Indikator Kemiskinan Konsep Kemiskinan

2.4.4 Indikator Kemiskinan

Salah satu alat untuk mengukur tingkat kemiskinan adalah indikator kemiskinan. Sebelas indikator kemiskinan menurut Bappenas 2006 yaitu: 1 Keterbatasan pangan, merupakan ukuran dari jumlah kecukupan dan mutu pangan yang dikonsumsi seperti rendahnya asupan kalori, buruknya gizi yang dinikmati oleh bayi, anak balita dan ibu. 2 Terbatasnya akses dan mutu layanan kesehatan berkualitas yang tersedia bagi masyarakat miskin, berupa tempat fasilitas layanan kesehatan yang jauh dari tempat mereka tinggal. Mahalnya biaya pengobatan dan perawatan kesehatan berakibat tidak mampunya masyarakat miskin mendapatkan standar layanan kesehatan yang dibutuhkan. Sebaliknya, layanan kesehatan berkualitas hanya bisa dimanfaatkan oleh masyarakat dengan kemampuan ekonomi tinggi. 3 Sarana pendidikan yang sulit didapat. Indikator diukur dari terbatasnya sarana pendidikan yang tersedia. Mahalnya biaya pendidikan berakibat terhadap kecilnya kesempatan bagi masyarakat miskin untuk mengakses sarana pendidikan yang tersedia. 4 Tidak tersedianya kesempatan kerja dan usaha, seperti kecilnya kesempatan kerja berdampak terhadap perbedaan pengupahan kaum pria terhadap kaum wanita. Langkanya kesempatan berusaha berdampak terhadap lemahnya perlindungan bagi pekerja anak dan pekerja perempuan. 5 Keterbatasan akses terhadap layanan perumahan dan sanitasi. Indikator yang digunakan adalah kesulitan memiliki perumahan akibat tingginya harga tanah. Hal ini berdampak terhadap tidak cukup tersedianya permukiman yang sehat dan layak huni. Keterbatasan sanitasi berdampak terhadap kesehatan rakyat. 6 Keterbatasan akses terhadap air bersih. Indikator yang digunakan adalah sulitnya mendapatkan air bersih. Penguasaan sumber air secara berlebihan berdampak terhadap rendahnya kualitas air. Akses terhadap sumber air sebagai sumber daya alam seharusnya dikelola pemerintah untuk kepentingan umum tetapi sebaliknya dikelola oleh swasta untuk kepentingan komersial. 7 Keterbatasan akses terhadap tanah. Indikator yang digunakan adalah struktur atas kepemilikan dan penguasaan tanah. Hilangnya kepemilikan tanah untuk kepentingan komersial dan sulitnya mengakses kembali tanah dengan harga yang mahal merupakan persoalan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. 8 Keterbatasan akses terhadap sumber daya alam. Indikator yang digunakan adalah buruknya kondisi lingkungan hidup dan rendahnya sumber daya alam. Indikator ini sangat terkait dengan penghasilan yang bersumber dari sumber daya alam, seperti daerah perdesaan, daerah pesisir, dan daerah pertambangan. 9 Tidak adanya jaminan rasa aman. Indikator ini berkaitan dengan tidak adanya jaminan keamanan yang didapat masyarakat. Penegak keamanan harus berlaku adil bagi masyarakat didalam menjalani kehidupan sosial maupun ekonomi. 10 Keterbatasan akses untuk partisipasi. Indikator ini diukur melalui rendahnya keterlibatan masyarakat mendapatkan akses dalam pengambilan kebijakan. 11 Besarnya beban kependudukan, indikator ini berkaitan dengan besarnya tanggungan keluarga dan beratnya tekanan hidup yang dialami masyarakat. Untuk mengukur kemiskinan, Harniati 2007: 21 dalam penelitiannya memakai indikator-indikator sebagai berikut: 1 The incidence of poverty the poverty headcount index, yaitu gambaran besarnya persentase dari jumlah penduduk yang hidup dengan pengeluaran konsumsi per kapita di bawah garis kemiskinan the proportion of the population with a standard of living below the poverty . Tujuan the poverty head count index adalah untuk memungkinkan melakukan perbandingan kemiskinan atau mengevaluasi kemiskinan atas kebijakan proyek tertentu. 2 The depth of poverty the poverty gap index, yaitu gambaran tentang dalamnya kemiskinan, berupa jarak atau perbedaan rata-rata pendapatan orang miskin terhadap garis kemiskinan. Indikator ini menggambarkan ukuran pendapatan masyarakat per kapita yang diperlukan untuk mengentaskan kemiskinan. Semakin besar indeks kemiskinan, semakin jelek kemiskinan. 3 The severity of poverty, atau yang disebut dengan keparahan kemiskinan; memperlihatkan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling mendasar seperti sandang, pangan, air bersih dan perumahan. Penyebab kemiskinan menurut neoliberalisme dengan memakai indikator kemiskinan seperti lemahnya pengaturan pendapatan individu, sedangkan ukuran kemiskinan yang dipakai oleh teori sosial demokrat memakai pendekatan relatif dalam kaitannya dengan kebutuhan seseorang di masyarakat. Berdasarkan tolok ukur ini orang yang tergolong miskin berdasarkan kedudukan mereka dengan memperhatikan tingkat perbedan kehidupannya dibandingkan dengan rata-rata mutu kehidupan yang berlaku umum. Hal ini seperti disajikan pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Faktor-faktor Penyebab Kemiskinan No Sumber Variabel Indikator 1 Nehen 2012 Kemiskinan 1 Rendahnya pendidikan 2 Terbatasnya kesempatan kerja 3 Pendapatan rendah Fasilitas umum 4 Tidak tersedia layanan kesehatan 5 Air bersih 6 Listrik Budaya 7 Susah merubah kebiasaan lama 8 Rendahnya motivasi kerja 2 Papilaya 2013 Budaya 1 Rendahnya upaya meninggalkan kebiasaan lama 2 Rendahnya keterampilan Situasional 3 Pengaruh lingkungan, sosial, budaya dan ekonomi Kebijakan pembangunan 4 Terjadinya ketimpangan distribusi 3 BPS 2008 Globalisasi 1 Melahirkan negara pemenang 2 Hegemoni ekonomi 3 Kemiskinan di negara sedang berkembang 4 Negara miskin sebagai negara kalah Pola Pembangunan 5 Pembangunan tidak seimbang 6 Masyarakat tidak siap berpartisipasi 7 Masyarakat terpinggirkan 8 Tercabut akar budaya 9 Kehilangan hak kepemilikan 10 Tanah terjual 11 Masyarakat menjadi miskin Sosial 12 Kemiskinan kelompok dalam masyarakat 13 Kemiskinan anak-anak, kelompok minoritas 14 Bias gender, diskriminasi, exploitasi ekonomi Konsekuensial 1 Terjadi konflik 2 Bencana alam 3 Kerusakan lingkungan 4 Tingginya jumlah penduduk 4 Bapenas Harniati, 2010 Ekonomi 1 Keterbatasan pangan 2 Keterbatasan akses terhadap tanah Fasilitas umum 3 Terbatasnya akses dan mutu layanan kesehatan 4 Sarana pendidikan yang susah didapat 5 Layanan perumahan yang terbatas 6 Terbatasnya layanan air bersih Sumber daya alam 7 Kondisi lingkungan yang buruk 8 Sumber daya alam yang terbatas Kemiskinan 9 Sarana pendidikan sulit didapat 10 Kesempatan kerja terbatas Sosial 11 Tidak ada jaminan rasa aman 12 Terbatasnya akses partisipasi 13 Besarnya beban kependudukan Sumber : Nehen 2012, Papilaya 2013, BPS 2008, Bapenas Harniati, 2010 Tabel 2.6 Kedudukan Penelitian Diantara Peneliti-peneliti yang Lain No Peneliti Tahun Variabel Sosial Budaya Pendapatan Masyarakat Pertumbuhan Ekonomi Pelayanan Produk Kesejahteraan masyarakat Kesempatan Kerja Devisa Investasi Indeks Kedalam Kemiskinan Indeks Keparahan Kemiskinan Rasio Gini 1 Anwar 2012   2 Karim et. al 2012  3 Word 2005   4 Spencely dan Self 2013  5 Ashley et.al 2001       6 Nurhidayati 2012    7 Ramadani 2012    8 Ashal 2008  9 Gibson 2009     10 Eyben et. al 2008      11 Tosun 2003      12 Scheyvens dan Momsen 2008  13 Torres dan Momsen 2004  14 Cattarich 2001  15 Wahyudi 2007    16 Made Patera 2015    71

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KERANGKA KONSEPTUAL

DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Berpikir Kerangka berpikir disusun dari abstraksi teoritis dan kajian penelitian terdahulu didukung oleh kajian empiris induktif terkait dengan perkembangan pariwisata di Kabupaten Badung. Terus meningkatnya kunjungan wisatawan, lama tinggal dan besarnya pengeluaran wisatawan memberi peluang kegiatan ekonomi yang berdampak positif terhadap kinerja perekonomian dan terhadap pengentasan kemiskinan sebagai indikator keberhasilan di Kabupaten Badung. Kontribusi Perdagangan, Hotel dan Restauran PHR, penyerapan tenaga kerja dan meningkatnya investasi dibidang pariwisata yang disumbangkan kepada Pendapatan Asli Daerah PAD Badung, menempatkan Kabupaten Badung sebagai kabupaten dengan pertumbuhan tertinggi di sektor perekonomian di Bali BPS Badung, 2014. Sebagai kabupaten terkaya sekabupatenkota di Bali, pemerintah Kabupaten Badung memanfaatkan pendapatan dari sektor pariwisata untuk pembangunan infrastruktur dan peningkataan prasarana. Sedangkan pendapatan yang diterima langsung oleh masyarakat berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Menurut World Bank 2013: 7-9, pengembangan pariwisata membuka berbagai peluang melalui masuknya investasi sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi, terbukanya lapangan kerja, meningkatnya pendapatan pemerintah melalui sektor pariwisata, khususnya terhadap meningkatnya pendapatan devisa bagi pembangunan bangsa. 71