Penelitian Terdahulu KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelusuran pustaka terkait dengan peran pariwisata dalam pengentasan kemiskinan dilakukan melalui buku-buku, jurnal-jurnal ilmiah dan publikasi cetak lainnya yang ada relevansinya dengan penelitian ini. Kajian pustaka ini didukung oleh hasil penelitian sebelumnya yang banyak dilakukan di Afrika Selatan, Bangladesh, Pakistan, Peru dan di sejumlah negara berkembang lainnya. Penelitian pariwisata dan kemiskinan di Indonesia dilakukan Ashar, Nurhidayati, Ramadani, dan Sudipa di Ubud Bali melengkapi penulisan kajian pustaka ini. Penelitian Anwar 2012 dengan judul “Poverty Alleviation Through Sustainable Tourism: A Critical Analysis of Pro Poor Tourism And Implications For Sustainability In Bangladesh” dilakukan di daerah pariwisata berpenduduk miskin di Bangladesh menyatakan bahwa pariwisata telah terbukti yaitu: 1 berpengaruh signifikan terhadap peningkatan perekonomian masyarakat miskin di Bangladesh, 2 mampu mempertahankan nilai sosial budaya masyarakat lokal dari pengaruh asing, dan 3 mampu meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan masyarakat. Analisis kritis peran pariwisata terhadap pengentasan kemiskinan di Bangladesh menunjukkan bahwa: 1 dinamika pariwisata dengan pemanfaatan tanah dan sumber daya alam lainnya secara berlebihan dan tidak terkontrol, berdampak terhadap sangat mahalnya harga tanah dan harga komoditas lainnya, 2 pemanfaatan atas tanah-tanah strategis yang dimiliki masyarakat secara turun 16 temurun yang dibeli oleh investor dengan harga murah, menjadikan masyarakat miskin kehilangan tanah mereka dan terpinggirkan dari tempat kelahirannya. Karim et al 2012 dalam penelitian tentang integrasi pro poor tourism dalam pariwisata berbasis masyarakat Integrating pro-poor tourism activities in a community-based idea of development: the case of the district of Hunza-Neger, Pakistan mengemukakan bahwa secara ekonomi makro, industri pariwisata telah menjadi salah satu industri global yang dimonopoli oleh negara maju dan merambah hampir keseluruh negara sedang berkembang. Sebagai sebuah negara berkembang, pariwisata Pakistan mampu menjadi motor untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui kontribusinya terhadap Gross Domestic Product GDP, terjadinya peningkatan ekspor produk pariwisata dan pendapatan pajak. Pengembangan pariwisata berbasis masyarakat sebagai sebuah alternatif bagi pengembangan pariwisata diawali dari tradisi sosial dan budaya masyarakat yang diintegrasikan dengan masyarakat secara lebih luas didaerah yang berbasis pariwisata dan non pariwisata. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kegiatan pro- poor tourism dapat dijadikan strategi pengembangan komunitas yang lebih luas, yang dapat memperbaiki kehidupan masyarakat yang termarginalkan. Penelitian Wood 2005 tentang pariwisata yang berkelanjutan di Peru utara dengan judul “Pro-poor tourism as a means of Sustainable Development in the Uctubamba Valley, Northern Peru” , menekankan bahwa pendekatan pro poor dimaksudkan untuk mengembangkan komponen masyarakat untuk ikut terlibat dalam perencanaan masterplan di Peru Utara. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui manfaat dari penerapan pariwisata berbasis komunitas dengan melakukan penelitian langsung ke sektor-sektor kegiatan ekonomi, termasuk penelitian ke pasar tradisional. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah penerapan pariwisata berbasis masyarakat memiliki implikasi terhadap pengembalian investasi dan pemberdayaan sumber daya manusia dan sumber daya alam. Penelitian Wood 2005 menyimpulkan sebagai berikut: 1 pelayanan produk yang dihasilkan masyarakat apabila dikemas dengan baik bisa dijadikan strategi diversifikasi komersial dalam rangka memenuhi permintaan pasar, 2 kemampuan masyarakat untuk terlibat didalam kegiatan pariwisata sangat menentukan keberhasilan dari penerapan pariwisata berbasis masyarakat. Spenceley dan Seif 2003 menganalisis strategi dari lima perusahaan swasta yang bergerak dibidang pariwisata di Afrika Selatan dengan tujuan untuk: 1 mengatasi masalah kemiskinan dalam mengembangkan pembangunan bagi masyarakat yang tinggal di daerah tujuan wisata dan, 2 menganalisis dampak biaya terhadap pendekatan pro poor tourism di Afrika Selatan. Penelitian ini dilakukan terhadap perusahaan pariwisata yang bergerak di bidang layanan wisata safari, wisata diving, dan fasilitas kasino dengan fasilitas golf. Temuan penelitian ini menyatakan terjadinya hubungan langsung antara keuntungan ekonomi dan non-ekonomi bagi masyarakat miskin dalam penerapan pro-poor tourism dan dampak posisif pariwisata terhadap masyarakat miskin di pedesaan. Ashley et al 2001 secara mendalam mengkaji pengalaman empiris terhadap strategi pro poor tourism dari enam studi kasus yang dilakukan di Afrika Selatan, Namibia, Uganda, St Lucia, Ekuador dan Nepal. Penelitian dengan judul Making Tourism Work For The Poor, menyatakan bahwa penelitian di negara yang diteliti, dan menyatakan bahwa peran pro poor tourism PPT sangat signifikan dan positif terhadap ha-hal sebagai berikut yaitu: 1 terhadap terbukanya kesempatan kerja baru, 2 terjadinya peningkatan dan pemerataan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, 3 bertumbuhnya pelaku kegiatan ekonomi mikro dan, 4 semakin berkurangnya jumlah penduduk miskin. Scheyvens dan Momsen 2008 meneliti tentang pengurangan kemiskinan di negara kepulauan kecil Tourism and Poverty Reduction: Issues for Small Island States , menyatakan bahwa hampir semua negara di kepulauan kecil menggantungkan harapan dari pariwisata sebagai sumber pendapatan devisa untuk pembangunan negaranya. Hasil penelitian ini didukung Torres and Momsen 2004: 294-5 menyatakan bahwa industri pariwisata merupakan mesin pertumbuhan ekonomi bagi negara kepulauan kecil sebagai sumber devisa, meningkatkan penerimaan pajak dan terciptanya lapangan kerja bagi masyarakat. Penelitian Nurhidayati 2012 dengan judul “Pengembangan Agrowisata Berkelanjutan Berbasis Masyarakat, Kota Batu, Jawa Timur” menyatakan bahwa Community Based Tourism CBT atau pariwisata berbasis masyarakat merupakan salah satu pendekatan yang dapat diterapkan sebagai sebuah alternatif strategi pembangunan melalui pemberdayaan masyarakat setempat untuk meningkatkan kesejahteraan. Prinsip pariwisata berbasis masyarakat dalam pengembangan agrowisata dikaji dan diterapkan sesuai dengan faktor-faktor yang ada korelasi dan berpengaruhnya terhadap keberhasilan agrowisata. Peneliti mencatat bahwa penerapan prinsip ekonomi dari pariwisata agrowisata berbasis masyarakat kota Batu Jawa Timur berdampak positif terhadap: 1 penyerapan tenaga kerja lokal, 2 bertumbuhnya usaha makro untuk menunjang kebutuhan pariwisata melalui kegiatan yang dilakukan masyarakat, 3 berdampak terhadap meningkatnya pendapatan masyarakat yang diterima dari wisatawan 4 berdampak pada perubahan nilai sosial masyarakat akibat pertukaran nilai budaya yang muncul dari interaksi wisatawan dengan tuan rumah dan, 5 terjalinnya silang budaya sebagai simbul modernitas antara wisatawan dan masyarakat sebagai tuan rumah. Penelitian Ramadani 2012 berjudul ”Perencanaan Pariwisata Pro- Masyarakat Miskin” pro poor tourism di Kampung Baru, Jakarta Barat sebagai daerah tujuan wisata berkelanjutan dengan fokus penelitian tentang penyediaan layanan tentang kenyamanan kepada wisatawan dan strategi pengelolaan pariwisata untuk mempertahankan Kampung Wisata Budaya di Kampung Baru di wilayah Jakarta Barat. Penelitian ini menunjukkan bahwa dengan melibatkan masyarakat miskin dalam pengembangan pro poor tourism membuktikan bahwa pariwisata mampu mengurangi tingkat kemiskinan di Kampung Baru di Jakarta Barat. Ramadani menyimpulkan bahwa pro poor tourism bermanfaat dalam pengentasan kemiskinan melalui: 1 semakin terciptanya kesempatan kerja baru, 2 pertumbuhan perekonomian bagi masyarakat miskin, dan 3 semakin meningkat pemerataan pendapatan masyarakat dan berkurangnya kemiskinan. Ashar 2008 meneliti tentang ”Studi Model Kelembagaan Pengentasan Kemiskinan Melalui Industri Pariwisata Berbasis Masyarakat Lokal Di Jawa Timur”. Alasan memilih lokasi penelitian dikatakan bahwa tingkat kemiskinan di Jawa Timur melebihi dari angka rata-rata kemiskinan nasional. Tujuan penelitian tersebut untuk memformulasikan konsep kelembagaan yang mampu membuka peluang kerja bagi masyarakat atau rumah tangga miskin di daerah tujuan wisata di Jawa Timur agar kegiatan pariwisata mampu memberikan kontribusinya yang positif terhadap kesejahteraan masyarakat. Menurut Ashar 2008, untuk mengentaskan kemiskinan diperlukan tiga unit kajian dalam industri pariwisata yaitu: 1 unit usaha pariwisata, 2 wisatawan, dan 3 rumah tangga kurang mampu. Melalui pemahaman struktur perekonomian di daerah pariwisata, peneliti mendapatkan gambaran yang jelas tentang intensitas hubungan industri pariwisata dengan perekonomian setempat, kapasitas sumberdaya ekonomi kaum miskin, tingkat pendidikan, keterampilan dan kesiapan masyarakat untuk mendapatkan pekerjaan. Penelitian Ashar 2008 sejalan dengan Ashley et al 2001 dan Cattarinich 2001 menyatakan bahwa peran sektor pariwisata sangat positif bagi pertumbuhan perekonomian mikro bagi masyarakat miskin. Masyarakat terlibat menciptakan beragam produk-produk cendera mata yang dibutuhkan wisatawan. Wahyudi 2007 meneliti tentang Pariwisata, Pengentasan Kemiskinan dan Millenium Development Goals MDGs menyatakan bahwa manfaat pariwisata tidak terbatas hanya sebagai sumber pemasukan devisa tetapi juga berperan untuk peningkatan penerimaan pajak, masuknya investasi dan terbukanya peluang kesempatan kerja untuk pemerataan pendapatan masyarakat dan mengurangi kemiskinan. Wahyudi menyatakan bahwa semakin tingginya kebutuhan manusia untuk berekreasi mendorong semakin pesatnya perkembangan pariwisata dan bisa menjadi salah satu jawaban terhadap pengentasan kemiskinan. Penelitian Wahyudi 2007 sejalan dengan penelitian Gibson 2009 menyatakan bahwa pengentasan kemiskinan dimaksudkan bukan sebagai upaya belas kasihan tetapi sebagai program pemberdayaan dengan melibatkan masyarakat dengan konsep ekonomis yang saling menguntungkan untuk kesejahteraan masyarakat. Melalui pengembangan pariwisata akan terbuka berbagai peluang bagi masyarakat, seperti : 1 terbukanya kesempatan untuk mengikuti pelatihan atau pekerjaan paruh waktu dibidang pariwisata, 2 bagi masyarakat yang karena terbatasnya pendidikan dan tidak mempunyai keterampilan tertentu, bisa dipekerjakan sebagai pemandu wisatawan untuk snorkeling, trecking, atau jasa pemandu wisata lainnya, 3 masyarakat setempat diuntungkan karena mendapat tambahan pendapatan dari pelayanan yang mereka berikan kepada wisatawan, 4 keuntungan lainnya yang dapat dilakukan oleh masyarakat berupa kesempatan untuk memulai kegiatan usaha kecil seperti membuka warung makanan dan minuman. Untuk usaha ini harus diberikan pendidikan dan pelatihan kepada para pekerja tentang pentingnya kebersihan dan sanitasi dari makanan yang disajikan dan etika melayani wisatawan, dan 5 untuk menyediakan sarana transportasi seperti sepeda dayung, sepeda motor atau mobil untuk angkutan wisatawan. Sudipa 2014 meneliti ”Kemiskinan Dalam Perkembangan Industri Pariwisata di Kelurahan Ubud” menyimpulkan bahwa: 1 pesatnya perkembangan pariwisata telah mengangkat Ubud menjadi salah satu tujuan wisata terkenal di dunia. Pendapatan dari sektor pariwisata dimanfaatkan untuk mengentaskan kemiskinan melalui kebijakan finansial dan non finansial, di dukung oleh Lembaga Swadaya Masyarakat LSM untuk melakukan pendampingan dalam melaksanakan program pemerintah, 2 masih adanya kemiskinan struktural di Ubud akibat dari faktor eksternal berupa kebijakan pemerintah yang kurang tepat dalam menangani kemiskinan. Hal ini dapat dilihat dari penanganan yang kurang terpadu, tidak jelasnya acuan yang dipakai dan terjadinya penanganan yang tumpang tindih dalam pengentasan kemiskinan, 3 faktor internal berdampak terhadap munculnya kemiskinan alamiah akibat dari rendahnya kualitas sumber daya manusia yang berdampak terhadap rendahnya kinerja, 4 ketidakmampuan masyarakat untuk mengakses sumber daya alam yang terbatas dari dari pemiliki modal yang berkorabolasi dengan penguasa, 5 kemiskinan dan kesenjangan masyarakat memunculnya apatisme di masyarakat, dan 6 ketidak berhasilan pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan mewariskan masyarakat miskin secara turun temurun. Penelitian Ashley et al 2001, Eyben et al 2008, dan Tosun 2000: 32 yang dilakukan di Afrika dan Bangladesh menyatakan bahwa pariwisata berdampak positif terhadap hal-hal sebagai berikut: 1. Penerimaan pariwisata dari devisa dan dari sumber lainnya bermanfaat untuk pembangunan bangsa dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 2. Pembangunan pariwisata membuka masuknya investasi padat modal dan padat karya, bertambahnya lapangan kerja dan untuk meningkatkan daya beli rakyat. 3. Pengelolaan pro-poor tourism sebagai sebuah model pariwisata melalui pemberdayaan dan dengan melibatkan masyarakat secara langsung berdampak positif dalam pengentasan kemiskinan 4. Untuk tercapainya tujuan pro-poor tourism diperlukan konsep pengembangan daerah pariwisata yang terintegrasi dengan kepentingan masyarakat miskin. 5. Pendekatan pro-poor memberikan keuntungan secara langsung direct profit kepada masyarakat miskin secara ekonomis maupun non-ekonomis.

2.2 Landasan Teori, Konsep Pariwisata dan Kemiskinan