yang menyatakan bahwa variabel instrumen yang digunakan adalah valid. Hasil pengujian yang diharapkan adalah hipotesis nol diterima, artinya tidak ada cukup
bukti untuk menolak bahwa variabel instrumen yang digunakan adalah valid. Sebaliknya, jika kemudian hipotesis nol ditolak, maka perlu ditambahkan
beberapa variabel instrumen lainnya, salah satunya dengan membuat kombinasi pasangan dengan variabel penjelas lainnya yang sebelumnya diasumsikan strictly
exogenous .
Selanjutnya, pengujian tambahan perlu dilakukan untuk model FD-GMM, selain menggunakan uji Sargan. Pengujian tambahan dimaksud adalah dengan
menggunakan statistik uji Arelano-Bond “m
1
” dan “m
2
”. Hipotesis nol dari uji Arelano-Bond adalah terjadi autokorelasi pada error, dengan hipotesis untuk “m
1
” menyatakan bahwa rata-rata autocovariance dari error pada ordo 1 adalah nol
sedangkan hipotesis untuk “m
2
” adalah rata-rata autocovariance dari error pada ordo 2 adalah nol. Hasil pengujian yang diharapkan adalah hipotesis untuk “m
1
” ditolak, sebaliknya hipotesis untuk “m
2
” harus diterima.
3.1.3.3 Model Data Panel Spasial Dinamis
Ide dasar dari dari model data panel spasial adalah keterkaitan antar wilayah yang kemungkinan akan berpengaruh pada hasil estimasi. Hal ini
setidaknya mengikuti First Law of Geography dari Tobler yang menyatakan bahwa “everything is related to everything else, but near things are more related
than distant things ” World Development Report 2009. Baik secara teoritis
maupun secara empiris, keterkaitan tersebut memang tidak dapat disangkal, namun ukuran keterkaitan itu sendiri yang mungkin menjadi sumber perdebatan
mengingat keterkaitan dimaksud bisa ditinjau dari berbagai sudut pandang. Terkait dengan model data panel spasial dinamis, salah satu permasalahan
yang dihadapi adalah bagaimana menentukan matriks penimbang spasial W untuk model spatial lag dan M untuk model spatial error atau untuk model gabungan
dari keduanya lihat persamaan 2.45 dan 2.46. Kukenova dan Monteiro 2009 menggunakan dua pendekatan untuk menentukan matriks penimbang spasial W,
yaitu pertama, bersandarkan pada kondisi ideal keterkaitan antar wilayah di seluruh dunia akibat perbedaan derajat penyebarannya degree of sparseness,
sebagaimana penelitian Kelejian dan Prucha 1999 dan Kapoor et al. 2007, dan
kedua, berdasarkan kondisi riil yang terjadi yang dinyatakan sebagai jarak riil jarak Euclidean antar ibukota negaranegara bagian. Penelitian Baltagi et al.
2010 tentang kurva upah di Jerman dengan model spatial error menggunakan 5 pendekatan untuk matriks penimbang spasial M, yaitu berdasarkan letak yang
berdampingan antar dua wilayah contiguity, arus ulang-alik commuter, jarak, waktu tempuh perjalanan dan berdasarkan penimbang tingkat penyerapan tenaga
kerja dari dua wilayah yang berdampingan employment weighted contiguity. Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya tersebut, dapat disimpulkan
bahwa pada intinya pendekatan untuk matrik penimbang spasial W dan M menggunakan variabel-variabel yang mewakili jarak riil dan variabel-variabel
yang menyiratkan adanya spillover antar wilayah. Beberapa variabel yang digunakan untuk menangkap adanya spillover seperti dinyatakan dalam penelitian
Baltagi et al. 2010 sepertinya cukup masuk akal, namun penggunaan jarak Euclidean
perlu dipertanyakan, khususnya untuk kasus Indonesia yang notebenenya merupakan negara kepulauan yang masih terkendala dengan masalah
infrastruktur yang diduga menjadi salah satu penyebab terjadinya divergensi harga dan inflasi. Terkait dengan masalah tersebut, sepertinya untuk variabel jarak harus
dilakukan redifinisi sehingga matrik penimbang spasial W yang nantinya terbentuk akan menggambarkan keterkaitan secara spasial yang kuat selainjuga
karena akan digunakan sebagai salah satu variabel instrumen dalam estimasi model.
Definisi jarak menurut World Development Report 2009 adalah sesuatu yang dapat menunjukkan mudah atau sulitnya barang, jasa, tenaga kerja, modal,
informasi dan ide-ide untuk melintasi ruang, sehingga mencerminkan bagaimana kemudahan perpindahan arus modal, mobilitas tenaga kerja dan bagaimana aliran
barang dan jasa bisa sampai dari satu tempat ke tempat lainnya. Berdasarkan definisi tersebut, istilah jarak lebih merujuk pada konsep ekonomi dan bukan
sekedar jarak secara fisik. Terkait definisi tersebut, maka untuk menangkap keterkaitan spasial yang kuat yang mewakili konsep ekonomi, pada penelitian ini
digunakan matrik penimbang yang berasal dari koefisien matriks penggunaan barang domestik Inter-Regional Input Output IRIO Indonesia tahun 2005.
Koefisien matriks tersebut kemudian dilakukan ditranspose sehingga secara baris menyatakan pengaruh penggunaan input.
Permasalahan lain dalam model data panel spasial dinamis adalah bagaimana membuat sistem persamaan simultan dengan beberapa instrumen
tambahan agar terpenuhi kondisi momen pada persamaan 2.49 di bawah prosedur Arellano-Bond atau Blundell-Bond, sebagaimana syarat yang disarankan
oleh Kukenova dan Monteiro 2009. Hal ini tentu berbeda dengan prosedur untuk metode data panel dinamis non spasial yang tidak mensyaratkan sistem persamaan
simultan dan sebagainya dalam penggunaannya. Terkait dengan penggunaan metode data panel dinamis, akan digunakan prosedur Arellano-Bond terlebih
dahulu. Jika hasilnya menunjukkan statistik uji m
1
dan m
2
dari Arellano-Bond serta uji Sargan sesuai dengan harapan dan cukup konsisten dengan teori ekonomi
maka tidak perlu menggunakan prosedur Blundell-Bond. Selanjutnya, guna menanggulangi terjadinya downward biased dari estimator GMM murni, estimasi
dari standar error akan mengikuti prosedur dari Windmeijer 2005 untuk menjaga robustness hasil penelitian.
3.2 Spesifikasi Model Penelitian