Pariwisata dan Kemiskinan di Kabupaten Badung, Bali.
i
PARIWISATA DAN KEMISKINAN
DI KABUPATEN BADUNG, BALI
I MADE PATERA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
(2)
PARIWISATA DAN KEMISKINAN
DI KABUPATEN BADUNG, BALI
I MADE PATERA NIM:1090771004
PROGRAM DOKTOR
PROGRAM STUDI PARIWISATA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
(3)
PARIWISATA DAN KEMISKINAN
DI KABUPATEN BADUNG, BALI
Disertasi untuk Memperoleh Gelar Doktor
pada Program Doktor, Program Studi Pariwisata,
Program Pascasarjana Universitas Udayana
I MADE PATERA NIM:1090771004
PROGRAM DOKTOR
PROGRAM STUDI PARIWISATA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
ii(4)
(5)
Disertasi Ini Telah diuji pada Ujian Terbuka Tanggal : 6 Januari 2016
Panitia Penguji Disertasi Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No : 4306/UN14.4/HK/2015
Tanggal : 22 Desember 2015
Ketua : Prof. Dr. I Made Sukarsa, S.E., M.S.
Anggota :
1. Dr. Ir. A.A.P. Agung Suryawan Wiranatha, M.Sc 2. Prof. Dr. I Komang Gde Bendesa, M.A.D.E. 3. Prof. Dr. Ir. I Ketut Budi Susrusa, MS. 4. Prof. Dr. I Ketut Sudibia, SU
5. Prof. Dr. Ir. Made Antara, MS
6. Dr. Putu Saroyeni Piartrini, SE., Ak. MM. 7. Dr. I Nyoman Madiun, M.Sc
(6)
(7)
UCAPAN TERIMA KASIH
Kehadapan Tuhan Yang Maha Esa penulis mengucapkan puji syukur atas kemurahan dan kasih karunia-Nya, sehingga penulisan disertasi dengan judul Pariwisata dan Kemiskinan di Kabupaten Badung-Bali, dapat penulis selesaikan dengan optimal. Penulisan ini memungkinkan terjadi dari dukungan, arahan serta tambahan ilmu pengetahuan dari promotor, dan kopromotor serta bimbingan anggota penguji sejak ujian kualifikasi sampai selesainya penulisan diseratasi ini. Penulis menyampaikan penghargaan setulus hati kepada yang terhormat.
Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD. KEMD beserta pembantu-pembantu rektor atas kesempatan dan fasilitas yang telah diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan penyelesaikan pendidikan Program Doktor Pariwisata di Universitas Udayana. Direktur Program Pascasarjana Prof. Dr. dr. A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra, Ph.D selaku asisten II beserta seluruh staf di Program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar, yang telah memberikan penulis kesempatan dan fasilitas, untuk mengikuti perkulihan ini sampai selesai.
Prof. Dr. I Made Sukarsa, SE., M.S., Guru Besar Fakultas Ekonomi pada Program Studi Manajemen Universitas Udayana Denpasar, atas berkenan sebagai promotor dan membimbing penulis dengan kesabaran yang tinggi. Kepakaran beliau dalam bidang dunia akademik telah memberikan penulis pengetahuan yang sangat bernilai dalam menyelesaikan disertasi ini. Dr. Ir. A.A.P Agung Suryawan Wiranatha, MSc., selaku kopromotor yang telah membimbing penulis tanpa lelah dan dengan sangat teliti. Pengalaman beliau memberikan saran dalam bidang akademis dan empiris sangat bermanfaat dalam menyelesaikan penulisan ini.
(8)
Ketua Program Doktor Pariwisata Universitas Udayana Prof. Dr. I Komang Gde Bendesa, M.A.D.E dan sekretaris program Dr. Ir. A.A.P. Agung Suryawan Wiranatha, M.Sc yang senantiasa memberikan semangat, dan motovasi dalam mengikuti studi sehingga penulis selalu bersemangat untuk mengikuti perkuliahan.
Kepada para penguji disertasi : Prof. Dr. I Made Sukarsa, S.E., M.S., Dr. Ir. A.A.P. Agung Suryawan Wiranatha, MSc., Prof. Dr. I Komang Gde Bendesa, M.A.D.E., Prof. Dr. Ir. I Ketut Budi Susrusa, MS., Prof. Dr. I Ketut Sudibia, SU, Prof. Dr. Ir. Made Antara, MS dan Dr. I Nyoman Madiun, M.Sc. yang telah memberikan masukan berharga dan dukungan kepada penulis untuk mewujudkan disertasi ini menjadi lebih baik.
Para dosen pengampu mata kuliah sejak dimulainya perkuliahan perdana pada 31 Agustus 2010 dan dosen pengampu mata kuliah konsentrasi yang telah berperan besar memberikan dorongan dan berbagi pengetahuan kepada penulis sehingga disertasi ini dapat penulis selesaikan dengan sebaik-baiknya.
Terima kasih penulis disampaikan kepada Kepala Statistik Kabupaten Badung, Kepala Statistik Provinsi Bali, Kepala Bappeda Kabupaten Badung, Kepala Desa Belok Sidan dan Petang, Kepala Desa Jimbaran dan Desa Pecatu, dan Manager Obyek Wisata Pecatu beserta jajarannya atas fasilitas dan waktu yang diluangkan untuk melaksanakan fokus grup diskusi, membahas tentang pariwisata dan kemiskinan di Badung Utara dan Badung Selatan.
Hormat dan terima kasih tidak terhingga penulis panjatkan kepada kedua orang tua Ayah I Wayan Sengolan dan Bunda Ni Made Rempen (almarhum) yang telah membesarkan dan memberikan falsafah kehidupan tentang cinta kasih, hutang kepada orang tua tidak akan terbayarkan, dan hidup adalah pembelajaran sampai akhir kehidupan itu sendiri. Istri setia yang penulis kasihi dan kagumi
(9)
Irma Ellen Riupassa, dengan pengorbanan dan kesabaran yang tidak ternilai telah memberikan dukungan untuk menyelesaikan studi ini. Anak-anak tercinta dan budiman Gede Reindra Patera, Rathendra Dinaçakti Patera, Astri Swarani Patera dan Menantu terkasih Ida Ayu Arie Mayuni yang memberikan dukungan dan kasih sayang dengan caranya masing-masing. Simon Reinier Riupassa dan Ariantje Bondradine Sahanaya, mertua (almarhum) yang menjadi inspirator untuk berbagi dalam kehidupan. Nio Tjoei Lian yang memberi pendidikan karakter menjadi pribadi tangguh “Perseverance”, jujur, disipin, dan kerja keras. Almarhum I Ketut Dharmasusila yang memberikan suri tauladan pentingnya pendidikan. Sahabat tercinta, motivator dan teman diskusi akademik Dr. I Nyoman Sudiarta, SE. M.Par dan Dr. I Wayan Suardana, SST.Par.M.Par. Terima kasih kepada Lippo Group tempat penulis selama ini bekerja sebagai tulang punggung perkuliahan yang memungkinkan penulis menyelesaikan disertasi ini.
Seluruh staf di Fakultas Pariwisata Universitas Udayana dan Program Doktor Pariwisata atas berbagai fasilitas, dan bantuan yang telah diberikan semasa kuliah sampai disertasi ini terselesaikan dengan baik dan kepada semua pihak yang dengan ihlas telah memberikan dukungan moral maupun material
Semoga semua amal baik Bapak, Ibu, Saudara mendapatkan balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Semoga karya ilmiah ini yang jauh dari sempurna dapat memberi manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu pariwisata di Bali dan Indonesia pada umumnya.
Denpasar, 6 Januari 2016 Penulis,
I Made Patera
(10)
ABSTRAK
Pariwisata Dan Kemiskinan Di Kabupaten Badung, Bali
Fenomena pariwisata dan kemiskinan telah ada sejak lahirnya peradaban manusia dan sejak tahun 1980-an telah menjadi perhatian serius para praktisi dan cendikiawan diberbagai belahan dunia termasuk di Indonesia. Kemiskinan tidak hanya dipahami sebagai sebuah pemahaman konsep abstrak, tetapi sebagai realitas terhadap ketidakadilan ekonomi dan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia di berbagai negara kaya maupun negara miskin di dunia.
Tujuan penelitian adalah: 1) menganalisis pengaruh perkembangan pariwisata terhadap kinerja perekonomian; 2) menganalisis pengaruh kinerja perekonomian terhadap pengentasan kemiskinan; 3) menganalisis pengaruh perkembangan pariwisata terhadap pengentasan kemiskinan; dan 4) merumuskan strategi untuk meningkatkan peran pariwisata dalam pengentasan kemiskinan di Kabupaten Badung. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif didukung data sekunder dan pendekatan kualitatif dengan data primer didapat melalui observasi, wawancara mendalam (depth-interview) dan diskusi kelompok terfokus (focuss group discussion). Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Badung Selatan sebagai daerah terkaya di Bali dari hasil pariwisata.
Penelitian ini mengacu kepada Teori Neoliberalisme sebagai Grand Theory, didukung oleh teori Sosial Demokrat dan Teori Pemberdayaan. Kemiskinan menurut Neoliberalisme adalah persoalan individu dan kesejahteraan hanya bisa dicapai dengan pertumbuhan ekonomi melalui mekanisme pasar bebas. Menurut Sosial Demokrat kemiskinan muncul akibat dari ketidak adilan terhadap tatanan kehidupan masyarakat sebagai faktor dan Teori Pemberdayaan menekankan pada pendekatan untuk meningkatkan kemampuan pribadi atau kelompok masyarakat untuk melepaskan diri menuju kepada kemandirian secara ekonomi, sosial budaya dan politik. Analisis data menggunakan analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial. Analisis statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan data hasil penelitian untuk mudah dibaca dan analisis statistik inferensial digunakan untuk menguji hipotesis penelitian yaitu dengan Partial Least Square (PLS). Hasil penelitian membuktikan bahwa: 1) perkembangan pariwisata berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perekonomian; 2) kinerja perekonomian berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan; dan 3) perkembangan pariwisata berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan, dan 4) untuk meningkatkan peran pariwisata dalam pengentasan kemiskinan dilakukan dengan menganalisis kekuatan dan kelemahan serta peluang dan tantangan dibuat dalam satu strategi berbasiskan SWOT. Novelty penelitian yaitu: perkembangan pariwisata di Kabupaten Badung berdampak signifikan dan negatif terhadap tingkat kemiskinan melalui 2 indikator yaitu Jumlah Kunjungan Wisatawan dan Kontribusi PHR sebagai indikator terkait langsung dengan pemerintah. Indikator Lama Tinggal dan Pengeluaran Wisatawan tidak berdampak terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten Badung.
Kata kunci : Perkembangan pariwisata, kinerja ekonomi, kemiskinan
(11)
ABSTRACT
Tourism And Poverty In Badung Regency, Bali
Tourism and poverty’s phenomenon had already been known since the birth of human civilization. In the 1980s poverty became a serious concern of practitioners and scholars in various part of the world, including Indonesia. Poverty is not only understood in understanding as an abstract concept, but also as a reality of economic injustice and inability to meet basic human needs in some rich countries but also in many developing countries in the world. The problem of poverty is a fundamental and tourism is one of the many ways to solve this.
The objective of this paper is to study the role of tourism to poverty alleviation including: 1) to analyze the influence of tourism development toward economic performance; 2) to analyze the effect of economic performance on poverty eradication; 3) to analyze the influence of tourism on poverty alleviation; 4) to formulate a strategy to increase tourism's role in poverty alleviation in Badung Regency. This study uses quantitative approach supported by secondary data and qualitative approach using primary data obtained through observation, in-depth interviews and focus group discussions. Research was conducted in South Badung Regency in the most developed tourism growth and considered the richest district among all regencies in Bali Regencies. Various attempts have been made to alleviate poverty, however have not been able to resolve poverty problems.
The grand theory of this study refers to Neoliberalism Theory, supported by Social Democratic Theory and Empowerment Theory. Neoliberalism emphasizes that poverty as an individual problem and prosperity can only be achieved by achievement of economic growth through free market mechanism. According to Social Democratic Theory the emergence of poverty came from outside of the community itself. While the emphasis on the Empowerment Theory is in improving the ability of individual or communities to become indepedence on economic, social welfare and political right.
Data analysis using Partial Least Square (PLS) with statistical analysis descriptive and inferential statistics. In order to have a better understanding on the statiscal result, Descriptive Analysis is also used to describe the researched data, using inferential statistical analysis to test the research hypothesis.
The results of the research indicated that: 1) the development of tourism showed positive and significant impact on economic performance; 2) economic performance showed negative and significant impact on poverty alleviation; 3) tourism development showed negative and significant effect on poverty alleviation and (4) in order to be able to increase tourism's role in poverty alleviation in Badung Regency the strategy is formulated by analyzing the strengths, weakness, opportunities and challenges based on Strength, Weakness, Opportunity and Threat (SWOT) strategy.
Key words: Tourism development, economic performance, poverty
(12)
RINGKASAN
PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI
Perkembangan pariwisata internasional merupakan sektor kegiatan ekonomi global yang dimanfaatkan oleh berbagai negara di dunia untuk meningkatkan partisipasi mereka dalam pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Bryden (1973) menyatakan bahwa pembangunan pariwisata dan pertumbuhan ekonomi mempunyai hubungan mutualistis untuk mengentaskan kemiskinan.
Alasan memilih perkembangan pariwisata terhadap dampak kemiskinan di Kabupaten Badung yaitu secara teoritis didasarkan atas hasil kesimpulan peneliti yang berbeda yaitu dari Kelompok Ashley et al (2001), Spenceley dan Seif (2003), Tores dan Momsen (2004: 249-5) yang menyatakan bahwa pengembangan pariwisata berdampak positif pengentasan kemiskinan. Dari hasil penelitian dilakukan Jamieson et al (2004: 2) dan Roy (2010: 4) menyatakan bahwa pengembangan pariwisata belum mampu mengentaskan kemiskinan.
Tujuan penelitian ini yaitu untuk: (1) Menganalisis pengaruh perkembangan pariwisata terhadap kinerja perekonomian di Kabupaten Badung, (2) Menganalisis pengaruh kinerja perekonomian terhadap kemiskinan di Kabupaten Badung (3) Menganalisis pengaruh perkembangan pariwisata terhadap kemiskinan di Kabupaten Badung dan (4) Merumuskan strategi untuk meningkatkan peran pariwisata dalam pengentasan kemiskinan di Kabupaten Badung. Landasan teori penelitian ini adalah Teori Pemberdayaan didukung oleh Konsep Pariwisata, Kinerja Perekonomian dan Kemiskinan. Menurut Rappaport (1987: 139-142), pemberdayaan bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan seseorang dalam menentukan pilihan terhadap kepentingan yang berdampak positif bagi diri sendiri sebagai pendekatan untuk memecahkan masalah sosial dari ketidakberdayaan masyarakat. Perkins dan Zimmerman (1995: 570-571), menyatakan bahwa pemberdayaan merupakan sebuah proses partisipasi berkesinabungan untuk menghilangkan berbagai keterbatasan, membangun kepercayaan diri kerjasama, kematangan emosi, kemampuan beradaptasi dan bertoleransi dengan orang lain.
(13)
Penelitian ini menggunakan metode gabungan antara kuantitatif dan kualitatif atau Mixed Method. Hal ini didasarkan pada pandangan Creswell, (2010: 22) dan Jonker et al (2011: 88) yang menyatakan bahwa semakin kompleks masalah penelitian, memakai metode kualitatif dan kuantitatif dalam satu penelitian akan saling memperkuat satu sama dari pada hanya menggunakan satu metode penelitian secara terpisah. Penelitian kuantitatif dilakukan melalui pengambilan data sekunder dari sumber data yang ada di Kabupaten Badung. Didukung oleh Kerangka Berfikir dan Konsep sebaga landasan untuk memecahkan permasalahan yang ada dengan Hipotesis Penelitian yaitu: Hipotesis Penelitian I: Perkembangan pariwisata berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan, Hipotesis 2: Kinerja perekonomian berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan dan Hipotesis 3: Perkembangan Pariwisata berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan.
Data diolah dengan analisis statistik inferensial menggunakan Partial Least Partial (PLS). Hasil pengujian hipotesis dipakai mengkonfirmasi hasil penelitian dan teori-teori Jennings, (2001: 35), Denzin dan Lincoln, (2009: 1-4) Pendekatan kualitatif juga dilakukan karena sebagian permasalahan yang diteliti dilakukan secara deskriptif, melalui observasi, wawancara mendalam (in-depth interview) Untuk karakteristik kemiskinan dipakai statistik deskriptif untuk mengkorfirmasi hasil analisis kuantitatif dan kegiatan diskusi kelompok terfokus (focus group discussion). Teknik analisis yang dilakukan pada penelitian ini terdiri atas: Analisis Kuantitatif dipergunakan untuk menjawab permasalahan pertama, kedua dan ketiga, dengan menggunakan analisis Partial Least Square
sebagai alternatif pemodelan persamaan yang dasar teorinya lemah, bisa digunakan untuk model replektif dan formatif (Ghozali 2011: 7-17), dan Analisis Kualitatif dipergunakan untuk menjawab rumusan masalah ke empat yaitu bagaimana mengembangkan strategi peningkatan peran pariwisata dalam pengentasan kemiskinan di Kabupaten Badung. Informasi atau data yang tersedia dianalisis melalui pendekatan Strength, Weakness, Opportunity dan Threat
(SWOT) melalui Focus Group Discussion (FGD) dengan strategi pengentasan
(14)
kemiskinan disusun berdasarkan matriks SWOT yaitu : (1) Strategi SO, (2) Strategi ST, (3) Strategi WO dan (4) WT.
Hasil Pengujian menggunakan Partial Least Square (PLS) menghasilkan: (1) Pengaruh Perkembangan Pariwisata terhadap Kinerja Perekonomian, hasil pengujian hipotesis pertama menunjukkan bahwa pengaruh perkembangan pariwisata terhadap kinerja perekonomian menunjukkan nilai koefisien jalur sebesar 0,871 dengan nilai t-statistik sebesar 71,567. Nilai t- statistik tersebut lebih besar dari nilai t-tabel sebesar 2,201. Ini menunjukkan bahwa variabel perkembangan pariwisata berpengaruh signifikan terhadap kinerja perekonomian. Artinya bahwa semakin baik perkembangan pariwisata maka kinerja perekonomian juga akan meningkat, (2) Pengaruh kinerja perekonomian terhadap kemiskinan, hasil pengujian hipotesis kedua menunjukkan adanya pengaruh signifikan variabel kinerja perekonomian (KP) terhadap kemiskinan (KM) dengan nilai koefisien jalur sebesar -0,762 dengan nilai t-statistik sebesar 15,462. Nilai t-statistik tersebut lebih besar dari nilai t-tabel sebesar 2,201, menunjukkan ada pengaruh yang signifikan antara variabel kinerja perekonomian terhadap kemiskinan. Koefisien jalur yang bertanda negatif menunjukkan bahwa kinerja perekonomian memberikan pengaruh signifikan dan negatif terhadap kemiskinan. Ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi kinerja perekonomin (KP) maka kemiskinan (KM) semakin menurun dan (3) Pengaruh perkembangan pariwisata terhadap kemiskinan, koefisien jalur pengaruh perkembangan pariwisata terhadap kemiskinan sebesar -0,207 dengan nilai t-statistik sebesar 4,099. Nilai t- statistik tersebut lebih besar dari nilai t-tabel sebesar 2,201 menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara variabel perkembangan pariwisata dengan kemiskinan. Koefisen jalurnya menunjukkan perkembangan pariwisata memberikan pengaruh negatif terhadap kemiskinan, artinya semakin baiknya perkembangan pariwisata, berdampak terhadap semakin menurunnya kemiskinan.
Kebaruan atau Novelty penelitian ini dapat dinyatakan sebagai berikut: perkembangan pariwisata di Kabupaten Badung berdampak signifikan dan negatif terhadap tingkat kemiskinan melalui dua (2) indikator yaitu jumlah kunjungan wisatawan dan kontribusi pajak hotel dan restoran (PHR), dimana kedua indikator
(15)
ini terkait langsung dengan penerimaan pemerintah dimanfaatkan untuk pengentasan kemiskinan.Sedangkan dua indikator lainnya yaitu Lama Tinggal dan Pengeluaran Wisatawan merupakan bagian dari pendapatan non-pemerintah berupa keuntungan yang masuk ke pundi-pundi swasta untuk kepentingan sendiri dan tidak dimanfaatkan untuk pengentasan kemiskinan di Badung.
Keterbatasan penelitian ini dapat disampaikan sebagai berikut : (1) Penelitian ini terbatas hanya memakai tiga variabel yaitu variabel pariwisata,
kinerja perekonomian dan variabel kemiskinan dan hanya melihat dampaknya dari aspek ekonomi, (2) Tidak meneliti tentang pengaruh aspek non-ekonomi terhadap kemiskinan, (3) Penelitian ini menggunakan data sekunder dari sumber terbatas yaitu dari BPS Pemerintah Kabupaten Badung dan Provinsi Bali. Untuk memperkaya hasil penelitian data sekunder dapat dicari dari sumber-sumber lainnya, dan (4) Terbatasnya data time series yang tersedia hanya selama 14 tahun sejak berdirinya pada tahun 1992 Kabupaten Daerah Tingkat II Badung setelah berpisah dari Kota Madya Denpasar.
Kesimpulan penelitian sebagai berikut: (1) Perkembangan pariwisata berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perekonomian. Artinya bahwa semakin baik perkembangan pariwisata, kinerja perekonomian semakin meningkat. Hal ini terlihat dari nilai koefisien jalur sebesar 0,871 dan nilai t-statistik sebesar 71,567 lebih besar dari nilai t-tabel sebesar 2,201, (2) Kinerja perekonomian berpengaruh negatif dan signifikan `terhadap kemiskinan. Artinya semakin tinggi kinerja perekonomian, semakin menurun tingkat kemiskinan. Hal ini terlihat dari nilai koefisien jalur sebesar -0,762 dengan nilai t-statistik 15,462, lebih besar dari nilai t-tabel sebesar 2,201, (3) Perkembangan pariwisata berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan. Artinya bahwa semakin meningkatnya perkembangan pariwisata, berdampak terhadap menurunnya kemiskinan. Hal ini terlihat dari Koefisien jalur pengaruh perkembangan pariwisata terhadap kemiskinan sebesar -0,207 dengan nilai t-statistik 4,099, lebih besar dari nilai t-tabel 2,201, (4) Untuk peningkatkan peran pariwista di Kabupaten Badung dalam pengentasan kemiskinan berdasarkan hasil analisis SWOT sebagai berikut: (1). Strategi: (1) (S+O): mempertahankan potensi
(16)
pariwisata alami dan meningkatkan pariwisata ekowisata, meningkatkan potensi wisata jembatan “Tukad Bangkung” untuk wisatawan nusantara di Badung Utara, memberdayakan masyarakat untuk pelestarian lingkungan, (2) Strategi (W+O): meningkatkan berbagai sarana transportasi, pendidikan dasar kepariwisata bekerja sama dengan stake holder pemangku kepentingan pariwisata, (3) Strategi (S+T) dan (W+T): meningkatkan promosi melalui berbagai media dan bentuk promosi lainnya.
Saran: (1) Perlu dikembangkan pilot project penelitian di Kecamatan Badung Selatan untuk mengembangan rumput laut dan mengembalikan kejayaan jeruk Pecatu dan untuk Desa Jimbaran untuk pengembangan kegiatan bersifat ekonomis selain wisata kuliner pantai dengan mengoptimalkan pemanfaatan CSR dari perusahaan swasta, (2 ) Penelitian dimasa mendatang perlu disempurnakan dengan menambahkan variabel non ekonomi seperti variabel kesejahteraan sebagai variabel mediasi diantara Perkembangan Pariwisata dan Kemiskinan, (3)
Untuk mengetahui pengaruh peran pariwisata dan kinerja perekonomian terhadap kemiskinan perlu didukung dengan lebih banyak data primer dari sumber yang lebih luas, (4) Pengembangan penelitian berkelanjutan di Badung Utara, di Kecamatan Petang, Desa Plaga dan Desa Belok Sidan untuk mengembangkan pertanian modern secara terintegrasi, berbasiskan masyarakat dengan melibatkan badan-badan internasional, pemerintah, dan swasta yang berpengalaman di bidang pertanian modern.
(17)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL DEPAN --- i
HALAMAN SAMPUL DALAM --- ii
LEMBAR PERSETUJUAN PROMOTOR / KOPROMOTOR --- iii
PENETAPAN PANITIA UJIAN --- iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT --- v
UCAPAN TERIMA KASIH --- vi
ABSTRAK --- ix
ABSTRACT --- x
RINGKASAN --- xi
DAFTAR ISI --- xvi
DAFTAR TABEL --- xx
DAFTAR GAMBAR --- xxii
DAFTAR LAMPIRAN --- xxiii
DAFTAR SINGKATAN --- xxiv
BAB I PENDAHULUAN --- 1
1.1 Latar Belakang --- 1
1.2 Rumusan Masalah --- 14
1.3 Tujuan Penelitian --- 14
1.4 Manfaat Penelitian --- 15
1.4.1 Manfaat teoritis --- 15
1.4.2 Manfaat praktis --- 15
BAB II KAJIAN PUSTAKA --- 16
2.1 Penelitian Terdahulu --- 16
2.2 Landasan Teori, Konsep Pariwisata dan Kemiskinan --- 24
2.2.1 Teori Pemberdayaan --- 24
2.3 Konsep Pariwisata --- 31
2.3.1 Pengertian wisatawan --- 33
2.3.2 Pro Poor Tourism --- 37
(18)
2.3.3 Pariwisata Berbasis Masyarakat (Community Based
Tourism) --- 39
2.3.4 Pariwisata Berkelanjutan (Sustainable Tourism) --- 47
2.3.5 Industri Pariwisata --- 49
2.3.6 Pengembangan Pariwisata --- 51
2.3.7 Pariwisata dan Kinerja Perekonomian --- 59
2.4 Konsep Kemiskinan --- 60
2.4.1 Jenis Kemiskinan --- 61
2.4.2 Penyebab Kemiskinan --- 61
2.4.3 Pengentasan Kemiskinan --- 64
2.4.4 Indikator Kemiskinan --- 66
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Berpikir --- 71
3.2 Kerangka Konsep Penelitian --- 76
3.3 Hipotesis--- 78
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian --- 82
4.2 Lokasi, Waktu dan Obyek Penelitian --- 83
4.3 Variabel Penelitian --- 86
4.3.1 Identifikasi Variabel --- 86
4.3.2 Definisi Operasional Variabel --- 86
4.4 Jenis dan Sumber Data --- 90
4.4.1 Jenis Data --- 90
4.4.2 Sumber Data --- 90
4.5 Teknik Pengumpulan Data --- 92
4.5.1 Observasi --- 92
4.5.2 Wawancara Mendalam (In-depth Interview) --- 92
4.5.3 Studi Dokumen --- 93
4.5.4 Diskusi Kelompok terfokus (Focus Group Discussion) --- 93
(19)
4.5.5 Pemilihan Informan --- 94
4.6 Metode Analisis Data --- 95
4.6.1 Analisis Kuantitatif --- 95
4.6.2 Analisis Kualitatif --- 98
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Badung --- 99
5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Badung --- 101
5.1.2 Potensi Sarana dan Prasarana Kepariwisataan --- 105
5.1.3 Lokasidan Jenis Daya Tarik Wisata di Kabupaten Badung --- 106
5.1.4 Gini Ratio Kabupaten Badung --- 110
5.1.5 Pengentasan Kemiskinan di Kabupaten Badung --- 115
5.2 Gambaran Umum Desa Penelitian --- 117
5.2.1 Desa Pelaga --- 117
5.2.2 Desa Bilok Sidan --- 118
5.2.3 Desa Jimbaran --- 118
5.2.4 Desa Pecatu --- 119
5.3 Deskripsi Pariwisata dan Ekonomi Kabupaten Badung--- 119
5.3.1 Perkembangan Pariwisata Kabupaten Badung --- 119
5.3.2 Kinerja Perekonomian Kabupaten Badung --- 127
5.3.3 Variabel Kemiskinan di Kabupaten Badung --- 133
5.4 Hasil Pengujian Partial Least Square (PLS) --- 144
5.4.1 Hasil pengujian outer model atau measurement model --- 144
5.4.2 Hasil pengujian Discriminant validity --- 147
5.4.3 Hasil pengujian Reliability --- 148
5.4.4 Pengujian model struktural (inner model) --- 149
5.5 Pengaruh Perkembangan Pariwisata, Kinerja Perekonomian, dan Kemiskinan --- 150
5.5.1 Pengaruh Perkembangan Pariwisata terhadap Kinerja Perekonomian --- 152
(20)
5.5.2 Pengaruh kinerja perekonomian terhadap
kemiskinan --- 154
5.5.3 Pengaruh perkembangan pariwisata terhadap kemiskinan --- 156
5.6 Investasi di Kabupaten Badung --- 158
5.6.1 Investasi di Kecamatan Petang dan Kecamatan Kuta Selatan --- 158
5.6.2 Indikator Sosial Kecamatan Petang dan Kecamatan Kuta Selatan --- 160
5.7 Analisis SWOT --- 161
5.7.1 Strategi Peningkatan Peran Pariwisata Dalam Pengentasan Kemiskinan di Kabupaten Badung --- 162
5.8 Kebaruan Penelitian --- 163
5.9 Implikasi Temuan Penelitian --- 164
5.10 Keterbatasan Penelitian --- 165
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan --- 166
6.2 Saran --- 167
DAFTAR PUSTAKA --- 169
LAMPIRAN-LAMPIRAN --- 185
(21)
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara, ke Indonesia Tahun 2008-2013 Rata-rata Pengeluaran, Lama Tinggal dan
Penerimaan Devisa --- 4
Tabel 1.2 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara ke Bali Tahun 2009-2013 --- 7
Tabel 1.3 Jumlah Kunjungan Wisatawan Nusantara ke Bali Tahun 2009-2013 --- 8
Tabel 1.4 Rata-rata Lama Tinggal, Pengeluaran, Jumlah Wisatawan Mancanegaradan Nusantara di Bali 2009-2013 --- 9
Tabel 1.5 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan di Bali Tahun 2009-2013 --- 10
Tabel 1.6 Investasi; PDRB dan Kemiskinan KabupatenBadung --- 11
Tabel 2.1 Karakteristik Pro Poor Tourism (PPT) --- 39
Tabel 2.2 Prinsip Perkembangan Pariwisata Berdasarkan Komunitas (CBT) --- 46
Tabel 2.3 Perusahaan Kelompok Industri Pariwisata dan Produknya Masing-masing --- 50
Tabel 2.4 Manfaat dan Kerugian dari Perubahan Sosial, Lingkungan dan Ekonomis Akibat Pengembangan Pariwisata--- 58
Tabel 2.5 Faktor-faktor Penyebab Kemiskinan --- 69
Tabel 2.6 Kedudukan Penelitian Diantara Peneliti-peneliti yang Lain --- 70
Tabel 4.1 Lokasi Penelitian --- 85
Tabel 4.2 Deskripsi Konstruk/Variabel, Indikator, Skala Pengukuran dan Sumber Referensi --- 89
Tabel 4.3 Sampel Kabupaten Badung --- 91
Tabel 5.1 Luas Wilayah Kabupaten Badung Per Kecamatan Tahun 2013 --- 100
Tabel 5.2 Jumlah dan Jenis Daya Tarik Wisata (DTW) di Kabupaten Badung Tahun 2013 --- 108
(22)
Tabel 5.3 Data Kunjungan Wisatawan Mancanegara Ke Kabupaten Badung Tahun 2009 -2013 --- 110 Tabel 5.4 Jumlah RTS Menurut Status Kesejahteraan Hasil PPLS 2011 ---- 112 Tabel 5.5 Perkembangan Beberapa Indikator Pariwisata Di Kabupaten
Badung (X1) --- 125 Tabel 5.6 Kinerja Perekonomian Kabupaten Badung (X2) --- 133 Tabel 5.7 Kemiskinan Di Kabupaten Badung, 2000 – 2013 --- 141 Tabel 5.8 Outer Loadings --- 145 Tabel 5.9 Outer Loadings (Model Revisi) --- 147 Tabel 5.10 Cross Loadings --- 148 Tabel 5.11 Composite Reliability --- 148 Tabel 5.12 Nilai R-Squares --- 149 Tabel 5.13 Pengaruh Perkembangan Pariwisata dan Kinerja Perekonomian
terhadap Kemiskinan --- 151 Tabel 5.14 Rencana dan Realisasi PMA dan PMDN di Kabupaten Badung -- 159
(23)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Kunjungan Wisatawan Internasional 2013 --- 2 Gambar 3.1 Kerangka Berpikir --- 74 Gambar 3.2 Kerangka Konsep --- 76 Gambar 4.1 Lokasi Penelitian --- 85 Gambar 4.2 Jalur Analisis PLS --- 96 Gambar 5.1 Data Gini Ratio Provinsi Bali Tahun 2000 – 2013 --- 111 Gambar 5.2 Hasil analisis outer model penelitian--- 145 Gambar 5.3 Hasil revisi analisis outer model --- 146 Gambar 5.4 Diagram Struktural Hasil Uji Inner Model --- 150 Gambar 5.5 Diagram Jalur Hasil Uji Hipotesis --- 151
(24)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Rasio Gini Provinsi Bali Tahun 2004-2013 --- 185 Lampiran 2 Frequencies --- 186 Lampiran 3 PLS Output 1 --- 192 Lampiran 4 PLS Output (Model Revisi) --- 199 Lampiran 5 Tabel Analisis SWOT--- 206 Lampiran 6 Strategi Pengentasan Kemiskinan Berbasis Analisis SWOT - 209 Lampiran 7 Data Hasil Dokumentasi Penelitian--- 211 Lampiran 8 Data Hasil Dokumentasi Penelitian --- 214
(25)
DAFTAR SINGKATAN
AVE : Average Variance Extracted
BPS : Badan Pusat Statistik
CBT : Community Based Tourism
CSR : Corporate Social Responsibility
GATS : General Agreement on Trade and Services
JED : Jaringan Ekowisata Desa
KM : Kemiskinan
KP : Kinerja Perekonomian
KUB : Kelompok-kelompok Usaha Bersama LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
MICE : Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition
MP3EI : Rencana Induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
PAD : Pendapatan Asli Daerah
PDRB : Pendapatan Domestik Regional Bruto PLS : Partial Least Partial
PP : Perkembangan pariwisata
PPT : Pro Poor Tourism
RTS : Rumah Tangga Sasaran
SWOT : Strength, Weakness, Opportunity dan Threat
UEP : Usaha Ekonomi Produktif
UNESCO : United Nations Educational Sience and Cultural Organization UNWTO : United Nation World Tourism Organization
WTO : World Tourism Organization
(26)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan pariwisata internasional merupakan sektor kegiatan ekonomi global yang dimanfaatkan oleh berbagai negara di dunia untuk meningkatkan partisipasi mereka dalam pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Bryden (1973) menyatakan bahwa pembangunan pariwisata dan pertumbuhan ekonomi mempunyai hubungan mutualistis untuk mengentaskan kemiskinan.
Pariwisata Indonesia tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan pariwisata global sebagai bagian dari liberalisasi ekonomi yang melahirkan persetujuan umum tentang Perdagangan Jasa (General Agreement on Trade and Services) disingkat GATS. Persetujuan ini membuka hambatan tarif pada perdagangan jasa di dunia dan diberlakukan di Indonesia sejak tahun 2011. GATS membuka ruang bagi pariwisata untuk bertumbuh menjadi salah satu industri jasa terbesar di dunia, berperan sebagai penggerak (driving force) ekonomi global dengan regulasi perdagangan dan jasa yang menguntungkan industri pariwisata negara maju.
Sejalan dengan Bryden (1973), Gibson (2009: 527-528) dan Leon (2006: 341) menyatakan bahwa pariwisata bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi negara-negara sedang berkembang. Hal ini dibuktikan dengan pencapaian spektakuler kunjungan wisatawan internasional sebanyak 1,087 miliar pada tahun 2013, meningkat lima persen atau sebanyak 52 juta wisatawan dari tahun 2012 (1,075 miliar). Dari angka tersebut, 258 juta wisatawan berkunjung ke Asia Pasifik, meningkat enam persen dari tahun sebelumnya. Eropa sebagai penerima
(27)
kunjungan tertinggi sebanyak 563 juta wisatawan, meningkat sebesar lima persen (534 juta) dari tahun sebelumnya. Amerika menerima 167 juta wisatawan dengan kenaikan sebesar 3.6 persen seperti disajikan pada Gambar 1.1
Gambar 1.1
Kunjungan Wisatawan Internasional 2013 Sumber (UNWTO, 2014).
Penerimaan pariwisata internasional tahun 2013 sebesar USD 1.159 miliar meningkat lima persen dan Gross Domestic Product bertumbuh sembilan persen menjadi USD 7.227,1 juta dari tahun 2012. Meningkatnya jumlah kunjungan dan pendapatan pariwisata internasional menunjukkan semakin besarnya kontribusi pariwisata terhadap pemasukan devisa dan semakin terbukanya kesempatan kerja dan peluang untuk meningkatkan ekspor komoditas lokal. Ashley, et al (2001: 2) sejalan dengan Hall (2008:19-21) menyatakan bahwa untuk setiap pengembangan pariwisata diperlukan peran negara sebagai perumus pembangunan dan pengendali kebijakan publik. Hal ini dimaksudkan agar peran kebijakan publik
(28)
sebagai kontrol untuk mencegah dampak negatif perkembangan pariwisata dan mampu berkontribusi positif terhadap peningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sejalan dengan tujuan pengembangan pariwisata Indonesia pemerintah mencanangkan program-program inovatif untuk memperbesar pendapatan devisa dan meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara. Pemerintah merancang
Master Plan Acceleration and Expansion of Indonesia Economic Development
2011-2025 yaitu Rencana Induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) untuk mempercepat peningkatkan ekonomi berdasarkan potensi dan keunggulan masing-masing daerah di Indonesia. Tahun 2013 pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Pangestu, 2013:14-25), menargetkan kedatangan 8,6 juta wisatawan dengan pemasukan devisa USD 10 miliar dan 258 juta wisatawan nusantara dengan pendapatan Rp. 180,6 trilliun untuk tahun 2013. Untuk tujuan tersebut pemerintah merancang program-program unggulan, yaitu: (1) menambah penerbangan langsung dari pangsa pasar sedang bertumbuh (emerging markets) seperti China, Korea, Taiwan dan Rusia serta meningkatkan kualitas fisik dan layanan Bandara Internasional Ngurah Rai, (2) perluasan pelabuhan kapal pesiar (cruise ship terminal) Benoa untuk meningkatkan daya tampung wisatawan dari 118.000 orang menjadi 500.000 orang pada tahun 2016, (3) peningkatan kunjungan wisatawan Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE) atau pertemuan, insentif, konvensi dan pameran di daerah tujuan pariwisata potensial seperti Medan, Makasar, Manado, Batam, dan Daerah Istimewa Yogyakarta, (4) wisatawan dengan minat khusus seperti wisata kesehatan dan kebugaran (medical
(29)
and wellness tourism), peninggalan bersejarah (historical and heritage tourism) eco wisata serta konservasi alam (ecotourism and concervation), dan sampai kepada (5) pengembangan Raja Ampat, Wakatobi, Bunaken dan Kota Tua Jakarta. Selain rencana mempercepat pengembangan untuk peningkatan nilai lebih di sektor pariwisata, serta terpeliharanya lingkungan dan beragam sumber daya alam, pemerintah menjaga kekayaan biodiversity bernilai tinggi, untuk memperkuat posisi Indonesia menuju pariwisata hijau (green tourism). Didukung oleh keindahan alam dengan iklim tropis yang hangat, sejarah panjang keunikan Indonesia yang menjadi kekuatan bangsa seperti warisan budaya bangsa adiluhung, masyarakat yang hangat dan ramah, keamanan dan politik dalam negeri yang stabil ikut memperkuat citra Indonesia sebagai daerah tujuan wisata yang nyaman dikunjungi oleh wisatawan mancanegara. Pengembangan daerah tujuan wisata di berbagai wilayah dengan beragam etnik dan sosial budaya masyarakat, menjadi daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke Indonesia.
Peningkatan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia pada tahun 2009-2013 seperti disajikan pada Tabel 1.1
Tabel 1.1
Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara, ke Indonesia tahun 2008-2013 Rata-rata Pengeluaran per hari, Lama Tinggal dan Penerimaan Devisa TAHUN JUMLAH
WISATAWAN
RATA-RATA PENGELUARAN
(USD)
RATA-RATA LAMA TINGGAL (HARI)
PENERIMAAN DEVISA (JUTA
USD)
2009 6.323.730 995,93 7,69 6.302,50
2010 7.002.944 1.085,75 8,04 7.063,45 2011 7.649.731 1.118,26 7,84 8.060,00 2012 8.044.462 1.133,35 7,70 9.010,00 2013 8.802.129 1.142,24 7,65 10.050,00 Total 37.822.996 5.476,00 31,00 40.486,00 Rata-Rata 7.564.599 1.095,00 6,30 8.097,00
Sumber: Pusat Pengelolaan Data dan Sistem Jaringan (P2DSJ) Kemenparekraf, Biro
(30)
Selama lima tahun berturut-turut, kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia meningkat dari 6.323.730 orang tahun 2009, menjadi 8.802.129 orang pada tahun 2013 dengan pengeluaran per hari sebesar USD 1.142,24/orang. Penerimaan devisa meningkat secara signifikan yaitu sebesar USD 6.302,50 juta pada tahun 2009 meningkat menjadi USD 10.050,00 juta pada tahun 2013. Menarik untuk diketahui bahwa selama terjadinya krisis ekonomi dunia tahun 2009 jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia tidak mengalami penurunan tetapi sebaliknya terjadi peningkatan kunjungan dari tahun ketahun. Dalam rangka meningkatkan pertumbuhan pariwisata nasional pemerintah menerbitkan Undang-Undang Kepariwisataan No.10 Tahun 2009, menempatkan pariwisata Indonesia sebagai bagian tidak terpisahkan dari pembangunan nasional. Selain sebagai lokomotif pemasukan devisa, pariwisata juga bertanggung jawab terhadap perlindungan nilai-nilai agama, sosial budaya, lingkungan hidup serta memberi manfaat keadilan dan terhadap keseimbangan pemerataan pendapatan masyarakat.Terkait tujuan ini dikeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia No 64 Tahun 2014 tentang peningkatan penyelenggaraan sektor kepariwisataan.
Penelitian Tosun (2000: 32) dan Eyben et al (2008) menyatakan bahwa pariwisata diwajibkan mengikutsertakan peran masyarakat dalam penyediaan produk pertanian hasil dari masyarakat sendiri. Penelitian tentang penanganan pemerataan pendapatan masyarakat lokal di banyak negara sedang berkembang dilakukan dengan memberikan pelatihan secara berkelanjutan tentang peningkatan kualitas produk pertanian, mempercepat proses, memperpendek jaringan distribusi produk-produk yang dihasilkan masyarakat setempat untuk kebutuhan pariwisata.
(31)
Selanjutnya pariwisata Bali sebagai salah satu tujuan wisata populer di dunia muncul ditengah-tengah kehidupan masyarakat tradisional yang penuh toleransi dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pertumbuhan pariwisata itu sendiri. Ubud pada tahun 1930-an telah dikenal oleh wisatawan mancanegara dan berkembang menjadi tempat berkumpulnya pelukis Rudolf Bonnet, Walter Spies, Antonio Blanco, Han Snel, Arie Smith, dan penulis Rose Covarubias (Tara
et al 2004: 22). Dewasa itu Ubud telah menjadi magnet dan berdampak sangat positif terhadap pertumbuhan pariwisata Bali sehingga pada tahun 1960-an Ubud menjadi terkenal sebagai tujuan wisata yang exotic bagi wisatawan mancanegara.
Dibalik keterbatasan terhadap sumber daya alam, Bali terkenal akan kehidupan sosial budaya yang dijiwai oleh agama Hindu. Kepariwisataan yang dikembangkan di Bali sesuai Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012 adalah pariwisata budaya dengan Konsep Tri Hita Karana sebagai dasar pengembangan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism). Tri Hita Karana merupakan filosofi keseimbangan hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam di sekitar kita, dikembangkan sebagai kekuatan spiritual dari kehidupan masyarakat Bali. Harmonisasi yang bersifat vertikal dan horizontal, tidak hanya bermanfaat terhadap keberlangsungan tatanan kehidupan religiusitas masyarakat tetapi juga menjadi akar budaya yang kokoh bagi masyarakat Bali. Konsep Tri Hita Karana sangat terkait dengan pelestarian alam, dan keunikan dari tradisi masyarakat yang unik sebagai kekuatan bagi keberhasilan pariwisata Bali yang dilandasi oleh falsafah Agama Hindu.
(32)
Sebagai nafas kehidupan masyarakat Bali, Tri Hita Karana sangat relevan untuk dijadikan dasar pertumbuhan pariwisata Bali (Geriya, 2010: 26). Semakin meningkatnya perkembangan pariwisata mencerminkan bahwa Bali sebagai tujuan wisata terbaik dunia, akibat dari dukungan masyarakat yang hangat dan terbuka dengan keunikan sosial budaya. Peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali dapat disajikan pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2
Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara ke Bali Tahun 2009-2013
BULAN TAHUN
2009 2010 2011 2012 2013
Januari 174.541 179.273 209.093 231.675 232.935 Februari 147.704 191.926 207.195 230.103 241.868 Maret 168.205 192.579 207.907 231.257 252.210 April 188.776 192.579 224.704 249.006 242.369
Mei 190.803 203.388 209.058 231.721 247.972
Juni 200.566 228.045 245.652 272.400 275.667 Juli 235.198 254.907 283.524 314.244 297.878 Agustus 232.255 243.154 258.377 286.281 309.219 September 218.443 240.947 258.440 287.625 305.629 Oktober 221.282 229.904 247.565 257.288 266.562 November 184.803 199.861 221.603 246.626 307.276 Desember 222.546 227.251 253.591 281.159 299.013 Jumlah
Pertumbuhan
2.385.122 2.576.142 2.826.709 3.137.385 3.278.598
+8 % +9,7 % +11 % +4,5 %
Sumber: Dinas Pariwisata Provinsi Bali, 2014
Persentase peningkatan kunjungan tertinggi sebesar 11 persen terjadi pada tahun 2012 sebesar 3.137.385 wisatawan. Walaupun jumlah kunjungan wisatawan tahun 2013 meningkat menjadi 3.278.598 dengan peningkatan sebesar 4,5 persen. Hal ini disebabkan karena tidak seimbangnya jumlah kedatangan wisatawan dibandingkan dengan peningkatan penambahan jumlah hotel dari 159 hotel pada tahun 2009 meningkat menjadi 227 hotel pada tahun 2013 (BPS Bali, 2014).
(33)
Semakin banyak dan beragamnya penambahan fasilitas dan layanan wisata seperti bertumbuhnya budget hotel di daerah tujuan wisata Kota Denpasar dan Badung Selatan serta tersedianya layanan wisatawan yang bervariasi mendorong lebih banyaknya wisatawan berkunjung ke Bali. Faktor-faktor lainnya yang mendukung pertumbuhan pariwisata, yaitu : (1) jarak tempuh yang relatif pendek dari kota-kota besar di Indonesia, (2) tersedianya paket wisata yang menarik dan tersedianya low cost airfare oleh Lion Air, AirAsia dan Citylink, (3) semakin terjangkaunya biaya perjalanan wisata dan terjadinya perubahan pola hidup dimana berwisata sudah menjadi sebuah kebutuhan bagi masyarakat. Dengan kondisi yang menguntungkan tersebut, memungkinkan Bali bertahan sebagai tujuan wisata sangat populer bagi wisatawan nusantara. Hal ini berdampak terhadap semakin meningkatnya kunjungan wisatawan nusantara ke Bali dengan peningkatan sebesar lima belas persen pada tahun 2013 sejumlah 6.976.536 wisatawan dibandingkan dengan tahun 2012 sebanyak 6.063.558 wisatawan. Jumlah kunjungan wisatawan nusantara ke Bali seperti disajikan pada Tabel 1.3
Tabel 1.3
Jumlah Kunjungan Wisatawan Nusantara ke Bali Tahun 2009-2013
BULAN TAHUN
2009 2010 2011 2012 2013
Januari 264.915 346.575 280.588 333.199 426.360 Februari 204.419 238.789 340.508 305.934 369.525 Maret 255.203 202.995 358.313 307.616 431.393 April 247.100 396.898 385.228 331.378 403.211 Mei 289.635 421.369 463.452 525.076 456.491 Juni 304.213 455.456 568.264 569.635 785.053 Juli 340.610 489.307 573.103 524.334 474.769 Agustus 280.972 377.570 440.751 661.334 878.278 September 352.257 594.662 609.633 572.359 473.697 Oktober 330.337 391.722 526.302 667.703 758.351 November 285.526 361.395 574.016 545.348 678.748 Desember 365.948 366.605 554.963 719.642 840.660 Total Pertumbuhan 3.521.135 4.646.343 5.675.121 6.063.558 6.976.536
+32 % +22 % +6,8 % +15 % Sumber: Dinas Pariwisata Daerah Provinsi Bali, 2014
(34)
Meningkatnya kunjungan wisatawan ke Bali berdampak terhadap semakin besarnya Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) dan bertumbuhnya kegiatan ekonomi mikro yang tersebar di seluruh Bali. Dampak lainnya dapat dilihat dari semakin tersedianya berbagai lapangan pekerjaan disektor pariwisata. Terbukanya kesempatan kerja dengan ketrampilam terbatas seperti pelayanan porter di airport, pekerjaan kasar di hotel, pemandu wisata, dan beragam pekerjaan di berbagai usaha layanan wisata lainnya. Dinas Pariwisata Bali (2014: 58) mencatat pengeluaran rata-rata seorang wisatawan nusantara tahun 2009-2013 sebesar 548.000 rupiah per hari dengan rata-rata lama tinggal selama empat hari. Pengeluaran wisatawan mancanegara sebesar USD 158,60 seorang per hari dengan rata-rata lama tinggal selama 9,24 hari. Pengeluaran wisatawan tersebut sudah termasuk biaya akomodasi, makan minum dan biaya perjalanan lainnya, tidak termasuk biaya penerbangan. Rata-rata lama tinggal, pengeluaran dan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dan nusantara ke Bali pada tahun 2009-2013 seperti disajikan pada Tabel 1.4.
Tabel 1.4
Rata-rata Lama Tinggal, Pengeluaran, Jumlah Wisatawan Mancanegara dan Nusantara ke Bali 2009-2013
Tahun
Wisatawan Mancanegara Wisatawan Nusantara
Jumlah Wisatawan Lama Tinggal/ Hari Pengeluaran/ Hari USD Jumlah Wisatawan Lama Tinggal/ Hari Pengeluaran/ Hari Rp
2009 2.385.122 9,65 137,90 3.521.135 4,2 516.000
2010 2.576.142 8,75 147,40 4.646.343 4,4 503.000
2011 2.826.709 9,49 154,87 5.675.121 3,9 592.000
2012 3.137.385 9,27 155,27 6.063.558 3,6 635.000
2013 3.278.598 9,10 147,33 6.976.536 3,7 494.000
Rata-rata 2.840.791 9,24 158,60 5.376.539 4.0 548.000
(35)
Gambaran peran pariwisata menurut Dinas Pariwisata Provinsi Bali (2014) ditunjukkan oleh tingginya jumlah kunjungan wisatawan ke Bali tahun 2009-2013. Sementara itu persentase penduduk miskin di Bali masih berada pada kisaran empat persen atau rata-rata 170.298 orang/tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa pariwisata merupakan sektor unggulan sebagai penggerak kinerja perekonomian dan pembangunan di Bali, namun belum sepenuhnya mampu menciptakan kesejahteraan masyarakat Bali. Jumlah dan persentase penduduk miskin dan garis kemiskinan di Bali seperti disajikan pada Tabel 1.5.
Tabel 1.5
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan di Bali Tahun 2009-2013
Tahun
Jumlah Penduduk Miskin (Orang)
Persentase Penduduk Miskin
(%)
Garis Kemiskinan, per kapita/bulan
(Rp)
2009 181.700 5,13 196.466
2010 174.900 4,88 208.152
2011 166.200 4,20 233.172
2012 168.800 4,18 249.997
2013 159.890 3,95 295.210
Rata-rata 170.298 4,00 236.599
Sumber: BPS Provinsi Bali, 2014
Pariwisata Kabupaten Badung memiliki posisi strategis dengan adanya Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai sebagai pintu gerbang utama masuknya wisatawan mancanegara dan nusantara. Posisi strategis ini semakin memperkuat Kabupaten Badung sebagai pusat pertumbuhan investasi di bidang pariwisata. Didukung oleh Kecamatan Kuta Selatan yaitu Desa Jimbaran dan Desa Pecatu sebagai daerah pariwisata intensif. Tingginya perkembangan pariwisata di Kecamatan Kuta Selatan, semakin memperkuat posisinya sebagai penyumbang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terbesar untuk Kabupaten Badung.
(36)
Sedangkan desa Plaga dan Belok Sidan sebagai daerah pariwisata non-intensif di Badung Utara sebagai daerah pertanian dengan udara sejuk dan ekowisatanya yang dikelola masyarakat, menjadi daya tarik wisatawan untuk ke Badung Utara. Pengembangkan pariwisata model ini sejalan dengan Giampiccoli dan Kalis, (2012: 2) tentang community based tourism dan manfaatnya bagi masyarakat.
Pesatnya pertumbuhan pariwisata dan dampak positifnya terhadap perkembangan perekonomian di Kabupaten Badung terlihat dari peningkatan investasi dan penerimaan PDRB Kabupaten Badung. Popularitas dan pesatnya pertumbuhan sebagai tujuan pariwisata di Badung didukung oleh keberadaan hotel-hotel mewah berstandar nasional maupun internasional seperti The Ayana, Banyan Tree Uluwatu, Le Grande Bali, Four Seasons dan tersedianya sarana pendukung pariwisata bertaraf internasional lainnya menjadikan Kabupaten Badung daerah terkaya di Bali. Dibalik kebesaran nama Badung dengan predikat kabupaten terkaya di Bali, Badan Pusat Statistik Badung mencatat masih adanya kemiskinan di Kabupaten Badung seperti disajikan pada Tabel 1.6 berikut ini.
Tabel 1.6
Investasi, PDRB dan Kemiskinan di Kabupaten Badung
Tahun Investasi ( Ribuan Rupiah )
PDRB ( Jutaan Rupiah )
Jumlah Penduduk Miskin
Persentase Penduduk Miskin (%)
Garis Kemiskinan (Rupiah)
2009 2,362,541,294 12,875,498.13 13.950 3,28 282,559
2010 1,890,474,000 14,926,782.41 17.700 3,23 312,602
2011 8,536,644,646 16,403,381.18 14.630 2,62 346,460
2012 5,334,590.363 18,996,102.98 12.510 2,16 376,092
2013 6,046,968,601 20,988,078.20 14.550 2,46 406,408
Rata-rata 4,834,243,780.80 16,837,968.58 14.670 2,75 344,824
(37)
Masih adanya kemiskinan di Kabupaten Badung dan ketidakseimbangan Badung Utara dan Badung Selatan perlu disinergikan dengan menjadikan pertanian di Badung Utara sebagai basis dari penggembangan agrowisata berkelanjutan (sustainable tourism) sebagai pilar pertumbuhan perekonomian (UNWTO, 2013: 21). Untuk memperkecil ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi Badung Utara dengan Badung Selatan dilakukan dengan dukungan infrastruktur, sarana dan prasarana yang memadai untuk mempercepat pertumbuhan pariwisata di Badung Utara. Sejalan dengan Ashley et al (2001) melalui perencanaan pengembangan yang baik, pertumbuhan pariwisata akan berdampak positif terhadap mengentaskan kemiskinan. Sebaliknya menurut Jamieson et al (2004: 2) dan Roy (2010: 4) tanpa perencanaan pengembangan yang baik, pariwisata tidak mampu mengentaskan kemiskinan:
”Within tourism planning there has been a growing realization that tourism development may not be alleviating poverty and that pro poor policies and practices must develope”.
Ancaman yang dihadapi Kabupaten Badung dalam pengembangan pariwisata yaitu tidak terkendalinya pertumbuhan hotel berbintang dengan jumlah 281 hotel pada tahun 2014. Semakin banyaknya pertumbuhan hotel terutama dibangunnya city hotels dan munculnya private villas yang tidak terkendali, akan semakin tidak terhindarkan terjadinya persaingan tidak sehat dan terjadinya perang harga di dalam pengembangan pariwisata. Walaupun di sisi lain penerimaan Pemerintah Kabupaten Badung terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada tahun 2014 mencapai Rp. 23,556 (triliun), tetapi persaingan harga yang tidak sehat akan berdampak terhadap semakin murahnya penawaran
(38)
harga kamar hotel yang berdampak langsung terhadap penerimaan PHR dan terhadap program pengentasan kemiskinan di Kabupaten Badung.
Alasan memilih perkembangan pariwisata terhadap dampak kemiskinan di Kabupaten Badung didasarkan atas hasil kesimpulan teoritis dua peneliti berbeda dan masih terdapatnya orang-orang miskin di Kabupaten Badung sebagai berikut: 1) Kelompok Ashley et al (2001), Spenceley dan Seif (2003), Tores dan Momsen (2004: 249-5) dan Anwar (2012) menyatakan bahwa pengembangan pariwisata melalui partisipasi masyarakat secara langsung berdampak positif dan signifikan terhadap pengentasan kemiskinan. Penerapan pro poor tourism
dengan memberikan perhatian dan kesempatan kepada masyarakat dalam kegiatan pariwisata memberi dampak positif terhadap meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan berkurangnya jumlah penduduk miskin.
2) Kelompok Jamieson et al (2004: 2) dan Roy (2010: 4) menyatakan bahwa pengembangan pariwisata belum mampu mengentaskan kemiskinan.
3) BPS Badung (2014) menyatakan masih adanya penduduk miskin di Kabupaten Badung dengan rata-rata sebanyak 14.670 orang/tahun dari tahun 2009-2013, dan rata-rata garis kemiskinan sebesar Rp. 344.824
4) Pernyataan informan yang menyatakan bahwa masih terdapat masyarakat miskin di Desa Pelaga dan Desa Belok Sidan tanpa pemilikan tanah dan di Desa Pecatu dan Jimbaran.
(39)
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang,masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut: 1) Bagaimanakah pengaruh perkembangan pariwisata terhadap kinerja
perekonomian masyarakat di Kabupaten Badung?
2) Bagaimanakah pengaruh kinerja perekonomian terhadap kemiskinan di Kabupaten Badung?
3) Bagaimanakah pengaruh perkembangan pariwisata terhadap kemiskinan di Kabupaten Badung?
4) Bagaimanakah strategi untuk peningkatan peran pariwisata dalam pengentasan kemiskinan di Kabupaten Badung ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui peran pariwisata dalam mengentaskan kemiskinan di Kabupaten Badung, sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah:
1) Menganalisis pengaruh perkembangan pariwisata terhadap kinerja perekonomian di Kabupaten Badung.
2) Menganalisis pengaruh kinerja perekonomian terhadap kemiskinan di Kabupaten Badung.
3) Menganalisis pengaruh perkembangan pariwisata terhadap kemiskinan di Kabupaten Badung.
4) Merumuskan strategi untuk meningkatan peran pariwisata dalam pengentasan kemiskinan di Kabupaten Badung.
(40)
1.4Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis
1) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran, khususnya di bidang manajamen pariwisata yang berorientasi pada pengentasan kemiskinan (propoor tourism).
2) Hasil penelitian dijadikan dasar untuk membuat konsep dan strategi secara komprehensif mengenai peran pariwisata, dalam pengentasan kemiskinan (poverty alleviation) melalui penyediaan kesempatan kerja, peningkatan dan pemerataan pendapatan, didukung oleh pendidikan dan pelatihan-pelatihan tentang kepariwisataan bagi masyarakat di Kabupaten Badung.
1.4.2 Manfaat Praktis
Manfaat praktis penelitian ini dapat dijadikan masukan sebagai berikut: 1) Masukan bagi Pemerintah Kabupaten Badung, untuk merekonstruksi program
pengelolaan pariwisata dalam menentukan langkah-langkah mengentaskan kemiskinan sesuai dengan karakteristik sosial budaya masyarakat.
2) Bagi para pemangku kepentingan (stakeholders) pariwisata khususnya pemerintah yang diwakili oleh Bappeda dan Dinas Pariwisata Kabupaten Badung serta pengusaha swasta di bidang pariwisata untuk menerapkan kebijakan pro poor tourism.
3) Masukan bagi para pemerhati lingkungan, lembaga swadaya masyarakat dan penggiat pariwisata sebagai acuan dalam pendampingan jalannya pengembangan pariwisata di Kabupaten Badung
(41)
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelusuran pustaka terkait dengan peran pariwisata dalam pengentasan kemiskinan dilakukan melalui buku-buku, jurnal-jurnal ilmiah dan publikasi cetak lainnya yang ada relevansinya dengan penelitian ini. Kajian pustaka ini didukung oleh hasil penelitian sebelumnya yang banyak dilakukan di Afrika Selatan, Bangladesh, Pakistan, Peru dan di sejumlah negara berkembang lainnya. Penelitian pariwisata dan kemiskinan di Indonesia dilakukan Ashar, Nurhidayati, Ramadani, dan Sudipa di Ubud Bali melengkapi penulisan kajian pustaka ini.
Penelitian Anwar (2012) dengan judul “Poverty Alleviation Through Sustainable Tourism: A Critical Analysis of Pro Poor Tourism And Implications
For Sustainability In Bangladesh” dilakukan di daerah pariwisata berpenduduk miskin di Bangladesh menyatakan bahwa pariwisata telah terbukti yaitu: (1) berpengaruh signifikan terhadap peningkatan perekonomian masyarakat miskin di Bangladesh, (2) mampu mempertahankan nilai sosial budaya masyarakat lokal dari pengaruh asing, dan (3) mampu meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan masyarakat. Analisis kritis peran pariwisata terhadap pengentasan kemiskinan di Bangladesh menunjukkan bahwa: (1) dinamika pariwisata dengan pemanfaatan tanah dan sumber daya alam lainnya secara berlebihan dan tidak terkontrol, berdampak terhadap sangat mahalnya harga tanah dan harga komoditas lainnya, (2) pemanfaatan atas tanah-tanah strategis yang dimiliki masyarakat secara turun
(42)
temurun yang dibeli oleh investor dengan harga murah, menjadikan masyarakat miskin kehilangan tanah mereka dan terpinggirkan dari tempat kelahirannya.
Karim et al (2012) dalam penelitian tentang integrasi pro poor tourism
dalam pariwisata berbasis masyarakat (Integrating pro-poor tourism activities in a community-based idea of development: the case of the district of Hunza-Neger,
Pakistan) mengemukakan bahwa secara ekonomi makro, industri pariwisata telah menjadi salah satu industri global yang dimonopoli oleh negara maju dan merambah hampir keseluruh negara sedang berkembang. Sebagai sebuah negara berkembang, pariwisata Pakistan mampu menjadi motor untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui kontribusinya terhadap Gross Domestic Product
(GDP), terjadinya peningkatan ekspor produk pariwisata dan pendapatan pajak. Pengembangan pariwisata berbasis masyarakat sebagai sebuah alternatif bagi pengembangan pariwisata diawali dari tradisi sosial dan budaya masyarakat yang diintegrasikan dengan masyarakat secara lebih luas didaerah yang berbasis pariwisata dan non pariwisata. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kegiatan pro-poor tourism dapat dijadikan strategi pengembangan komunitas yang lebih luas, yang dapat memperbaiki kehidupan masyarakat yang termarginalkan.
Penelitian Wood (2005) tentang pariwisata yang berkelanjutan di Peru utara dengan judul “Pro-poor tourism as a means of Sustainable Development in the Uctubamba Valley, Northern Peru”, menekankan bahwa pendekatan pro poor
dimaksudkan untuk mengembangkan komponen masyarakat untuk ikut terlibat dalam perencanaan masterplan di Peru Utara. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui manfaat dari penerapan pariwisata berbasis komunitas dengan
(43)
melakukan penelitian langsung ke sektor-sektor kegiatan ekonomi, termasuk penelitian ke pasar tradisional. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah penerapan pariwisata berbasis masyarakat memiliki implikasi terhadap pengembalian investasi dan pemberdayaan sumber daya manusia dan sumber daya alam. Penelitian Wood (2005) menyimpulkan sebagai berikut: (1) pelayanan produk yang dihasilkan masyarakat apabila dikemas dengan baik bisa dijadikan strategi diversifikasi komersial dalam rangka memenuhi permintaan pasar, (2) kemampuan masyarakat untuk terlibat didalam kegiatan pariwisata sangat menentukan keberhasilan dari penerapan pariwisata berbasis masyarakat.
Spenceley dan Seif (2003) menganalisis strategi dari lima perusahaan swasta yang bergerak dibidang pariwisata di Afrika Selatan dengan tujuan untuk: 1) mengatasi masalah kemiskinan dalam mengembangkan pembangunan bagi masyarakat yang tinggal di daerah tujuan wisata dan, 2) menganalisis dampak biaya terhadap pendekatan pro poor tourism di Afrika Selatan. Penelitian ini dilakukan terhadap perusahaan pariwisata yang bergerak di bidang layanan wisata safari, wisata diving, dan fasilitas kasino dengan fasilitas golf. Temuan penelitian ini menyatakan terjadinya hubungan langsung antara keuntungan ekonomi dan non-ekonomi bagi masyarakat miskin dalam penerapan pro-poor tourism dan dampak posisif pariwisata terhadap masyarakat miskin di pedesaan.
Ashley et al (2001) secara mendalam mengkaji pengalaman empiris terhadap strategi pro poor tourism dari enam studi kasus yang dilakukan di Afrika Selatan, Namibia, Uganda, St Lucia, Ekuador dan Nepal. Penelitian dengan judul Making Tourism Work For The Poor, menyatakan bahwa penelitian di
(44)
negara yang diteliti, dan menyatakan bahwa peran pro poor tourism (PPT) sangat signifikan dan positif terhadap ha-hal sebagai berikut yaitu: (1) terhadap terbukanya kesempatan kerja baru, (2) terjadinya peningkatan dan pemerataan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, (3) bertumbuhnya pelaku kegiatan ekonomi mikro dan, (4) semakin berkurangnya jumlah penduduk miskin.
Scheyvens dan Momsen (2008) meneliti tentang pengurangan kemiskinan di negara kepulauan kecil (Tourism and Poverty Reduction: Issues for Small Island States), menyatakan bahwa hampir semua negara di kepulauan kecil menggantungkan harapan dari pariwisata sebagai sumber pendapatan devisa untuk pembangunan negaranya. Hasil penelitian ini didukung Torres and Momsen (2004: 294-5) menyatakan bahwa industri pariwisata merupakan mesin pertumbuhan ekonomi bagi negara kepulauan kecil sebagai sumber devisa, meningkatkan penerimaan pajak dan terciptanya lapangan kerja bagi masyarakat.
Penelitian Nurhidayati (2012) dengan judul “Pengembangan Agrowisata Berkelanjutan Berbasis Masyarakat, Kota Batu, Jawa Timur” menyatakan bahwa
Community Based Tourism (CBT) atau pariwisata berbasis masyarakat merupakan salah satu pendekatan yang dapat diterapkan sebagai sebuah alternatif strategi pembangunan melalui pemberdayaan masyarakat setempat untuk meningkatkan kesejahteraan. Prinsip pariwisata berbasis masyarakat dalam pengembangan agrowisata dikaji dan diterapkan sesuai dengan faktor-faktor yang ada korelasi dan berpengaruhnya terhadap keberhasilan agrowisata. Peneliti mencatat bahwa penerapan prinsip ekonomi dari pariwisata agrowisata berbasis masyarakat kota Batu Jawa Timur berdampak positif terhadap: (1) penyerapan tenaga kerja lokal,
(45)
(2) bertumbuhnya usaha makro untuk menunjang kebutuhan pariwisata melalui kegiatan yang dilakukan masyarakat, (3) berdampak terhadap meningkatnya pendapatan masyarakat yang diterima dari wisatawan (4) berdampak pada perubahan nilai sosial masyarakat akibat pertukaran nilai budaya yang muncul dari interaksi wisatawan dengan tuan rumah dan, (5) terjalinnya silang budaya sebagai simbul modernitas antara wisatawan dan masyarakat sebagai tuan rumah.
Penelitian Ramadani (2012) berjudul ”Perencanaan Pariwisata Pro-Masyarakat Miskin” (pro poor tourism) di Kampung Baru, Jakarta Barat sebagai daerah tujuan wisata berkelanjutan dengan fokus penelitian tentang penyediaan layanan tentang kenyamanan kepada wisatawan dan strategi pengelolaan pariwisata untuk mempertahankan Kampung Wisata Budaya di Kampung Baru di wilayah Jakarta Barat. Penelitian ini menunjukkan bahwa dengan melibatkan masyarakat miskin dalam pengembangan pro poor tourism membuktikan bahwa pariwisata mampu mengurangi tingkat kemiskinan di Kampung Baru di Jakarta Barat. Ramadani menyimpulkan bahwa pro poor tourism bermanfaat dalam pengentasan kemiskinan melalui: (1) semakin terciptanya kesempatan kerja baru, (2) pertumbuhan perekonomian bagi masyarakat miskin, dan (3) semakin meningkat pemerataan pendapatan masyarakat dan berkurangnya kemiskinan.
Ashar (2008) meneliti tentang ”Studi Model Kelembagaan Pengentasan Kemiskinan Melalui Industri Pariwisata Berbasis Masyarakat Lokal Di Jawa Timur”. Alasan memilih lokasi penelitian dikatakan bahwa tingkat kemiskinan di Jawa Timur melebihi dari angka rata-rata kemiskinan nasional. Tujuan penelitian tersebut untuk memformulasikan konsep kelembagaan yang mampu membuka
(46)
peluang kerja bagi masyarakat atau rumah tangga miskin di daerah tujuan wisata di Jawa Timur agar kegiatan pariwisata mampu memberikan kontribusinya yang positif terhadap kesejahteraan masyarakat. Menurut Ashar (2008), untuk mengentaskan kemiskinan diperlukan tiga unit kajian dalam industri pariwisata yaitu: (1) unit usaha pariwisata, (2) wisatawan, dan (3) rumah tangga kurang mampu. Melalui pemahaman struktur perekonomian di daerah pariwisata, peneliti mendapatkan gambaran yang jelas tentang intensitas hubungan industri pariwisata dengan perekonomian setempat, kapasitas sumberdaya ekonomi kaum miskin, tingkat pendidikan, keterampilan dan kesiapan masyarakat untuk mendapatkan pekerjaan. Penelitian Ashar (2008) sejalan dengan Ashley et al (2001) dan Cattarinich (2001) menyatakan bahwa peran sektor pariwisata sangat positif bagi pertumbuhan perekonomian mikro bagi masyarakat miskin. Masyarakat terlibat menciptakan beragam produk-produk cendera mata yang dibutuhkan wisatawan.
Wahyudi (2007) meneliti tentang Pariwisata, Pengentasan Kemiskinan dan
Millenium Development Goals (MDGs) menyatakan bahwa manfaat pariwisata tidak terbatas hanya sebagai sumber pemasukan devisa tetapi juga berperan untuk peningkatan penerimaan pajak, masuknya investasi dan terbukanya peluang kesempatan kerja untuk pemerataan pendapatan masyarakat dan mengurangi kemiskinan. Wahyudi menyatakan bahwa semakin tingginya kebutuhan manusia untuk berekreasi mendorong semakin pesatnya perkembangan pariwisata dan bisa menjadi salah satu jawaban terhadap pengentasan kemiskinan. Penelitian Wahyudi (2007) sejalan dengan penelitian Gibson (2009) menyatakan bahwa pengentasan kemiskinan dimaksudkan bukan sebagai upaya belas kasihan tetapi
(47)
sebagai program pemberdayaan dengan melibatkan masyarakat dengan konsep ekonomis yang saling menguntungkan untuk kesejahteraan masyarakat. Melalui pengembangan pariwisata akan terbuka berbagai peluang bagi masyarakat, seperti : (1) terbukanya kesempatan untuk mengikuti pelatihan atau pekerjaan paruh waktu dibidang pariwisata, (2) bagi masyarakat yang karena terbatasnya pendidikan dan tidak mempunyai keterampilan tertentu, bisa dipekerjakan sebagai pemandu wisatawan untuk snorkeling, trecking, atau jasa pemandu wisata lainnya, (3) masyarakat setempat diuntungkan karena mendapat tambahan pendapatan dari pelayanan yang mereka berikan kepada wisatawan, (4) keuntungan lainnya yang dapat dilakukan oleh masyarakat berupa kesempatan untuk memulai kegiatan usaha kecil seperti membuka warung makanan dan minuman. Untuk usaha ini harus diberikan pendidikan dan pelatihan kepada para pekerja tentang pentingnya kebersihan dan sanitasi dari makanan yang disajikan dan etika melayani wisatawan, dan (5) untuk menyediakan sarana transportasi seperti sepeda dayung, sepeda motor atau mobil untuk angkutan wisatawan.
Sudipa (2014) meneliti ”Kemiskinan Dalam Perkembangan Industri Pariwisata di Kelurahan Ubud” menyimpulkan bahwa: (1) pesatnya perkembangan pariwisata telah mengangkat Ubud menjadi salah satu tujuan wisata terkenal di dunia. Pendapatan dari sektor pariwisata dimanfaatkan untuk mengentaskan kemiskinan melalui kebijakan finansial dan non finansial, di dukung oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk melakukan pendampingan dalam melaksanakan program pemerintah, (2) masih adanya
(48)
kemiskinan struktural di Ubud akibat dari faktor eksternal berupa kebijakan pemerintah yang kurang tepat dalam menangani kemiskinan. Hal ini dapat dilihat dari penanganan yang kurang terpadu, tidak jelasnya acuan yang dipakai dan terjadinya penanganan yang tumpang tindih dalam pengentasan kemiskinan, (3) faktor internal berdampak terhadap munculnya kemiskinan alamiah akibat dari rendahnya kualitas sumber daya manusia yang berdampak terhadap rendahnya kinerja, (4) ketidakmampuan masyarakat untuk mengakses sumber daya alam yang terbatas dari dari pemiliki modal yang berkorabolasi dengan penguasa, (5) kemiskinan dan kesenjangan masyarakat memunculnya apatisme di masyarakat, dan (6) ketidak berhasilan pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan mewariskan masyarakat miskin secara turun temurun.
Penelitian Ashley et al (2001), Eyben et al (2008), dan Tosun (2000: 32) yang dilakukan di Afrika dan Bangladesh menyatakan bahwa pariwisata berdampak positif terhadap hal-hal sebagai berikut:
1. Penerimaan pariwisata dari devisa dan dari sumber lainnya bermanfaat untuk pembangunan bangsa dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 2. Pembangunan pariwisata membuka masuknya investasi padat modal dan padat
karya, bertambahnya lapangan kerja dan untuk meningkatkan daya beli rakyat. 3. Pengelolaan pro-poor tourism sebagai sebuah model pariwisata melalui pemberdayaan dan dengan melibatkan masyarakat secara langsung berdampak positif dalam pengentasan kemiskinan
4. Untuk tercapainya tujuan pro-poor tourism diperlukan konsep pengembangan daerah pariwisata yang terintegrasi dengan kepentingan masyarakat miskin.
(49)
5. Pendekatan pro-poor memberikan keuntungan secara langsung (direct profit) kepada masyarakat miskin secara ekonomis maupun non-ekonomis.
2.2 Landasan Teori, Konsep Pariwisata dan Kemiskinan 2.2.1 Teori Pemberdayaan
Teori pemberdayaan berasal dari ilmu psikologi kemasyarakatan, pada umumnya digunakan untuk meneliti tentang konsep kejiwaan terkait dengan pengembangan pribadi atau sekelompok orang atau masyarakat secara umum. Menurut Rappaport (1987: 139-142), pemberdayaan bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan seseorang dalam menentukan pilihan terhadap kepentingan yang berdampak positif bagi diri sendiri, dan didefinisikan sebagai sebuah pengembangan konsep teoritis, secara luas sebagai pendekatan untuk memecahkan masalah sosial dari ketidakberdayaan masyarakat (developed the concept theoretically and presented it as a worldview that includes a social policy
and anapproach to the solution of social problems stemming from powerlessness). Perkins dan Zimmerman (1995: 570-571), menyatakan bahwa pemberdayaan merupakan sebuah proses partisipasi berkesinabungan dan dilakukan secara terstruktur untuk menghilangkan berbagai keterbatasan menuju hasil akhir seperti untuk membangun kerjasama, kepercayaan diri, kematangan emosi, kemampuan beradaptasi, toleransi dan mengasah diri, sesuai dengan tujuan pemberdayaan (theories of empowerment include both processes and outcomes, suggesting and actions, activities, or structures may be empowering,
(50)
2.2.1.1 Definisi Pemberdayaan
Definisi umum tentang pemberdayaan dimaknai sebagai sebuah proses sosial yang bersifat multidimensional dan bertujuan untuk membantu mengatasi kehidupan individu-individu maupun kelompok-kelompoak masyarakat tertentu dalam lingkungannya masing-masing dengan melibatkan diri secara mendalam terhadap masalah-masalah penting yang terjadi di masyarakat (Page et al, 1995).
Dalam pengertian yang lebih luas, pemberdayaan masyarakat dimaknai sebagai usaha untuk mengembangkan dan melepaskan diri dari kemiskinan dan keterbelakangan, menuju kepada kemandirian ekonomi, sosial, budaya dan politik. Dalam arti luas termasuk tentang penguasaan teknologi, pemilikan modal, dan akses terhadap sumber informasi dan manajemen. Konsep pemberdayaan masyarakat (community empowerment) menjadi dasar community based development) dimana masyarakat sebagai tulang panggung pembangunan berperan aktif dalam proses pemberdayaan untuk mendorong masyarakat menjadi mandiri, melepaskan dari kemiskinan dan keterbelakangan (Kartasasmita, 1997).
Pemberdayaan merupakan sebuah proses untuk membantu masyarakat atau individu yang lemah berkompetisi secara efektif dengan kelompok lain, dengan membantu mereka melalui pengajaran melakukan pendekatan, melalui media, turut melibatkan diri dalam kegiatan politik dan menyadarkan mereka tentang bagaimana bekerja di dalam sebuah sistem (Empowerment is a process of helping disadvantaged groups and individual to compete more effectively with
other interests, by helping them to learn anduse in lobbying, using the media,
(51)
dimaksudkan agar masyarakat maupun individu yang lemah diberikan bantuan pelatihan dan kesempatan menumbuhkan rasa percaya diri untuk menjadi kreatif
dan meningkatkan kemampuan mereka untuk melepaskan diri dari kemiskinan. Pemberdayaan juga diartikan sebagai pembagian kekuasaan untuk meningkatkan kesadaran politik dan mendorong masyarakat lemah untuk memperbesar pengaruh mereka terhadap proses dari hasil pembangunan yang mereka bisa nikmati (Bonfigliali, 2003: 125). Konsep pemberdayaan menurut Friedman (2002: 43) adalah pembangunan sebagai sebuah alternatif yang mengutamakan kegiatan politik melalui pengambilan keputusan yang mandiri melalui partisipasi demokrasi dan pembelajaran sosial untuk melindungi kepentingan rakyat baik untuk kepentingan individu atau kelompok masyarakat.
Proses pemberdayaan melibatkan masyarakat sebagai pelaku utama memiliki dua kecenderungan, yaitu:
1. Kecenderungan primer, yaitu melaui sebuah proses dengan membangun dari sebagian kekuasaan, kekuatan, atau kemampuan kepada kelompok-kelompok masyarakat atau individu agar menjadi lebih berdaya guna. Pemberdayaan berarti meningkatkan kesadaran dari potensi miliknya dan melengkapinya dalam upaya membangun kemandirian melalui organisasi.
2. Kecenderungan sekunder, yaitu kecenderungan yang menekankan pada proses menstimulasi, mendorong, memotivasi dan mengembangkan orang-orang agar mempunyai kemampuan dan kemandirian ekonomis, politik dan sosial budaya sebagai pilihan hidup melalui sebuah proses dialog (Sumodiningrat, 2002: 37).
(52)
Pemberdayaan masyarakat tidak hanya dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau sebagai sebuah mekanisme untuk mencegah terjadinya proses pemiskinan lebih lanjut (safety net) yang akhir-akhir ini banyak dikembangkan sebagai upaya untuk mencari sebuah alternatif terhadap konsep-konsep pertumbuhan yang terjadi di masa lalu (Friedman, 2002). Pemberdayaan masyarakat merupakan konsep pembangunan ekonomi, terkait dengan nilai-nilai kehidupan, sosial budaya, berorientasi kepada pemberdayaan masyarakat berdasarkan partisipasi (participatory) dan berkelanjutan (Chambers, 2005: 66).
Kartasasmita (2006: 102) menyatakan bahwa konsep pemberdayaan masyarakat menurut sebagian besar praktisi dan akademisi merupakan sebuah proses yang komplek dengan berbagai pengembangan alternatif (alternative development). Dalam sebuah konsep demokrasi inklusif, yaitu perkembangan demokrasi melalui pertumbuhan ekonomi, politik dan sosial budaya mandiri tanpa adanya perbedan jender dan bukan sebagai sebuah warisan secara turun-temurun.
Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan terhadap individu anggota masyarakat, tetapi juga terkait erat dengan pranata-pranata modern di dalam menanamkan nilai-nilai budaya seperti konsep kerja keras, hidup hemat, terbuka, dan bertanggung jawab merupakan bagian dari upaya pemberdayaan. Demikian pula halnya dengan pembaharuan institusi-institusi sosial yang diintegrasikan ke dalam kegiatan pembangunan serta peranannya dalam pengembangan masyarakat. Sumodiningrat (2002: 71), menyatakan bahwa dalam melakukan proses pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi sebagai berikut: (1) menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat
(53)
berkembang. Titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia di dalam masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Dalam arti bahwa tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya, karena jika demikian akan sudah punah. Pemberdayaan adalah sebuah upaya untuk membangun daya itu, dengan mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya, (2) memperkuat (empowering) potensi yang dimiliki masyarakat. Perkuatan ini meliputi langkah nyata, menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan akses ke dalam berbagai peluang (opportunities). Penekanannya terletak pada bagaimana peningkatan partisipasi masyarakat mampu memberi jalan keluar untuk mendapatkan kesempatan yang tersedia bagi kepentingan masyarakatnya. Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat sangat erat kaitannya dengan pemantapan, pembudayaan, pengamalan demokrasi, (3) pemberdayaan mengandung arti melindungi dan memperkuat orang-orang lemah melalui potensi dan langkah nyata agar tidak semakin lemah.
2.2.1.2 Indikator pemberdayaan
Apabila seseorang atau sekelompok orang telah diberdayakan, maka mereka akan memiliki kemampuan untuk menentukan pilihan atas kemauan dan langkah-langkah yang akan diambil untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai (Alsop et al 2005). Dalam memberdayakan masyarakat, peran pemerintah sangat diperlukan untuk menghilangkan berbagai keterbatasn melalui penerapan prinsip-prinsip dasar dari penatakelolaan pemerintahan yang baik (the basic principles of good governance) seperti dalam upaya untuk meningkatkan partisipasi hak asasi
(54)
manusia kebebasan berserikat, penegakan hukum yang berkeadilan serta menyediakan layanan sosial kepada masyarakat (Bonfiglioli, 2003). Untuk memberdayakan masyarakat akar rumput, dibanyak negara berkembang telah umum diterapkan undang-undang yang mengatur tentang pemberdayaan masyarakat melalui keterlibatan langsung di dalam pengelolaan manajemen lingkungan (environmental management). Reformasi dalam hal penegakan hukum akan berdampak sangat positif terhadap pelestarian lingkungan dan secara ekonomis akan dapat dinikmati oleh masyarakat luas (Bonfiglioli, 2004).
Keynes (2004) secara kuantitatif menyatakan bahwa ada lima indikator pemberdayaan dalam membangun penguasaan dan kepercayaan diri, kemampuan berkomunikasi dan menganalisis masalah secara efektif. Dengan kematangan emosi seseorang akan mampu bersikap lebih toleran untuk berbagi pandangan dengan orang lain. Bagi masyarakat tertentu, pemberdayaan menyangkut membangun kepercayaan, bekerjasama, dan berbagi pandangan di dalam mencapai tujuan tertentu yaitu:
1. Confidence & Understanding (Pengertian dan Keyakinan): Pengertian serta keyakinan diri untuk melakukan insiatif merupakan modal dasar membangun kepercayaan dan pemberdayaan diri dalam melakukan kegiatan organisasi. 2. Skills in Analysis & Communication (Kemampuan komunikasi dan analisis):
Kemampuan berkomunikasi dan menganalisis suatu permasalahan, didukung rencana kerja, kesiapan strategi yang matang dan pemahaman pemberdayaan akan memudahkan tercapainya tujuan pemberdayaan yang diinginkan.
(55)
3. Trust, Caring & Tolerance (Kepercayaan, Mengasihi dan Toleransi): Memilih kelompok masyarakat yang dapat dipercaya, mampu saling mengasihi dan mampu bertoleransi terhadap yang lainnya, akan membuka ruang komunikasi lebih luas untuk meningkatkan pemberdayaan. Toleransi dimaknai untuk membantu kelompok memperjuangkan hakminoritas.
4. Communication & Cooperation (Kerjasama dan Komunikasi): Kesediaan untuk bekerjasama dan berkomunikasi untuk mengingatkan kehadiran anggota untuk merencanakan sesuatu diperlukan dalam proses pemberdayaan. 5. Access to Information (Akses Terhadap Informasi): Keterbukaan untuk mengakses informasi tentang pemahaman tentang pemberdayaan secara lebih luas, mempercepat proses pemberdayaan individu atau kelompok masyarakat.
Sedangkan pemberdayaan bagi penduduk lokal menurut Helling, et al
(2005), merupakan upaya untuk memotivasi masyarakat tidak berdaya dan termarjinalkan, dengan memberikan kesempatan lebih banyak untuk berpartisipasi secara aktif melalui kegiatan sosial budaya, aspirasi politik dan keterlibatan mereka dalam kegiatan ekonomi. Dengan terbukanya kesempatan kerja dan peluang-peluang lainnya akan memberikan keuntungan sebagai berikut:
1. Opportunities for People to Participate. Terbukanya berbagai kesempatan bagi orang-orang untuk ikut berpartisipasi untuk menghilangkan keterbatasan dan mempercepat proses pemberdayaan. Dengan memberikan dorongan kepada setiap orang untuk melibatkan diri mulai dari proses perencanaan dan terlibat dalam pengembangan serta mengetahui tujuan yang ingin dicapai.
(1)
Gambar 9. Setelah Wawancara dengan wisatawan Mancanegara
Gambar 10. Bagus Agri Pelaga
Gambar 11. Wawancara dengan responden di Pelaga
Gambar 12. Contoh Rumah Masyarakat Miskin di Pelaga
(2)
Gambar 3. Penerima Bantuan
Rumah Dari Desa Jimbaran
Gambar 1.Kantor Desa Adat
Jimbaran
Gambar 2.Bersama Lurah
Jimbaran
Gambar 4.Wisatawan
Mancanegara
LAMPIRAN 8 DATA HASIL DOKUMENTASI PENELITIAN(3)
Gambar 8.Menuju Objek Wisata
Uluwatu
Gambar 6.FGD Di Jimbaran
Gambar 7.FGD Pecatu
Gambar 5.FGD Di Pecatu
(4)
Variabel Perkembangan Pariwisata Di Kabupaten Badung (X1) Jumlah Kunjungan Wisatawan (orang) (X1.1) Kontribusi PHR (Dalam Jutaan) (X1.2) Lama Tinggal Wisatawan / Hari (X1.3) Pengeluaran Wisatawan / Hari (X1.3)
2000 466,111 1,551,722.82 5,90 819,213 2001 1,128,940 1,760,542.27 4,44 822,990 2002 382,443 1,982,526.74 5,28 826,768 2003 249,845 2,183,219.66 4,00 830,545 2004 223,548 2,420,490.15 4,20 834,323 2005 383,613 2,815,368.11 4,08 838,100 2006 497,899 3,024,626.55 3,97 841,878 2007 473,774 3,427,697.13 3,74 845,655 2008 734,861 3,973,530.83 3,85 792,500 2009 812,489 4,898,698.14 3,93 913,060 2010 774,753 5,467,109.15 3,75 839,460 2011 682,382 5,998,644.44 3,60 891,483 2012 1,092,413 6,508,632.44 3,60 926,890 2013 1,192,129 7,260,307.93 3,55 801,195 Total 5.215,607 47.540.361,120 47,550 10.181,857
(5)
Variabel Kinerja Perekonomian Kabupaten Badung (X2)
Tahun
Pertumbuhan PDRB (Jutaan Rupiah )
(X2.1)
Penyerapan Tenaga Kerja (orang) (X2.2)
Investasi (Ribuan Rupiah)
(X3.3)
2000 3.433.683,38 101.626 148.750.200
2001 4.086.884,27 118.433 152.801.324
2002 4.818.028,87 135.239 154.931,201
2003 5.247.929,98 152.046 1.101.407.059
2004 5.891.231,65 168.853 2.360.745.445
2005 7.004.648,18 185.659 4.140.660.000
2006 7.701.192,62 202.466 1.652.957.796
2007 8.799.215,12 219.273 5.305.717.700
2008 10.478.390,93 227.091 6.043.268,777 2009 12.875.498,13 231.628 2.362.541.294 2010 14.926.782,41 310.147 1.890.474.000 2011 16.403.318,18 305.897 8.536.644.646 2012 18.996.102,98 313.338 5.334.590.363 2013 20.998.078,20 330.897 6.048.968.601 Total 104.705.716,20 2.671.696 492.849.190,79 Rata-Rata 8.054.285,86 205.515 37.911.476,21
(6)
Kemiskinan Di Kabupaten Badung, 2000 – 2013 Tahun Jumlah Penduduk Miskin (000 jiwa) Garis Kemiskinan (Rp/Kap/bln) Persentase Penduduk Miskin Indeks Kedalaman Kemiskinan Indeks Keparahan Kemiskinan
2000 21,66 47.621 5,96 1,05 0,25
2001 21,08 74.607 5,70 0,99 0,23
2002 16,90 101.593 4,68 0,93 0,22
2003 21,40 128.579 5,31 0,86 0,20
2004 20,50 155.564 5,00 0,80 0,19
2005 22,00 208.271 5,25 0,81 0,19
2006 18,20 217.507 4,57 0,52 0,10
2007 17,40 221.695 4,28 0,46 0,07
2008 13,70 234.959 3,28 1,01 0,34
2009 14,00 282.559 3,28 0,35 0,06
2010 17,70 312.602 3,23 0,39 0,06
2011 14,60 346.460 2,62 0,27 0,05
2012 12,51 383.985 2,16 0,33 0,08
2013 14,55 406.408 2,46 0,27 0,06
Total 246,20 3.122.410 57,78 8,71 2,1