Tabel 5.6 Kinerja Perekonomian
Kabupaten Badung X2
Tahun PDRB
Jutaan Rupiah X2.1
Penyerapan Tenaga Kerja
orang X2.2 Investasi
Ribuan Rupiah X3.3
2000 3.433.683,38
101.626 148.750.200
2001 4.086.884,27
118.433 152.801.324
2002 4.818.028,87
135.239 154.931,201
2003 5.247.929,98
152.046 1.101.407.059
2004 5.891.231,65
168.853 2.360.745.445
2005 7.004.648,18
185.659 4.140.660.000
2006 7.701.192,62
202.466 1.652.957.796
2007 8.799.215,12
219.273 5.305.717.700
2008 10.478.390,93
227.091 6.043.268,777
2009 12.875.498,13
231.628 2.362.541.294
2010 14.926.782,41
310.147 1.890.474.000
2011 16.403.318,18
305.897 8.536.644.646
2012 18.996.102,98
313.338 5.334.590.363
2013 20.998.078,20
330.897 6.048.968.601
Total 104.705.716,20
2.671.696 492.849.190,79
Rata-Rata 8.054.285,86
205.515 37.911.476,21
Sumber : BPS Kabupaten Badung, Bappeda Provinsi Bali 2014
5.3.3 Penurunan Kemiskinan di Kabupaten Badung
Berbagai  upaya  yang  telah  dilakukan  untuk  penanggulangan  kemiskinan ternyata  belum  mampu  menyelesaikan  persoalan  kemiskinan  di  Kabupaten
Badung. Fenomena kemiskinan  yang kompleks dipengaruhi oleh  berbagai  faktor yang saling berkaitan seperti tingkat pendapatan yang rendah, penyediaan layanan
kesehatan dan pendidikan yang berkualitas dan kondisi lingkungan yang buruk. Menurut  Rudrick  2007  salah  satu  instrumen  untuk  mengurangi
kemiskinan poverty reduction dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat bisa dilakukan  melalui  pertumbuhan  ekonomi.  Dilema  yang  dihadapi  adalah  dengan
pendapatan  PDRB  terbesar  diantara  kabupatenkota  se  Bali,    Kabupaten  Badung masih menghadapi kemiskinan yang terdapat di kantong-kantong pariwisata. Dari
hasil diskusi group terfokus di Badung Utara dan di Badung Selatan, kemiskinan
yang  ada  di  wilayah  Badung  sebagian  besar  dikategorikan  sebagai  kemiskinan kultural yang erat kaitannya dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat
yang tidak  mau  memperbaiki tingkat hidupnya  sendiri. Peran pihak  lain  menjadi tidak  berarti  akibat  pengaruh  lingkungan  dan  tradisi  yang  membelenggu  pola
hidup  mereka.  Hal  ini  sejalan  dengan  pemikiran  Nehen  2012:  201-203  yang menyatakan  bahwa  penyebab  kemiskinan  di  Kabupaten  Badung  yaitu:  1
rendahnya tingkat pendidikan produktivitas kerja, 2 buruknya fasilitas kesehatan masyarakat,  dan  3  budaya  masyarakat  yang  menolak  perubahan  untuk
meningkatkan  kehidupan  lebih  baik.  Sedangkan  pesatnya  perkembangan pariwisata berdampak berhadap membanjirnya tenaga kerja ke Kabupaten Badung
dengan  ketrampilan  rendah  dan  pendidikan  tidak  memadai,  memunculkan masalah  sosial  baru  yang  memunculkan  daerah-daerah  kumuh,  di  daerah  urban
dan  di  kantong  pariwisata  Badung  Selatan  yang  menimbulkan  kemiskinan  baru. Pembahasan dalam diskusi group terfokus tentang pertumbuhan pariwisata
Desa  Plaga,  Desa  Jimbaran  dan  Desa  Pecatu  menemukan  kesimpulan  bahwa sebagian  besar  masyarakat  lokal  masih  dipengaruhi  oleh  tradisi  dan  lingkungan
dengan  etos  kerja  rendah.  Berhadapan  dengan  etos  kerja  tinggi  dari  masyarakat pendatang  dengan  hidup  hemat,  ulet,  memungkinkan  mereka  menghasilkan
pendapatan  lebih  tinggi  dibandingkan  dengan  masyarakat  setempat.  Didorong oleh  pola  hidup  konsumtif,  masyarakat  lokal    tersisih  dari  tempat  kelahirannya
dan  tidak  menjadi  tuan  di  rumahnya  sendiri.  Hambatan  sosial  budaya membelenggu  penduduk  lokal  mempersulit  pelaksanaan  program  kesejahteraan
dan  pengentasan  kemiskinan  Corbett  dan  Fikkert,  2012:  11.  Diskusi  group terfokus ditindak lanjuti dengn melakukan depth-interview sebagai berikut:
1   I  Made  Rame,  umur  48  tahun,  lahir  dan  dibesarkan  di  Banjar  Tengah  Desa Pecatu,  bekerja  sebagai  petugas  keamanan  villa  di  pantai  Suluban,
menyatakan  bahwa  kemiskinan  masih  ada  di  Desa  Pecatu.  Lebih  lanjut  I Made Rame menyatakan sebagai berikut:
“Dumunan  sedurung  pariwisata  berkembang  sekadi  mangkin, akeh masyarakat ring Pecatu kari miskin. Tanah warisan keadol ring calo
miwah  investor.  Jinah  sane  kepolihang  anggene  ngewangun,  numbas tanah  pengentos,  sisane  anggena  malegan-legan.  Wenten  naler  tanah
pangentos  sane  sampun  katumbas  malih  adol  ipun,  raris  pamuputne wargane  kembali  miskin
.  Sesampune  pariwisata  berkembang  sekadi mangkin wenten perubahan hidup. Masyarakat preside ngontrakin  tanah
ring  tamu  asing  anggen  ipun  rumah  pribadi  wiadin  villa.  Hasil ngontrakkan  tanah  anggen  ipun  berbisnis  sekadi  membangun  rumah
kontrakan  wiadin  rumah  kost.  Indik  masyarakat  miskin  tiang  nenten uning,  rarisang  takenan  ring  Kelian  Dinas”
Pantai  Suluban  Pecatu,  10 Februari 2015.
Dahulu  sebelum  pariwisata  berkembang  seperti  sekarang  ini  masih banyak terdapat masyarakat miskin di Pecatu. Tanah warisan dijual kepada
perantara  jual  beli tanah atau  langsung kepada penanam  modal. Sebagian dari  uang  hasil  penjualan  tanah  mereka  dipergunakan  untuk  membangun
atau memperbaiki rumah, sebagian lainnya untuk membeli tanah pengganti dan  sisanya  dipakai  untuk  berfoya-foya.  Dalam  perjalanan  waktu,  tanah
pengganti yang sudah dibeli dijual lagi, yang menjadikan mereka kembali menjadi  miskin.  Sesudah  pariwisata  berkembang  seperti  sekarang  ini,
terjadi  perubahan  hidup.  Masyarakat  biasa  mengontrakkan  tanah  mereka ke  wisatawan  asing,dipakai  untuk  rumah  tinggal  atau  villa  pribadi.  Hasil
menyewakan  tanah  dipakai  untuk  membangun  rumah-rumah  penginapan. Informasi tentang jumlah masyarakat miskin diketahui oleh Kelian Dinas.
Dari hasil wawancara penulis menyimpulkan bahwa sejak berkembangnya
pariwisata  di  Badung  Selatan,  kemiskinan  di  Desa  Pecatu  semakin berkurang.  Yang  menonjol  adalah  terjadinya  perubahan  pola  pikir
masyarakat yang tidak lagi menjual tanah milik mereka, sebaliknya hanya mengontrakkan  dan  hasilnya  dipakai  untuk  meningkatkn  kesejahteraan
mereka. 2  I  Made  Neka  umur  75  tahun,  berasal  dari  Banjar  Kangin  Pecatu  hasil  dari
deph-interview mendapatkan Informasi sebagai berikut:
“Mangkin masyarakate sampun sadar, nenten wenten sane ngadol tanah .
Warisan ipune dikontrakkan,  jinah  sane  kapolihan  anggen  ipun  biaya hidup keluarga”
10 Februari 2015 Sekarang masyarakat sudah mulai sadar bahwa mereka tidak lagi menjual
tanah.  Tanah  warisan  mereka  dikontrakkan  dan  hasilnya  dipakai  untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.
3   Wawancara  dengan  keluarga  Wayan  Sabur  umur  54  tahun  tinggal  di  Br. Menega  Jimbaran  mendapatkan  informasi  bahwa  keluarga  miskin  yang
mendapatkan  bantuan  rumah  dari  LPM  Jimbaran  bekerja  sama  dengan pengusaha-pengusaha  yang  bergerak  dibidang  pariwisata  memberikan
bantuan  rumah  siap  pakai.  Selain  keluarganya,  LPM  juga  memberikan banruan  rumah  siap  pakai  kepada  keluarga  I  Wayan  Wasa,  umur  55  tahun
yang juga tinggal di Br. Menega. 4   Sedangkan  wawancara  mendalam  di  Badung  Utara  dengan  Ibu  Dewa  Aji
Kasna,  kelahiran  tahun  1976  pemilik  Warung  Kopi  di  Desa  Plaga, bersuamikan  Bapak  Dewa  Kasna  penggarap  sebidang  tanah  kopi  milik
keluarga.  Keluarga  ini    dikaruniai  dua  anak  yang  masih  belajar  di  Sekolah
Dasar dan Sekolah Menengah Pertama Desa Plaga. Lebih lanjut Ibu Dewa Aji menyatakan:
“Ring Desa Plaga akehan wargane nenten madrebe tanah sane karyanine pedidi. Kantun  akeh  warga  sane  miskin  lan  arang  keluarga  sane  sugih.
Keluara sane   miskin  polih  bantuan  saking  Pemerintah  Badung  anggen ipun  mecikang  umah  bedah  rumah.  Pemerintah  ngewehin  `bantuan  15
juta  rupiah,  kekirangane  ketanggung  olih  warga  sane  nguwenang umahe”
Plaga, 24 Februari 2015 Di Desa Plaga sebagian besar masyarakat tidak memiliki tanah hak milik
yang digarap   sendiri.  Masih  banyak  orang  miskin  dan  sebagian  besar tanah  sawah  dimiliki  oleh  orang  tertentu.  Di  Plaga  jarang  ada  orang
kaya. Pemerintah Kabupaten Badung membantu keluarga miskin memalui program  bedah  rumah  berupa  bantuan  sebesar  15  juta  rupiah  dan
kekurangannya ditanggung sendiri oleh pemilik rumah. 5  Pernyataan  Ibu  Dewa  Aji  Kasna  dibenarkan  oleh  I  Ketut  Sueta,  seorang
pendidik,  tokoh  masyarakat,  pegiat  pariwisata  dan  Ketua  Kelompok  Sadar Wisata di Desa Bilok Sidan. Selanjutnya I Ketut Sueta menyatakan:
“Diantara  170  Kepala  Keluarga  KK  warga  Desa  Bilok  Sidan,  yang memiliki  tanah  hak  milik  hanya  sebanayak  22  KK.  Mereka  adalah
penduduk  yang  pertama  kali  datang  sebagai  pendatang  sebagai transmigrasi lokal di
Bilok  Sidan  dan  mengatur  pembagaian  tanah mereka  masing-masing.  Masyarakat  yang  tidak  memiliki  tanah  sendiri,
hidup sebagai  petani penggarap dan pekerjaan  sambilan  lainnya  seperti berdagang atau sebagai pekerja bangunan
Bilok Sidan, 06 Juni 2015. Gambaran  kemiskinan  dari  hasil  wawancara  yang  dilakukan  di  Badung
Selatan dan di Badung Utara sejalan dengan penelitian dilakukan oleh Corbert dan Fikkert 2012:11 yang menyatakan bahwa selain munculnya kemiskinan absolut
akibat dari ketidak  mampuan untuk  memenuhi kebutuhan pokok minimal  seperti sandang  pangan  dan  tidak  memiliki  tempat  tinggal.  Perkembangan  globalisasi
yang melahirkan  yang memberikan kepada industri pariwisata dunia kemudahan- kemudahan untuk mengembangkan pariwisata di negara berkembang, melahirkan
kemiskinan  dibanyak  negara  berkembang  termasuk  di  Kabupaten  Badung. Berdasarkan dari wawancara dengan lima informan menunjukkan indikasi bahwa
adanya  kecendrungan  terjadinya  menurunya  kemiskinan  di  Badung  selatan  lebih cepat jika dibandingkan dengan di Badung Utara.
Melihat  dampak  pertumbuhan  pariwisata  terhadap  peningkatan  kinerja perekonomian, dan masih terdapatnya kemiskinan di Badung Utara dan di Badung
Selatan,  pemerintah  daerah  sudah  melakukan  program  pemberdayaan  dan pengentasan kemiskinan bekerjasama dengan para pengusaha di bidang pariwisata
melalui peraturan Corporate Social Responsibility CSR  yang dewasa  ini  masih berbentuk philanthropy-capitalism yaitu sebuah bentuk kamuflase sebuah praktik
kedermawanan  kapitalisme  bagi  orang  miskin  Ardianto  dan  Machfudz,  2011. Sedangkan  konsep  pengembangan  pariwisata  yang  diperlukan  di  pedesaan  di
Badunbg  Utara  ialah  kerjasama  melalui  pemberdayaan  setiap  desa  dengan program-program  pengembangan
menjadikan  desa sebagai  pusat-pusat
pertumbuhan  ekonomi  Bali  Post,  3  Agustus  2015.  Konsep  ini  sejalan  dengan Bonfiglioli  2004  yang  menyatakan  bahwa  pemberdayaan  masyarakat  perlu
dibebaskan  dari  halangan  di  dalam  menjalankan  melaksanakan  prinsip-prinsip dasar  dengan  penata  kelolaan  pemerintahan  yang  baik  the  basic  principles  of
good  governance untuk  memberikan  kesempatan  bagi  masyarakat  untuk
berpartisipasi terkait dengan  hak asasi  manusia, kebebasan  berserikat, penegakan hukum  yang  berkeadilan  dan  terhadap  hak  layanan  sosial  kemasyarakatan.
Dengan  meningkatkan  pembangunan  sektor  riil  di  Badung  Utara  seperti
pengembangan  produk  asparagus  dilakukan  oleh  Koperasi  Tani  Mertanadi, pengembangan  perkebunan  dan  pengolahan  kopi  arabika  oleh  Koperasi  Sumber
Mertha  Buana.  Dengan  pola  kerjasama  antar  UKM,  program  untuk  mengakses pasar bagi produk kehutanan dan pertanian di Badung Utara dibiayai pemerintah.
Selain  program  pengentasan  kemiskinan  yang  dilakukan  melalui  CSR  yang didapatkan dari partisipasi para pengusaha swasta, Pemerintah Kabupaten Badung
telah menempatkan pengentasan kemiskinan sebagai prioritas utama yang relevan, terukur dan termonitor seperti: 1 melalui perluasan pelayanan masyarakat miskin
terhadap  akses  pelayanan  kesehatan  dan  pendidikan  serta  kesempatan  untuk melakukan  kegiatan  usaha,  2  memberikan  rangsangan  melalui  pendidikan  non
formal  seperti  pelatihan  berkaitan  dengan  kewirausahaan,  dengan  tujuan  untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, 3 penyediaan sarana dan prasarana untuk
lingkungan  pemukiman,  4  menyediakan  sumber  daya  keuangan  melalui  dana bergulir sebagai sumber modal usaha untuk masyarakat miskin.
Untuk  mendukung  percepatan  program  kesejahteraan  masyarakat  terkait dengan  program  pengentasan  kemiskinan  Pemerintah  Kabupaten  Badung  telah
menetapkan  Lima  Prinsip  Dasar  Pembangunan  Berkelanjutan  berupa  program- program unggulan seperti: 1 pro growth, yaitu sebuah konsep pertumbuhan yang
berkeadilan  diikuti  dengan  pemerataan  distribusi  kesejahteraan  bagi  seluruh masyarakat, 2 Pro Jobs, yaitu sebuah konsep yang diciptakan untuk memperluas
lapangan  pekerjaan  dan  mencipatakan  iklim  usaha  yang  kondusif,  3  pro  poor, berupa  program-program  sosial  untuk  pemberdayaan  dan  kesejahteraan    untuk
percepatan  penanggulangan  kemiskinan,  4  pro  culture,  dimaksudkan  untuk melestarikan  dan  mengembangkan  kearifan  lokal  budaya  masyarakat  dan
pencegahan dari dampak negatif yang ditimbulkan dari perkembangan pariwisata, dan  5  pro  environment,  berupa  pelestarian  alam  dan  lingkungan  secara
berkelanjutan mengacu pada terbatasnya daya dukung di Kabupaten Badung. Upaya  penanggulangan  kemiskinan  tersebut  dilakukan  melalui  berbagai
program  yang dilakukan pemerintah daerah seperti pemberian Dana Pendamping BOS  bagi  siswa-siswi  Sekolah  Dasar  SD  dan  Sekolah  Menengah  Pertama
SMP yang diberlakukan bagi sekolah negeri dan swasta. Pemerintah Kabupaten Badung  menerapkan  juga pelaksanaan  Wajib  Belajar 12 Tahun dan  memberikan
bantuan  beasiswa  yang  ditujukan  kepada  masyarakat  miskin  atau  kepada masyarakat  yang  secara  ekonomis  kurang  mampu  untuk  membiayai  mahalnya
pendidikan  bagi  anak-anak  mereka.  Pemberian  Beasiswa  sudah  diberlakukan sejak diterapkan anggaran pemerintah daerah pada tahun 2010.
Terkait  dengan  program  kesehatan  sebagai  sebuah  kebutuhan  layanan masyarakat  kurang  mampu  di  Kabupaten  Badung,  Jaminan  Kesehatan  Bali
Mandara  JKBM  yaitu  program  pemerintah  untuk  meringankan  masyarakat miskin dari biaya rumah sakit yangdilakukan pemerintah terhadap layanan selama
24  jam  di  Puskesmas.    Selain  itu  program-program  sosial  kemasyarakatan  yang telah  diberlakukan  pemerintah  seperti  Peningkatan  Kualitas  Rumah  Sehat  untuk
meningkatkan  tingkat  kesehatan  masyarakat,  program  fasilitas  perbaikan  jalan sarana  transportasi  utuk  lingkungan  masyarakat  dan  program  peningkatan
perekonomian berupa kegiatan Usaha Ekonomi Produktif UEP masyarakat yang kurang  mampu.  Untuk  memperkuat  desa-desa  di  Kabupaten  Badung  pemerintah
daerah membentuk Kelompok-kelompok Usaha Bersama KUB bagi masyarakat umum dan bagi masyarakat kreatif yang kurang mampu.
Selanjutnya  terhadap  upaya  penanggulangan  kemiskinan  Bappeda Badung,  2014,  Pemerintah  Kabupaten  Badung  telah  melaksanakan  Peraturan
Presiden nomor 152010 yaitu Tiplogi Perlindungan Sosial bagi pasyarakat miskin tentang  pencepatan  penanggulangan  kemiskinan  dengan  seperti  dalam  Klaster  I
yaitu  Program  berbasis  perlindungan  sosiala  dan  Keluarga,  Klaster  II  yaitu Program berbasis pemberdayaan masyararakat, Klaster III yaitu Program berbasis
usaha mikro kecil dan menengah dan Klaster IV Program lain pro rakyat. Kondisi kemiskinan di Kabupaten Badung 2000- 2013 seperti disajikan
pada Tabel. 5.7.
Tabel 5.7 Kemiskinan Di Kabupaten Badung, 2000 – 2013
Tahun Jumlah
Penduduk Miskin
000 jiwa Garis
Kemiskinan RpKapbln
Persentase Penduduk
Miskin Indeks
Kedalaman Kemiskinan
Indeks Keparahan
Kemiskinan 2000
21,66 47.621
5,96 1,05
0,25 2001
21,08 74.607
5,70 0,99
0,23 2002
16,90 101.593
4,68 0,93
0,22 2003
21,40 128.579
5,31 0,86
0,20 2004
20,50 155.564
5,00 0,80
0,19 2005
22,00 208.271
5,25 0,81
0,19 2006
18,20 217.507
4,57 0,52
0,10 2007
17,40 221.695
4,28 0,46
0,07 2008
13,70 234.959
3,28 1,01
0,34 2009
14,00 282.559
3,28 0,35
0,06 2010
17,70 312.602
3,23 0,39
0,06 2011
14,60 346.460
2,62 0,27
0,05 2012
12,51 383.985
2,16 0,33
0,08 2013
14,55 406.408
2,46 0,27
0,06
Total
246,20 3.122.410
57,78 8,71
2,1
Rata- Rata
18,94 240.185
4,44 0,67
0,16 Sumber : BPS Kabupaten Badung, Data diolah 2014
1.  Jumlah  penduduk  miskin  di  Kabupaten  Badung  antara  tahun  2000-2013 menunjukkan  penurunan  sangat  signifikan  dari  tahun  ke  tahun.  Jumlah  rata-
rata  penduduk  miskin  antara  tahun  2000-2005  menunjukkan  angka  tertinggi yaitu  sebesar  20.590  jiwatahun.  Antara  tahun  2006-2009  jumlah  penduduk
miskin  menurun  sangat  signifikan  menjadi  15.825  jiwatahun  dengan penurunan  sebesar  23,14  persen  dari  rata-rata  tahun  sebelumnya.  Rata-rata
jumlah  penduduk  antara  tahun  2010-2013  menjadi  14.840tahun  atau menunjukkan  penurunan    sebesar  6,25  persen  dari  tahun-tahun  sebelumnya.
Terus  berkurangnya  jumlah  penduduk  miskin  dari  tahun  2000  sampai  tahun 2013  menunjukkan  keberhasilan  pemerintah  pengentasan  kemiskinan  di
Kabupaten  Badung.  Hal  ini  sejalan  dengan  hasil  penelitian  Wahyudi  2007 dan  Gibson  2007  yang  menyatakan  bahwa  pesatnya  pengembangan
pariwisata bisa menjadi salah satu jawaban terhadap terciptanya peluang kerja di sektor pariwisata yang berkorelasi langsung terhadap tingkatan pemerataan
pendapatan masyarakat dan menurunnya jumlah penduduk miskin. 2.  Garis  kemiskinan  GK  juga  disebut  sebagai  batas  kemiskinan  yaitu
pendapatan  minimum  yang  diperoleh  untuk  memenuhi  kebutuhan  hidup  di suatu daerah atau negara tertentu. Untuk Kabupaten Badung garis kemiskinan
dihitung sama dengan 2100 kilo kalori untuk makanan ditambah 54 komoditi non
makanan, atau
disetarakan dalam
bentuk rupiah
sebesar Rp.406.408kapitahari BPS Badung, 2014.
Rendahnya  GK  sebesar  Rp.  47.621  pada  tahun  2000,  meningkat menjadi    Rp.74.607  pada  tahun  2001  menunjukkan  bahwa  walaupun  terjadi
peningkatan  pendapatan  masyarakat  dari  tahun  ke  tahun,  tetapi  pendapatan
masyarakat  masih  tergolong  rendah  dan  belum  terjadi  peningkatan  yang signifikan terhadap pengurangan kemiskinan. Peningkatan rata-rata GK pada
tahun  2002-2004  menjadi  sebesar  Rp.128.580tahun  dan  meningkatnya  GK sebesar
44,65 persen
pada tahun
2005-2009 menjadi
rata-rata Rp.232.300tahun  menunjukkan  telah  terjadinya  peningkatan  kesejahteraan
masyarakat.  Sedangkan  pencapaian  GK  rata-rata  Rp.  362.360tahun  untuk tahun  2010-2012  dengan  garis  kemiskinan  rata-rata  2,62  persentahun.
Dengan  terus  meningkatnya  angka  rata-rata  garis  kemiskinan  dari  tahun ketahun,  menunjukkan  semakin  meningkatnya  sejahteranya  masyarakat  dan
semakin berkurangnya tingkat kemiskinan di Kabupaten Badung. 3.  Indeks  kedalaman  kemiskinan  yaitu  seberapa  jauh  rata-rata  pengeluaran
orang miskin terhadap garis kemiskinan. Pada tahun 2000 indeks kedalaman kemiskinan  di  Kabupaten  Badung  sebesar  1,05  persen  atau  selisih  dalam
persen  terhadap  kemiskinan,  artinya  bahwa  selisih  jarak  antara  pengeluaran penduduk  miskin  dengan  garis  kemiskinan  sebesar  1,05  persen    atau  1,05
persen dibawah Rp. 406.408. Rata-rata kedalaman kemiskinan dari tahun ke tahun  sejak  tahun  2000  sampai  dengan  tahun  2013  di  Kabupaten  Badung
masih  berada  dalam  kisaran  dibawah  0,65  persen.  Hal  ini  menunjukkan bahwa  rata-rata  pengeluaran  orang  miskin  masih  berada  0,65  persen  dari
angka  garis  kemiskinan  di  Kabupaten  Badung.  Data  indeks  kedalaman kemiskinan terendah terjadi pada tahun 2012 dan tahun 2013 masing-masing
sebesar  0,33  Rp.383.985.  Hal  ini    menunjukkan  pencapaian  terbaik  dari kemampuan  ekonomis  masyarakat  Badung  mendekati  garis  kemiskinan  di
Kabupaten Badung yaitu sebesar Rp. 406.408.
4.  Indeks keparahan kemiskinan, juga disebut sebagai tingkat variasi atau varian diantara  orang  miskin  yaitu:  dengan  semakin  besarnya  indeks  keparahan
kemiskinan  berarti  jumlah  orang  miskin  menjadi  semakin  heterogen. Sebaliknya  dengan    semakin  kecil  indeks  keparahan  kemiskinan,  jumlah
orang miskin menjadi semakin homogin. Gambaran  dari  kondisi  kemiskinan  yang  terjadi  di  Kabupaten  Badung
dapat dilihat dari  hubungan  indeks kedalaman kemiskinan dan  indeks keparahan kemiskinan sebagai berikut:
1  Prosentase  jumlah  penduduk  miskin  bisa  saja  menurun,  tetapi  indeks keparahan  kemiskinan  bisa  menjadi  bertambah  tinggi  atau  menjadi  semakin
meningkat.  Artinya  bahwa  pada  kondisi  seperti  ini,  jumlah  orang  miskin secara  absolut  akan  menurun,  tetapi  jumlah  penduduk    miskin  menjadi
semakin bertambah miskin. 2  Prosentase  penduduk  miskinnya  meningkat,  dan  indeks  kedalaman
kemiskinannya  menurun.  Artinya  bahwa  prosentase  kemiskinan  bisa  saja meningkat tetapi kedalaman kemiskinan akan menjadi semakin rendah.
5.4 Hasil Pengujian
Partial Least Square PLS
Sesuai dengan persyaratan yang digunakan dalam pemodelan SEM dengan menggunakan  Partial  Lesat  Square  PLS  dengan  melakukan  langkah-langkah
sebagai berikut Hidayat dan Widjanarko, 2012
5.4.1   Hasil pengujian outer model atau measurement model