Penurunan Kemiskinan di Kabupaten Badung

Tabel 5.6 Kinerja Perekonomian Kabupaten Badung X2 Tahun PDRB Jutaan Rupiah X2.1 Penyerapan Tenaga Kerja orang X2.2 Investasi Ribuan Rupiah X3.3 2000 3.433.683,38 101.626 148.750.200 2001 4.086.884,27 118.433 152.801.324 2002 4.818.028,87 135.239 154.931,201 2003 5.247.929,98 152.046 1.101.407.059 2004 5.891.231,65 168.853 2.360.745.445 2005 7.004.648,18 185.659 4.140.660.000 2006 7.701.192,62 202.466 1.652.957.796 2007 8.799.215,12 219.273 5.305.717.700 2008 10.478.390,93 227.091 6.043.268,777 2009 12.875.498,13 231.628 2.362.541.294 2010 14.926.782,41 310.147 1.890.474.000 2011 16.403.318,18 305.897 8.536.644.646 2012 18.996.102,98 313.338 5.334.590.363 2013 20.998.078,20 330.897 6.048.968.601 Total 104.705.716,20 2.671.696 492.849.190,79 Rata-Rata 8.054.285,86 205.515 37.911.476,21 Sumber : BPS Kabupaten Badung, Bappeda Provinsi Bali 2014

5.3.3 Penurunan Kemiskinan di Kabupaten Badung

Berbagai upaya yang telah dilakukan untuk penanggulangan kemiskinan ternyata belum mampu menyelesaikan persoalan kemiskinan di Kabupaten Badung. Fenomena kemiskinan yang kompleks dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan seperti tingkat pendapatan yang rendah, penyediaan layanan kesehatan dan pendidikan yang berkualitas dan kondisi lingkungan yang buruk. Menurut Rudrick 2007 salah satu instrumen untuk mengurangi kemiskinan poverty reduction dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat bisa dilakukan melalui pertumbuhan ekonomi. Dilema yang dihadapi adalah dengan pendapatan PDRB terbesar diantara kabupatenkota se Bali, Kabupaten Badung masih menghadapi kemiskinan yang terdapat di kantong-kantong pariwisata. Dari hasil diskusi group terfokus di Badung Utara dan di Badung Selatan, kemiskinan yang ada di wilayah Badung sebagian besar dikategorikan sebagai kemiskinan kultural yang erat kaitannya dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau memperbaiki tingkat hidupnya sendiri. Peran pihak lain menjadi tidak berarti akibat pengaruh lingkungan dan tradisi yang membelenggu pola hidup mereka. Hal ini sejalan dengan pemikiran Nehen 2012: 201-203 yang menyatakan bahwa penyebab kemiskinan di Kabupaten Badung yaitu: 1 rendahnya tingkat pendidikan produktivitas kerja, 2 buruknya fasilitas kesehatan masyarakat, dan 3 budaya masyarakat yang menolak perubahan untuk meningkatkan kehidupan lebih baik. Sedangkan pesatnya perkembangan pariwisata berdampak berhadap membanjirnya tenaga kerja ke Kabupaten Badung dengan ketrampilan rendah dan pendidikan tidak memadai, memunculkan masalah sosial baru yang memunculkan daerah-daerah kumuh, di daerah urban dan di kantong pariwisata Badung Selatan yang menimbulkan kemiskinan baru. Pembahasan dalam diskusi group terfokus tentang pertumbuhan pariwisata Desa Plaga, Desa Jimbaran dan Desa Pecatu menemukan kesimpulan bahwa sebagian besar masyarakat lokal masih dipengaruhi oleh tradisi dan lingkungan dengan etos kerja rendah. Berhadapan dengan etos kerja tinggi dari masyarakat pendatang dengan hidup hemat, ulet, memungkinkan mereka menghasilkan pendapatan lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat setempat. Didorong oleh pola hidup konsumtif, masyarakat lokal tersisih dari tempat kelahirannya dan tidak menjadi tuan di rumahnya sendiri. Hambatan sosial budaya membelenggu penduduk lokal mempersulit pelaksanaan program kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan Corbett dan Fikkert, 2012: 11. Diskusi group terfokus ditindak lanjuti dengn melakukan depth-interview sebagai berikut: 1 I Made Rame, umur 48 tahun, lahir dan dibesarkan di Banjar Tengah Desa Pecatu, bekerja sebagai petugas keamanan villa di pantai Suluban, menyatakan bahwa kemiskinan masih ada di Desa Pecatu. Lebih lanjut I Made Rame menyatakan sebagai berikut: “Dumunan sedurung pariwisata berkembang sekadi mangkin, akeh masyarakat ring Pecatu kari miskin. Tanah warisan keadol ring calo miwah investor. Jinah sane kepolihang anggene ngewangun, numbas tanah pengentos, sisane anggena malegan-legan. Wenten naler tanah pangentos sane sampun katumbas malih adol ipun, raris pamuputne wargane kembali miskin . Sesampune pariwisata berkembang sekadi mangkin wenten perubahan hidup. Masyarakat preside ngontrakin tanah ring tamu asing anggen ipun rumah pribadi wiadin villa. Hasil ngontrakkan tanah anggen ipun berbisnis sekadi membangun rumah kontrakan wiadin rumah kost. Indik masyarakat miskin tiang nenten uning, rarisang takenan ring Kelian Dinas” Pantai Suluban Pecatu, 10 Februari 2015. Dahulu sebelum pariwisata berkembang seperti sekarang ini masih banyak terdapat masyarakat miskin di Pecatu. Tanah warisan dijual kepada perantara jual beli tanah atau langsung kepada penanam modal. Sebagian dari uang hasil penjualan tanah mereka dipergunakan untuk membangun atau memperbaiki rumah, sebagian lainnya untuk membeli tanah pengganti dan sisanya dipakai untuk berfoya-foya. Dalam perjalanan waktu, tanah pengganti yang sudah dibeli dijual lagi, yang menjadikan mereka kembali menjadi miskin. Sesudah pariwisata berkembang seperti sekarang ini, terjadi perubahan hidup. Masyarakat biasa mengontrakkan tanah mereka ke wisatawan asing,dipakai untuk rumah tinggal atau villa pribadi. Hasil menyewakan tanah dipakai untuk membangun rumah-rumah penginapan. Informasi tentang jumlah masyarakat miskin diketahui oleh Kelian Dinas. Dari hasil wawancara penulis menyimpulkan bahwa sejak berkembangnya pariwisata di Badung Selatan, kemiskinan di Desa Pecatu semakin berkurang. Yang menonjol adalah terjadinya perubahan pola pikir masyarakat yang tidak lagi menjual tanah milik mereka, sebaliknya hanya mengontrakkan dan hasilnya dipakai untuk meningkatkn kesejahteraan mereka. 2 I Made Neka umur 75 tahun, berasal dari Banjar Kangin Pecatu hasil dari deph-interview mendapatkan Informasi sebagai berikut: “Mangkin masyarakate sampun sadar, nenten wenten sane ngadol tanah . Warisan ipune dikontrakkan, jinah sane kapolihan anggen ipun biaya hidup keluarga” 10 Februari 2015 Sekarang masyarakat sudah mulai sadar bahwa mereka tidak lagi menjual tanah. Tanah warisan mereka dikontrakkan dan hasilnya dipakai untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. 3 Wawancara dengan keluarga Wayan Sabur umur 54 tahun tinggal di Br. Menega Jimbaran mendapatkan informasi bahwa keluarga miskin yang mendapatkan bantuan rumah dari LPM Jimbaran bekerja sama dengan pengusaha-pengusaha yang bergerak dibidang pariwisata memberikan bantuan rumah siap pakai. Selain keluarganya, LPM juga memberikan banruan rumah siap pakai kepada keluarga I Wayan Wasa, umur 55 tahun yang juga tinggal di Br. Menega. 4 Sedangkan wawancara mendalam di Badung Utara dengan Ibu Dewa Aji Kasna, kelahiran tahun 1976 pemilik Warung Kopi di Desa Plaga, bersuamikan Bapak Dewa Kasna penggarap sebidang tanah kopi milik keluarga. Keluarga ini dikaruniai dua anak yang masih belajar di Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama Desa Plaga. Lebih lanjut Ibu Dewa Aji menyatakan: “Ring Desa Plaga akehan wargane nenten madrebe tanah sane karyanine pedidi. Kantun akeh warga sane miskin lan arang keluarga sane sugih. Keluara sane miskin polih bantuan saking Pemerintah Badung anggen ipun mecikang umah bedah rumah. Pemerintah ngewehin `bantuan 15 juta rupiah, kekirangane ketanggung olih warga sane nguwenang umahe” Plaga, 24 Februari 2015 Di Desa Plaga sebagian besar masyarakat tidak memiliki tanah hak milik yang digarap sendiri. Masih banyak orang miskin dan sebagian besar tanah sawah dimiliki oleh orang tertentu. Di Plaga jarang ada orang kaya. Pemerintah Kabupaten Badung membantu keluarga miskin memalui program bedah rumah berupa bantuan sebesar 15 juta rupiah dan kekurangannya ditanggung sendiri oleh pemilik rumah. 5 Pernyataan Ibu Dewa Aji Kasna dibenarkan oleh I Ketut Sueta, seorang pendidik, tokoh masyarakat, pegiat pariwisata dan Ketua Kelompok Sadar Wisata di Desa Bilok Sidan. Selanjutnya I Ketut Sueta menyatakan: “Diantara 170 Kepala Keluarga KK warga Desa Bilok Sidan, yang memiliki tanah hak milik hanya sebanayak 22 KK. Mereka adalah penduduk yang pertama kali datang sebagai pendatang sebagai transmigrasi lokal di Bilok Sidan dan mengatur pembagaian tanah mereka masing-masing. Masyarakat yang tidak memiliki tanah sendiri, hidup sebagai petani penggarap dan pekerjaan sambilan lainnya seperti berdagang atau sebagai pekerja bangunan Bilok Sidan, 06 Juni 2015. Gambaran kemiskinan dari hasil wawancara yang dilakukan di Badung Selatan dan di Badung Utara sejalan dengan penelitian dilakukan oleh Corbert dan Fikkert 2012:11 yang menyatakan bahwa selain munculnya kemiskinan absolut akibat dari ketidak mampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimal seperti sandang pangan dan tidak memiliki tempat tinggal. Perkembangan globalisasi yang melahirkan yang memberikan kepada industri pariwisata dunia kemudahan- kemudahan untuk mengembangkan pariwisata di negara berkembang, melahirkan kemiskinan dibanyak negara berkembang termasuk di Kabupaten Badung. Berdasarkan dari wawancara dengan lima informan menunjukkan indikasi bahwa adanya kecendrungan terjadinya menurunya kemiskinan di Badung selatan lebih cepat jika dibandingkan dengan di Badung Utara. Melihat dampak pertumbuhan pariwisata terhadap peningkatan kinerja perekonomian, dan masih terdapatnya kemiskinan di Badung Utara dan di Badung Selatan, pemerintah daerah sudah melakukan program pemberdayaan dan pengentasan kemiskinan bekerjasama dengan para pengusaha di bidang pariwisata melalui peraturan Corporate Social Responsibility CSR yang dewasa ini masih berbentuk philanthropy-capitalism yaitu sebuah bentuk kamuflase sebuah praktik kedermawanan kapitalisme bagi orang miskin Ardianto dan Machfudz, 2011. Sedangkan konsep pengembangan pariwisata yang diperlukan di pedesaan di Badunbg Utara ialah kerjasama melalui pemberdayaan setiap desa dengan program-program pengembangan menjadikan desa sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi Bali Post, 3 Agustus 2015. Konsep ini sejalan dengan Bonfiglioli 2004 yang menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat perlu dibebaskan dari halangan di dalam menjalankan melaksanakan prinsip-prinsip dasar dengan penata kelolaan pemerintahan yang baik the basic principles of good governance untuk memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi terkait dengan hak asasi manusia, kebebasan berserikat, penegakan hukum yang berkeadilan dan terhadap hak layanan sosial kemasyarakatan. Dengan meningkatkan pembangunan sektor riil di Badung Utara seperti pengembangan produk asparagus dilakukan oleh Koperasi Tani Mertanadi, pengembangan perkebunan dan pengolahan kopi arabika oleh Koperasi Sumber Mertha Buana. Dengan pola kerjasama antar UKM, program untuk mengakses pasar bagi produk kehutanan dan pertanian di Badung Utara dibiayai pemerintah. Selain program pengentasan kemiskinan yang dilakukan melalui CSR yang didapatkan dari partisipasi para pengusaha swasta, Pemerintah Kabupaten Badung telah menempatkan pengentasan kemiskinan sebagai prioritas utama yang relevan, terukur dan termonitor seperti: 1 melalui perluasan pelayanan masyarakat miskin terhadap akses pelayanan kesehatan dan pendidikan serta kesempatan untuk melakukan kegiatan usaha, 2 memberikan rangsangan melalui pendidikan non formal seperti pelatihan berkaitan dengan kewirausahaan, dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, 3 penyediaan sarana dan prasarana untuk lingkungan pemukiman, 4 menyediakan sumber daya keuangan melalui dana bergulir sebagai sumber modal usaha untuk masyarakat miskin. Untuk mendukung percepatan program kesejahteraan masyarakat terkait dengan program pengentasan kemiskinan Pemerintah Kabupaten Badung telah menetapkan Lima Prinsip Dasar Pembangunan Berkelanjutan berupa program- program unggulan seperti: 1 pro growth, yaitu sebuah konsep pertumbuhan yang berkeadilan diikuti dengan pemerataan distribusi kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, 2 Pro Jobs, yaitu sebuah konsep yang diciptakan untuk memperluas lapangan pekerjaan dan mencipatakan iklim usaha yang kondusif, 3 pro poor, berupa program-program sosial untuk pemberdayaan dan kesejahteraan untuk percepatan penanggulangan kemiskinan, 4 pro culture, dimaksudkan untuk melestarikan dan mengembangkan kearifan lokal budaya masyarakat dan pencegahan dari dampak negatif yang ditimbulkan dari perkembangan pariwisata, dan 5 pro environment, berupa pelestarian alam dan lingkungan secara berkelanjutan mengacu pada terbatasnya daya dukung di Kabupaten Badung. Upaya penanggulangan kemiskinan tersebut dilakukan melalui berbagai program yang dilakukan pemerintah daerah seperti pemberian Dana Pendamping BOS bagi siswa-siswi Sekolah Dasar SD dan Sekolah Menengah Pertama SMP yang diberlakukan bagi sekolah negeri dan swasta. Pemerintah Kabupaten Badung menerapkan juga pelaksanaan Wajib Belajar 12 Tahun dan memberikan bantuan beasiswa yang ditujukan kepada masyarakat miskin atau kepada masyarakat yang secara ekonomis kurang mampu untuk membiayai mahalnya pendidikan bagi anak-anak mereka. Pemberian Beasiswa sudah diberlakukan sejak diterapkan anggaran pemerintah daerah pada tahun 2010. Terkait dengan program kesehatan sebagai sebuah kebutuhan layanan masyarakat kurang mampu di Kabupaten Badung, Jaminan Kesehatan Bali Mandara JKBM yaitu program pemerintah untuk meringankan masyarakat miskin dari biaya rumah sakit yangdilakukan pemerintah terhadap layanan selama 24 jam di Puskesmas. Selain itu program-program sosial kemasyarakatan yang telah diberlakukan pemerintah seperti Peningkatan Kualitas Rumah Sehat untuk meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat, program fasilitas perbaikan jalan sarana transportasi utuk lingkungan masyarakat dan program peningkatan perekonomian berupa kegiatan Usaha Ekonomi Produktif UEP masyarakat yang kurang mampu. Untuk memperkuat desa-desa di Kabupaten Badung pemerintah daerah membentuk Kelompok-kelompok Usaha Bersama KUB bagi masyarakat umum dan bagi masyarakat kreatif yang kurang mampu. Selanjutnya terhadap upaya penanggulangan kemiskinan Bappeda Badung, 2014, Pemerintah Kabupaten Badung telah melaksanakan Peraturan Presiden nomor 152010 yaitu Tiplogi Perlindungan Sosial bagi pasyarakat miskin tentang pencepatan penanggulangan kemiskinan dengan seperti dalam Klaster I yaitu Program berbasis perlindungan sosiala dan Keluarga, Klaster II yaitu Program berbasis pemberdayaan masyararakat, Klaster III yaitu Program berbasis usaha mikro kecil dan menengah dan Klaster IV Program lain pro rakyat. Kondisi kemiskinan di Kabupaten Badung 2000- 2013 seperti disajikan pada Tabel. 5.7. Tabel 5.7 Kemiskinan Di Kabupaten Badung, 2000 – 2013 Tahun Jumlah Penduduk Miskin 000 jiwa Garis Kemiskinan RpKapbln Persentase Penduduk Miskin Indeks Kedalaman Kemiskinan Indeks Keparahan Kemiskinan 2000 21,66 47.621 5,96 1,05 0,25 2001 21,08 74.607 5,70 0,99 0,23 2002 16,90 101.593 4,68 0,93 0,22 2003 21,40 128.579 5,31 0,86 0,20 2004 20,50 155.564 5,00 0,80 0,19 2005 22,00 208.271 5,25 0,81 0,19 2006 18,20 217.507 4,57 0,52 0,10 2007 17,40 221.695 4,28 0,46 0,07 2008 13,70 234.959 3,28 1,01 0,34 2009 14,00 282.559 3,28 0,35 0,06 2010 17,70 312.602 3,23 0,39 0,06 2011 14,60 346.460 2,62 0,27 0,05 2012 12,51 383.985 2,16 0,33 0,08 2013 14,55 406.408 2,46 0,27 0,06 Total 246,20 3.122.410 57,78 8,71 2,1 Rata- Rata 18,94 240.185 4,44 0,67 0,16 Sumber : BPS Kabupaten Badung, Data diolah 2014 1. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Badung antara tahun 2000-2013 menunjukkan penurunan sangat signifikan dari tahun ke tahun. Jumlah rata- rata penduduk miskin antara tahun 2000-2005 menunjukkan angka tertinggi yaitu sebesar 20.590 jiwatahun. Antara tahun 2006-2009 jumlah penduduk miskin menurun sangat signifikan menjadi 15.825 jiwatahun dengan penurunan sebesar 23,14 persen dari rata-rata tahun sebelumnya. Rata-rata jumlah penduduk antara tahun 2010-2013 menjadi 14.840tahun atau menunjukkan penurunan sebesar 6,25 persen dari tahun-tahun sebelumnya. Terus berkurangnya jumlah penduduk miskin dari tahun 2000 sampai tahun 2013 menunjukkan keberhasilan pemerintah pengentasan kemiskinan di Kabupaten Badung. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Wahyudi 2007 dan Gibson 2007 yang menyatakan bahwa pesatnya pengembangan pariwisata bisa menjadi salah satu jawaban terhadap terciptanya peluang kerja di sektor pariwisata yang berkorelasi langsung terhadap tingkatan pemerataan pendapatan masyarakat dan menurunnya jumlah penduduk miskin. 2. Garis kemiskinan GK juga disebut sebagai batas kemiskinan yaitu pendapatan minimum yang diperoleh untuk memenuhi kebutuhan hidup di suatu daerah atau negara tertentu. Untuk Kabupaten Badung garis kemiskinan dihitung sama dengan 2100 kilo kalori untuk makanan ditambah 54 komoditi non makanan, atau disetarakan dalam bentuk rupiah sebesar Rp.406.408kapitahari BPS Badung, 2014. Rendahnya GK sebesar Rp. 47.621 pada tahun 2000, meningkat menjadi Rp.74.607 pada tahun 2001 menunjukkan bahwa walaupun terjadi peningkatan pendapatan masyarakat dari tahun ke tahun, tetapi pendapatan masyarakat masih tergolong rendah dan belum terjadi peningkatan yang signifikan terhadap pengurangan kemiskinan. Peningkatan rata-rata GK pada tahun 2002-2004 menjadi sebesar Rp.128.580tahun dan meningkatnya GK sebesar 44,65 persen pada tahun 2005-2009 menjadi rata-rata Rp.232.300tahun menunjukkan telah terjadinya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sedangkan pencapaian GK rata-rata Rp. 362.360tahun untuk tahun 2010-2012 dengan garis kemiskinan rata-rata 2,62 persentahun. Dengan terus meningkatnya angka rata-rata garis kemiskinan dari tahun ketahun, menunjukkan semakin meningkatnya sejahteranya masyarakat dan semakin berkurangnya tingkat kemiskinan di Kabupaten Badung. 3. Indeks kedalaman kemiskinan yaitu seberapa jauh rata-rata pengeluaran orang miskin terhadap garis kemiskinan. Pada tahun 2000 indeks kedalaman kemiskinan di Kabupaten Badung sebesar 1,05 persen atau selisih dalam persen terhadap kemiskinan, artinya bahwa selisih jarak antara pengeluaran penduduk miskin dengan garis kemiskinan sebesar 1,05 persen atau 1,05 persen dibawah Rp. 406.408. Rata-rata kedalaman kemiskinan dari tahun ke tahun sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2013 di Kabupaten Badung masih berada dalam kisaran dibawah 0,65 persen. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran orang miskin masih berada 0,65 persen dari angka garis kemiskinan di Kabupaten Badung. Data indeks kedalaman kemiskinan terendah terjadi pada tahun 2012 dan tahun 2013 masing-masing sebesar 0,33 Rp.383.985. Hal ini menunjukkan pencapaian terbaik dari kemampuan ekonomis masyarakat Badung mendekati garis kemiskinan di Kabupaten Badung yaitu sebesar Rp. 406.408. 4. Indeks keparahan kemiskinan, juga disebut sebagai tingkat variasi atau varian diantara orang miskin yaitu: dengan semakin besarnya indeks keparahan kemiskinan berarti jumlah orang miskin menjadi semakin heterogen. Sebaliknya dengan semakin kecil indeks keparahan kemiskinan, jumlah orang miskin menjadi semakin homogin. Gambaran dari kondisi kemiskinan yang terjadi di Kabupaten Badung dapat dilihat dari hubungan indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan sebagai berikut: 1 Prosentase jumlah penduduk miskin bisa saja menurun, tetapi indeks keparahan kemiskinan bisa menjadi bertambah tinggi atau menjadi semakin meningkat. Artinya bahwa pada kondisi seperti ini, jumlah orang miskin secara absolut akan menurun, tetapi jumlah penduduk miskin menjadi semakin bertambah miskin. 2 Prosentase penduduk miskinnya meningkat, dan indeks kedalaman kemiskinannya menurun. Artinya bahwa prosentase kemiskinan bisa saja meningkat tetapi kedalaman kemiskinan akan menjadi semakin rendah. 5.4 Hasil Pengujian Partial Least Square PLS Sesuai dengan persyaratan yang digunakan dalam pemodelan SEM dengan menggunakan Partial Lesat Square PLS dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut Hidayat dan Widjanarko, 2012

5.4.1 Hasil pengujian outer model atau measurement model