sekitar gunungsitoli menilainya sebagai Tuan yang sangat rendah hati, memiliki perhatian yang murni terhadap semua warga. Ludwig Ernst Denninger membuka
sekolah bagi anak-anak untuk belajar mengenal membaca dan pada akhirnya mendirikan Seminary sekolah Alkitab untuk mempersipakan pribumi menjadi
guru injil. Karena menuai keberhasilan dalam pelayanan, maka Tuan Ludwig Ernst Denninger
meminta kepada Rheinische Missions Geselschaft RMG untuk mengirimkan tenaga pelayan namun RMG mengirimkan misionar
secara bertahap, diantaranya adalah J.W. Thomas dan De Weertt 1873-1897, H. Lagemann. 1982-1933= 41 Tahun, Bortta 1907–1931, Rabenech 1901-1934,
Ed. Sartor, Pieper 1928-1929, Fr.Dermann 1928-1940, Skamrad, dr. Harma, Peterson dan lain-lain. Selanjutnya atas gerakan pertobatan massal dalam bahasa
Nias disebut “fangesa dödö sebua, peningkatan yang terjadi bukan hanya secara kwantitatif saja, tetapi juga dalam hal spritualitas. Hal ini dapat dilihat dengan
banyaknya patung, ilmu-ilmu sihir dan racun yang dimusnahkan. Perselisihan dan peperangan di antara penduduk mulai berkurang, kerukunan mulai berkembang.
2.3.4. Islam
Saluran Islamisasi di Indonesia adalah melalui jalur perdagangan sesuai dengan kegiatan perdagangan abad 7 sampai 16, dimana para pedagang muslim
turut mengambil bagian mengislamkan ternyata sangat menguntungkan karena dalam agama Islam tidak ada pemisahan antara manusia sebagai pedagang
dengan kewajibannya sebagai seorang muslim untuk menyampaikan ajaran kepercayaannya kepada orang lain.
Universitas Sumatera Utara
Masuknya agama Islam di daratan Nias tidak dapat diketahui secara pasti, sebab masuknya agama Islam bukan dari spesialis misi yang terorganisir.
Dalam dokumen Informasi dan Profil Kabupaten Nias, yang disusun oleh Tim Penyusun 2001:12, dijelaskan bahwa masuknya agama Islam di kepulauan Nias
sudah dimulai sejak tahun 851 Masehi ketika seorang saudagar bangsa Persia bernama Sulaiman untuk mengislamkan orang-orang Nias. Kemudian pada tahun
1605 masehi, seorang pengelana dari Arab bernama Ibnu Batutah, datang ke Nias tepatnya di wilayah Lahewa Kabupaten Nias Utara. Ibnu Batutah mencatat bahwa
di kepulauan Nias menjumpai pribumi yang berkebudayaan mirip dengan kebudayaan Arab kuno di zaman Jahiliyah.
25
Selanjutnya, menurut Schroder yang dikutip oleh F. Zebua, 1996:82, bahwa masuknya agama Islam di pulau Nias
dimulai dari kedatangan etnis Melayu, Aceh, Padang, Bugis, Muko-muko, Surabaya, Tarusan, Arab. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang lari
dari hukuman dan bersembunyi untuk mencari perlindungan yang aman dalam hidupnya.
26
25
Tim Penyusun, 2001, Informasi dan Profil Kabupaten Nias, Gunungsitoli: BAPPEDA, hlm.12
Ketika orang-orang Islam mencoba memasuki desa-desa adat di wilayah Nias Selatan, pada akhirnya mereka tidak bisa bertahan karena
penduduknya mayoritas beternak babi. Kendati demikian, perkembangan Islam di kepulauan Nias tergolong fenomenal. Hal ini ditandai dengan jumlah mereka
semakin lama semakin terjadi peningkatan yang signifikan. Hal tersebut dapat tinjau bahwa mereka berada pada posisi yang sangat strategis. Diantaranya, ada
yang menjadi pedagang, ada yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil, Polri,
26
F. Zebua, 1996, Kota Gunungsitoli Sejarah Lahirnya dan Perkembangannya, Gunungsitoli, hlm.82
Universitas Sumatera Utara
Tentara bahkan Politikus dan lain sebagainya bahkan hampir semua pusat pasar ke 4 Kabupaten Kotamadya se-kepulauan Nias, saat ini mayoritas dikuasainya
oleh penduduk yang beragama Islam. Demikian juga lokasi wisata pantai diberbagai penjuru kepulauan Nias saat ini hampir semuanya dikuasai oleh
penduduk yang beragama Islam. Adapun perkembangan Islam di wilayah Maenamölö dikategorikan
mengalami kemajuan dibandingkan dengan agama Budha dan Hindu.
2.4. Sistem Pemerintahan Maenamölö