Defenisi Konsep Defenisi Konsep dan Ruang Lingkup Penelitian
2 baik bekerja untuk medapatkan uang. Akibatnya dapat ditebak, anak-anak jalanan
malas diajak kehabitat normal seperti pada umunya anak seusia mereka. Mereka mulai menikmati bermain dan mencari uang di pinggir jalan. Masih ditemukan
anak usia 18 kebawah yang beraktifitas penuh dijalanan, dalam arti dia tidak pulang kerumah melainkan tidur dan beraktifitas dijalanan. Namun begitu jalanan
bukanlah tempat yang baik bagi anak-anak dan remaja. Karena dengan mudah pengaruh negatif menghampiri mereka, seperti narkoba, kriminalitas, mencopet
belum lagi pelecehan yang dialami anak jalanan perempuan. Padahal dalam Undang-Undang RI No. 23 tahun 2002 pasal 4 menyebutkan bahwa setiap anak
berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi. Pada pasal 11 dijelaskan pula bahwa setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak
yang sebaya, bermain, berekreasi dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat dan tingkat kecerdasannya demi perkembangan diri.
Secara kualitas kesehatan, memang kondisi anak jalanan sangat memprihatinkan, saat melakukan pemantauan kita mendapatkan anak anak yang
sakit dan mereka tidak mengakses fasilitas kesehatan. Mereka hanya mampu membeli obat di warung seperti Procold, Decolgen atau obat yang lainnya untuk
menyembuhkan sakitnya. Kita juga melihat pola makan yang tidak sehat, mereka makan jika mereka sudah punya uang dari hasil kerjanya, jika mereka tidak
mendapatkan uang mereka akan berpuasa dan mengharap kawan mereka mau memberikan makanannya. Anak jalanan di Kota Medan juga sulit mendapatkan
pelayanan publik seperti pelayanan kesehatan dan pendidikan. Anak-anak jalanan
3 tidak dapat mengakses pelayanan kesehatan gratis bila tidak memiliki kartu BPJS.
Ditambah lagi, persoalan identitas juga sulit mereka dapatkan sehingga pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis seperti hanya mimpi bagi mereka. Di sisi lain,
masyarakat juga belum dapat menerima anak jalanan sebagai bagian dari kelompok masyarakat, masih saja ada kecurigaan terhadap keberadaan mereka,
sehingga tidak terbangun solidaritas sebagai sesama masyarakat dan tidak terjadi pembauran. Terlebih lagi dalam dunia dan usaha kerja sedikit sekali bahakan tidak
ada perusahaan atau usaha dagang yang mau danpercaya untuk menerima mereka bekerja KKSP, 2015
Anak jalanan kerap sekali dirazia oleh satpol PP. Selama dirazia petugas kerap kali mengambil barang-barang mereka seperti gitar, HP bahkan uang hasil
dari mengamen, bahkan tidak jarang mereka juga mendapatkan perlakuan yang kurang baik seperti dipukul dan ditendang. Anak-anak jalanan yang terkena razia
biasanya akan ditahan 1-3 hari setelah mereka dilepaskan kembali setelah orangtua membayar kepada petugas satpol PP. Untuk wilayah Aksara sendiri,
karena wilayah ini adalah pusat perbelanjaan sehingga banyak anak-anak yang beraktifitas sebagai asongan dimana mereka mengambil barang dagangannya
dengan masyarakat yang berjualan disekitar, sehingga ada semacam bahasa perlindungan yang diberikan masyarakat kepada anak-anak jalanan. Begitu juga
dengan pengamen dewasa yang berada disekitar Aksara, mereka selalu melawan jika terjadi razia dan juga melindungi anak-anak jalanan yang lebih kecil.
Walaupun ada pos penjagaan dari pihak kepolisian, tetapi seperti ada terjadi kesepakatan yang tidak tertulis, selama tidak mengganggu kelancaran lalu lintas,
maka silahkan saja mereka mengamen dijalanan.
4 Mereka turun kejalanan karena faktor ekonomi keluarga dan broken home.
Mereka memlilih tinggal di jalanan agar mereka bisa bebas menentukan pilihan hidup mereka dan terhindar dari persoalan-persoalan yang terjadi keluarganya.
Tetapi ada beberapa anak yang pulang kerumah satu minggu sekali dan mereka menganggap beraktifitas dijalananan merupakan pekerjaan bagi mereka. Untuk
anak-anak yang beresiko tinggi hight risk hampir semua dari mereka tidak lagi bersekolah, tetapi untuk anak-anak yang pulang kerumah hampir rata-rata mereka
masih bersekolah. Keberadaan anak jalanan diabaikan dan tidak dianggap ada oleh sebagian
besar masyarakat, terutama masyarakat awam. Anak jalanan merupakan bagian dari masyarakat yang termarginalisasi oleh lingkungannya. Padahal anak jalanan
mempunyai hak yang sama dengan anak yang lain. Hanya saja keberadaan anak jalanan dianggap sebagai pengganggu ketertiban umum oleh masyarakat dan tidak
sedikit yang menyebutkan mereka sebagai sampah masyarakat. Anak jalanan, dipercaya semakin tahun semakin meningkat jumlahnya. Anak jalanan sudah lama
menyita perhatian penentu kebijakan di Departemen Sosial dan Pemerintahan Daerah di kota-kota besar.
Melihat persoalan ini, Kelompok Kerja Sosial Perkotaan KKSP yang lebih dari 20 tahun bergelut dengan persoalan anak jalanan, mencoba untuk
melakukan pendekatan lain dalam penanganan anak jalanan. Mereka menamakannya sebagai inklusi sosial anak jalanan KKSP, 2015.
Di Indonesia, diperkirakan jumlah anak terlantar sekitar 3,5 juta jiwa. ini pun terbatas pada kelompok anak-anak yang yatim piatu dimana dari jumlah itu
pun sedikit. Di antara mereka yang terjangkau pelayanan sosial Irwanto, dkk 1998 : 98.