Li Niha Hoho Kesenian Masyarakat Maenamölö

manfaat ekonomis. Strategi itu menyeluruh meliputi pengembangan sektor hulu sampai ke sektor hilir dimulai dari pengrajin, bahan baku, peningkatan produktifitas dan perluasan produk, usaha, sampai pemantapan citra sebagai produk berdaya saing. Pemberdayaan pengrajin dilakukan untuk meningkatkan kapasitasnya sebagi pekerja kreatif yang berdayakreasi, produktif dan inovatif.

2.6.3. Li Niha

Secara etimologi, Li Niha dibagi 2 suku kata, yaitu Li artinya suara dan Niha artinya manusia. Bahasa Nias adalah media komunikasi sehari-hari penduduk Nias, baik dalam acara adat, agama bahkan dalam pergaulan terhadap sesama. Bahasa Nias merupakan salah satu bahasa di dunia yang masih belum diketahui persis darimana asalnya serta masih bertahan hingga saat ini. Barangkali misteri terpenting dan yang paling menarik bagi para ahli bahasa adalah ciri khas dari Li Niha, dimana bunyi getaran kedua bibir yang terdapat pada awal dan tengah-tengah kata ‘Mbambatö’. Bunyi ini merupakan salah satu bunyi aneh dalam bahasa-bahasa dunia tetapi dalam Li Niha, bunyi getaran kedua bibir ini bukanlah sesuatu yang aneh, ini adalah bunyi normal yang biasa ditemukan dalam Li Niha . Penduduk suku Nias mengenal enam huruf vocal A,E,I,O,U,Ö. Hal itu tampak pada huruf setiap kata atau kalimat tanpa mengenal konsonan dalam kata maupun kalimat. Misalnya, Tumbu lahir, Manowalu menikah, Motomo mendirikan rumah, Fakawi meninggal. Atau suatu kalimat: Amaedola mbua geu ba ndraha, omasi dödö ba’ambö danga ibarat buah di dahan pohon, ingin Universitas Sumatera Utara hati tapi tangan tak sampai, Nonilau dödö ba wamobörö kehendak hati memulainya, Uwaö mena zambua ligu khömö balö fa’abölö saya ingin mengatakan sesuatu kepadamu tetapi aku tidak mampu. Nenden Artistiana, 2011:9, berpendapat bahwa bahasa Nias dikenal 3 dialek, yakni untuk daerah Nias Utara agak lembut, Nias Selatan agak keras dan Nias Tengah terkenal dengan huruf Cu maka bilang tuada jadi cuada. 53 1. Si fa haega gaö Kecamatan Telukdalam, PP. Batu Selanjutnya, Bamböwö Laiya, 2006:7, menegaskan bahwa secara kultural, terutama di bidang bahasa, saat ini terdapat 3 sub-kultur di wilayah Kabupaten Nias Selatan, sebagai berikut: 2. Si fakao andrö Amandraya, Lahusa, Gomo, Aramö 3. Si fa ba da’ö Lölöwau, Lölömatu. 54

2.6.4. Hoho

Hubari Gulo, 2011:94, menjelaskan bahwa Hoho merupakan tradisi lisan masyarakat Nias yang dilagukan secara puitis dengan memilih kata-kata yang menarik untuk diperdengarkan secara lemah-lembut, baik perorangan maupun secara bersama-sama yang berhubungan dengan adat-istiadat masyarakat suku Nias. Misalnya, seorang laki-laki yang hendak melamar gadis, juru bicara dari keluarga yang menyampaikan keinginannya kepada pihak sang gadis dengan 53 Nenden Artistiana, 2011, Menelisik Keunikan Budaya Tanö Niha, Jakarta: PT. Multazam Mulia Utama, hlm.9 54 Bamböwö Laiya, 2006, Sumane ba Böwö Ni’orisi, Telukdalam: Yayasan BAMPER MADANI, hlm.7 Universitas Sumatera Utara tujuan adalah agar tidak menimbulkan ketersinggungan bagi pihak yang menerima pesan. 55 Selanjutnya, Sadieli Telaumbanua, 2006, berpendapat bahwa ada 3 jenis Hoho dalam kehidupan masyarakat suku Nias, sebagai berikut: 1. Hoho Hada; seperti Fane’esi, Famadaya, Faulu, Fanaru omo dan sebagainya. 2. Hoho Rezeki; biasanya dituturkan pada saat pembibitan tanaman agar Siraha voriwu dewi kesuburan menjauhkan segala hama penyakit, bagi warga yang menggeluti usaha ternak dimohon agar Bekhu dewa binatang tidak mendatangkan penyakit ternaknya. Demikian pula para nelayan, memohon Jihi hantu laut penguasa atas ikan-ikan di air maupun di laut, memberikan ijin melaut dan pulang dengan membawa ikan yang sangat banyak. 3. Hoho Ritual; beberapa bagian hoho, seperti seperti asal usul kejadian, setan dan sumber penyakit, penciptaan alam semesta, penciptaan manusia pertama, lembaga adat, kota leluhur, kemasyhuran, perebutan kekuasaan, penurunan leluhur Nias, pembuatan patung, gempa bumi, dan sebagainya. 56 Namun lambat-laun keberadaan Hoho dalam kehidupan masyarakat suku Nias mengalami pergeseran peran, terlebih dengan kemajuan zaman nilai yang 55 Hubari Gulö, 2011, Hoho Faluaya Tradisi Lisan Masyarakat Nias di Desa Bawömataluo Kecamatan Fanayama Kabupaten Nias Selatan Sumatera Utara : Analisis Teks dan Struktur Musik, Medan: Tesis, Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, hlm.94 56 Sadieli Telaumbanua, 2006, Representasi Budaya Nias Dalam Tradisi Lisan, Gunungsitoli: Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Universitas Sumatera Utara pernah menjadi pegangan hidup harus disingkirkan dengan alasan tidak sesuai lagi dengan kondisi masa kini.

2.6.5. Fahombo Batu