memperkuat hasil penelitian Gibson 2009, yang menyatakan bahwa pariwisata berkontribusi positif di dalam meningkatkan perekonomian masyarakat lokal.
5.5.2 Pengaruh kinerja perekonomian terhadap kemiskinan
Hasil pengujian hipotesis kedua menunjukkan adanya pengaruh signifikan variabel kinerja perekonomian KP terhadap kemiskinan KM dengan nilai
koefisien jalur sebesar -0,762 dengan nilai t-statistik sebesar 15,462. Nilai t-statistik tersebut lebih besar dari nilai t-tabel sebesar 2,201, menunjukkan bahwa
ada pengaruh yang signifikan antara variabel kinerja perekonomian terhadap kemiskinan. Koefisien jalur yang bertanda negatif menunjukkan bahwa kinerja
perekonomian memberikan pengaruh signifikan dan negatif terhadap kemiskinan. Ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi kinerja perekonomin KP maka
kemiskinan KM semakin menurun. Hal ini berarti hipotesis 2 diterima.
Hasil hipotesis ini dukung oleh penelitian Wahyudi 2007 yang menyatakan pariwisata sebagai sumber pemasukan devisa, juga berperan untuk
peningkatan penerimaan pajak, masuknya investasi dan terbukanya peluang kesempatan kerja untuk pemerataan pendapatan masyarakat dan mengurangi
kemiskinan. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Jonaidi 2012; Siregar 2010; Dewantoro dkk 2014 yang menemukan pengaruh
perekonomian terhadap kemiskinan. Secara umum digambarkan meningkatnya perekonomian PDRB, Investasi berdampak pada pengurangan kemiskinan.
Jonaidi 2012 melakukan penelitian di tiga puluh tiga provinsi di Indonesia meneliti pengaruh investasi, harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan
pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan. Penelitiannya menyatakan pertumbuhan ekonomi berpengaruh dan peningkatan investasi PMA dan PMDN
berkorelasi negatif terhadap kemiskinan. Hal ini berarti bahwa semakin meningkat penanaman modal asing dan penanaman dalam negeri berdampak terhadap
menurunnya tingkat kemiskinan di Indonesia. Sejalan dengan Jonaidi 2012 kemiskinan akan menjadi lebih parah saat
terjadi krisis ekonomi akibat dari banyaknya industri yang menutup lapangan kerja dan karyawan kehilangan lapangan kerja. Selain itu tingkat inflasi yang
tinggi berdampak terhadap semakin banyaknya pengangguran dan meningkatnya kemiskinan seperti terjadi ketika munculnya krisis ekonomi Asia pada tahun
1978. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Dewantoro dkk 2014 di Sumatera Utara yang mengatakan bahwa perekonomian agregat berpengaruh negatif
terhadap kemiskinan. Artinya bahwa semakin meningkat perekonomian akan semakin berpengaruh terhadap menurunnya tingkat kemiskinan. Lebih jauh
dikatakan bahwa sektor pertanian yang berkelanjutan, selain terbukanya kesempatan kerja di sektor industri-industri pengolahan makanan, sektor
perdagangan, sektor pariwisata, angkutan umum dan sektor komunikasi. Hasil penelitian ini memperkuat hasil penelitian Kakwani dan Pernia
2000 yang dilakukan di dua negara sedang berkembang yaitu Laos dan Thailand dan di Korea sebagai sebuah negara industri modern. Penelitian mereka
menemukan bahwa menurunnya tingkat kemiskinan di negara yang diteliti dipengaruhi oleh faktor ekonomi yang terjadi terutama disektor perdagangan,
pertanian, disektor jasa pelayanan dan perdagangan, sektor industri dan pelayaan jasa lainnya. Selanjutnya penelitian ini menemukan konsep pro growth dan
trickle-down development melalui pembagian pendapatan yang merata perlu
dikembangkan sebagai konsep pengentasan kemiskinan di negara-negara sedang berkembang maupun di negara-negara maju Kakwani dan Pernia, 2000.
5.5.3 Pengaruh perkembangan pariwisata terhadap kemiskinan