d. Sebelah Timur
: Kecamatan Telukdalam Beberapa desa yang bergabung di Kecamatan Luahagundre Maniamölö,
sebagai berikut: Tabel 2:6
KECAMATAN LUAHAGUNDRE MANIAMÖLÖ NO
NAMA KAMPUNG 1
Botohilitanö
2 Botohilitanö Salo’o
3 Lagundri
4 Orahili Fa’omasi
5 Hili’amaetaniha
6 Sondrege’asi
7 Hilimaenamölö
8 Botohilitanö
9 Bawömaenamölö
10 Botohilitanö Sorake
Sumber : http:www. niasselatankab.go.id
2.5. Sistem Pencaharian Masyarakat Maenamölö
2.5.1. Perburuan
Berburu sudah ada sejak zaman prasejarah kala pletosen dan pasca plestosen yang merupakan kegiatan pokok mata pencaharian masyarakat
prasejarah untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Berburu masa itu hanya bertujuan untuk mendapatkan makanan dengan menggunakan alat-alat yang
sangat sederhana yang terbuat dari batu, kayu, dan tulang. Lama kelamaan pola pikir manusia semakin meningkat sejalan dengan kemajuan zaman yang
Universitas Sumatera Utara
melahirkan suatu peruhan tentang peralatan yang dipergunakan untuk keperluan hidup.
Tempo dulu, berburu merupakan mata pencaharian masyarakat Maenamölö, selain untuk membasmi binatang liar yang seringkali merusak
tanaman atau dan membahayakan manusia, berburu merupakan pencaharian warga untuk kebutuhan daging makanan. Biasanya sebelum pergi berburu ke
hutan, warga memohon restu kepada dewa Sowanua dengan mempersembahkan sesajen supaya ketika pergi untuk berburu pulang dengan membawa hasil buruan.
Kebanyakan binatang yang diburu di darat seperti; babi hutan, kancil, rusa, kijang, trenggiling, kalong, kera, burung, musang, kancil, tenggiling, dan sebagainya.
Sedangkan binatang yang diburu di perairan seperti; buaya, biawak, ular sawah yang diambil kulitnya saja dan tidak untuk dimakan namun kadang dagingnya
dijadikan sebagai obat gatal. Namun Binatang yang paling banyak diburu adalah babi hutan dan merusak tanaman serta dagingnya di sukai. Ada pula anggapan
bahwa babi hutan mempunyai keistimewaaan terutama jantan, sering terdapat gelang, rantai yang disangkutkan di moncong dan taringnya dan pada saat
berkubang di lepaskan, di letakkan di pinggir kubangan. Bagi orang Nias gelang babi tersebut di namakan Öri dan rantainya disebut Aya Zökha. Menurut
kepercayaan bahwa orang yang memakai gelang dan rantai tersebut kebal atau tidak mampan terhadap senjata dan guna-guna. Selain itu, taring babi dapat juga
di pergunakan sebagai asesoris yang dipasang di sarung pedang. Sebelum mereka berangkat berburu, mereka bersalam-salam dengan
tujuan agar perburuan berhasil. Pantangan bagi para pemburu adalah mereka tidak
Universitas Sumatera Utara
boleh melihat ke belakang sewaktu bertolak dari rumah, tidak boleh bertengkar satu sama lain, tidak boleh mencurigai sesama tim agar perjuangan mereka untuk
mencari buruan mendapat hasil yang maksimal dan terhindar dari segala bahaya yang mengancam jiwa mereka selama berada di tengah hutan.
Perlengkapan utama untuk berburu adalah tombak, mandau dan alat perangkap tradisional lainnya. Salah satu tehnik berburu lainnya adalah dengan
menggunakan sistim pancang terbuat dari bambu yang diruncingkan, pancang- pancang itu kemudian ditancapkan di atas tanah dengan formasi menghadap arah
binatang buruan. Apabila buruan melewati tempat itu maka pancang tadi akan mengena di dadanya. Para pemburu juga dibantu oleh anjing sebagai pelacak.
Menurut Tuhoni Telaumbanua, 15 November 2013, Hasil buruan setiap orang didasarkan pada peran yang telah dilaksanakannya, mereka bagi-bagi di
lokasi perburuan dan yang membagi adalah pemimpin perburuan dengan cara merata kecuali pembagian khusus terhadap orang yang menombak hasil buruan
tersebut, penguasa atau ketua adat dan pemilih anjing pemburu dan yang paling mulia lagi adalah ketika daging-buruan itu dapat dibagikan kepada saudara dekat
termasuk tetangga yang berdekatan.
45
2.5.2. Pertanian