Produk Sistem Informasi Gizi
menjelaskan informasi gizi berupa kondisi yang ada di daerah tersebut. Berdasarkan hasil telaah dokumen, Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan
menggunakan grafik dan peta sebagai hasil analisis data gizi yang dilaporkan. Grafik tersebut menjelaskan cakupan SKDN di wilayah kerja Kota Administrasi Jakarta
Selatan selama tahun 2011. Pada grafik tersebut, dapat dilihat bahwa cakupan SKDN di wilayah kerja Kota Administrasi Jakarta Selatan selalu mengalami perubahan
setiap bulannya Gambar 5.2. Pada teori HMN dijelaskan bahwa kegiatan diseminasi dan penggunaan produk
dari sistem informasi kesehatan sangat penting karena dapat mempermudah para pengambil keputusan dalam membuat kebijakan. Informasi yang didapatkan dalam
sistem informasi gizi juga dapat digunakan untuk memantau kondisi gizi baik keadaan gizi buruk maupun gizi kurang di suatu daerah. Penyebarluasan diseminasi
dan penggunaan produk sistem informasi gizi di suku dinas kesehatan Jakarta selatan dimulai dari tingkat posyandu, puskesmas sampai tingkat suku dinas kesehatan.
Diseminasi pada tingkat posyandu dilakukan pada saat kegiatan arisan di RT mereka dimana kader yang dijadikan informan berperan sebagai penggerak dalam kegiatan
arisan tersebut. Pada tingkat puskesmas, diseminasi dilakukan pada kegiatan rakornas bersama kader-kader yang diadakan di kantor lurah atau disebut rapat
koordinasi lintas sektoral. Sedangkan pada tingkat suku dinas kesehatan, diseminasi akan dilakukan pada kegiatan rapat yang dihadiri oleh berbagai bidang yang terkait
dengan kesehatan termasuk bidang gizi. Penggunaan produk di suku dinas kesehatan digunakan sebagai acuan untuk
meningkatkan kinerja di bidang gizi sehingga status gizi di daerah tersebut menjadi
lebih baik lagi. Produk dari sistem informasi gizi berguna untuk tingkat nasional dalam perancangan kebijakan mengenai program gizi untuk dapat diterapkan di
seluruh wilayah Indonesia. Diseminasi atau penyebarluasan produk dari sistem informasi gizi ke khalayak atau masyarakat umum dapat dilakukan dengan
mengakses website sistem informasi gizi. Menurut WHO 2008, dalam penggunaan informasi sebaiknya pembuat
program gizi di dinas kesehatan secara lengkap, tepat waktu, akurat, relevan memperoleh informasi gizi. Tetapi pada kenyataannya, seperti penjelasan pada
produk sistem informasi gizi, berdasarkan penelitian diketahui bahwa masih ada keterlambatan pelaporan baik dari posyandu ke puskesmas maupun puskesmas ke
suku dinas kesehatan dimana keterlambatan dalam pelaporan ini dapat menyebabkan pembuat program gizi di dinas kesehatan juga terlambat dalam memperoleh
informasi gizi. Masih belum konsistennya data cakupan didalamnya dari tingkat pusat,
menyebabkan tingkat suku dinas kesehatan belum menjadikan pelaporan melalui website sistem informasi gizi sebagai prioritas sehingga informasi yang ada belum
dapat digunakan dalam perencanaan dan proses alokasi sumber daya misalnya, untuk perencanaan anggaran khusus dan pemerataan sarana pendukung serta
pemeliharaannya.