Bolanafo Kesenian Masyarakat Maenamölö

temurun. Perkembangan seni patung seakan terhenti karena selain para seniman lebih banyak beralih profesi hal ini dilatarbelakangi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah kehadiran para misionaris tidak memiliki komitmen dalam mendukung warga mengembangkan kreativitasnya membuat patung. Konsepsi agama itu tidak seirama dengan konsepsi megalitik. Sekarang kemampuan seni patung Nias praktis tinggal sisa-sisanya, bahkan tinggal kenangan dengan kebang- gaan atas kejayaan masa silamnya. Dari sudut budaya sangat disayangkan, padahal maha karya seni patung yang terdapat di daerah Maenamölö begitu diminati oleh orang-orang dari seberang. Dengan demikian, sebelum potensi itu hilang ditelan zaman sebaiknya semua pihak perlu membangkitkan kembali semangat para seniman lokal untuk mengembangkannya sehingga dengan demikian warisan budaya yang hampir ini punah dapat diaktifkan kembali.

2.6.2. Bolanafo

Berbagai warisan pusaka leluhur masyarakat Maenamölö yang terpendam dan sangat potensial, nyaris tidak terdokumentasi sebagai bagian yang utuh dalam sejarah suku Nias, salah satunya adalah menganyam Bolanafo. 51 Sepanjang peradaban di suku Nias belum ada yang menyebutkan identitas nama orangnya yang pertama sekali yang menganyam serta memberi nama Bolanafo. Namun sebutan Bolanafo sudah ada sejak dahulu dan sangat 51 Bolanafo terdiri dari dua suku kata yakni Bola identik tempat, puan sedangkan Afo, identik 5 jenis ramuan tradisional, terdiri dari; Tawuo sirih, Betua kapur, Gambe daun gambir, Bago Tembakau dan Fino buah pinang. Bandingkan: Esther GN Telaumbanua, 2011, op.cit., hlm.10 Universitas Sumatera Utara bertalian pada nilai kebudayaan suku Nias. Menganyam Bolanafo merupakan warisan pusaka para leluhur orang Nias, di dalamnya terungkap ekspresi perempuan yang lemah-lembut, kesabaran, kedermawan, keloyalitasan, ketekunan, kreatifitas, kegigihan. Pengrajin tradisional Bolanafo hingga sekarang masih terdapat di desa-desa pedalaman di kepulauan Nias dalam jumlah sedikit. Pada umumnya kehidupan keluarga mereka tergolong kurang mampu dan rata- rata tidak mampu berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Namun dalam berbagai kekurangan, Allah yang maha kuasa telah memberikan karunia jiwa seni yang mengagumkan. Para ibu-ibu biasanya menganyam Bolanafo di waktu-waktu senggang di rumah sambil menurunkan dengan mengajarkan kepada anak- anaknya perempuan supaya kelak menjadi seorang ibu rumah tangga yang mandiri. Tradisi ini telah berlangsung secara turun-temurun. Bahan-bahan bakunya terbuat dari sejenis Sinasa daun pandan berduri dan Kele’ömö Eleocharis dulcis. Kedua bahan baku utama ini merupakan tanaman lokal yang saat ini sudah semakin langka. Rumput lokal ini terlebih dahulu dikeringkan dan dipipihkan lalu diberi pewarna dan dianyam. Proses pengeringan itu sendiri memakan waktu yang cukup lama tergantung pada kondisi cuaca. Sehingga tidaklah heran membuat sebuah Bolanafo berukuran 30x35 cm memerlukan waktu seminggu bahkan sampai dua minggu lamanya. Kaum pengrajin Bolanafo tradisionil umumnya menggunakan pewarna berbahan baku alami yang diambil dari buah, akar-akar pohon dan dedaunan. Misalnya buah pohon Sianuza digunakan untuk pewarna merah. Tetapi karena kondisi sekarang Universitas Sumatera Utara dengan bahan baku yang sudah mulai sulit ditemukan, untuk pewarna lain para pengrajin mencampurnya dengan pewarna buatan atau kimia. Selanjutnya, peralatan yang dipergunakan untuk menganyam Bolanafo terdiri dari: tali pancing untuk melepaskan duri daun Sinasa, Sukhu Sese untuk mengiris Sinasa dan Kele’ömö, Famoe untuk pemotong dalam ukuran panjang yang melebihi, Lewuö untuk membersihkan dan memipihkan sekaligus melembutkan Sinasa dan Kele’ömö, Periuk atau kuali untuk merendam dan memasak Sinasa dan Kele’ömö. Esther GN Telaumbanua, SE 2011:10, mengemukakan bahwa motif dan penggunaan Bolanafo pada acara adat suku Nias sangat dipengaruhi oleh strata sosial yang telah ditetapkan dalam Fondrakö, sebagaimana di bawah ini : 1. Si’ulu ; Bolanafo yang digunakan untuk menyambut dan menyuguhkan sirih kepada tamu adalah bercorak Ni’otarawa. 2. Ere ; Bolanafo yang digunakan adalah bercorak Ni’ohulayo. 3. Ono Mbanua ; Bolanafo yang digunakan untuk menyambut dan menyuguhkan sirih kepada tamu-tamunya adalah bercorak Tandrösa. 4. Sawuyu; Bolanafo yang digunakan untuk menyambut dan menyuguhkan sirih kepada tamu-tamunya adalah bercorak polos. 52 Bolanafo adalah sebuah karya seni, sebuah kreatifitas yang berbasis pada kearifan lokal. Sebagai sebuah produk seni, Bolanfo belum banyak dikenal oleh masyarakat di luat Nias. Diperlukan sebuah strategi promosi yang tepat untuk mengangkat Bolanafo sebagi produk ekonomi kreatif berdaya saing dan memberi 52 Esther GN Telaumbanua, 2011, Nias Bangkit Langkah-Langkah Awal, op.cit., hlm. 10 Universitas Sumatera Utara manfaat ekonomis. Strategi itu menyeluruh meliputi pengembangan sektor hulu sampai ke sektor hilir dimulai dari pengrajin, bahan baku, peningkatan produktifitas dan perluasan produk, usaha, sampai pemantapan citra sebagai produk berdaya saing. Pemberdayaan pengrajin dilakukan untuk meningkatkan kapasitasnya sebagi pekerja kreatif yang berdayakreasi, produktif dan inovatif.

2.6.3. Li Niha