Mengamati Mengasosiasi Kegiatan Inti
72 Buku Guru Kelas VIII
Waisak. Pada hari ke-50 tepatnya hari Kamis, tanggal 6 bulan Asadha, Buddha bangkit dari duduk-Nya di bawah pohon Rajayatana. Beliau kembali dan berdiam
di bawah pohon gembala Ajapala dengan duduk bersila. Dalam kesunyian dan ketenangan di bawah pohon Ajapala itulah, Buddha merenungkan:
Selanjutnya, dua bait yang menakjubkan, yang belum pernah didengar sebelumnya, tiba-tiba muncul dengan jelas dalam batin Buddha, sebagai berikut.
“Empat Kebenaran Mulia, terlihat dengan jelas melalui kebijaksanaan
yang muncul dengan sendirinya syambhu Nana. Sungguh sulit
untuk dilihat bagaikan sebutir biji mostar yang ditutupi Gunung Meru
yang besar; sungguh sulit dipahami sesulit memecahkan sehelai bulu
binatang menjadi seratus bagian dengan sehelai bulu lain; sungguh
damai; dan sungguh mulia.”
1. ‘‘Tidak ada manfaatnya mengajarkan Empat Kebenaran Mulia kepada
para dewa dan manusia pada saat ini karena hanya perasaan welas asih-Ku
sebagai penyebab dari dalam ajjattika nidana, tetapi belum ada permohonan
dari brahma yang dipuja oleh dunia ini sebagai penyebab dari luar bahira
nidana. Empat Kebenaran Mulia ini sangat sulit dipahami bagi mereka yang
diliputi kejahatan, keserakahan, dan kebencian.
2. Semua dewa dan manusia yang diliputi oleh kegelapan batin dan
pandangan salah, tidak akan dapat melihat Empat Kebenaran Mulia yang
membawa menuju Nibbana melawan arus samsara.”
Ayo, Mengasosiasi
Guru mengajak siswa untuk menganalisis
maksud renungan Buddha pada kalimat
di samping
Ayo, Mengomunikasikan
Guru menginstruksikan peserta didik menyampaikan hasil
analisis dalam bentuk lisan tulisan berkaitan dua bait yang
menakjubkan, yang tiba-tiba muncul dengan jelas dalam batin
Buddha seperti pada naskah di samping.
Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti 73
Buddha yang merenungkan demikian merasa segan untuk mengajarkan Dharma karena tiga alasan: 1 batin makhluk-makhluk yang penuh dengan kekotoran; 2
Dharma yang sangat dalam; dan 3 Buddha sangat menjunjung tinggi Dharma. Proses berpikir Buddha yang demikian ini diumpamakan seorang dokter
yang merawat pasien yang menderita berbagai macam penyakit, merenungkan, “Dengan cara bagaimana dan obat apa yang tepat untuk menyembuhkan berbagai
macam penyakit itu?” Buddha yang menyadari bahwa semua makhluk menderita berbagai penyakit
kotoran batin dan Dharma sangat sulit dimengerti, merenungkan, “Dharma
apa yang harus Aku ajarkan kepada makhluk-makhluk ini dan dengan cara bagaimanakah Aku harus mengajarkan mereka?”
Hal ini bukan berarti Buddha menyerah total dengan berpikir, “Aku tidak akan
mengajarkan Dharma kepada makhluk-makhluk sama sekali.” Ada dua alasan Buddha mengajarkan Dharma: 1 perasaan welas asih yang
besar Mahakaruna kepada makhluk-makhluk yang muncul dalam batin Buddha dan 2 permohonan brahma agar Buddha mengajarkan Dharma. Pada saat Buddha
merenungkan Dharma yang sangat dalam dan banyaknya kotoran batin dalam batin makhluk-makhluk, welas asih yang besar Mahakaruna, serta penyebab
dari dalam ajjhatta nidana telah timbul. Namun, penyebab luar bahira nidana masih kurang karena brahma belum mengajukan permohonannya. Buddha hanya
akan mengajarkan Dharma jika brahma telah mengajukan permohonannya.
Hanya akan mengajarkan Dharma setelah ada permohonan dari brahma adalah suatu peristiwa yang wajar bagi setiap Buddha.