dikembangkan sebagai konsep pengentasan kemiskinan di negara-negara sedang berkembang maupun di negara-negara maju Kakwani dan Pernia, 2000.
5.5.3 Pengaruh perkembangan pariwisata terhadap kemiskinan
Koefisien jalur pengaruh perkembangan pariwisata terhadap kemiskinan sebesar -0,207 dengan nilai t-statistik sebesar 4,099. Nilai t- statistik tersebut
lebih besar dari nilai t-tabel sebesar 2,201 menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara variabel perkembangan pariwisata dengan kemiskinan. Koefisen
jalurnya menunjukkan bahwa perkembangan pariwisata memberikan pengaruh negatif terhadap kemiskinan, artinya bahwa semakin bertambah baiknya
perkembangan pariwisata, berdampak terhadap semakin menurunnya kemiskinan. Hal ini berarti hipotesis 3 diterima.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Anwar 2012; Karim et al
2012; dan Wood 2005 yang meneliti pro poor tourism berbasis kemasyarakatan dapat mengurangi kemiskinan. Pro-poor tourism dapat dijadikan
strategi untuk pengembangan peran masyarakat untuk berpartisipasi dalam sektor pariwisata untuk memperbaiki kehidupan masyarakat yang termarginalkan dan
untuk mengurangi kemiskinan. Penelitian Ashar 2008 di Jawa Timur sejalan dengan Ashley et al 2001 dan Cattarinich 2001 yang menyatakan bahwa peran
sektor pariwisata sangat positif bagi pertumbuhan prekonomian mikro bagi masyarakat miskin. Penelitian ini juga mendukung hasil penelitian Nurhayati
2012; Ramadani 2012 dan Ashar 2008 yang meneliti tentang peran pariwisata dalam mengurangi kemiskinan yang dikenal dengan istilah Pro Poor
Tourism PPT.
Spenceley dan Seif 2003 menganalisis strategi lima perusahaan swasta yang bergerak dibidang pariwisata di Afrika Selatan untuk mengatasi masalah
kemiskinan dan mengembangkan pembangunan bagi masyarakat yang tinggal di daerah tujuan wisata dan melakuknan analisis dampak serta besarnya biaya
terhadap pendekatan pro poor tourism di Afrika Selatan. Penelitian ini dilakukan terhadap perusahaan pariwisata yang bergerak di bidang layanan operasi safari,
wisata diving, fasilitas kasino dan fasilitas golf. Temuan penelitian ini menyatakan terjadi hubungan langsung antara keuntungan ekonomi dan non-
ekonomi bagi masyarakat miskin dalam penerapan pro-poor tourism dan semakin terbukanya mata pencaharian masyarakat miskin di pedesaan di Afrika Selatan.
Hasil temuan ini juga sesuai dengan hasil penelitian Ashley et al 2001, yang melakukan penelitian tentang peran pariwisata sebagai strategi untuk
mengurang kemiskinan dengan istilah pro poor tourism. Penelitian yang dilakukan di Afrika Selatan, Namibia, Uganda, St Lucia, Ekuador dan Nepal
menemukan semakin berkurangnya jumlah penduduk miskin yang terdapat di enam negara tersebut. Lebih lanjut Scheyvens dan Momsen 2008 juga
menyatakan bahwa pariwisata berperan penting dalam mengentaskan kemiskinan. Penelitian ini mendukung hasil penelitian Ramadani 2012 yang
melakukan penelitian di Kampung Baru, Jakarta Barat sebagai daerah tujuan wisata berkelanjutan dengan fokus penelitian tentang penyediaan layanan tentang
kenyamanan kepada wisatawan dan strategi pengelolaan pariwisata untuk mempertahankan Kampung Wisata Budaya di Kampung Baru. Manajemen
pariwisata yang peduli pada msyarakat miskin mampu mengurangi tingkat kemiskinan di Kampung Baru di Jakarta Barat. Ramadani 2012 menyatakan
bahwa pro poor tourism bermanfaat dalam pengentasan kemiskinan melalui 1 penciptaan kesempatan kerja baru, 2 tingkat kehidupan ekonomi masyarakat
miskin menjadi lebih baik, dan 3 peningkatan dan pemerataan pendapatan masyarakat miskin menjadi semakin baik. Sejalan dengan Ramdani, Gibson
2009: 527-528 dan Leon 2006: 341 menyatakan bahwa pengembangan pariwisata bermanfaat mendorong pertumbuhan ekonomi di negara-negara
berkembang. Sebaliknya hasil penelitian yang berbeda diperoleh oleh Jamieson et al
2004: 2 dan Roy 2010 menyatakan bahwa pengembangan pariwisata tidak sepenuhnya mampu mengentaskan kemiskinan.
5.6 Investasi di Kabupaten Badung 5.6.1 Investasi di Kecamatan Petang dan Kecamatan Kuta Selatan