komponen impor dalam melancarkan strategi penentuan harga juga meningkat bila kemudian terjadi peningkatan derajat kompetisi dengan perusahaan asing.
Berdasarkan beberapa kajian teoritis dan penelitian empiris yang telah disampaikan, cukup rumit juga untuk meramalkan pengaruh dari keterbukaan
perdagangan terhadap inflasi karena terkait erat dengan perilaku dari pembuat kebijakan dan struktur perekonomian dari suatu wilayah, terlepas berbagai
kemungkinan mekanisme transmisi yang akan terjadi. Oleh karenanya, untuk melihat seberapa jauh pengaruh dari keterbukaan perdagangan terhadap inflasi
atau tingkat volatilitas inflasi akan lebih bijaksana bila melibatkan beberapa faktor lainnya seperti kondisi spesifik dari suatu negara dan kondisi global sebagaimana
dilakukan oleh Beirne 2009, meskipun tujuan dari penelitiannya adalah untuk mengetahui tingkat vulnerabilitas dari inflasi.
2.6 Infrastruktur dan Inflasi
Beberapa teori pertumbuhan ekonomi sepakat mengenai arti penting dari infrastruktur terhadap pembangunan regional, karena akan menjadi determinan
dalam membangun sistem pertumbuhan di tingkat lokal dan bagaimana kemudian jalur pembangunan akan terbentuk. Menurut teori pertumbuhan export base dan
growth-poles; kapasitas ekspor, sistem produksi yang kompetitif dan kemampuan
wilayah dalam menarik suatu kegiatan ekonomi baru merupakan hasil endowment berupa infrastruktur yang sudah terbangun. Dampak dari endowment kondisi
infrastruktur yang lebih baik akan dapat menarik kehadiran perusahaan baru pada suatu wilayah dan akan menjadi sumber pemicu terjadinya persaingan dengan
perusahaan-perusahaan yang terlebih dahulu sudah beroperasi di wilayah tersebut. Hal tersebut kemudian akan meningkatkan produktivitas dari faktor produksi dan
dengan peningkatan akses akan menurunkan biaya-biaya yang terkait dengan pengeluaran perusahaan, sehingga akan membangkitkan eksternalitas positif pada
pembangunan di tingkat lokal. Tentu saja infrastruktur yang dimaksud adalah infrastruktur ekonomi seperti fasilitas transportasi, jalan raya, pelabuhan laut dan
udara, rel kereta dan pembangkit tenaga listrik, karena secara langsung akan berfungsi dalam meningkatkan produktivitas perusahaan Cappelo, 2007.
Penelitian tentang dampak infrastruktur telah banyak dilakukan baik di negara-negara maju maupun di negara-negara berkembang. Umumnya penelitian
tersebut ingin mengetahui dampaknya terhadap output, total factor productivity, tenaga kerja, perdagangan dan distribusi pendapatan, namun sayangnya studi yang
secara eksplisit bertujuan untuk mengetahui dampaknya terhadap tingkat harga dan inflasi bisa dikatakan tidak mudah untuk ditemukan. Hasil dari sejumlah
penelitian tersebut biasa berakhir dengan kesimpulan bahwa infrastruktur memberikan dampak positif bagi objek yang diteliti, sebagaimana diprediksi oleh
beberapa teori pertumbuhan regional. Terkait dengan penelitian mengenai dampak infrastruktur terhadap tingkat
harga dan inflasi, Beirne 2009 melakukan studi dengan tujuan untuk mengetahui indikator-indikator yang mungkin menjadi determinan terhadap inflasi. Dalam
studi tersebut Beirne memasukkan faktor spesifik dari 10 negara anggota baru dari Uni Eropa terkait dengan reformasi struktural dengan salah satunya adalah indeks
reformasi infrastruktur. Menariknya, hasil studi empiris tersebut menyimpulkan bahwa semakin tinggi indeks yang artinya semakin baik kondisi infrastruktur akan
mendorong terjadinya kenaikan tingkat harga atau dengan kata lain akan memberi pengaruh positif terhadap inflasi. Hasil ini tentu saja bertolak belakang dengan
prediksi dari teori sebelumnya dengan seharusnya semakin baik kondisi infrastruktur akan menurunkan tingkat harga. Penjelasan dari penulis mengenai
hasil empiris tersebut adalah dengan semakin baiknya kondisi infrastruktur akan mendukung masuknya investasi dan kegiatan ekonomi dari luar.
Anomali hasil empiris tersebut tentu saja menjadi pertanyaan besar karena pastinya ada penjelasan mengenai bagaimana mekanisme transmisi sesungguhnya.
Studi dari Oosterhaven and Elhorst 2003 tentang manfaat ekonomi secara tidak langsung dari investasi pada infrastruktur transportasi sepertinya merupakan
alternatif jawaban atas teka-teki tersebut. Berdasarkan pendekatan model ekonomi regional dan makro ekonomi yang digunakan dalam studi tersebut, mereka
menyatakan bahwa
peningkatan kualitas
infrastruktur transportasi
akan menyebabkan penurunan biaya transport dan penghematan waktu dalam
perjalanan. Penghematan tersebut secara langsung akan memengaruhi permintaan terhadap produk lokal berupa input antara, tingkat konsumsi dan permintaan atas
investasi. Secara sektoral atau menurut produk, penghematan tersebut bisa memberi dampak positif atau negatif dan dampak tersebut bisa meningkat karena
economies of scale pada perusahaan lokal. Secara agregat, dampak dari
peningkatan kualitas infrastruktur otomatis bisa menyebabkan kenaikan tingkat harga atau sebaliknya tergantung dari struktur perekonomian suatu negara atau
wilayah. Peningkatan kualitas infrastruktur transportasi dapat menyebabkan dua kondisi yang berbeda, yaitu akan mendorong peningkatan ekspor atau sebaliknya
akan meningkatkan permintaan atas produk impor. Bila kemudian yang terjadi adalah peningkatan ekspor maka pengaruhnya terhadap harga cenderung menjadi
negatif atau menyebabkan penurunan harga alias akan berpengaruh negatif terhadap inflasi, namun jika terjadi hal yang sebaliknya maka dampaknya
terhadap inflasi menjadi positif. Mekanisme transmisi dari kondisi infrastruktur terhadap harga tentunya
tidak sesederhana itu karena secara tidak langsung hal tersebut juga akan memengaruhi kondisi pasar tenaga kerja di suatu negara atau wilayah, seperti
tingkat pengangguran, adanya lowongan pekerjaan dan terutama tingkat upah. Oleh karenanya tidak mudah untuk melihat dampak agregat dari peningkatan
kualitas infrastruktur khususnya infrastruktur transportasi dan infrastruktur secara umum terhadap harga. Mengingat terdapat beberapa jalur yang kemungkinan
dapat memengaruhi harga dan dimungkinkan pula terjadi dampak bauran dari beberapa alternatif jalur tersebut, maka dampak total terhadap harga menjadi tidak
mudah untuk diprediksi.
2.7 Metode Univariate Detrending