jawab di suku dinas kesehatan akan mengolah dan menganalisis data dari tiap puskesmas  tersebut  termasuk  menindak  lanjuti  apabila  ada  data  yang  salah.
Setelah  data  tersebut  dianggap  valid  kemudian  dilaporkan  ke  tingkat  pusat secara  online  melalui  website  sistem  informasi  gizi.  Selain  melaporkan  ke
tingkat  pusat  melalui  website,  staf  gizi  di  suku  dinas  kesehatan  juga melaporkan ke dinas kesehatan provinsi Jakarta dalam bentuk hardcopy.
Peneliti  memberikan  skor  dua  2  pada  poin  adanya  seperangkat  prosedur tertulis  dan  terdapatnya  kamus  menyediakan  definisi  yang  komprehensif
tentang  data,  yang  berarti  memadai  karena  berdasarkan  observasi  yang dilakukan,  didapatkan  hasil  bahwa  untuk  manajemen  data  dalam  pelaksanaan
sistem informasi gizi sudah ada buku panduan berupa buku panduan surveilans yang  disusun  oleh  Kemenkes  dimana  buku  tersebut  menjelaskan  tentang
prosedur untuk pengelolaan, pengumpulan serta analisis data. Selain itu, buku tersebut  juga  menjelaskan  definisi  operasional  dari  masing-masing  indikator
yang dilaporkan. Poin  mengenai  utilitas  yang  user-friendly    yaitu  pelaporan  dapat  diakses
oleh khalayak atau masyarakat umum diberikan skor satu 1 oleh peneliti yang berarti  ada  tapi  tidak  memadai  karena  dari  hasil  observasi  diketahui  untuk
melihat  data  atau  pelaporannya  cukup  dengan  mengakses  website SIGIZI.depkes.go.id, maka dapat dilihat berbagai informasi gizi berupa laporan
kinerja  pembinaan  gizi  masyarakat  dari  berbagai  daerah  di  Indonesia.  Tetapi, bagi  tenaga  pelaksana  pelaporan,  website  sigizi  kurang  user-friendly  karena
mereka  masih  mengeluhkan  kesulitan  untuk  mengunggah  laporan.  Berikut kutipan penjelasannya:
“untuk  sigizi  itu  kan  saya  ada  laporan  LB3  itu  kan,  dimasukin  ke puskesmas  Cuma  saya  mau  entry  itu  ga  bisamasuk  padahal  udah  pakai
format yang baru. Mereka udah bikin, kita udah bikin format baru, mau diunggah gitu ga bisa juga.. baru kemarin saya coba lagi, karena sudah
dibikin  kan  format  barunya,  templatenya  tinggal  diunggah  ga  bisa masuk.  Jadi  kayaknya  dia  masih  ga  bisa  masukin  data  jadi  Cuma  bisa
ngeliat laporan. Jadi untuk ngirim data ga bisa..” staf gizi.
Suku  dinas  kesehatan  sudah  memiliki  gudang  data  yang  setara  dengan tingkat  nasional  untuk  penyimpanan  data.  Oleh  karena  itu,  poin  mengenai
adanya gudang data yang setara dengan tingkat nasional diberikan skor 2 yang berarti  memadai.  Poin  adanya  kode  pengenal  unik  untuk  memfasilitasi
penggabungan  dari  beberapa  database  diberikan  skor  1  karena  berdasarkan observasi  dapat  dilihat  pada  template  atau  lembar  isian  untuk  pelaporan  yang
bersumber  dari  puskesmas  sudah  memiliki  kode  tersendiri  untuk  tiap puskesmas.
Berdasarkan  skor  yang  diberikan  tiap  poinnya,  maka  manajemen  data dalam pelaporan melalui sistem informasi gizi di  Suku Dinas Kesehatan Kota
Administrasi  Jakarta  Selatan  dinilai  dengan  hasil  skoring  rata-rata  1,6    yang berarti kurang memadai.
5.4.5 Gambaran Produk Sistem Informasi Gizi
Berdasarkan  hasil  observasi,  telaah  dokumen  dan  wawancara  dengan informan,  didapatkan  informasi  mengenai  produk  informasi  yang  terdapat
dalam    sistem  informasi  gizi  dimana  skoring  terhadap  produk  informasi tersebut dapat diuraikan pada tabel 5.7 sebagai berikut:
Tabel 5.7 – Penilaian Produk Informasi : Kualitas Data
No  Item Sangat
Memadai Memadai
Ada tetapi kurang
memadai Tidak
adekuat sama sekali
Skor
3 2
1
1 Secara sistematis ditinjau pada
setiap tingkat untuk kelengkapan dan konsistensi
terhadap data yang dilaporkan melalui sistem informasi gizi.
Untuk menghitung cakupan, dapat diandalkan perkiraan
populasi yang tersedia √
1
2 Dilaporkan setiap bulan
√ 1
3 Beberapa kali diukur dalam
satu tahun terakhir √
2 4
Data cakupan yang paling baru menjadi dasar perkiraan
√ 2
5 Estimasi data dipisahkan oleh:
1 karakteristik demografismisalnya, usia; 2
status sosial ekonomi misalnya, pendapatan,
pekerjaan, pendidikan; dan 3 wilayah misalnya, urbanrural,
utama geografis atau wilayah administratif
√ 1
Total Skor Rata-rata 1,4
Sumber:  Health  Metrics  Network,  Assessing  the  national  health  information  system
WHO, 2008
Peneliti  memberikan  skor  1  pada  poin  konsistensi  terhadap  data  yang dilaporkan melalui sistem informasi gizi yang artinya kurang memadai karena
berdasarkan  hasil  yang  wawancara  didapatkan  informasi  bahwa  data  cakupan
masih  kurang  konsisten  dikarenakan  masih  terjadi  perubahan-perubahan  dari tingkat pusat sendiri. Berikut kutipan penjelasannya:
“…pas  mau  saya  unggah,  ga  bisa  juga.  Jadi  memang  karena  sistem informasinya  di  Kemenkesnya  masih  berubah-berubah.  Mereka  juga
dalam rangka upgrade kali ya, jadinya saya belum bisa optimal…”  staf gizi
Berdasarkan  penjelasan  diatas,  didapatkan  informasi  bahwa  belum konsistennya  atau  belum  stabilnya  perumusan  cakupan  data  yang  terdapat
dalam  sistem  informasi  gizi  dari  tingkat  pusat.  Selain  itu,  berdasarkan observasi  terhadap  website  SIGIZI  juga  didapatkan  bahwa  website  tersebut
dalam proses renovasi. Pada poin dilaporkan setiap bulan, peneliti memberikan skor satu 1 yang
berarti  kurang  memadai  karena  dari  hasil  wawancara  didapatkan  keterangan bahwa  data  yang  harus  dilaporkan  setiap  bulan  seperti  jumlah  ibu  hamil
mendapatkan 90 tablet Fe3, SKDN, jumlah balita yang dua kali tidak naik berat badannya 2T, jumlah balita yang beradadi bawah garis merah BGM, kasus
gizi buruk, jumlah balita kurus yang mendapat PMT memang dilaporkan setiap bulannya  tetapi  masih  terdapat  keterlambatan  dalam  pelaporan  baik  dari
posyandu ke puskesmas maupun puskesmas ke suku dinas kesehatan sehingga menyebabkan  suku  dinas  kesehatan  mengalami  keterlambatan  untuk
melaporkan ke tingkat pusat. Keterlambatan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor  terutama  karena  adanya  beban  kerja  ganda  yang  dialami  tenaga
pelaksana  sehingga  mengalami  kesulitan  untuk  fokus  dalam  pelaporan  dan
merasa  kekurangan  waktu  untuk  mengerjakan  pelaporan.  Berikut  kutipan penjelasan mengenai waktu pelaporan:
“…pokoknya penyerahan itu kan kalau Posyandu ke kelurahan di awal, awal  bulan.  Kemudian  dari  PKM  kelurahan  ke  kecamatan  terakhir
tanggal  10.  Dari  kecamatan  ke  Sudin  itu  paling  lambat  sebenarnya tanggal  15  tiap  bulannya.  Tapi  kenyataannyaya  itu  sampai
sekarangtanggal  21  aja  baru  paling  5  Puskesmas  kecamatan  yang ngirim  ke  saya.  Jadi  kadang-kadang  saya  mundur  banget  pelaporannya
ke Din
as…” staf gizi “…Kalau ke Sudin itu kita ada kesepakatan dibawah tanggal 10. Kalau
di kecamatan pas tanggal 5, kalau Posyandu sebelum tanggal 5. Tapi kan ada aja kan trouble, bisa aja terjadi ada hal yang memang kita ga terlau
sibuk  atau  memang  ga  bisa,  ya  kita  kan  kadang-kadang  sibuk  ke lapangan jadinya ini agak ketunda…” TPG 1
Penjelasan  tersebut  menjelaskan  bahwa  memang  masih  ada  keterlambatan waktu dalam pelaporan baik dari tingkat puskesmas maupun dari tingkat suku
dinas kesehatan. Mengenai  poin  beberapa  kali  diukur  dalam  satu  tahun  terakhir  diberikan
skor  2  oleh  peneliti  yang  artinya  sudah  memadai  karena  dalam  pelaporan, setelah TPG menerima laporan dari kader apabila ada kejanggalan maka akan
ditindaklanjuti  dapat  dengan  cara  meminta  kader  untuk  mengukur  ulang. Begitu  pula  setelah  suku  dinas  menerima  laporan  dari  puskesmas  yang  akan
menindaklanjuti apabila ada kejanggalan pada data. Berikut kutipan penjelasan mengenai beberapa kali pengukuran:
“kalau yang DS kebetulan kita seperti itu kan, ga bisa diituin paling ya dengan  program  operasi  timbang  atau  itu  baru  kita  naik  sedikit.  Atau
ada  bulan  vitamin  A  kita  naik  sedikit…  Terus  ya  kalau  ada  masalah