Pelaksanaan sistem informasi gizi membutuhkan beberapa sarana antara lain formulir, kertas, pensil, komputer dan koneksi internet yang dibutuhkan untuk
mencatat dan melaporkan kinerja pembinaan gizi masyarakat dan informasi yang tersedia. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, diketahui bahwa kebutuhan
sarana berupa formulir, kertas, pensil untuk mencatat dan melaporkan data dan komputer sudah tersedia dan memadai. Tetapi, untuk koneksi internet yang
dibutuhkan untuk melaporkan melalui website sigizi masih kurang memadai terutama di puskesmas yaitu di puskesmas Jagakarsa karena tidak tersedia koneksi
internet di ruang poli gizi yang letaknya di lantai 2 tetapi hanya ada di lantai 4 sehingga dapat memperlambat kerja tenaga pelaksana dalam pelaporan karena
dengan banyaknya beban kerja membuat mereka tidak memiliki banyak waktu untuk bekerja di ruangan yang berbeda. Hal tersebut menyebabkan seringkali mereka harus
menggunakan modem pribadi untuk melakukan pelaporan melalui website sistem informasi gizi. Tidak meratanya peralatan ICT di tiap Puskesmas mengakibatkan
pemeliharaan peralatan ICT juga masih kurang memadai.
6.4 Indikator Sistem Informasi Gizi
Indikator dalam sistem informasi gizi antara lain data cakupan penimbangan posyandu SKDN, cakupan balita gizi buruk ditanganidirawat, cakupan ibu hamil
mendapat Fe3, data cakupan pemberian vitamin A, data cakupan konsumsi garam beryodium, dan data cakupan ASI eksklusif. Indikator tersebut mengacu pada
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional RPJMN bidang kesehatan
tahun 2010-2014 yaitu target angka rata-rata nasional kurang gizi yaitu setinggi- tingginya 15.
Menurut teori HMN, Indikator dalam suatu sistem informasi kesehatan harus mengacu pada indikator MDG’s yaitu menurunkan angka kematian bayi dan
meningkatkan kesehatan ibu. Berdasarkan hasil penilaian dengan skoring berdasarkan tools HMN, menunjukkan bahwa indikator tersebut sudah baik dan
sudah memadai karena sudah mengacu pada indikator MDG’s yaitu indikator data
cakupan penimbangan
posyandu SKDN,
cakupan balita
gizi buruk
ditanganidirawat, cakupan pemberian vitamin A dan cakupan ASI eksklusif berhubungan dengan indikator MDG’s keempat yang berupa menurunkan angka
kematian bayi karena indikator-indikator tersebut merupakan factor yang mempengaruhi angka kematian bayi. Sedangkan indikator pemberian tablet Fe untuk
ibu hamil berhubungan dengan indikator MDG’s kelima yaitu meningkatkan kesehatan ibu.
Indikator yang sudah mengacu pada indikator MDG’s tersebut berarti kinerja dan
pencapaiannya sudah dapat diukur dan dibandingkan dengan pencapaian tingkat internasional.
Pelaporan dilakukan secara teratur sesuai dengan waktu pengumpulan data yaitu ada beberapa indikator yang dilaporkan setiap bulan dan ada indikator yang
dilaporkan setiap semester. Indikator yang dilaporkan setiap bulan antara lain data cakupan penimbangan balita SKDN, cakupan balita gizi buruk ditanganidirawat,
cakupan ibu hamil mendapat Fe 90 tablet. Sedangkan indikator yang dilaporkan tiap
semester antara lain cakupan ASI eksklusif, pemberian vitamin A dan konsumsi garam beryodium.
6.5 Sumber Data Sistem Informasi Gizi
Sistem informasi gizi merupakan subsistem dari surveilans gizi sebagai fasilitas dalam kegiatan pelaporan hasil surveilans gizi karena data yang dilaporkan dalam
sistem informasi gizi didapatkan dari kegiatan pembinaan gizi masyarakat yang dilakukan secara terus-menerus dimana data dalam website sistem informasi gizi
dapat berguna sebagai early warning system terhadap kejadian kasus gizi buruk dan pembuatan kebijakan oleh tingkat pusat.
Berdasarkan hasil penelitian, kegiatan surveilans mengenai kesehatan ibu dan anak serta kematian balita masih kurang representatif dikarenakan kurangnya
partisipasi masyarakat untuk mengikuti kegiatan posyandu. Hal ini dapat menjadi kendala dalam pelaksanaan sistem informasi gizi karena data yang akan dilaporkan
berasal dari kegiatan posyandu. Kurangnya partisipasi masyarakat dapat disebabkan oleh masih kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya dan manfaat
kegiatan posyandu dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat itu sendiri dan masih ada sebagian dari mereka yang masih menganggap lebih baik ke dokter
dibandingkan dengan memeriksakan anaknya ke posyandu. Kurangnya partisipasi masyarakat dapat disebabkan oleh kurangnya kesadaran dan pengetahuan
masyarakat mengenai pentingnya dan manfaat dari posyandu terutama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat itu sendiri.
Menurut teori WHO 2008, sumber data dalam sistem informasi kesehatan harus representatif sedangkan dalam penelitian ini terdapat kelemahan yaitu kurangnya
partisipasi masyarakat untuk mengikuti kegiatan posyandu sehingga data yang dihasilkan dalam pencatatan kegiatan posyandu menjadi tidak representatif dalam
menjelaskan kondisi masyarakat secara keseluruhan. Pada pelaporan sistem informasi gizi, terdapat pengelompokkan data berupa usia
dan jenis kelamin yaitu pada format hasil kegiatan penimbangan di posyandu form F1 sudah mengelompokkan data berdasarkan usia dan jenis kelamin. Pada laporan
bulan gizi LB3 dan data balita BGM sudah ada pengelompokkan berdasarkan usia. Dalam mengkoordinasikan variable, koordinasi tidak selalu dilakukan dengan
pertemuan melainkan hanya melalui telepon dan email dimana apabila ada variable baru yang dibutuhkan oleh pusat untuk dilaporkan maka staf gizi di suku dinas
kesehatan akan memperbaiki template atau formulir lalu diberikan kepada tenaga pelaksana gizi di puskesmas melalui email. Sebenarnya, pertemuan untuk
mengkoordinasikan variable dibutuhkan agar tenaga pelaksana di tiap tingkat mengerti dan memiliki persepsi yang sama.
6.6 Manajemen Data Sistem Informasi Gizi
Manajemen data dalam pelaksanaan sistem informasi gizi sudah ada buku panduan berupa buku panduan surveilans gizi yang disusun oleh Kemenkes dimana
buku tersebut menjelaskan tentang prosedur untuk pengelolaan, pengumpulan serta analisis data. Selain itu, buku tersebut juga menjelaskan definisi operasional dari
masing-masing indikator yang dilaporkan. Buku panduan dibutuhkan untuk