Informan Kunci Hasil Temuan

78 jalanan tidak mengetahui siapa orang tua mereka, ada juga anak jalanan itu dilahirkan dari hubungan gelap akibat pergaulan bebas, silsilah keluarga mereka tidak jelas. Di tambah lagi tidak ada oarang atau pihak – pihak yang membantu mereka untuk mendapatkan pelayan tersebut. Karena sistem pelayanan pemerintah inikan basisnya adalah KTP atau kartu keluarga. Sedangkan anak jalanan tidak punya akte kelahiran dan identitas diri maka hampir seluruh anak jalanan tidak bisa merasakan pelayanan-pelayanan yang diberikn pemerintah, misalhnya seperti sekolah gratis dan kesehatan gratis. Karena ketika mereka tidak mendapatkan pelayanan identitas maka hal ini berdampak pada pelayanan – pelayanan lainnya seperti contoh yang disebutkn tadi. Aspek yang ketiga adalah kebijakan. Utnuk kebijakan khusus di kota Medan itu ada namanya Peraturan Daerah Kota Medan No. 6 Tahun 2003 tentang larangan pengemisan, gelandangan dan tindak asusila. Jadi ini juga salah kebijakan yang deskriminatif. Dimana kecendrungan anak-anak jalanan di razia ditangkap. Artinya dalam posisi razia dan di tangkap inikan tidak ada penanganan yang lebih. Baiklah kalau ini yang disebut dari penanganan dan penyelamatan anak jalanan tidak masalah. Tapi harus jelas progrm – program mereka lakukan untuk hal ini tetapi fakta dilapangan bahwa setelah mereka ditangkap dibiarkan saja bahkan ada yang mendapatkan tindakan kekerasan oleh anak jalanan. Dan setelah mereka tertangkap dirazia satu hari dua hari mereka di lepaskan kembali berartikan itu sama aja. Kecuali setelah mereka di tangkap mereka melakukan kegiatan sesuai program pemerintah. Tapi nyata nya dilapngan tidak seperti itu. Hanya sekedar tangkap tahan dan lepaskan. Artinya kan sama aja ini bukan menjadi satu jalan keluar yang tepat.” 79 Peneliti kemudian menayakan lagi mengenai apa saja yang dilakukan untuk KKSP untuk menangani anak jalanan ini. Pak syamsul menjelaskan, “Salah satu yang kita lakukan untuk menangani anak jalanan ini yaitu mendirikan rumah belajar yang fungsinya untuk memberikan pendidikan informal seperti membaca, menulis dan berhitung, berbahsa inggris, latihan musik dan keterampilan lainnya seperti membuat gelang atau daur ulang barang bekas. Hal ini bertujuan untuk mengurangi waktu mereka beraktifitas dijalanan. Dan didalam rumah belajar ini anak-anak jalanan bisa beljar sambil bermain dengan teman sebaya nya secara terdidik dan di bimbing oleh para fasilitator. Untuk rumah belajar KKSP mempunyai dua rumah belajar yaitu satu di Jalan Bridgen Katamso Gang. Perwira No. 89 Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun dan satu lagi di Jalan Pimpinan No. 87 kelurahan Sei Kera Hilir Kec. Medan perjuangan. Dan ada pun upaya lainnya yaitu mempermudah anak jalanan mengakses pelayanan publik seperti kesehatan walaupun mereka tidak memiliki identitas, selama anak jalanan itu merupakan anak dampingan dari KKSP Medan karena selama ada staff KKSP yang mengenali mereka staff KKSP dapat membawa mereka ke puskesmas untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Dan upaya lain pihak KKSP juga bekerja sama dengan BKKBN dan BPPKB agar anak jalanan bisa mendapatkan identitas didi dan untuk anak jalanan yang putus sekolah menyambung sekolah dengan cara mengejar paket. Kemudian peneliti menanyakan lagi mengenai adakah pihak lain yang bekerjasama dalam penanganan anak jalanan ini? Pak Syamsul menambahkan lagi, “ menyangkut tigas aspek permasalahan yang di alami anak jalanan di atas pihak KKSP di bantu atau bekerja bersama dengan beberapa pihak, pertama 80 dalam aspek pertama mengenai penerimaan sosial anak jalanan kami di bantu oleh masyarakat itu sendiri misalnya di rumah belajar yang ada di jalan bridgen katamso kami coba membaurkan antara anak jalanan dengan anak – anak masyarakat sekitar yang tinggal disana. Terus juga di bantu sama komunitas – komunitas dan organisasi masyarakat, caranya adalah anak jalanan kita ikut sertakan kedalam kegiatan bersama. Bisa itu dalam kegiatan seni latihan musik, bakti sosial, berdiskusi, sharing bertukar pikiran, keagamaan dan lainnya. Sehingga mereka bisa merunbah paradigma tentang anak jalanan tadi. Untuk aspek yang kedua mengenai pelayanan publik tentuya kita bekerja sama dengan pemerintah salah satunya dinas kesehatan, dinas pendidikan dan lainnya. Dan untuk yang ketiga adalah kebijakan, artinya ada kebijakan yang berpihak kepada anak jalanan dan permasalahan-permasalahan mengenai anak jalanan. Berdasarkan salah satu cara proses pembauran atau penyatuan anak jalanan yang disebukan Bapak Syamsul tadi adalah dnegan mendirikan rumah baca. Dimana anak jalanan dan anak-anak masyarakat sekitar bertemu dan berkumpul melakukan kegiatan bersama. Lalu siapakah yang membimbinng dan mengajar mereka di rumah belajar tesebut pak? Pak syamsul menuturkan, “Di masing – masing rumah belajar kita mempunyai staff KKSP yang bertugas sebagai kordinator lapangan. Nah kalau untuk yang membimbing dan mengajar mereks kits dibantu oleh kawan-kawan mahasiswa, komunitas, relawan atau volunteer yang sukarela ingin membantu atau bergabung untuk menjadi fasilitator. Dan dalam program inklusi sosial ini kita di bantu oleh SAMIN, Asia Foundation dan Kementrian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kemenko PMK .” 81 Peneliti bertanya kepada Pak Syamsul mengenai jumlah anak jalanan yang berada di rumah belajar yang di Bridgen Katamso. Pak Syamsul menjelaskan, “Untuk yanag rumah belajar Bridgen Katamso terdiri dari anak jalanan yang berasal dari tiga wilayah ada Dari Simpang Juanda, Simpang Pos dan Simpang Tritura. Kurang lebih jumlahnya 50-an anak “ Selama ini selama KKSP menangani anak jalanan adakah anak jalanan yang melakukan tindakan kriminalitas? Pak syamsul mengungkapkan lagi, “ ada, itu jelas. Ya artinyakan tidak terlepas ya, siapapun kan bisa melakukan kriminal bukan hanya anak jalanan saja semua punya peluang. Ya kaya pipin saja juga bisa melakukan kriminalitas atau siapapun kan. Kalau untuk masalah serius tidak ada. Tapi kembali lagi ini konteks nya berbeda ya anatara anak dan remaja. Permasalahannya biasaanya pun yang di alami juga berbeda kalau untuk masalah – masalah narkoba biasanya yang sering ngalami bukan anak-anak jalanan tapi sudah remaja. Kalau msalah anak – anak yang ada dijalanan paling masalah mereka terjaring razia saja. Peneliti bertanya bagaimana menumbuhkan rasa percaya anak jalanan kepada pihak KKSP? “ Artinya begini mereka kan juga manusia, artinya mereka kan juga bisa menilai mana orang yang akan membantu atau memfasilitasi dan mana orang yang hanya azas manfaat saja. Contohnya saja ada orang yang mau mengambil data mereka, foto – foto anak jalanan menolak mereka lari. Makanya setiap ada mahasiswa yang mau PKL disini harus mengikuti beberapa langkah – langkah. Dan kami menjadikan kksp wadah mereka untuk sharing, meceritakan keluh kesah, kami menggap kami adalah teman mereka bagian dari mereka sama seperti mereka merasakan apa yang mereka rasakan.” 82 Peneliti kemudian bertanya apa tanggapan Pak Syamsul tentang anak jalanan dan stigma masyarakat mengenai anak jalanan itu adalah sampah masyarakat?” Pak Syamsul menjawab, “Kalau kita mau melihat secara umum itulah yang terjadi, tetapi harus kita tahu dulu kenapa mereka bisa menjadi sampah masyarakat. Apa faktor penyebabnya. Artinya munculnya anak jalanan tidak serta merta berdiri sendiri kan begitu. Pak Syamsul mengatakan bahwa munculnya atau semakin banyaknya anak jalanan itu dikarenakan penangannya yang kurang tepat . “Artinya kan kalau kebijakannya tepat permasalahan anak jalanan sudah terlesaikan dari dulu. Kalaupun kebijakannya sudah tepat tapi dilapangan tidak terlaksana gimana, ya contoh lah ya, selama ini penanganan kan masih menggunakan kebijakan yang deskriminatif itukan dimana bagusnya coba. Cara penanganannya hanya di razia di tangkap habis itu di bebaskan kembali syukur kalau begitu kalau sempat di perlakukan kasar terlebih dahulu gimana. Pemerintah tidak pernah duduk bersama mendengarkan keluh kesah mereka berdiskusi bersama di tanya apa masalahnya apa maunya. Pemerintah inikan hanya menyama ratakan saja di kasih bantuan ini mau gak mau sudah selesai permasalahan. Karenakan kebanyakan anak jalanan ini keinginannya berbeda- beda.” Melanjutkan pertanyaan terakhir yang cukup sensitif, yaitu peneliti menanyakan bagaimana pendapat bapak mengenai ada beberapa lembaga, panti sosial, yayasan atau lainnya yang sengaja memelihara anak jalanan untuk mendapatkan ke untungan. Karena dilihat dari kenyataannya semakin banyak lembaga atau yayasan yang menangani anak jalanan maka kehadiran anak jalanan semakin banyak pula bahkan tidak ada habisnya? Pak Syamsul menjelaskan, “Oh 83 tidak, kalau KKSP kan punya prinsip, misi dan komitmen kita ketika seorang anak berada di jalanan itu tidak tepat konteksnya anak ya yang di bawah 18 tahun. Karena jalanan inikan kondisi yang buruk bagi anak – anak yakan tidak jarang mereka mendapatkan kekerasan, pelecehan seksual atau ancaman bahaya lainnya. Artinya muncul satu nilai baru bagi mereka. Karena disana mereka kan tidak mendapat kontrol dan kembali lagi ke komitmen kita, ya kita kan harus menarik mereka untuk keluar dari jalanan. Salah satu caranya membuat rumh belajar untuk mengurangi waktu mereka dijalanan dengan mendapatkan pengetahuan dirumah belajar itu. Memang tidak di pungkiri ada beberapa LSM seperti itu maknya KKSP tidak mau membuat program rumah singgah, rumah singgah itukan jadinya hanya meninabobokan anak – anak jalanan seoalah-olah memang seperti di pelihara, lalu datang berbagai sumbangan dan bantuan yang dari situlah mendapatkan keuntungan. Tapi KKSP tidak mau seperti itu makanya hanya di buat rumah belajar yang kegiatannya dari jam 10 pagi sampai jam 5 sore. Yang benar – benar kegiatan nya diisi dengan proses edukasi. Dan kita jugakan ada yang namanya program eliminasi khusus anak jalanan. Apalagi kita sebagai lembaga sosialkan terbatas dananya. Artinyakan ketika anak jalanan itu di tarik dari jalanan lalu kita dampingi kita bina agar waktu mereka tidak di jalanan terus – menerus kemudian setelah mereka beranjak remaja atau dewasa itu sudah menjadi pilihan hidup mereka. Kita hanya menyiapkan suatu modal kecakapan hidup, keterampilan dan pengetahuan informal untuk mereka kedepannya. “ Kemudian peneliti bertanya kembali, apa salah satu bentuk nyatanya dari modal yang diberikan oleh KKSP berupa kecakapan hidup, keterampilan dan 84 pengetahuan informal. Adakah pihak KKSP bekerja sama dengan dunia usaha untuk menerima anak jalanan mendapatkan lapangan pekerjaan? Pak Syamsul Menuturkan, “Kita sebenarnya kalau untuk menyediakan modal secara materi tidak, karena untuk itu kita tidak sanggup. Tapi tugas kita hanya memfasilitasi. Tapi kalau menghubung-hubungkan ke dunia usaha ada, meminta tolong ketika anak jalanan itu sudah mempunyai kemampuan tolong di latih. Salah satunya cukup banyak, ada di telkomsel, usaha sablon, dan lainnya.” ANALISA DATA Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan informasi kunci yaitu Bapak Syamsul, peneliti mengetahui apa saja permasalahan yang dihadapai anak jalanan dan apa saja faktor penyebabnya. KKSP sebagai salah satu oraganisasi non pemerintahan NGO yang fokus pada perlindungan, pendidikan dan informasi hak anak. Yayasan KKSP dalam menangani permasalahan anak bekerja sama dengan PNPM-Peduli, The Asia Foundation dan Yayasan Sekertariat Anak Merdeka Indonesia SAMIN, pembentukan forum ini juga di hadiri oleh tokoh-tokoh masyarakat dan berpartisipasi dengan masyarakat sekitar yang ada di kelurahan Sei Mati. Peneliti mengetahui kegiatan-kegiatan dan program yang di lakukan KKSP untuk menangani anak jalanan. Dari mulai proses pengenalan diri antara yayasan dengan anak jalanan, melakukan proses adaptasi, menumbuhkan rasa nyaman dan percaya kemudian melakukan proses inklusi sosial dan akhirnya proses eliminasi. KKSP membantu permasalahan yang dihadapi anak jalanan melalui tigas aspek yaitu penerimaan sosial, pelayanan publik dan kebijkan. Kota 85 Medan sendiri merupakan kota dengan jumlah anak jalanan terbanyak nomor tiga setelaj Jakarta dan Surabaya. KKSP bentuk forum masyarakat peduli anak. Program inklusi sosial anak jalanan di Kota Medan ini secara khusu bertujuan untuk mempromosikan gerakan bersama pemerintah, masyarakat, dunia usaha, anak dan remaja jalanan pada pelayana publik. Pembentukan forum ini juga bertujuan memperdayakan anak jalanan yang tinggal di jalanan agar dapat memiliki kemampuan sosial dalam mengkomunikasikan dan menegosiasikan nilai dan pandangannya pada masyarakat dan pemerintah. Program–program yang pernah dilakukan KKSP antara lain: Penyelenggaraan Sekolah Alternatif “Taman Kebijakan”, pendampingan anak jalanan, pendampingan bagi anak-anak yang dilacurkan, Advoksi untuk buruh–buruh anak serta pelayanan kesehatan bagi anak–anak kurang mampu di Medan. Khusus program inklusi anak jalanan ini KKSP mendirikan sebuah rumah belajar di tengah tengah kehidupan masyarakat dan tidak jauh dari persimpangan tempat dimana anak–anak melakukan kegiatannya dijalanan yaitu di Jalan Bridgen Katamso Gang Perwira No. 89 Kelurahan dan Kecamatan Medan Maimun. Melalui rumah belajar ini terjadinya proses inklusi sosial yaitu proses pembauran antara anak jalanan dan anak masyarakat sekitar.

5.2.2 Informan Utama

Nama : Rizky Pratam Silaen Usia : 11 Tahun Alamat : Tinggal dijalanan simpang Juanda nomaden karena jauh dari keluarga 86 Suku : Batak Mandailing Asal : Rantau Prapat Pendidikan : 2 SMP Putus Sekolah Pekerjaan : Anak Jalanan Pengangguran Agama : Islam Awalnya peneliti meminta izin dengan Manager Operasional Yayasan KKSP yaitu Bapak Syamsul untuk melakukan wawancara dengan anak jalanan dampingan mereka. Setelah mendapatkan izin saya menemui Bang Biar selaku staf KKSP sebagai koordinator lapangan rumah belajar di jalan Bridgen Katamso. Kemudian peneliti mulai membuat janji menentukan waktu untuk terjun langsung kelapangan untuk mewawancarai anak jalanan dampingan KKSP Medan. Tibalah waktu dimana yang sudah di sepakati sebelumnya denga Bang Biar sampai lah kami dilapangan. Pada siang dini hari dengan cuaca yang cukup terik. Peneliti bertemu dengan anak jalanan. Beberapa dari mereka ada yang sedang berisitirahat duduk dipinggiran toko orang, ada juga yang sedang menikmati santap makan siang dengan sebungkus nasi yang itu dimakan bersama 3-4 anak dan ada juga beberapa dari mereka ada yang sedang melakukan aksi nya saat lampu merah yaitu mengamen. Saat itu Bang Biar menunjuk beberapa anak jalanan yang dapat diwawancarai salah satunya Rizky. Bang biar pun mengemukakan alasannya dikarenakan bahwasannya kalau si Rizky ini mampu bertutur kata dengan baik. Peneliti pun mulai menghampiri Rizky yang sedang duduk bersantai menikmati teriknya matahari mengipaskan wajahnya dengan sebuah topi. Disaat Bang Biar menjelaskan apa maksud kedatangan kami, awalnya Rizky menolak untuk diwawancarai dikarena kan ada rasa malu dan takut. Setelah peneliti mulai 87 memperkenalkan diri dan mencoba menjelaskan dengan baik akhirnya Rizky bersedia untuk diwawancarai. Hal pertama yang di tanyakan oleh peneliti adalah apa faktor penyebab Rizky menjadi anak jalanan, Rizky mengatakan faktornya adalah ekonomi. Dan Rizky pun menuturkan, “Kalau awak sendiri lah ya kak awalnya itu memang faktor ekonomi di bawah rata-ratalah kak”. Lalu ketika peneliti menanyakan apakah Rizky masih sekolah, Rizky kembali menuturkan, “ Awalnya sekolah kak tapi udah engga lagi berhenti di kelas 2 SMP. Karena pas SMP awak udah liar kak. Aturannya tahun inilah tamat kak.” Saat di tanyakan kembali apakah tidak ada niat meneruskan atau melanjutkan sekolah lagi, kembali Rizky menjawab sambil bercanda, “Alhamdulillah belum ada kak, sempat terpikir ada cuma terlalu jauh untuk memulainya kembali kak jadi jalani apa yang ada sekarang ajalah kak.” Peneliti kemudian kembali menanyakan bagaimana sampai pada akhirnya Rizky bisa sampai di jalanan dan tidak mau pulang kerumah, Rizky mengatakan bahwa prosesnya itu panjang penuh dengan lika liku dan berjuang hidup sendiri dari Rantau Prapat ke Medan. Rizky menuturkan, “awak bisa sampai kesini sulit dicertakan lah kak panjang kali lebar kalau di ceritakan. Awak dari Rantau Prapat ke Medan penuh perjuangan berbulan-bulan dijalanan sendirian numpang naik truk, jalan kaki, naik angkot semualah kak. Sampai pernah habis duit awak ngamen lah kak. Tinggal pun lompat-lompat terus kenal-kenalan sama abang-abangan awak dari simpang ke simpang. Ya udah sampailah awak disini kak.” Saat peneliti menanyakan sering tidak Rizky pulang ke rumah dan bagaimana respon keluarga mengetahui Rizky menjadi anak jalanan, Rizky 88 menjawab, “udah tiga tahun aku kak gak pernah lihat muka orang tua gak tau lagi akupun kak kabar orang itu cemana, akupun mau ngabari orang itu gak tau cemana hp gak punya nomor hp orang itu yang bisa dihubungi pun aku gak tau. Jadi orang itu mana tau kak aku kaya mana tinggal dimana. Paling kalau apa akulah pulang ke ranto cumakan mau kesana pake biaya terus pun aku mau pulang kesana mau apa cuma jadi beban aja.” Rizky merasa dirinya hanya menjadi beban keluarga, baginya dia tidak dapat membantu keluarganya. Dia merasa lebih baik jauh dari keluarga. Rizky lebih memilih berada dijalanan, baginya kehidupannya yang sekarang sudah nyaman apalagi sudah memiliki teman seperjuangan. Rizky bersama teman- temannya bisa hidup bebas ketika mereka tidak memiliki uang untuk makan mereka langsung turun ke jalanan untuk mengamen agar mendapatkan uang. Apalagi penghasilan yang didapat cukup lumayan. Hal itu Rizky utarakan saat peneliti menanyakan apa saja kegiatan di jalanan, “kegiatan kami dijalanan ya cuma ngamen lah kak, ngamen dari jam 7 pagi sampe jam 8 malam kalau lagi datang rajinnya ya kak. Alhamdulillah untuk diri sendiri mencukupilah kak, biasa sehari paling sedikit kotornya 50 ribu untuk makan 3x, paling banyak 80-100ribu perhari.” Peneliti melanjutkan pertanyaan kepada Rizky apakah pernah terjaring razia, kalau pernah apa saja yang mereka lakukan tehadap kalian dan bagaimana perlakukan aparat negara terhadap anak–anak jalanan? Rizky menjawab, “kalau itu jangan di tanyalah kak. Pasti hampir setiap anak jalanan rata–rata pernah ngalami itu. Aku pernah kak sekali kena, tapi gak diapa-apain kok kak Cuma itulah kadang ngomong nya mau agak keras tapi gak pernah dipukuli kareana itu 89 semua tergantung kita kak, gak akan orang keras kalau kita gak salah dan melawan ibarat lembu kan. Main tangkap memang main tangkap tapi sampai disana diarahkan. Tapi aku ditahan paling lama satu hari satu malam aja habis itu dibebaskan, cuma dikasih pembinaan gak disuruh ngapa–ngapain. “ Pada saat Rizky menungkapkan pengalamannya diatas, kemudian peneliti menanyakan apakah Rizky memakai narkoba atau pernah melakukan tindakan kriminal yang melanggar hukum? Rizky menjawab, “kalau aku narkoba ganja sabu gak pake kak ngelem pun aku engga cuma aku rokok ajalah tapi abang– abangan aku banyak, sering aku ditawari cuma masih gak mau aku kak. Sayang duitnya untuk kaya gitu. Mungkin inilah salah satu faktor aku gak make karena gak ada duit barangnya mahal pula itu. Kalau untuk tindakan kriminal gak pernah juga kak. “ Peneliti menanyakan lagi apakah saat ini Rizky memiliki kartu identitas seperti KTP, Kartu pelajar atau akte kelahiran? Rizky menuturkan, “ kalau akte aku ada kak tapi sama mamakku makanya aku dulu bisa sekolah, tapi kalau KTP sama kartu pelajar gak punya karena aku kan berhenti dari sekolah gitu aja. Semenjak pisah sama orang tua umurku belum 17 tahun jadi belum di urus. Jadi kalau sekarang gak punya apa–apa.” Ketiadaan tanda pengenal atau identitas diri ini yang membuat Rizky sulit merasakan pelayanan gratis seperti puskesmas dan akses untuk melamar pekerjaan. Hal ini ditanyakan kepada Rizky oleh peneliti mengenai apakah Rizky pernah melamar pekerjaan dan bagaimana hasilnya? Rizky menuturkan, “aku gak pernah melamar kerja kak paling dulu sebelum tinggal dijalanan waktu pas masih