V. PEMBAHASAN HASIL
5.1 Penaksiran Output Potensial dan Output Gap
Berdasarkan dua pendekatan penaksiran output potensial, yaitu metode Hodrick–Prescot HP filter dan band pass BP filter ala Christiano
Fitzgerald diperoleh hasil seperti dapat dilihat pada Gambar 14. Mengingat periode analisis
dibatasi untuk tahun 2000 – 2009, maka hasil penaksiran dari kedua metode yang disandingkan dengan output aktual untuk masing-masing provinsi hanya disajikan
sesuai dengan periode analisis saja. Secara umum, hasil penaksiran output potensial dari setiap provinsi
dengan metode HP filter garis berwarna merah terlihat lebih halus dibanding metode BP filter garis berwarna biru yang menunjukkan estimasi yang
berfluktuatif, meski keduanya menggunakan metode univariate detrending. Merujuk pada hasil penelitian dari Justiniano and Primiceri 2008, seharusnya
output potensial terlihat cukup halus karena tidak menunjukkan adanya guncangan yang bersifat sesaat dari tren output dalam jangka panjang. Berdasarkan penelitian
tersebut, maka disimpulkan bahwa hasil penaksiran output potensial dengan metode HP filter cukup mewakili kondisi yang diperkirakan dan selanjutnya
perkiraan output gap yang diperoleh dari metode ini akan digunakan dalam analisis model inflasi pada penelitian ini. Hasil penaksiran output potensial yang
menyatakan metode HP filter lebih superior dibanding metode detrending lainnya untuk studi kasus Indonesia juga sejalan dengan hasil penelitian Solikin 2004
tentang keberadaan kurva Phillips di Indonesia. Selanjutnya, dengan membandingkan hasil perkiraan output potensial
dengan metode HP filter dengan output aktual dari masing-masing provinsi dapat dilihat pada hampir seluruh provinsi, kemiripan pola dari output potensial yang
nilainya lebih rendah dibanding output aktual pada tahun 2007 – 2009, sementara pada tahun-tahun sebelumnya cenderung lebih tinggi, kecuali untuk provinsi
NAD, NTB dan Papua tidak memperlihatkan kondisi yang demikian. Berdasarkan hasil tersebut, maka secara umum kondisi Indonesia pada tahun 2000 – 2009
terbagi menjadi dua episode, yaitu periode tahun 2007 – 2009, ketika terjadi output gap
positif dan periode sebelumnya saat output gap bernilai negatif.
104
Output Aktual Output Potensial-HP
Output Potensial-BP
DKI Jakarta
200 240
280 320
360
2 2
2 2
4 2
6 2
8
Jabar
220 260
300 340
380
2 2
2 2
4 2
6 2
8
Jambi
8 10
12 14
16
2 2
2 2
4 2
6 2
8
Lampung
22 24
26 28
30 32
34 36
2 2
2 2
4 2
6 2
8
Sumsel
40 50
60 70
2 2
2 2
4 2
6 2
8
Bengkulu
4 5
6 7
8
2 2
2 2
4 2
6 2
8
N A D
30 35
40 45
2 2
2 2
4 2
6 2
8
Sumut
60 80
100 120
2 2
2 2
4 2
6 2
8
Sumbar
20 25
30 35
40
2 2
2 2
4 2
6 2
8
Riau
80 90
100 110
120 130
2 2
2 2
4 2
6 2
8
Sulsel
28 31
34 37
40 43
46 49
52
2 2
2 2
4 2
6 2
8
Sultra
5 6
7 8
9 10
11
2 2
2 2
4 2
6 2
8
Sulut
10 12
14 16
18 20
2 2
2 2
4 2
6 2
8
Sulteng
8 10
12 14
16
2 2
2 2
4 2
6 2
8
Maluku
4 5
6 7
2 2
2 2
4 2
6 2
8
Papua
18 20
22 24
26 28
30
2 2
2 2
4 2
6 2
8
NTB
9 11
13 15
17 19
2 2
2 2
4 2
6 2
8
NTT
7 8
9 10
11 12
2 2
2 2
4 2
6 2
8
Jateng
100 120
140 160
180
2 2
2 2
4 2
6 2
8
DIY
12 14
16 18
20 22
2 2
2 2
4 2
6 2
8
Jatim
190 230
270 310
2 2
2 2
4 2
6 2
8
Bali
16 18
20 22
24 26
2 2
2 2
4 2
6 2
8
Kalteng
8 10
12 14
16 18
2 2
2 2
4 2
6 2
8
Kaltim
70 80
90 100
110
2 2
2 2
4 2
6 2
8
Kalbar
18 20
22 24
26 28
30
2 2
2 2
4 2
6 2
8
Kalsel
15 18
21 24
27 30
2 2
2 2
4 2
6 2
8
Gambar 14. Output aktual dan output potensial menurut provinsi tahun 2000 – 2009 dalam triliun rupiah
105
Merujuk pada kerangka analisis AD-AS berkenaan dengan kondisi tersebut, maka saat output gap positif dalam perekonomian telah terjadi kelebihan
permintaan excess demand, sebaliknya ketika terjadi output negatif, dalam perekonomian dianggap terjadi kelebihan penawaran excess supply. Dalam
pendekatan kurva Phillips ala New Keynesian NKPC, ketika output gap positif akan menyebabkan inflasi karena tarikan permintaan. Bahkan jika kemudian
output gap sangat berperan dalam pembentukan inflasi maka sedikit saja terjadi
output aktual melebihi kondisi potensialnya maka akan mendorong terjadinya inflasi dan hal ini akan membuat inflasi menjadi demikian persisten. Berbeda jika
pada suatu kurun waktu tertentu output aktual selalu berada di bawah titik potensialnya maka output gap tidak akan menyebabkan inflasi atau dengan kata
lain tidak berpengaruh secara signifikan terhadap inflasi. Lebih lanjut, berkenaan dengan kondisi kelebihan permintaan yang terjadi
pada periode tahun 2007 – 2009, diduga hal tersebut terkait erat dengan kebijakan penyesuaian gaji PNS yang dilakukan oleh pemerintah pusat secara berturut-turut
selama tahun 2006 – 2009, dengan besar kenaikan tidak kurang dari 15. Menurut Lemos 2004a, mekanisme penyesuaian gaji PNS cenderung mengikuti
jalur permintaan agregat, yaitu melalui peningkatan pengeluaran konsumsi pemerintah dan kemudian akan meningkatkan pengeluaran konsumsi masyarakat.
Mekanisme ini dapat dilihat dari kenaikan belanja pemerintah riil berdasarkan data Produk Domestik Regional Bruto PDRB menurut penggunaan pada hampir
seluruh provinsi di Indonesia pada tahun 2007 – 2009. Pada saat yang bersamaan, seiring dengan peningkatan belanja pemerintah riil, konsumsi riil masyarakat juga
terus meningkat, termasuk juga konsumsi per kapita riil ikut mengalami peningkatan. Berdasarkan uraian mengenai mekanisme transmisi tersebut, faktor
utama yang diduga menjadi penyebab terjadinya kondisi kelebihan permintaan pada tahun 2007 – 2009 secara singkat dapat dijelaskan. Hasil ini sesungguhnya
mencerminkan dampak dari arah kebijakan pemerintah pusat yang berusaha memacu pertumbuhan ekonomi pro growth, yaitu dengan menggunakan
instrumen kebijakan fiskal. Secara tidak langsung, hal ini memperlihatkan adanya dominasi peran dari kebijakan fiskal atas kebijakan moneter fiscal dominance
dalam perekonomian Indonesia.
106
5.2 Pengujian Stasioneritas Data