94
4.3 Nilai Tukar dan Suku Bunga Acuan BI
Tujuan kerangka kerja penargetan inflasi adalah disamping melakukan stabilisasi harga guna menurunkan tingkat inflasi juga melakukan stabilisasi nilai
tukar, dalam hal ini nilai tukar rupiah terhadap dolar AS US. Upaya tersebut dilakukan melalui penetapan suku bunga acuan BI rate sebagai respon dari
kondisi perekonomian secara umum dengan harapan target inflasi yang telah diumumkan sebelumnya dapat tercapai. Pada sub bab berikut, akan dilihat
bagaimana perilaku nilai tukar dan BI rate serta kemungkinan interaksi antara keduanya dalam kurun tahun 2000 – 2009. Hal ini untuk menilai secara sekilas
seberapa efektif kerangka kerja penargetan inflasi terhadap stabilisasi nilai tukar.
Sumber : Bank Indonesia
Gambar 11. Perkembangan suku bunga acuan BI dan nilai tukar tahun 2000 – 2009.
Secara umum, Gambar 11 memperlihatkan bahwa salah satu tujuan penetapan suku bunga acuan BI adalah melakukan stabilisasi nilai tukar, baik
sebelum maupun sesudah diberlakukannya kerangka kerja penargetan inflasi
7000 8000
9000 10000
11000 12000
13000
Nilai Tukar rupiahUS : sumbu kanan
6 8
10 12
14 16
18
Ja n
-0 A
p r-
Ju l-
O c
t- Ja
n -0
1 A
p r-
1 Ju
l- 1
O c
t- 1
Ja n
-0 2
A p
r- 2
Ju l-
2 O
c t-
2 Ja
n -0
3 A
p r-
3 Ju
l- 3
O c
t- 3
Ja n
-0 4
A p
r- 4
Ju l-
4 O
c t-
4 Ja
n -0
5 A
p r-
5 Ju
l- 5
O c
t- 5
Ja n
-0 6
A p
r- 6
Ju l-
6 O
c t-
6 Ja
n -0
7 A
p r-
7 Ju
l- 7
O c
t- 7
Ja n
-0 8
A p
r- 8
Ju l-
8 O
c t-
8 Ja
n -0
9 A
p r-
9 Ju
l- 9
O c
t- 9
BI Rate : sumbu kiri
95
secara penuh pada tahun 2005. Hal ini bisa dilihat dalam beberapa episode sepanjang tahun 2000 – 2009, yaitu tahun 2001 –2002, tahun 2005 – 2006 dan
Juli 2008 – Desember 2009. Dalam ketiga episode tersebut, pihak otoritas moneter secara bertahap menaikkan suku bunga acuan guna meredam kenaikan nilai tukar
rupiah terhadap dolar AS. Dampak dari strategi tersebut adalah nilai tukar berangsur-angsur turun dan bahkan kembali pada level sebelumnya. Seiring
dengan penurunan nilai tukar atau penguatan rupiah terhadap dolar AS, suku bunga acuan kemudian diturunkan kembali oleh Bank Indonesia untuk memberi
stimulan pada sektor riil. Sepintas dari Gambar 11, nampak sekali bahwa penetapan suku bunga
acuan BI cukup efektif dalam meredam gejolak nilai tukar. Bila kemudian dirinci menurut episode, untuk tahun 2001 –2002, ketika posisi nilai tukar pada
Desember 2002 berada pada kondisi lebih rendah dibanding kondisi Januari 2001, suku bunga acuan juga berada pada level yang lebih rendah dibanding
sebelumnya. Sementara pada episode tahun 2005 – 2006, saat kondisi nilai tukar Desember 2006 kembali ke level yang kurang lebih sama seperti Januari 2006,
suku bunga acuan tidak kembali pada posisi yang sama. Sebaliknya di episode akhir, meski BI rate telah lebih rendah dibanding posisi sebelumnya, nilai tukar
nominal masih lebih tinggi dibanding kondisi Juli 2008. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, dapat secara sepintas dilihat bahwa
suku bunga acuan merupakan instrumen kebijakan moneter yang cukup baik dalam melakukan stabilisasi nilai tukar sepanjang tahun 2000 – 2009, namun bila
jika dirinci menurut episode, efektivitas dari penetapan tersebut lebih kuat pada paruh waktu tahun 2000 – 2005, sementara pada paruh waktu setelahnya
efektivitas tersebut nampaknya berkurang. Diduga, berkurangnya efektivitas dari penetapan BI rate pada tahun 2005 – 2009 yang notebenenya merupakan periode
setelah diberlakukannya kerangka kerja penargetan inflasi secara penuh oleh pihak otoritas moneter terkait dengan masalah kredibilitas dari lembaga tersebut.
Salah satunya ketika terjadi krisis finansial global yang dampaknya mulai terasa di Indonesia pada Juli 2008, di saat hampir semua bank sentral di seluruh dunia
menurunkan suku bunganya, sebaliknya Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan dengan tujuan mencegah terjadinya capital outflow, meski banyak dikritik.
96
4.4 Penyesuaian Harga BBM dan Gaji PNS