Analisis Kuantitatif Analisis Kualitatif

kemiskinan dan pengetahuan lainnya. Untuk kegiatan diskusi kelompok, dipilih 9 sembilan tokoh masyarakat setempat, akademisi, dan pelaku pariwisata untuk FGD di Desa Pelaga dan Belok Sidan dan di Desa Jumbaran dan Desa Pecatu.

4.6 Metode Analisis Data

Teknik analisis yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas:

4.6.1 Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif dipergunakan untuk menjawab permasalahan pertama, kedua dan ketiga, dengan menggunakan analisis Partial Least Square PLS. PLS sebagai alternatif Pemodelan Persamaan Struktural yang dasar teorinya lemah, bisa digunakan sebagai konfirmasi teori Wold, 1966. Indikator Variabel Laten tidak hanya memenuhi untuk model reflektif, tetapi juga model formatif. Model reflektif adalah model yang variabel latennya bisa berupa hasil pencerminan indikatornya faktor, dan Model Formatif yaitu model dimana variabel laten bisa dibentuk oleh indikatornya Ghozali 2011: 7-17. Langkah-langkah analisis PLS adalah sebagai berikut: 1 Merancang model struktural inner model 2 Merancang model pengukuran outer model. 3 Mengkonstruksi diagram jalur. 4 Konversi diagram jalur ke sistem persamaan. 5 Estimasi koefisien jalur, Loading dan Weight 6 Evaluasi Goodness of Fit 7 Pengujian hipotesis Resampling Bootstraping. Diagram jalur analisis PLS, digambarkan sebagai berikut: Gambar 4.2 Jalur Analisis PLS Keterangan: X1 : Perkembangan Pariwisata X1.1 : Jumlah kunjungan wisatawan X1.2 : Kontribusi PHR X1.3 : Lama tinggal wisatawan X1.4 : Pengeluaran wisatawan X2 : Kinerja Perekonomian X2.1 : Pertumbuhan PDRB X2.2 : Penyerapan tenaga kerja X2.3 : Investasi Y1 : Kemiskinan Y1.1 : Jumlah penduduk miskin Y1.2 : Indeks Kedalaman Kemiskinan Y1.3 : Indeks Keparahan Kemiskinan

4.6.2 Analisis Kualitatif

Teknik analisis kualitatif dipergunakan untuk menjawab rumusan masalah keempat yaitu bagaimana mengembangkan strategi peningkatan peran pariwisata dalam pengentasan kemiskinan di Kabupaten Badung. Informasi atau data yang tersedia dianalisis melalui pendekatan Strength, Weakness, Opportunity dan X2.1 X2.2 X2.3 Perkembangan Pariwisata X1 Kinerja Perekonomian X2 Kemiskinan Y X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 Y1 . 1 Y1 . 2 Y1 . 3 Threat SWOT dirancang dengan seksama melalui Focus Group Discussion FGD untuk mendapatkan persepsi tentang daerah yang diteliti untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai Kreuger, 1944: p.6 dalam Wahyuni, 2015: 77. Selanjutnya menurut Merton dan Kendal 1946 dalam Wahyuni 2015: 78, FGD dapat dipergunakan untuk mencari data sebagai berikut: 1 Focus groups can help to generate hypotheses if researcher are exploring new territory dapat membantu menghasilkan hipotesis bagi peneliti yang mengexplorasi tempat penelitian baru, 2 Focuss Group findings can help to interpret survey responses if the focus group are conducted mid-way through a mixed-mehod research project dapat membantu memberikan gambaran tentang pendapat apabila focus group dilakukan dipertengahan jalan dengan menggunakan metode campuran, 3 Focuss group can offer insight into statistical findings-especially if undexpected outcomes occur Vaughn et al 1996, dapat membantu hasil penemuan statistik apabila terjadi hal-hal yang tidak diharapkan dan 4 Focus groups are often conducted to assist program development of evaluation focus groups sering dilakukan untuk membantu mengevaluasi program pengembangan. Untuk membantu pencapaian sasaran yang diinginkan dengan mengindentifikasi masalah-masalah internal yaitu tentang kekuatan strength dan kelemahan weakness yang dimiliki, sedangkan tentang peluang opportunity dan ancaman threat didapat dari informasi external. Dari keseluruhan informasi yang sudah ditentukan untuk masing-masing kelompok, disusun strategi tentang implementasi program untuk pengentasan kemiskinan Sutikno et al 2011. Strategi pengentasan kemiskinan disusun berdasarkan matriks SWOT yaitu : 1 Strategi SO, 2 Strategi ST, 3 Strategi WO dan 4 Strategi WT. Keseluruhan analisis kualititatif dilakukan melalui FGD dilakukan sebanyak tiga kali yaitu di Desa Plaga Belok Sidan, di Desa Jimbaran dan di Desa Pecatu Peserta FGD ditentukan sesuai dengan kapabilitas mereka tentang pemahaman pariwisata. Di Desa Plaga dan Desa Bilok Sidan FGD dihadiri oleh tokoh masyarakat formal dan non formal yang memahami persoalan pariwisata dan kemiskinan, juga dihadiri oleh pimpinan kelompok sadar wisata didampingi dan oleh pelaku pariwisata yang terlibat langsung di masing-masing desa penelitian. FGD di Desa Jimbaran dan Desa Pecatu dihadiri oleh lurah, tokoh masyarakat akademisi, pelaku pariwisata dan direktur pengelola dari obyek wisata Uluwatu.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Kabupaten Badung

Kabupaten Badung merupakan salah satu kabupaten diwilayah Provinsi Bali, berkembang dari sistem pemeritahan kerajaan sebelum era kolonial dengan nama Nambangan. Nama ini diciptakan I Gusti Ngurah Made Pemecutan akhir abad 18. Situs Resmi Pemerintah Kabupaten Badung 2014 mencatat perselisihan masyarakat Sanur dengan pedagang cina Kwee Tek Tjiang yang menuntut kompensasi 3000 ringgit atas penjarahan barang dagangan dari kapalnya yang terdampar di pantai Sanur pada tanggal 27 Mei 1904. Ditolaknya tuntutan Gubernur Jenderal Van Hentz oleh Raja Badung I Gusti Ngurah Denpasar, menimbulkan ketegangan hubungan politik khususnya dengan Residen J. Escbach, kemudian G. Bruyn memunculkan Puputan Badung 20 September 1906. Pada awal kemerdekaan dibentuk pemerintahan Swatantra Tingkat II Badung dan pada masa Orde Baru berubah bentuk menjadi Kabupaten Daerah Tingkat II Badung. Dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 1Tahun 1992 tentang Pembentukan Kota Madya Kodya, Denpasar dengan status Kota Administratif sebagai pusat pemerintahan Badung ditingkatkan statusnya menjadi Kotamadya Denpasar. Kabupaten Badung terpisah menjadi kabupaten yang berdiri sendiri, mencakup wilayah Kecamatan Petang, Abiansemal, Mengwi dan Kuta. Kecamatan Kuta kemudian dimekarkan menjadi tiga wilayah yaitu Kecamatan Kuta Utara, Kecamatan Kuta dan Kecamatan Kuta Selatan. Luas 99