Latar Belakang Masalah DISKRIPSI LOKASI PENELITIAN
5 Di tahun 2015 ini, bisa dipastikan jumlah anak terlantar yang ada akan
semakin bertambah lagi karena semenjak situasi krisis mulai merambah ke berbagai wilayah, maka sejak itu pula kesempatan anak-anak untuk tumbuh
kembang secara wajar seringkali menjadi terganggu. Padahal mereka seharusnya mendapatkan atau pemenuhan kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan makanan
dengan gizi yang cukup, pemeliharaan kesehatan, pakaian, curahan kasih sayang, perlindungan, bimbingan dan pendidikan karena si anak harus mendapat perhatian
khusus dan diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar, baik secara jasmani, rohani maupun sosialnya.
Seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar Pasal 34 UUD 1945 bahwa ”Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara”. Maka seharusnya
Negara beranggung jawab dalam menangani hal ini. Hal yang seharusnya terlihat dalam kinerja pemerintah dalam menangani masalah anak jalanan ini yakni
adanya keseriusan dalam menjalankan program-programnya. Upaya pengembangan dan peningkatan kualitas generasi bangsa termasuk didalamnya
anak jalanan tidak dapat dilepaskan dari upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan khususnya anak yang diwarnai dengan upaya
pendalaman dibidang pendidikan, kesehatan, keagamaan, budaya yang mampu meningkatkan kreativitas keimanan, intelektualitas, disiplin, etos kerja dan
keterampilan kerja. Penanganan secara global, masalah anak jalanan masih saja menyisakan
pekerjaan rumah untuk pemerintah daerah. Sejauh ini permasalahan anak jalanan ibarat bom waktu yang setiap saat bisa saja meledak. Berdasarkan Undang-
Undang tentang Kesejahteraan Anak UU No. 41979 yang ditetapkan jauh
6 sebelum Konvensi Hak Anak di ratifikasi KHA, di setujui oleh Majelis Umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 November 1989. Dalam UU tersebut dirumuskan perihal hak-hak anak yang perlu dikedepankan yang
menegaskan bahwa anak berhak atas kesejahteraan perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang dalam keluarga maupun dalam asuhan
khsusus untuk tumbuh dan berkembangnya secara wajar. Sewaktu-waktu anak jalanan bisa saja mendapat tindakan represif dari Negara, ditangkap, ditahan dan
berdasarkan pengalaman selama ini, karena tidak ada program yang jelas setelah mereka dirazia, mereka dilepaskan lagi. Setelah itu tentu saja mereka kembali
beraktifitas sebagai anak jalanan. Penanganan anak jalanan diseluruh wilayah Indonesia pada umumnya
belum mempunyai model dan pendekatan yang tepat dan efektif. Dengan adanya dukungan masyarakat atau kelompok masyarakat untuk mengurangi anak jalanan
itu sendiri akan membantu pemerintah dalam usaha pencapaian dan pemenuhan kesejahteraan anak. Ini terbukti dari munculnya organisasi masyarakat berupa
panti-panti sosial khusus anak-anak yang diterlantarkan, panti asuhan, LSM yang menangani masalah anak dan Yayasan maupun lembaga lainnya.
Salah satu LSM yang peduli tentang keberadaan anak jalanan khususnya yang berada di kota Medan yaitu Yayasan Kelompok Kerja Sosial Perkotaan
KKSP Medan yang sekarang di kenal sebagai Pusat Pendidikan Dan Informasi Hak Anak. Dimana yayasan ini melakukan beberapa kegiatan pendidikan
akternatif menyediakan suatu wadah atau tempat bekumpulnya anak jalanan dengan anak masyarakat sekitar yaitu berupa rumah singgah atau rumah. Rumah
singgah sebagai tempat pemusatan sementara yang bersifat non formal, dimana
7 anak-anak bertemu untuk memperoleh informasi dan pembinaan awal sebelum
dirujuk ke dalam proses pembinaan lebih lanjut. Rumah singgah atau rumah belajar ini didefinisikan sebagai perantara anak jalanan dengan pihak-pihak yang
akan membantu mereka seperti fasilitator dan pengajar, guru, dan volunteer untuk membaurkan antara anak jalanan dengan anak-anak masyarakat sekitar. Rumah
singgah atau rumah belajar merupakan proses non formal yang memberikan suasana pusat resosialisasi anak jalanan terhadap sistem nilai dan norma
dimasyarakat. Tujuan dibentuknya rumah singgah atau rumah belajar adalah resosialisasi
yaitu membentuk kembali sikap dan prilaku anak yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang berlaku di masyarakat dan memberikan pendidikan dini untuk
pemenuhan kebutuhan anak dan menyiapkan masa depannya sehingga menjadi masyarakat yang produktif. Rumah belajar ini terdiri dari anak jalanan dampingan
KKSP yang berasala dari tiga daerah yaitu Simpang Juanda, Simpang POS dan Simpang Tritura. Peran dan fungsi rumah singgah bagi program pemberdayaan
anak jalanan sangat penting. Adapun beberapa kegiatan yang dilakukan di rumah singgah atau rumah belajar ini yaitu, berupa: pendidikan membaca, menulis,
menghitung, menggambar, life skill, soft skill dan kegiatan seni sebagai media kreatifitas anak jalanan yang berupa kelompok musik.
Lokasi rumah singgah atau rumah belajar harus berada ditengah-tengah masyarakat agar memudahkan proses pendidikan dini, penanaman norma dan
resosialisasi bagi anak jalanan. Jadi, upaya pemberdayaan anak-anak jalanan seyogyanya terus digalakkan melalui berbagai penyelenggaraan program
pendidikan luar sekolah berupa kegiatan resosialisasi di Rumah Singgah atau
8 rumah belajar. Pendidikan pada hakekatnya bertujuan membentuk karakter anak
menjadi anak yang baik. Kasih sayang adalah fundamen pendidikan. Tanpa kasih, pendidikan ideal tak mungkin dijalankan. Hal ini juga untuk mengkampanyekan
tumbuhnya empati masyarakat terhadap anak jalanan agar ada keterlibatan konkrit berbagai pihak melalui berbagai kegiatan untuk perubahan. Disinlah proses
inklusi sosial itu terjadi dimana pembauran atau penyatuan serta penerimaan anak jalanan dapat diterima atau tidak oleh masyarakat sekitar lingkungan di tempat
tinggal anak. Anak-anak jalanan harus hidup layak dengan pendidikan yang memadai.
Anak jalanan masih berpeluang untuk mengubah nasibnya melalui belajar. Mereka menyatakan tidak tahu apakah sekarang masih bisa melanjutkan sekolah
atau tidak ketika mereka sudah jadi anak jalanan. Dijauhi dan menjauhi masyarakat, dijauhi negara pula yang konon dalam konstitusinya terpampang
ayat, “Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara,” Mereka menjadi termarjinalkan, terpinggirkan, atau istilah lain lagi tereklusi. Kita dengan
kehidupan kita, mereka dengan realitas mereka. Berdasarkan uraian di atas tampknya masalah anak jalanan sangat
kompleks di kehidupan masyarakat kita sehari-hari. Anak-anak dan remaja merupakan generasi penerus bangsa yang hak-hak nya harus dipenuhi demi
kelangsungan hidupnya secara pribadi maupun sosial. Terutama dalam lingkungan sosialnya, anak jalanan sering sekali di kucilkan bahkan di nilai
negatif oleh masyarakat, tidak sedikit keberadaan mereka bahkan tidak diinginkan. Anak-anak dan remaja yang hidup dijalanan seperti tidak mempunyai
kehidupan lain selain ruang lingkupnya hanya di jalanan saja dengan teman
9 sepermainan mereka di jalanan. Sedikit sekali masyarakat, layanan publik dan
dunia usaha mau menerima mereka. Untuk itu penulis tertarik mengadakan penelitian untuk mengetahui “Permasalahan yang dialami anak jalanan dan
bagaimana Proses Inklusi Sosial Anak Jalanan Dampingan Kelompok Kerja Sosial Masyarakat KKSP Medan?”