Gini Ratio Kabupaten Badung

Tabel 5.3 Data Kunjungan Wisatawan Mancanegara Ke Kabupaten Badung Tahun 2009 -2013 No Bulan TahunJumlah orang Pertumbuhan 2009 2010 2011 2012 2013 1 Januari 164,643 168,923 202,660 248,289 207,677 16,35 2 Pebruari 139,370 187,781 201,320 219,475 219,379 8.70 3 Maret 161,169 194,482 201,833 227,846 224,597 6,32 4 April 179,879 178,549 221,014 219,984 229,639 3,75 5 Mei 181,983 196,719 204,489 215,868 242,205 0,70 6 Juni 190,617 219,574 240,154 238,296 272,548 1,92 7 Juli 224,636 247,778 278,041 258,781 294,651 3,82 8 Agustus 222,441 236,080 250,835 254,020 305,620 6,04 9 September 208,185 229,573 251,737 243,722 305,667 8,26 10 Oktober 210,935 223,643 241,370 255,709 262,440 7,66 11 Nopember 163,531 194,152 216,402 241,985 293,826 8,93 12 Desember 182,556 215,804 246,880 268,044 290,194 8,86 Jumlah 2,229,945 2,493,058 2,756,579 2,892,019 3,148,443 81,36 Sumber : Dinas Pariwisata Kabupaten Badung, 2014

5.1.4 Gini Ratio Kabupaten Badung

Teori ketimpangan distribusi pendapatan diperkenalkan oleh Kuznets, 1955 dikenal dengan Inverted U Hypothesis atau Hipotesis U Terbalik. Kuznets berpendapat bahwa pada awal pembangunan akan terjadi distribusi pendapatan yang tidak merata dimana orang kaya akan mengumpulkan harta lebih banyak dari orang miskin the rich accumulate more wealth than the poor dan pada tingkat pembangunan tertentu distribusi pendapatan menjadi semakin merata. Sedangkan realitas menunjukkan sebaliknya dimana ketika perkembangan pembangunan di bidang pariwisata semakin tinggi di Kabupaten Badung ketimpangan pendapatan di masyarakat menjadi semakin lebar. Untuk mengetahui kondisi sosial dan kemiskinan masyarakat di Kabupaten Badung dapat dilihat dari indikator ketimpangan distribusi pendapatan dari 40 persen jumlah penduduk berpendapatan terendah yang berada di Kabupaten Badung. Rasio Gini Kabupaten Badung Tahun 2009-2013 dapat dilihat pada Gambar 5.1. Sumber : BPS Kabupaten Badung, 2015 Gambar 5.1 Data Gini Ratio Provinsi Bali Tahun 2000 – 2013 Dengan memakai ukuran ketimpangan rasio gini berkisar antara 0-1, terlihat pergerakan peningkatan rasio gini Kabupatern Badung dengan nilai 0,2273 pada tahun 2009 yang tergolong ketimpangan rendah 0-0,35, menjadi ketimpangan sedang yaitu 0,3468 mendekati 0,35 pada tahun 2013 BPS Badung, 2015. Terkait dengan semakin tajamnya ketimpangan pendapatan masyarakat, pemerintah Kabupaten Badung memperkenalkan program bagi kelompok masyarakat yang berpendapatan rendah dengan membuka akses terhadap sumber daya ekonomi dan sumber daya lainnya dibidang pariwisata. Untuk memahami gambaran lebih mendalam tentang tingkat kemiskinan dan ketimpangan pendapatan masyarakat Desa Pelaga, Bilok Sidan, Desa Pecatu dan Jimbaran dapat dilihat dari data RTS tentang seperti tersedia pada Tabel 5.4. Tabel 5.4 Jumlah RTS Menurut Status Kesejahteraan Hasil PPLS 2011 Kode KecamatanDesa Status Kesejahteraan Jumlah 1 2 3 KUTA SELATAN 182 300 262 744 PECATU 31 68 45 144 UNGASAN 11 31 31 73 KUTUH 17 39 33 89 BENOA 49 38 40 127 TANJUNG BENOA 10 14 17 41 JIMBARAN 64 110 96 270 PETANG 540 788 700 2.028 CARANGSARI 64 129 156 349 GETASAN 42 50 36 128 PANGSAN 7 35 55 97 PETANG 51 107 78 236 SULANGAI 51 88 60 199 PELAGA 136 235 248 619 BELOKSIDAN 189 144 67 400 JUMLAH 722 1.088 962 2.772 Sumber : BPS Kabupaten Badung, 2015 Keterangan : 1. Sangat miskin; 2. Miskin; 3. Hampir miskin Data BPS Badung terakhir pada tahum 2011 tentang kemiskinan menunjukkan bahwa terdapat ketimpangan sangat signifikan antara Rumah Tangga Sasaran RTS dengan status sangat miskin Plaga dan Bilok Sidan sejumlah 325 RTS dengan 379 RTS miskin dan 315 RTS hampir miskin. Sedangkan di Badung Selatan daerah penelitian Pecatu dan Jimbaran mencatar sejumlah 95 RTS sangat miskin, 178 RTS miskin dan 141 RTS hampir miskin. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan pengentasan kemiskinan sebesar 40,3 persen di Pecatu, jauh lebih tinggi dari pengentasan masyarakat sangat miskin sebesar 20,5 persen dan masyarakat hampir miskin sebesar 35,2 persen dari masyarakat sangat miskin. Berbeda dengan di Plaga dan Belok Sidan, Desa Plaga dengan jumlah 619 RTS, terdiri dari 136 RTS sangat miskin, 235 RTS miskin dan 248 RTS hampir miskin. Sedangkan Desa Belok Sidan memiliki 400 RTS dengan 189 RTS sangat miskin, 144 RTS miskin dan 67 RTS hampir miskin. Data terakhir yang dikeluarkan oleh BPS Kabupaten Badung tentang kemiskinan di Badung Utara dan Badung Selatan disimpulkan sebagai berikut: 1. Tingkat kesejahteraan masyarakat di Desa Plaga berhasil ditingkatkan. Hal ini dimungkinkan sebab perekonomian Plaga sudah lebih diberdayakan melalui pengembangan agrobisnis khususnya asparagus dengan kualitas tinggi. 2. Terdapat ketimpangan yang signifikan antara Desa Belok Sidan dengan Desa Plaga walaupun merupakan desa yang bertetangga. 3. Terdapat ketimpangan antar-desa yang sangat tinggi, yaitu Kecamatan Kuta Selatan memilik 744 RTS sedangkan Kecamatan Petang dengan 2.028 RTS. Untuk meningkatkan nilai lebih dari hasil pertanian dan kehutanan dalam upaya meningkatkan perekonomian dan daya beli masyarakat di Badung Utara, diperlukan dukungan pemerintah yang lebih intensif terhadap pengembangan diversifikasi produk-produk pertanian dan mengembalikan penanganan asparagus dan strawberry yang pernah menjadi produk unggulan pertanian Badung Utara. Sedangkan untuk menghasilkan produk kehutanan yang sementara ini lebih banyak dipakai untuk kebutuhan lokal, diperlukan dukungan pemerintah untuk memaksimalkan pengelolaan hasil kehutanan menjadi produk berkualitas untuk kebutuhan industri. Perlunya bantuan alat-alat produksi modern dan pemberdayaan melalui kewirausahaan untuk kesejahteraan masyararakat. Pola penanganan kemiskinan di Jimbaran terutama kemiskinan absolut dilakukan oleh Pemerintah Desa sebagai berikut: 1 bantuan bedah rumah dengan nilai Rp. 30.000.000 untuk setiap RTS ditingkatkan menjadi bantuan pembangunan rumah siap pakai senilai Rp. 125.000.000 untuk setiap RTS, 2 Pemerintah Desa merencanakan pembangunan rumah minimal untuk 2 dua RTS setiap tahunnya, 3 untuk meringankan beban masyarakat terhadap kemiskinan relatif, pemerintah memberikan beasiswa untuk tingkat Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Lanjutan Atas kepada anak-anak keluarga miskin. Pengeluaran yang dulunya memberatkan masyarakat miskin terkait dengan biaya sosial seperti iuran untuk upacara di Desa, kebersihan dan keamanan dan santunan untuk kematian yang dulunya menjadi biaya pribadi, sekarang diambil alih menjadi tanggung jawab desa. Sumber untuk pengentasan kemiskinan yang diperoleh desa berasal dari: 1 partisipasi para pemangku kepentingan pariwisata dari tingkat yang paling bawah seperti para pedagang kecil usaha mikro, 2 toko-toko permanen dan semi permanen, 3 restauran besar dan kecil, 4 hotel melati, villa, hotel berstandar nasional sampai internasional, dan 5 setiap usaha lainnya yang berdomisili di Desa Jimbaran. Kemiskinan di Desa Pecatu yang tersisa dalam hitungan puluhan sejak tahun 2014, pola penanganan kemiskinannya masih dilakukan dengan pola bedah rumah. Sedangkan khusus untuk pengentasan kemiskinan relatif sejalan dengan apa yang dilakukan di Desa Jimbaran. Sumber dana untuk pembangunan desa termasuk didalamnya pengentasan kemiskinan, terutama didapat dari hasil pengelolaan obyek wisata Desa Pecatu. Pendapatan Desa Pecatu sebesar Rp.21.000.000.000 setiap tahunnya sebagian disetor kepada Pemerintah Kabupaten Badung sesuai dengan yang diatur oleh peraturan daerah dan sisanya dibagikan ke tiga banjar di Desa Pecatu yaitu Desa Tengah, Desa Kangin dan Desa Kauh masing-masing mendapat Rp.6.000.000.000. Bermacam kewajiban masyarakat yang dulunya menjadi tanggungan masyarakat sekarang menjadi tanggungan Desa Pecatu. Dilihat dari kemiskinan absolut, jumlah RTS di Kuta Selatan lebih rendah dan homogin jika dibandingkan dengan kemiskinan absolut di Kecamatan Petang. Hasil penelitian ini masih relevan dengan hasil diskusi group terfokus yaitu: 1 kemiskinan absolut di Kecamatan Kuta Selatan jauh lebih rendah dari Kabupaten Petang. Ini mendukung fakta bahwa Kuta Selatan sebagai pusat kegiatan pariwisata lebih berdaya secara ekonomi, 2 sementara jumlah RTS di Desa Petang jauh lebih banyak karena rendahnya pergerakan sektor perekonomianrakyat setempat untuk menghasilkan barang-barang dan jasa yang bernilai tambah, dan 3 masih terjadinya ketimpangan yang cukup besar antar desa-desa di Kecamatan Petang.

5.1.5 Pengentasan Kemiskinan di Kabupaten Badung