Pertanian Sistem Pencaharian Masyarakat Maenamölö

boleh melihat ke belakang sewaktu bertolak dari rumah, tidak boleh bertengkar satu sama lain, tidak boleh mencurigai sesama tim agar perjuangan mereka untuk mencari buruan mendapat hasil yang maksimal dan terhindar dari segala bahaya yang mengancam jiwa mereka selama berada di tengah hutan. Perlengkapan utama untuk berburu adalah tombak, mandau dan alat perangkap tradisional lainnya. Salah satu tehnik berburu lainnya adalah dengan menggunakan sistim pancang terbuat dari bambu yang diruncingkan, pancang- pancang itu kemudian ditancapkan di atas tanah dengan formasi menghadap arah binatang buruan. Apabila buruan melewati tempat itu maka pancang tadi akan mengena di dadanya. Para pemburu juga dibantu oleh anjing sebagai pelacak. Menurut Tuhoni Telaumbanua, 15 November 2013, Hasil buruan setiap orang didasarkan pada peran yang telah dilaksanakannya, mereka bagi-bagi di lokasi perburuan dan yang membagi adalah pemimpin perburuan dengan cara merata kecuali pembagian khusus terhadap orang yang menombak hasil buruan tersebut, penguasa atau ketua adat dan pemilih anjing pemburu dan yang paling mulia lagi adalah ketika daging-buruan itu dapat dibagikan kepada saudara dekat termasuk tetangga yang berdekatan. 45

2.5.2. Pertanian

45 Tuhoni Telaumbanua, 15 November 2013, http:tuhony.files.wordpress.com Universitas Sumatera Utara Silvy M. Imaniyah, dalam 24 Oktober 2012, menjelaskan bahwa bidang pertanian merupakan salah satu mata pencaharian bagi masyarakat Nias, terutama tanaman pangan. Pertanian merupakan penunjang bagi keberlangsungan kekerabatan bagi masyarakat Nias untuk saling berbagi di masa-masa susah. Kebersamaan dalam mengolah tanaman pertanian terlihat jelas dalam kegiatan gotong-royong dalam membuka lahan maupun pada saat dilaksanakan penanaman tanaman tersebut, kebersamaan juga terjalin saat panen tiba. 46 Bertolak dari pengalaman masyarakat Nias dalam bertani, mereka mengalami masa dimana hasil ladang berhasil atau gagal. Mereka memperhatikan soal waktu menyemai atau waktu bertanam dengan Menggunakan sistim Bawa Dalu Mbanua yang kini diganti dengan sistim kalender. Biasanya pada musim kemarau penduduk memanfaatkan untuk membuka dan membakar hutan hingga sebagai lahan ladang kemudian pada musim hujan, dimanfaatkan waktu untuk menanami padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang kedelai, kacang tanah, kacang hijau, cabe, terung, pisang serta jenis tanaman lainnya. Setelah ladang panen berakhir kemudian dibiarkan hingga menjadi hutan alami kembali atau karena hutan semakin lama semakin berkurang dan ketika lahan tersebut tidak subur lagi maka mereka menanaminya dengan tanaman keras seperti karet, cokelat, kopi, cengkeh, pala, nilam, kakao, pinang, kelapa, pohon durian, pohon mahoni atau jenis tanaman lainnya yang bersifat prospek. Adapun peralatan yang digunakan oleh para petani untuk membuka hutan menjadi lahan kebun adalah berupa kapak untuk menebang pepohonan yang 46 Silvy M. Imaniyah, 24 Oktober 2012, http:blogsisiunik.blogspot.com Universitas Sumatera Utara besar, parang untuk membabat rerumputan dan cangkul untuk menggemburkan tanah. Ketika lahan kebun mulai tandus maka para petani mulai beralih menanam tanaman keras, seperti; karet, coklat, kelapa, mahoni, durian, kueni, mangga, duku, sawit dan sebagainya yang dianggap prospek. Kondisi tersebut juga mendapat berbagai kendala seperti gangguan hama penyakit selain itu para tengkulak lokal telah menekan harga di tingkat petani. Usaha berladang berarti kegiatan pembukaan hutan secara berpindah- pindah. Sering hal ini dianggap merusak lingkungan. Padahal kalau dikaji lebih mendalam, ternyata orang Nias dahulu tidak membuka hutan dan menebang pohon sembarangan. Mereka tahu bahwa hanya hutan yang sudah banyak humusnya yang cocok untuk berladang. Setelah diusahakan mo’arogoli biasanya mereka meninggalkan sekian tahun hingga menjadi “atua eu”. Ini sebenarnya kearifan lokal, ditambah dengan pemahaman bahwa pohon besar dihuni oleh dewa atu roh-roh. Sehingga tidak boleh menebang pohon sembarangan agar dewa atu roh-roh tidak marah. Kalau marah, maka bisa datang bencana seperti banjir atau tanah longsor.Sebenarnya kalau diperhadapkan dengan ilmu pengetahuan, hal tersebut sesuai, bahwa penebangan pohon bisa menyebabkan banjir dan tanah longsor. Menurut Tuhony Telaumbanua, dalam 15 November 2013, menjelaskan tanaman perkebunan yang ada di Nias adalah tanaman perkebunan rakyat dengan komoditi andalan karet, kelapa, kakao dan beberapa komoditi yang lain seperti kopi, cengkeh, pala dan nilam. Selama tahun 2006 produksi tanaman karet di Kabupaten Nias mencapai 47.334 ton dari luas tanaman seluas 21.919 ha Universitas Sumatera Utara dan diusahakan oleh 21.033 rumahtangga petani. Tanaman kelapa selama tahun 2006 mencapai 23.505 ton dari luas tanaman seluas 24.256 ha dan yang diusahakan oleh 16.939 rumah tangga petani. Demikian juga untuk tanaman kopi, produksinya mencapai 43 ton dari luas tanaman seluas 172 ha dan yang diusahakan oleh 1.254 rumah tangga petani, produksi cengkeh mencapai 17 ton dari luas tanaman seluas 1.117 ha, yang diusahakan oleh 2.070 rumah tangga petani. Hasil tanaman perkebunan rakyat dari Kabupaten Nias pada umumnya hampir seluruhnya dijual keluar daerah dalam bentuk bahan mentah, melalui para pedagang baik lokal maupun luar daerah. 47 Produktivitas pada sektor pertanian masyarakat di kepulauan Nias hingga kini masih rendah dibandingkan dengan berbagai daerah lain di provinsi Sumatera Utara. Kendala utama mencakup pemakaian bibit berkualitas rendah, sedikit menggunakan pupuk, praktik agronomi masih buruk, lemahnya program penyuluhan, tidak adanya pengendalian hama dan penyakit serta kurangnya keterampilan dan pengetahuan dalam tekhnologi yang lebih baik. Selain itu para tengkulak lokal telah menekan harga di tingkat petani.

2.5.3. Nelayan