adalah Boto. Ia membawa isterinya bernama Silini Hösi dan anak-anaknya, mendirikan kampung bernama Hili Lalimboto sebagai desa induk. Keturunannya
mendirikan kampung Hilifalawu, Hilifalawu, Hilimböwö, Hilihöru, Hiligombu, Botohösi. Kemudian Maha juga mengalami hal yang serupa. Ia memiliki seorang
istri Rai Balaki, pada akhirnya meninggalkan Böröfösi menuju Ulimbawa. Lama- kelamaan keturunannya mendirikan beberapa kampung yang baru, diantaranya
adalah kampung Siwalawa, Hiligeho, Lahömi, Bawölowalani, Hili’ana’a, Hilisondrekha. Demikian pula Hondrö, memiliki isteri bernama Siholai. hidup dan
menetap di Huluhösi. Kemudian keturunannya mendirikan kampung Onohondrö. Karena Hörözaitö adalah anak si bungsu perempuan, maka ia harus menetap
bersama orangtuanya. Berhubung karena Nandua Jiliwu lebih dahulu meninggal dunia, pada akhirnya Mölö pergi berkelana sebagai musafir di Tanoi Disana
mempersuntung anak seorang bangsawan dan mempunyai anak laki-laki bernama Sebua Tendroma
. Di tempat dimana ia tinggal disebut orang Ono Namölö Laraga Tumöri
, di tempat itulah Mölö nantinya dikuburkan.
18
2.3. Sistem Kepercayaan Masyarakat Maenamölö
2.3.1. Sanömba Nadu
Menurut Johannes Maria Hämmerle, 1990:201, bahwa sebelum datangnya agama Katolik, Protestan, Islam, Hindu dan Budha bersebar di seluruh
18
Wawancara: Amos Harefa, Jumat, 18 Januari 2013
Universitas Sumatera Utara
pelosok kepulauan Nias, sistem kepercayaan masyarakat suku Nias bersifat Politheisme, Naturisme
, Fetisisme, Dinamisme, Animisme.
19
Sesembahan suku Nias termasuk di dalamnya penduduk Maenamölö sejak zaman dahulu adalah Inada Samihara Luo selaku dewa pencipta dan
berkuasa atas seluruh kehidupan yang bertahta di atas langit lapisan ke sembilan, Latura Danö
selaku dewa yang berkuasa di bumi, Silewe Najarata selaku dewi yang berkuasa menengahi Inada Samihara Luo dengan Latura Danö. Selain itu
juga mereka juga percaya kepada dewa-dewa yang menampakkan diri sebagai gejala-gejala alam, seperti; matahari, bulan, bintang, pohon besar, arwah nenek
moyang, Sigelo Danö sebagai dewa yang menjaga gua atau lubang-lubang yang dalam, Laöhö sebagai dewa yang berkuasa atas angin topan, Fauhesa sebagai
dewa yang menjaga gua atau lubang-lubang yang dalam, Luaha Goholu sebagai dewa yang menjaga sungai, Anonatö sebagai dewa yang memberikan kekuatan
untuk mengalahkan musuh pada saat terjadi perang dan sebagainya. bahwa dewa pujaan orang Nias lainnya adalah. Semua itu dipersonifikasikan ataupun
dimanifestasikan dalam bentuk patung dari bahan batu ataupun kayu dan mengganggapnya bahwa di dalam patung-patung itu akan ditempati oleh para
dewa ataupun roh. Menurut Nenden Artistiana, 2011:23, berpendapat bahwa pada acara
pemujaan, Ere sebagai perantara selalu membunyikan atau memukul-mukul Fondrahi
tambur dan pada saat menyampaikan permohonan dalam bentuk Hoho syair-syair kuno atau mantera-mantera, Ere juga mempersiapkan sesajen dalam
19
Johannes Maria Hämmerle, OFMCap, Asal Usul Masyarakat Nias Suatu Interoretasi, Gunungsitoli: Yayasan Pusaka Nias: 1990, hlm. 201.
Universitas Sumatera Utara
bentuk makanan babi, ayam, telur disertai kepingan emas juga diberikan supaya segala sesuatu yang dimohonkan itu dapat dikabulkan. Kemudian persembahaan
dalam bentuk korban makanan dapat dibagi-bagi kepada orang yang hadir, akan tetapi setelah ritual selesai, uang, emas dan barang-barang berharga lainnya
sebagai persembahan warga akan menjadi hak Ere.
20
Menurut Johannes. M. Hämmerle, 15 Maret 2009, bahwa pemikiran masyarakat Nias yang menganut kepercayaan Sanömba Nadu, sebagai berikut:
1. Manusia mempunyai Boto tubuh, Noso nafas dan Lumö-Lumö
bayangan. Setelah seseorang mati maka Boto akan menjadi ke tanah, Noso akan kembali ke Teteholi Ana’a sorga dan Lumö-Lumö bayangan akan
menjadi Bekhu roh. Agar bisa sampai ke Tetehõli Ana’a, setiap roh harus menyeberangi suatu jembatan antara dunia orang hidup dan orang mati. Bila
roh itu berjalan tetapi jembatannya semakin mengecil bagaikan rambut, pertanda bahwa selama hidupnya banyak melakukan kejahatan. Pada
akhirnya ia akan jatuh dan masuk ke dalam api yang menyala-nyala. Sebaliknya, seseorang yang selama hidupnya banyak berbuat baik,
jembatannya semakin melebar dan perjalanannyapun lancar hingga ke Teteholi Ana’a
dengan selamat. 2.
Mereka yang telah meninggal akan diwariskan Tõi nama dan Lakõmi kemuliaan. Apabila selama hidupnya telah berbuat yang terbaik dan sangat
mengharumkan bagi keluarga bahkan masyarakat umum dengan bukti-bukti yang otentik, dia akan dikenang sepanjang masa. Maka untuk mengenang
20
Nenden Artistiana, 2011, Menelisik Keunikan Budaya Tanö Niha, Jakarta: PT. Multazam Mulia Utama, hlm. 23
Universitas Sumatera Utara
jasa-jasanya di dunia ini maka dibuatlah suatu patung yang menyerupai sehingga arwahnya dapat menjelma melalui patung tersebut dan meletakkan
patungnya di tempat yang strategis serta selalu merawatnya dengan baik. Jikalau tidak menghormati rohnya maka janganlah heran bila mereka yang
masih hidup akan menerima berbagai ganjaran malapetaka dan dapat tertular bagi banyak orang tetapi apabila taat dan menghormati orangtuanya
maka anak itu pasti akan menjumpai banyak berkat-berkat seumur hidupnya. Untuk menangkal semua itu, setiap keluarga segera mengundang
Ere untuk mengadakan acara sesajen.
3. Kalau dulu semasa hidup dia adalah seorang raja maka di dunia seberang
Tetehõli Ana’a juga ia akan tetap menjadi raja dan yang miskin akan tetap
miskin. 4.
Dunia Teteholi Ana’a keadaanya terbalik. Apa yang baik di dunia ini, di sana akan jadi buruk. Maka ada kebiasan, orang-orang Nias, bila menitipkan
baju dan barang-barang lainnya, semua barang itu dirusak. Jika di sini siang di sana malam demikian juga kalimat dalam bahasa di sana adalah serba
terbalik.
21
Namun semenjak terjadinya penyebaran agama kristen yang dibawa oleh kaum puritanisme dari Eropa dan akibat perkembangan zaman, pada akhirnya
tradisi kepercayaan Sanömba Nadu perlahan-lahan mulai ditinggalkan.
21
Johannes. M. Hämmerle
15 Maret 2009, http: www. Tempointeraktif.com
Universitas Sumatera Utara
2.3.2. Katolik