel yang harus diambil dari setiap kelompok. Jumlah sampel minimal yang diambil adalah 2. Maka dihitung nilai rata-rata perkiraan untuk setiap kelompok.

4. Proportional sampling.

Teknik ini menghendaki cara pengambilan sampel dari tiap-tiap sub populasi dengan memperhitungkan besar kecilnya sub-sub populasi tersebut. Cara ini memberi landasan generalisasi yang lebih dapat dipertanggung jawabkan daripada tanpa memperhitungkan besar kecilnya sub populasi dan tiap-tiap sub populasi.

Teknik non random sampling adalah cara pengambilan sampel yang tidak semua anggota populasi diberi kesempatan untuk dipilih menjadi sampel. Penelitian-penelitian ada kalanya menggunakan teknik ini karena


(54)

mempertimbangkan faktor-faktor tertentu misalnya: umur, tingkat kedewasaan, tingkat kecerdasan dan lain-lain.

Macam-macam sampling dalam nonrandomsampling adalah: 1. Purposive sampling.

Teknik ini berdasarkan pada ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang diperkirakan mempunyai sangkut paut erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat yang dalam populasi yang mudah diketahui sebelumnya. Jadi ciri-ciri atau sifat-sifat yang spesifik yang ada atau dilihat dalam populasi dijadikan kunci untuk pengambilan sampel.

2. Quota sampling.

Teknik ini menghendaki pengambilan sampel berdasarkan jumlah tertentu yang harus dipenuhi. Penelitian ini harus terlebih dahulu menetapan jumlah subyek yang akan diselidiki. Subyek-subyek populasi harus ditetapkan kriterianya untuk menetapkan kriteria sampel. Ciri pokok dalam quota sampling adalah bahwa jumlah subyek yang telah ditetapkan akan terpenuhi. 3. Double sampling.

Teknik double sampling adalah pengambilan sampel yang mengusahakan adanya sampel kembar. Yang dimaksudkan dengan sampel kembar yaitu sampel yang diperoleh misalnya secara angket (terutama angket yang terkirim lewat pos). Dari cara itu, ada angket yang kembali dan ada angket yang tak kembali. Masing-masing kelompok dicatat, kemudian bagi angket yang tidak kembali dipertegas dengan wawancara.


(55)

Teknik ini menghendaki cara pengambilan sampel yang mendasarkan pada pemagian area (daerah-daerah) yang ada pada populasi. Artinya daerah yang ada pada populasi di bagi-bagi menjadi beberapa daerah yang lebih kecil. 5. Convinience sampling.

Convinience sampling merupakan teknik penentuan sampel berdasarkan kemudahan saja. Seseorang diambil sebagai sampel karena kebetulan orang tadi ada disitu atau kebetulan dia mengenal orang tersebut. Secara kebetulan

atau siapa saja yang kebetulan bertemu dengan peneliti yang dianggap cocok dengan karakteristik sampel yang ditentukan akan dijadikan sampel.

3.2.2. Penentuan Jumlah Sampel10

1. Pendapat Slovin

Pengambilan jumlah sampel tergantung pada kondisi populasinya. Apabila populasinya sangat homogen, maka pengambilan sampel secukupnya saja. Akan tetapi, apabila kondisi populasinya sangat heterogen, maka pengambilan sampelnya harus memperhatikan bahwa tiap tingkatan populasi harus terwakili.

Hal yang perlu diperhatikan bahwa pengambilan sampel harus melebihi banyaknya variabel yang akan diukur pada populasi tersebut.

Ada beberapa macam cara untuk mengetahui ukuran sampel yang diambil sebagai perwakilan dari suatu populasi, salah satunya yaitu :

Menurut Slovin, jumlah sampel yang dapat diambil adalah:

10


(56)

Dimana: n = Ukuran sampel N = Ukuran populasi

e = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir.

3.3. Peningkatan Kualitas11

Peningkatan kualitas harus menjadi tujuan dari semua perusahaan dan individu. Itu meningkatkan tingkat pengembalian atau keuntungan dengan Upaya untuk mengurangi variabilitas proses maupun produksi barang-barang yang tidak sesuai harus terus berlangsung karena peningkatan kualitas adalah proses yang tidak pernah berakhir. Penyebab khusus dapat dikontrol oleh operator, namun penyebab umum membutuhkan perhatian manajemen. Oleh karena itu, peningkatan kualitas dapat mengambil tempat apabila upaya operator dan manajemen bergabung, dengan penekanan terutama pada pengambilan keputusan. Misalnya, keputusan untuk mengganti mesin penggilingan harus dilakukan oleh manajemen. Menghilangkan hasil penyebab umum dalam kemampuan proses perbaikan, yang diukur dengan variasi kurang dari luar. Oleh karena itu, jika perusahaan tertarik dalam menghilangkan akar penyebab masalah tersebut, management harus memulai tindakan pemecahan masalah.

11

Amitava Mitra, Fundamental of Quality Control and Improvement Second Edition, New Jersey :Prentice Hall, Upper Saddle River. h.19-20.


(57)

meningkatkan produktivitas dan dengan penurunan biaya. Hal ini mendukung prinsip bahwa tidak ada penyimpangan dari standar yang diterima, yang mirip dengan prinsip fungsi kerugian yang dikembangkan dalam metode Taguchi. Walaupun jika variabilitas produk sekitar nilai target.

Beberapa metode untuk peningkatan kualitas adalah seperti teknik grafis seperti analisis pareto, histogram, dan sebab akibat atau tulang ikan diagram. Teknik tambahan seperti analisis kemampuan. Peningkatan kualitas melalui desain juga dapat dicapai melalui teknik desain eksperimental dan metode Taguchi.

3.4. Pengendalian Kualitas dengan Seven Tools12

1. Pareto Diagram

Proses penyelesaian masalah dan perbaikan kualitas dengan menggunakan

seven tools dapat membuat proses penyelesaian masalah menjadi lebih cepat dan sistematis. Konsep seven tools berasal dari Kaoru Ishikawa, ahli kualitas ternama dari Jepang. Kunci sukses untuk memecahkan masalah ini adalah kemampuan untuk mengidentifikasi masalah, menggunakan pendekatan seven tools

berdasarkan masalah dasar, mengkomunikasikan solusi secara tepat kepada yang lain.

Pengendalian kualitas terdiri atas:

13

12

Rosnani Ginting, Sistem Produksi, Yogyakarta :Graha Ilmu. h.304-320. 13

Dale H. Besterfield, Total Quality Management, New Jersey :Prentice-Hsall International .Inc. h.152-153.


(58)

Pareto Diagram adalah diagram yang merupakan grafik dari data yang dikelompokkan secara berurut dari kiri ke kanan. Pada kasus yang diperlihatkan Gambar 3.1. data dikelompokkan berdasarkan tipe kegagalan produksi di lapangan. Jenis pengelompokan data yang mungkin dilakukan adalah berdasarkan masalah, pengaduan, penyebab masalah, jenis kecacatan, dan lainnya. Pareto diagram digunakan untuk menemukan atau mengetahui masalah atau penyebab yang menjadi kunci dalam penyelesaian masalah. Perbaikan pada faktor penyebab yang dominan ini akan membawa pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan penyelesaian penyebab yang tidak berarti. Pareto dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Diagram Pareto

Sumber: Dale. H Besterfield, Total Quality Management

2. Cause and Effect Diagram (Diagram Sebab Akibat)14

Diagram sebab akibat adalah sebuah gambar yang terdiri dari garis dan simbol yang didesain untuk merepresentasikan arti hubungan antara suatu akibat dan penyebabnya. Diagram Cause and Effect dapat dilihat pada Gambar 3.2.

14


(59)

Gambar 3.2. Diagram Cause and Effect

Sumber: Kaoru Ishikawa, Teknik Penuntun Pengendalian Mutu

Diagram sebab akibat digunakan untuk menginvestigasi sebuah akibat buruk untuk mengambil tindakan untuk mengkoreksi penyebabnya atau untuk menginvestigasi akibat baik dan untuk belajar penyebab apa yang bertanggung jawab. Setiap akibat disebabkan oleh beberapa akibat.

3. Stratifikasi / Pengelompokan Data15

Stratification adalah usaha pengelompokkan data ke dalam kelompok-kelompok yang mempunyai karakteristik yang sama.

Stratification memiliki fungsi:

a. Mencari faktor-faktor penyebab utama kualitas secara mudah. b.Membantu pembuatan Scatter Diagram.

c. Mempelajari secara menyeluruh masalah yang dihadapi. 4. Check Sheet (Lembar Pemeriksaan)

Check Sheet adalah alat praktis yang digunakan untuk mengumpulkan, mengelompokkan, dan menganalisis data secara sederhana dan mudah. Check sheet bertujuan untuk memastikan bahwa data dikumpulkan dengan hati-hati

15


(60)

dan teliti untuk pengendalian proses dan pemecahan masalah. Format dari

check berbeda-beda untuk setiap situasi dan desain oleh tim proyek. Terdapat 2 jenis check sheet yang dikenal dan umum dipergunakan untuk keperluan pengumpulan data adalah:

a. Production process distribution check sheet

Check sheet digunakan untuk mengumpulkan data yang berasal dari proses produksi atau proses kerja lainnya. Output kerja sesuai dengan klasifikasi yang telah ditetapkan dimasukkan dalam lembar kerja, sehingga akhirnya secara langsung akan dapat diperoleh pola distribusi yang terjadi.

Production process distribution check sheetdapat dilihat pada Gambar 3.3a.

Gambar 3.3a. Check Sheet Distribusi Proses Produksi

Sumber: Rosnani Ginting, Sistem Produksi

b. Defective check sheet

Defective check sheet untuk mengurangi jumlah kesalahan atau cacat yang ada dalam suatu proses kerja maka terlebih dahulu kita harus mampu mengidentifikasikan jenis kesalahan yang ada dan presentasenya. Setiap kesalahan biasanya akan diperoleh dari faktor-faktor penyebab yang berbeda sehingga tindakan korektif yang tepat harus diambil sesuai dengan


(61)

jenis kesalahan dan penyebabnya tersebut. Defective check sheet dapat dilihat pada Gambar 3.3b.

Gambar 3.3b. Defective Check Sheet

Sumber: Rosnani Ginting, Sistem Produksi

5.Histogram (Diagram Batang)

Histogram adalah salah satu metode statistik untuk mengatur data sehingga dapat dianalisis dan diketahui distribusinya. Histogram adalah tipe grafik batang dimana sejumlah data dikelompokkan ke dalam beberapa kelas dengan interval tertentu. Histogram memperlihatkan gambaran penyebaran data apakah sesuai dengan yang diharapkan atau tidak.

Histogram kecacatan dapat dilihat pada Gambar 3.4a.

Gambar 3.4a. Histogram Kecacatan

Sumber: Dale Besterfield, Total Quality Management


(62)

Gambar 3.4b. Histogram Data yang Dikelompokkan

Sumber: Dale Besterfield, Total Quality Management

6. Scatter Diagram (Diagram Pencar)16

Scatter Diagram digunakan untuk melihat hubungan antara data pasangan. Bila kita membicarakan hubungan antara dua macam data, kita sesungguhnya membicarakan tentang hubungan penyebab dan akibatnya, hubungan antara satu penyebab dengan penyebab lainnya, atau hubungan antara satu penyebab dengan dua penyebab. Cara membaca diagram pencar adalah dengan melakukan uji korelasi

Scatter Diagram serta berbagai hubungan yang ditunjukkannya dapat dilihat pada Gambar 3.5.

16


(63)

Gambar 3.5. Scatter Diagram

Sumber: Dale Besterfield, Total Quality Management

7. Control Chart (Peta Kontrol)

Control Chart adalah suatu grafik yang digunakan untuk menentukan apakah suatu proses berada dalam keadaan stabil atau tidak. Proses berada dalam batas kontrol, maka proses dikatakan dalam batas kendali (stabil).

Control Chart yang lazim digunakan adalah: a. Control Chart untuk variabel

Control Chart adalah pengukuran data variabel. Data yang bersifat variabel diperoleh dari hasil pengukuran dimensi, seperti berat, panjang, tebal, dan sebagainya.

Control Chart untuk variabel ini terdiri dari: 1) X Chart

X Chart menggambarkan variasi harga rata-rata (mean) dari suatu sampel lot data (data yang diklasifikasikan dalam kelompok-kelompok) yang ditarik dari suatu proses kerja.


(64)

2) R Chart

Peta R Chart menggambarkan variasi dari range sample lot data yang ditarik dari suatu proses kerja.

3) S Chart

Peta S Chart menggambarkan variasi standar deviasi dari suatu sampel lot data yang ditarik dari suatu proses kerja.

b. Control Chart untuk atribut

Control Chart untuk karakteristik kualitas yang tidak mudah dinyatakan dalam bentuk numerik. Biasanya tiap objek yang diperiksa diklasifikasikan sebagai sesuai atau tidak sesuai dengan spesifikasi.

Control chart untuk atribut terdiri atas: 1) p Chart

Peta p menggambarkan bagian yang ditolak karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan.

n p p p

UCL = +3 (1− )

; n

) p 1 ( p 3 p

LCL= − −

Keterangan:

UCL = Batas kendali atas LCL = Batas kendali bawah


(65)

n = Ukuran/jumlah subgroup 2) np Chart

Peta np menggambarkan banyaknya unit yang ditolak dalam sampel yang berukuran konstan.

n np

p= ;

P=

n np Dimana :

np = Jumlah produk yang ditolak dalam kelompok data atau sub group.

n = Ukuran sub group (kelompok data)

P = Rata-rata fraksi tolak

np = Total jumlah produk ditolak dalam ukuran sub group.

n = Ukuran sub group (kelompok data). np

CL =

p

n ; UCLnp=

p

n + 

     − − − p p n 1 3 ; np LCL = − p

n - 

     − − − p p n 1 3 Dimana: np

CL = Batas kontrol pada peta np np

UCL = Batas kontrol atas pada peta np np

LCL = Batas kontrol bawah pada peta np n = Ukuran sub group

P = Rata-rata fraksi tolak 3) c Chart


(66)

Peta c Chart menggambarkan banyaknya ketidaksesuaian atau kecacatan dalam sampel berukuran konstan. Satu benda yang cacat memuat paling sedikit satu ketidaksesuaian, tetapi sangat mungkin satu unit sampel memiliki beberapa ketidaksesuaian, tergantung sifat dasar keandalannya.

c =

k c

; c c

UCL = +3 ; LCL=c −3 c

Keterangan,

k = Banyaknya subgrup yang akan diinspeksi c = rata-rata jumlah cacat

c= Jumlah cacat setiap subgrup UCL= Batas kendali atas

LCL = Batas kendali bawah

4) u Chart

Peta u Chart menggambarkan banyaknya ketidaksesuaian dalam satu unit sampel dan dapat dipergunakan untuk ukuran sampel tidak konstan.

= n c u

; n

u u

UCL= +3

; n

u u

LCL= −3

Keterangan,

u = Rata-rata jumlah cacat

c= Jumlah cacat setiap subgroup


(67)

UCL= Batas kendali atas LCL= Batas kendali bawah

3.5. Desain Eksperimen17

1. Perlakuan

Desain eksperimen, yaitu suatu rancangan percobaan (dengan tiap langkah tindakan yang betul-betul terdefenisikan) sedemikian sehingga informasi yang berhubungan dengan atau diperlukan untuk persoalan yang sedang diselidiki dapat dikumpulkan sebanyak-banyaknya. Desain eksperimen perlu dimengerti prinsip-prinsip dasar yang lazim digunakan dan dikenal yaitu: replikasi, randomisasi atau pengacakan dan kontrol lokal. Sebelum memberikan penjelasan ketiga prinsip dasar diatas, terlebih dahulu akan dijelaskan pengertian tentang perlakuan, kekeliruan eksperimen dan unit eksperimen.

Perlakuan adalah sekumpulan daripada kondisi-kondisi eksperimen yang akan digunakan terhadap unit eksperimen dalam ruang lingkup desain yang dipilih. Perlakuan ini bisa berbentuk tunggal atau terjadi dalam bentuk kombinasi.

2. Unit eksperimen

Unit terhadap perlakuan tunggal (yang mungkin merupakan gabungan beberapa faktor) dikenakan dalam sebuah replikasi eksperimen dasar.

3. Kekeliruan eksperimen

Kekeliruan eksperimen menyatakan kegagalan daripada dua unit eksperimen

17


(68)

identik yang dikenai perlakuan untuk memberikan hasil yang sama. Ini bisa terjadi karena, misalnya kekeliruan waktu menjalankan eksperimen, variasi antara unit eksperimen dan pengaruh gabungan dari semua faktor tambahan yang mempengaruhi karakteristik yang sedang dipelajari.

Prinsip dasar digunakan dan dikenal yaitu: replikasi, randomisasi atau pengacakan dan kontrol lokal berikut penjelasannya.

1. Replikasi

Replikasi diartikan dengan pengulangan dari eksperimen dasar. Replikasi diperlukan karena dapat:

a. Memberikan taksiran kekeliruan eksperimen yang dapat dipakai untuk menentukan panjang interval konfidensi atau dapat digunakan sebagai satuan dasar pengukuran untuk penetapan taraf signifikansi daripada perbedaan-perbedaan yang diamati.

b. Menghasilkan taksiran yang lebih akurat untuk kekeliruan eksperimen. c. Memungkinkan kita untuk memperoleh taksiran yang lebih baik mengenai

efek rata-rata daripada suatu faktor 2. Pengacakan atau Randomisasi

Tes atau uji signifikansi akan banyak dilakukan. Untuk ini, umumnya untuk setiap prosedur pengujian, asumsi-asumsi tertentu perlu diambil dan dipenuhi agar pengujian yang dilakukan menjadi berlaku. Salah satu daripadanya ialah pengamatan-pengamatan (jadi juga kekeliruan-kekeliruan) berdistribusi secara independen. Asumsi ini sukar untuk dapat dipenuhi tetapi dengan jalan berpedomen kepada prinsip sampel acak (random sampel) yang diambil dari


(69)

sebuah populasi atau berpedoman pada perlakuan acak terhadap unit eksperimen, maka pengujian dapat dijalankan seakan-akan asumsi yang diambil benar adanya. Pengacakan tidak menjamin terjadinya independensi, melainkan hanyalah memperkecil adanya korelasi antar pengamatan (jadi juga antar kekeliruan). Selain daripada keberhasilan untuk membuat korelasi antar kekeliruan sekecil-kecilnya, pengacakan juga merupakan suatu cara untuk ”menghilangkan” bias.

3. Kontrol lokal

Kontrol lokal merupakan sebagian daripada keseluruhan prinsip desain yang harus dilaksanakan. Biasanya merupakan langkah-langkah atau usaha-usaha yang berbentuk penyeimbangan, pengkotakan atau pemblokan dan pengelompokan daripada unit-unit eksperimen yang digunakan dalam desain. Jika replikasi dan pengacakan pada dasarnya akan memungkinkan berlakunya uji signifikansi, maka kontrol lokal menyebabkan desain lebih efisien, yaitu menghasilkan prosedur pengujian dengan kuasa yang lebih tinggi.

3.6. Desain Eksperimen Dengan Metode Taguchi18

Metode taguchi merupakan suatu metodologi dalam bidang teknik yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas produk dan proses dalam waktu yang bersamaan menekan biaya dan sumber daya seminimal mungkin. Metode taguchi berupaya mencapai sasaran itu dengan menjadikan produk atau proses “tidak sensitif” terhadap berbagai faktor misalnya material, perlengkapan manufaktur,

18


(70)

tenaga kerja manusia, dan kondisi-kondisi operasional. Metode taguchi menjadikan produk atau proses bersifat kokoh (robust) terhadap faktor gangguan (noise), karenanya metode ini disebut juga sebagai perancangan kokoh (robust design). Suatu rancangan dianggap kokoh (robust design) apabila spesifikasi (kemampuan) produk menjadi tidak sensitif terhadap lingkungan dan faktor lainnya yang tidak mampu atau tidak ingin dikontrol oleh konsumen.19

Kemampuan produk

Insinyur terkadang menggunakan eksperimen untuk memeriksa faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan untuk mendapatkan faktor-faktor kunci. Eksperimen merupkan alat untuk mengidentifikasi faktor input yang memberikan pengaruh terbesar pada proses (the vital few from the trivial many). Metode eksperimen taguchi dapat digunakan untuk mengoptimalkan dan menemukan setingan dari faktor vital tersebut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan produk dan proses dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Produk dan Proses Kemampuan Proses Outer Noise

Kondisi selama

konsumen menggunaan produk

Temperatur yang rendah Temperatur yang tinggi Radiasi matahari Benturan

Getaran Kelembaban Kotoran , debu

Temperatur Humidity Kotoran, debu Material yang masuk Kemampuan operator Voltase dan frekuensi

Batch-batch variation

19

Bagchi. P,Tapan .Taguchi Method Explained Practical Steps to Robust Design ( New Delhi, Prentice-Hall of India Private Limited, 1993 ) hal 9-11


(71)

Inner noise Kemunduran (kemerosotan) part Kemunduran (kemerosotan) material oksidasi Umur mesin

Peralatan yang dipakai Kontrol Shift

Antar produk

Piece-to-piece variation

ketika setiap itemnya diharapkan sama

Process-to-process variation ketika proses seharusnya sama Faktor yang dapat

dikontrol Seluruh parameter design

seperti dimensi, material, konfigurasi, pengepakan, dll

Seluruh parameter proses yang didesain

Seluruh parameter proses yang diseting

Sumber : Bagchi.P.Tapan. Taguchi Methid explained Practical Steps to Robust Design

3.6.1. Tahap Perencanaan Eksperimen

Perencanaan eksperimen merupakan tahap perumusan masalah, penetapan tujuan eksperimen, penentuan variabel tak bebas, identifikasi faktor-faktor (variabel bebas), pemisahan faktor kontrol dan faktor gangguan, penentuan jumlah level dan nilai level faktor, letak dalam kolom interaksi, perhitungan derajad kebebasan, dan pemilihan matriks ortogonal.

1. Langkah pertama adalah merumuskan/mendefenisikan masalah atau fokus yang akan diselidiki dalam eksperimen.

2. Tujuan yang melandasi eksperimen harus dapat menjawab apa yang telah dinyatakan pada perumusan masalah, yaitu mencari sebab yang menjadi akibat pada masalah yang kita amati.

3. Dalam merencanakan suatu eksperimen harus dipilih dan ditentukan dengan jelas variabel tak bebas mana yang akan diselidiki.


(1)

bahwa kombinasi faktor-faktor yang optimal dapat menurunkan jumlah rubber wood pellet yang cacat.

6.6. Aplikasi Eksperimen Taguchi

Hasil eksperimen taguchi menunjukkan jumlah produk cacat 9.83%. Hal ini menunjukkan terjadi penurunan persentase produk cacat dari kondisi awal yaitu sebesar 15.75% dan telah berada di bawah batas maksimum jumlah produk cacat yang ditetapkan perusahaan (10%). Nilai variabel yang digunakan perusahaan adalah kadar air 10% s/d 15%, suhu cetakan 400C s/d 500C, tekanan pencetakan 60 Kgf/cm2 s/d 90 Kgf/cm2. Eksperimen taguchi menunjukkan variabel yang berpengaruh signifikan tersebut nilai variabel yang digunakan adalah kadar air 10%, suhu cetakan 500C, tekanan pencetakan 90kgf/cm2. Kadar air 10% pada hasil penjemuran diperoleh dengan cara bila kadar air bahan baku 50% maka yang harus dilakukan saat penjemuran adalah menjemur bahan baku di luar ruangan selama 2 hari dan membalik permukaan bahan setiap 1 jam serta melakukan pemeriksaan kadar air. Suhu Cetakan 500C diperoleh dengan cara menetapkan jarak antar cetakan sebesar 0.23 cm dan putaran cetakan max 510 rpm dan terus dijaga bila temperatur cetakan naik maka rpm mesin diturunkan hingga temperatur mencapai 500C. Tekanan pencetakan 90kgf/cm2 diperoleh dengan cara mengatur tekanan hidrolik cetakan pada skala 90kgf/cm2.

6.7. Analisis Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

Proses yang dianalisis menggunakan FMEA adalah penjemuran dan pencetakan. Pada proses penjemuran jenis kegagalan yang terjadi adalah kadar air


(2)

produk setengah jadi hasil penjemuran tidak sesuai standar dan pada proses pencetakan yaitu tekanan dan suhu pencetakan tidak tercapai. Berdasarkan hasil metode Delphi maka dilakukan pembobotan untuk severity, occurrence, dan detection. Penyebab kegagalan terbesar dengan RPN sebesar 192 adalah penjemuran yang tidak merata menyebabkan kadar air hasil penjemuan tidak sesuai standar, maka perlu dilakukan kontrol dengan memeriksa kadar air. Penanggulangan untuk penyebab kegagalan ini adalah memperbaiki SOP (standard operation prosedur) penjemuran.

Pemerikasaan kadar air secara berkala harus dilakukan peda bahan yang dijemur dan bahan yang sudah selesai dijemur. Perlu dilakukan penyesuaian jumlah bahan yang dijemur dengan kebutuhan produksi. Jangan menumpuk bahan yang sudah dijemur dan menyimpannya dalam gudang yang sama dengan bahan yang belum dijemur. Tata letak yang mendukung proses produksi perlu diterapkan. Penjemuran selama ini dilakukan diluar ruangan memanfaatkan cahaya matahari selama 2 hari dan membalik permukaan setiap 1 jam dan di dalam ruangan bila hari sedang hujan selama 3 hari. Untuk ketebalan lapisan penjemuran belum ditetapkan dengan benar dan rute membalik permukaan bahan yang dijemur masih berdasarkan selera operator. Seharusnya ketebalan lapisan penjemuran diseragamkan dan rute membalik permukaan dibakukan jadi dapat dipastikan pemjemuran merata dan dilakukan secara benar setiap harinya. Perlu dibuat sistem pengecekan kadar air pada titik tertentu selama penjemuran dengan memperhatikan luas area penjemuran dalam interval waktu yang tetap. Agar hasil pemeriksaan sampel kadar air benar mewakili populasi penjemuran.


(3)

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:

1. Cause and effect diagram pada metode seven tools menunjukkan kecacatan disebabkan oleh faktor tersebut adalah, kadar air, komposisi, tekanan, suhu dan ukuran partikel, operator, material yang digunakan, dan kelembaban.

2. Faktor yang berpengaruh signifikan terhadap kualitas rubber wood pellet adalah kadar air, suhu cetakan, dan tekanan dengan persen kontribusi secara berturut sebesar 26.4795%, 19.6083%, dan 13.7188%.

3. Usulan nilai level faktor yang berpengaruh signifikan terhadap kualitas rubber wood pellet berdasarkan perhitungan analisis varians adalah kadar air bahan hasil penjemuran adalah 10%, Suhu cetakan 50oC dan tekanan pencetakan rubber wood pellet 90 Kgf/cm2. Pada eksperimen konfirmasi taguchi jumlah produk cacat yang dihasilkan menurun hingga mencapai 9.58%.

4. Penyebab kegagalan terbesar dengan RPN sebesar 192 adalah penjemuran yang tidak merata menyebabkan kadar air hasil penjemuan tidak sesuai standar, maka perlu dilakukan perbaikan SOP dengan menetapkan standar ketebalan lapisan penjemuran dan rute membalik permukaan melalui penelitian lanjutan di bagian penjemuran. Perlu dibuat sistem pengecekan


(4)

kadar air pada titik tertentu selama penjemuran dengan memperhatikan luas area penjemuran dalam interval waktu yang tetap. Agar hasil pemeriksaan sampel kadar air benar mewakili populasi penjemuran.

6.2. Saran

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian ini adalah:

1. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk meneliti bagian penjemuran melalui penelitian eksperimen agar dapat memperbaiki SOP penjemuran. 2. Saran untuk perusahaan memperbaiki SOP (standard operation prosedur)

penjemuran.

3. Menggunakan tangki pengaduk untuk mencampur dan menggunakan timbangan untuk menentukan komposisi.

4. Saran untuk peneliti selanjutnya perencanaan eksperimen adalah tahapan yang paling penting.

5. Selama proses pengamatan dilihat bahwa pada produk yang lulus standar kualitas terdapat produk yang retak. Produk yang retak seiring dengan berjalannya waktu akan memiliki resiko untuk pecah. Maka sebaiknya perusahaan juga memperhatikan jenis kecacatan tersebut.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Bagchi, T. P., (1993). Taguchi Method Explained practical Steps to robust Design. New Delhi, Prentice-Hall of India Private Limited.

Besterfield, D., and Besterfield, M., (1995). Total Quality Management. Ney jersey, Prentice-Hal. Inc.

Dyadem. (2003), Guidelines for Failure Mode and Effects Analysis for Automotive, Aerospace and General Manufacturing Industries.Florida : CRC Press.

Ginting, R., (2007), Sistem Produksi. Yogyakarta : Graha Ilmu

Ishikawa, K., (1989). Teknik Penuntun Pengendalian Mutu. Jakarta : PT. Melton Putra.

Iswanto, A., Rambe A. J. M., dan Ginting E., (2013), Aplikasi Metode Taguchi Analysis dan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) untuk Perbaikan Kualitas Produk di PT. XYZ. e-Jurnal Teknik Industri FT USU Vol 2, No. 2, diakses tanggal 26-06-2014 jam 13:12 WIB.

Mariajayaprakash, A., Senthilvelan, T., and Vivekanantha K. P., (2013), Optimisation of shock absorber process parameters using failure mode and effect analysis and genetic algorithm. Journal of Industrial Engineering International, an Open Journal. diakses tanggal 26-06-2014 jam 13:25 WIB.

Peace, G.S. (1993), Taguchi Method a Hands on Approach. Massachusetts, Addison Wesley Publising Company.


(6)

Ross, P.J. (1989), Taguchi techniques for Quality Engineering. Singapore, McGraw-Hill.

Sinulingga, S. (2008), Pengantar Teknik Industri. Yogyakarta, Graha Ilmu. Sinulingga, S. (2013), Edisi Ketiga Metodologi Penelitian. Medan, Usu Pres. Soejanto, I. (2009), Desain Eksperimen dengan Metode Taguchi. Yogyakarta,

Graha Ilmu.

Sudjana, (1985), Edisi Kedua Desain dan Analisis Eksperimen. Bandung, Penerbit Tarsito.

Supranto J. (1992), Sampling untuk Pemeriksaan, Jakarta :Penerbit Universitas Indonesia.

Taguchi, G. (1990), Introduction to Quality Engineering, Tokyo, Asian Productifity Organization.


Dokumen yang terkait

Integrasi Overall Equipment Effectiveness dan Failure Mode and Effect Analysis untuk Meningkatkan Efektivitas Mesin Hammer Mill di PT. Salix Bintama Prima

12 167 136

Penerapan Metode Taguchi Analysis dan Metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dalam Perbaikan Kualitas Crumb Rubber Sir 20 di PT Asahan Crumb Rubber

3 74 112

Penerapan Metode Taguchi Analysis dan Metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dalam Perbaikan Kualitas Crumb Rubber Sir 20 di PT Asahan Crumb Rubber

0 0 15

Penerapan Metode Taguchi Analysis dan Metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dalam Perbaikan Kualitas Crumb Rubber Sir 20 di PT Asahan Crumb Rubber

0 0 1

Penerapan Metode Taguchi Analysis dan Metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dalam Perbaikan Kualitas Crumb Rubber Sir 20 di PT Asahan Crumb Rubber

0 0 9

Penerapan Metode Taguchi Analysis dan Metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dalam Perbaikan Kualitas Crumb Rubber Sir 20 di PT Asahan Crumb Rubber

0 0 17

Penerapan Metode Taguchi Analysis dan Metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dalam Perbaikan Kualitas Crumb Rubber Sir 20 di PT Asahan Crumb Rubber

0 0 1

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN - Peningkatan Dan Pengendalian Kualitas Rubber Wood Pellet Menggunakan Metode Taguchi Dan Failure Mode And Effect Analysis (Fmea) Di Pt. Salix Bintama Prima

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN - Peningkatan Dan Pengendalian Kualitas Rubber Wood Pellet Menggunakan Metode Taguchi Dan Failure Mode And Effect Analysis (Fmea) Di Pt. Salix Bintama Prima

0 0 11

Peningkatan Dan Pengendalian Kualitas Rubber Wood Pellet Menggunakan Metode Taguchi Dan Failure Mode And Effect Analysis (Fmea) Di Pt. Salix Bintama Prima

0 1 19