Megalitikum Kesenian Masyarakat Maenamölö

yang memperindah busana tersebut, saat seseorang mengungkapkan perasaannya, ia akan mengekspresikan melalui nada dan lagu. Sehubungan dengan banyaknya cabang kesenian tradisional suku Nias, tentunya menyangkut seni rupa bangunan, rias, lukis, relief, seni pertunjukan tari, drama, film, seni suara vokal, instrumen dan sastra yang lisan. Pada bagian ini, penulis hanya mengangkat beberapa bagian saja.

2.6.1. Megalitikum

Beranjak dari masa prasejarah, berbagai peninggalan-peninggalan megalitik sampai saat ini masih banyak bertebaran di desa-desa adat tradisional Maenamölö Kabupaten Nias Selatan Kepulauan Nias seperti; di desa Orahili Fau, Bawömataluo, Siwalawa, Onohondrö, Hilinawalö Fau, Hilisimaetanö, Botohilitanö dan sekitarnya , diantaranya: 1. Behu Menhir adalah sebuah batu besar yang ditegakkan seperti tiang atau tugu yang berada di depan rumah Si’ulu untuk keperluan sakral berbagai macam upacara, diantaranya adalah dipergunakan sebagai batu pengikat terdakwah, pengikat binatang korban, sarana untuk mengangkat derajat sosial seseorang. Peninggalan budaya Behu ini juga tidaklah semata dibuat asal memenuhi fungsi utama itu, tetapi juga untuk memenuhi rasa keindahan. Ini terbukti pada bentuk dan ornamentalnya. Berbagai peninggalan tradisi megalitik cenderung bertelanjang dengan menampilkan alat genital secara menyolok, tidak saja hanya pemenuhan fungsi utamanya Universitas Sumatera Utara sebagai media sakral yaitu pemujaan roh leluhur tetapi juga untuk memenuhi rasa keindahan. 2. Dolmen atau batu altar yang terdapat di desa-desa adat di Maenamölö adalah merupakan megalitik yang terbuat dari batu monolit yang ditopang batu-batu lain di bawahnya yang diletakkan di halaman rumah Si’ulu untuk keperluan upacara adat istiadat masyarakat setempat, diantaranya adalah sebagai tempat menaruh sesajen, pentas untuk tarian Moyo. Di dolmen ini banyak relief ornament, ada yang bermotif roda matahari, tetumbuhan, manusia dalam sikap terbelenggu dan sebagainya. 3. Osa-osa merupakan megalitik peninggalan para leluhur yang terbuat dari batu berbentuk persegi empat pipih, berkaki empat, memiliki kepala dan ekor. Osa-osa ini sebagai symbol dari binatang Lasara. 50 Dari uraian singkat diatas kita menemukan kenyataan bahwa bakat atau potensi seni pahat patung di daerah ini sangat kuat. Para seniman dengan peralatan sederhana pun dahulu telah mampu menghasilkan karya yang mengagumkan dunia seni berkat bakat, citarasa dan ketrampilan seni yang diwarisi secara turun Bentuk Osa-osa, diantaranya ialah Sitölu Bagi berkepala tiga sebagai tanda mempelai laki- laki sedangkan Ni’obehu berkepala satu sebagai tanda mempelai perempuan. Salah satu fungsi Osa-Osa dalam kehidupan masyarakat Maenamölö adalah dipergunakan untuk upacara pemindahan tulang- belulang para leluhur dari dalam guci tempayan dan disimpan di dalam peti jenazah yang baru untuk disemayamkan. 50 Lasara atau Lawölö merupakan dewa pelindung. Universitas Sumatera Utara temurun. Perkembangan seni patung seakan terhenti karena selain para seniman lebih banyak beralih profesi hal ini dilatarbelakangi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah kehadiran para misionaris tidak memiliki komitmen dalam mendukung warga mengembangkan kreativitasnya membuat patung. Konsepsi agama itu tidak seirama dengan konsepsi megalitik. Sekarang kemampuan seni patung Nias praktis tinggal sisa-sisanya, bahkan tinggal kenangan dengan kebang- gaan atas kejayaan masa silamnya. Dari sudut budaya sangat disayangkan, padahal maha karya seni patung yang terdapat di daerah Maenamölö begitu diminati oleh orang-orang dari seberang. Dengan demikian, sebelum potensi itu hilang ditelan zaman sebaiknya semua pihak perlu membangkitkan kembali semangat para seniman lokal untuk mengembangkannya sehingga dengan demikian warisan budaya yang hampir ini punah dapat diaktifkan kembali.

2.6.2. Bolanafo