Indikator Sistem Informasi Gizi

Menurut teori WHO 2008, sumber data dalam sistem informasi kesehatan harus representatif sedangkan dalam penelitian ini terdapat kelemahan yaitu kurangnya partisipasi masyarakat untuk mengikuti kegiatan posyandu sehingga data yang dihasilkan dalam pencatatan kegiatan posyandu menjadi tidak representatif dalam menjelaskan kondisi masyarakat secara keseluruhan. Pada pelaporan sistem informasi gizi, terdapat pengelompokkan data berupa usia dan jenis kelamin yaitu pada format hasil kegiatan penimbangan di posyandu form F1 sudah mengelompokkan data berdasarkan usia dan jenis kelamin. Pada laporan bulan gizi LB3 dan data balita BGM sudah ada pengelompokkan berdasarkan usia. Dalam mengkoordinasikan variable, koordinasi tidak selalu dilakukan dengan pertemuan melainkan hanya melalui telepon dan email dimana apabila ada variable baru yang dibutuhkan oleh pusat untuk dilaporkan maka staf gizi di suku dinas kesehatan akan memperbaiki template atau formulir lalu diberikan kepada tenaga pelaksana gizi di puskesmas melalui email. Sebenarnya, pertemuan untuk mengkoordinasikan variable dibutuhkan agar tenaga pelaksana di tiap tingkat mengerti dan memiliki persepsi yang sama.

6.6 Manajemen Data Sistem Informasi Gizi

Manajemen data dalam pelaksanaan sistem informasi gizi sudah ada buku panduan berupa buku panduan surveilans gizi yang disusun oleh Kemenkes dimana buku tersebut menjelaskan tentang prosedur untuk pengelolaan, pengumpulan serta analisis data. Selain itu, buku tersebut juga menjelaskan definisi operasional dari masing-masing indikator yang dilaporkan. Buku panduan dibutuhkan untuk meningkatkan pengetahuan tenaga pelaksana mengenai prosedur pelaksanaan surveilans gizi. Pelaporan dalam website sistem informasi gizi ini dapat diakses oleh khalayak atau masyarakat umum user-friendly karena cukup dengan mengakses website gizi.depkes.go.id maka dapat dilihat berbagai informasi gizi berupa laporan kinerja pembinaan gizi masyarakat dari berbagai daerah di Indonesia. Menurut WHO 2008, dengan adanya user friendly pada sebuah sistem informasi maka diharapkan dapat mendukung dalam proses pengambilan keputusan. Tetapi, website sistem informasi gizi kurang dapat dikatakan user-friendly karena tenaga pelaksana masih mengeluhkan kesulitan untuk mengunggah laporan. Kesulitan tersebut dikarenakan masih adanya perubahan-perubahan format dari tingkat pusat yang belum stabil. Website yang belum user-friendly bagi tenaga pelaksana menyebabkan ketidaknyamanan dan dapat mengakibatkan tenaga pelaksana lebih memilih melaporkan dalam bentuk hardcopy dibandingkan mengunggah data kedalam website sistem informasi gizi dan ada keterlambatan dalam pelaporan melalui SIGIZI. Hal tersebut dapat menyebabkan tingkat pusat mengalami keterlambatan dalam menerima laporan sehingga dapat mengakibatkan keterlambatan apabila diperlukan pengambilan keputusan. Pada sistem informasi gizi juga terdapat kode untuk menggabungkan beberapa database dari tingkat provinsi sampai Puskesmas. Pengenal unik terdapat pada template atau lembar isian untuk pelaporan yang bersumber dari puskesmas yang memiliki kode tersendiri untuk tiap puskesmas dimana kode tersebut sebagai password agar hanya pihak yang memiliki otoritas yang dapat merubah data tersebut. Kode pengenal dibutuhkan agar data tidak dapat dirubah oleh orang yang tidak memiliki wewenang.

6.7 Produk Sistem Informasi Gizi

Menurut WHO 2008, produk dalam sistem informasi gizi mencakup penilaian kualitas data dimana dalam produk data terdiri dari karakteristik usia dan harus adanya konsistensi terhadap data yang dilaporkan melalui sistem informasi gizi, dan pelaporan data dilakukan tepat waktu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih ada ketidakkonsistenan data yang harus dilaporkan dimana adanya perubahan cakupan data salah satunya penambahan cakupan balita kurus. Adanya perubahan cakupan data tersebut menyebabkan website sigizi belum stabil karena direnovasi dan hanya dapat digunakan untuk melihat data yang sudah ada sebelumnya. Hal tersebut dikeluhkan oleh staf gizi dan tenaga pelaksana gizi karena mereka kesulitan untuk menginput laporan ke website sigizi. Hal tersebut menyebabkan tenaga pelaksana gizi di Puskesmas menyerahkan pelaporan melalui SIGIZI kepada staf gizi di suku dinas kesehatan sehingga data Puskesmas kelurahan di suku dinas kesehatan Jakarta selatan pada website SIGIZI terdapat kekosongan dan hanya terisi data Puskesmas kecamatan dikarenakan data yang dilaporkan ke staf gizi sudah merupakan hasil rekap dari tiap Puskesmas kelurahan di tiap Puskesmas kecamatan. Data diukur beberapa kali dalam satu tahun yaitu setelah TPG menerima laporan dari kader apabila ada kejanggalan maka akan ditindaklanjuti dapat dengan cara meminta kader untuk mengukur ulang. Begitu pula setelah suku dinas menerima