Metodologi Penelitian Famadaya Harimao dalam kehidupan masyarakat Maenamölö Kabupaten Nias Selatan Kepulauan Nias.

cahaya merah disebuah simpang empat pertanda mobil harus berhenti. Tandanya adalah STOP; Objeknya adalah BERHENTI; Penafisrnya adalah GAGASAN menggabungkan tanda itu dengan objek. Tanda juga bisa menunjukkan adanya jalan utama atau wilayah yang sangat padat penduduknya. Melalui fungsi dari penafsir melahirkan sebuah proses semiotik yang tidak terbatas. Oleh sebab itu, suatu tanda tidak pernah berupa suatu entitas yang sendirian melainkan memiliki ketiga aspek. Tipe tanda juga memiliki memiliki bentuk dasar triad, yaitu Ikon, Indeks , Symbol. Nilai penting sebuah Ikon adalah kualitasnya. Indeks merupakan sebuah tanda yang secara fisik terkait atau dipengaruhi oleh objeknya. 11

1.6. Metodologi Penelitian

Menurut Merriam Alan P. 1964:30-40, istilah metode mencakup tehnik-tehnik dan juga berbagai-bagai pemecahan msalah sebagai bingkai kerja dalam penelitian lapangan. 12 11 John Lechte, 2001, 50 Filsuf Kontemporer, Yogyakarta: Kanisius, Cetakan ke-6, hlm.226- 231 Selanjutnya, menurut Nyoman Kutha Ratna, 2010:89-90, mengatakan bahwa munculnya metode kualitatif dipicu oleh pemahaman bahwa gejala kehidupan terdiri atas 2 unsur yang berbeda, Pertama yaitu unsur yang terindra dan tak terindra. Dalam kehidupan sehari-hari dikenal sebagai bentuk jasmani dan rohani, fisik dan non fisik, konkrik dan abstrak, kasar dan halus, nyata dan tidak nyata. Kedua yaitu gejala tersebut sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia bahkan manusia terbentuk atas dasar kedua gejala 12 Merriam Alan P. 1964, The Antrophology of Music. Chocago: North Western University Prees 1964:30-40 Universitas Sumatera Utara tersebut. Pemahaman lebih jauh menunjukkan bahwa kedua unsur tersebut termasuk memerlukan metode kualitatif. 13 Berpedoman pada metode penelitian kualitatif di atas, maka untuk mendapatkan data tentang fungsi dan makna Famadaya Harimao, penulis menggunakan pendekatan, sebagai berikut: 1. Observasi Meskipun observasi bukanlah alat untuk mengetahui segala-galanya tetapi paling tidak observasi menjadi langkah awal untuk mengetahui makna yang tersembunyi di balik pendengaran dan penglihatan. Sehubungan dengan penelitan Famadaya Harimao, maka penulis melakukan observasi melalui pesta budaya Nias Selatan yang diselenggarakan di Telukdalam Kabupaten Nias Selatan Tahun 2009, Event Bawömataluo Ekspo-1 yang diselenggarakan di desa Bawömataluo Kecamatan Fanayama Kabupaten Nias Selatan Tahun 2011, Acara penyambutan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal bernama Helmy Faishal, saat berkunjung di desa Bawömataluo Kabupaten Nias Selatan tahun 2011. Dalam pelaksanaan Famadaya Harimao , penulis mendokumentasikannya dengan menggunakan Handphone merek NOKIA type N73 untuk direkam dan divideokan Famadaya Harimau dan menggunakan Cammera Digital merek SONY Type DCS-S700 Cyber-shot untuk pemoteratan. 13 Nyoman Kutha Ratna, 2010, Metodologi Penelitan Kajian Budaya Dan Ilmu Sosial Humaniora Pada Umumnya , Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cetakan I, hlm.89-90 Universitas Sumatera Utara 2. Wawancara Koentjaraningrat, 1991:162, mengemukakan bahwa wawancara merupakan suatu proses tanya jawab antara peneliti dengan informan tentang suatu masalah yang sedang diteliti guna melengkapi data yang diperoleh dari observasi maupun dari data pustaka yang telah ada. 14 Secara garis besar, wawancara melibatkan dua komponen, pewawancara yaitu peneliti itu sendiri dan orang-orang yang diwawancarai. Pada saat melakukan wawancara peneliti adalah pihak yang memerlukan ‘sesuatu’ dan segala sesuatu yang dimaksudkan adalah milik para informan. Bagian yang paling sulit dalam pengumpulan data adalah pada saat pertama kali turun ke lapangan memasuki lokasi sekaligus menemui para nara sumber tersebut. Keberhasilan penelitian ditentukan oleh kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi masyarakat tempat melakukan penelitian. 15 14 Koentjaraningrat, 1991, Metode Wawancara Dalam Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedfia Pustaka Utama, hlm.162 Jauh-jauh hari sebelum melakukan penelitian, penulis mengidentifikasi beberapa orang yang dianggap berwawasan luas tentang kebudayaan masyarakat Maenamölö kemudian mewawancarai langsung di lapangan secara mendalam dan berkesinambungan sambil mencatat hal-hal yang dianggap paling urgen serta merekamnya secara audiovisual. Informan pertama adalah bernama Amos Harefa, seorang keluarga keturunan Si’ulu di desa Lawindra Kecamatan Majinö Kabupaten Nias Selatan. Pada masa ini beliau telah dinobatkan oleh masyarakat setempat sebagai ahli waris nenek 15 Janice M Morse, Membuat Desain Penelitian Kualitatif Yang Didanai, dalam handbook of Qualitative Recearch, Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln, eds., Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009, hlm.289 Universitas Sumatera Utara moyangnya. Beliau juga masih aktif menjabat sebagai Kepala Desa Hilinawalö Fau serta berperan sebagai pemerhati sanggar seni budaya ‘Wanita Tarahö’ Desa Hilinawalö Fau Kecamatan Fanayama Kabupaten Nias Selatan. Sampai hari ini Pemerintah Kabupaten Nias Selatan melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan mengangkatnya sebagai Tim ad hoc yang mengawasi dan mengendalikan nilai-nilai sub kultur masyarakat Kabupaten Nias Selatan. Informan kedua adalah bernama Bamböwö Laiya, seorang tokoh Nias yang memiliki banyak talenta. Beliau berasal dari keturunan Si’ulu bangsawan desa Botohilitanö Kecamatan Luahagundre Maniamölö Kabupaten Nias Selatan. Beliau juga terkenal sebagai komponis lagu daerah Nias yang menduduki papan atas sepanjang masa, diantaranya lagu yang berjudul Asi Silimba-Limba, Sarara Holi. Saat ini beliau bersama istri tercintanya bernama Nyonya Sitasi Zagötö yang sudah mencapai umur 65 tahun sedang mengikuti kuliah doktor pada bidang Linguistik di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara di Medan. Satu-satunya alasannya memilih untuk kuliah di tempat ini karena bagi mereka berdua tidak mampu lagi untuk pulang-pergi dalam perjalanan yang jauh ke luar negeri. Jadi cari yang paling dekat saja. Informan ketiga bernama Ariston Manaö, seorang pendiri sanggar seni budaya ‘Gaule Ana’a’ di desa Bawömataluo Kecamatan Fanayama, masih aktif menjabat sebagai Kepala Desa Bawömataluo Kecamatan Fanayama Kabupaten Nias Selatan. Ia juga seringkali mendapat tugas dari Pemerintah Kabupaten Nias Selatan untuk mempersentasikan budaya Nias Selatan baik di tingkat lokal, nasional, Universitas Sumatera Utara regional maupun tingkat dunia. Dia juga yang menggagas event Bawömataluo Ekspo I dan Bawömataluo Ekspo II dalam rangka promosi budaya Nias Selatan. Pemerintah Kabupaten Nias Selatan melalui Kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan mengangkatnya Tim Pengawas dalam bidang seni dan budaya daerah sampai hari ini. Informan keempat adalah bernama Hikayat Manaö, salah satu komponis yang berasal dari desa Bawömataluo Kecamatan Fanayama Kabupaten Nias. Pada tahun 80-an, dia terkenal sebagai pelompat batu terbaik di desanya. Beliau adalah penggagas sekaligus pendiri sanggar seni budaya ‘Baluseda’ yang beralamat di Desa Bawömataluo Kecamatan Fanayama Kabupaten Nias Selatan. Sangar ini seringkali diundang oleh berbagai kalangan, baik pada tingkat event lokal, nasional, regional bahkan dunia. Pada masa tuanya, Hikayat Manaö, telah nobatkan sebagai Kafalo Faluaya panglima tari perang oleh masyarakat desa Bawömataluo melalui upacara adat. Selanjutnya, sampai hari ini Pemerintah Kabupaten Nias Selatan melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan mengangkatnya sebagai Tim ad hoc yang mengawasi dan mengendalikan nilai-nilai sub kultur masyarakat Kabupaten Nias Selatan. Walaupun hanya sebagai komponis lokal, namun namanya terus tersohor di seluruh penjuru kepulauan Nias karena nada dan lagu yang bernuansa kebudayaan telah membahana dimana-mana, salah satunya adalah album 9 SANORA. Universitas Sumatera Utara

1.7. Sistematika Penulisan