dijadikan sebagai areal pertanian yang berada di luar pemukiman, sejalan dengan pertambahan penduduk maka terbukalah pemukiman baru di dalam kawasan cagar
alam tersebut.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Populasi, Penyebaran dan Habitat Banteng
5.1.1 Populasi dan Penyebaran 5.1.1.1 Populasi
Keberadaan populasi banteng di Cagar Alam Leuweung Sancang mengalami keterbatasan, baik dari segi informasi maupun penelitian mengenai
kondisi bioekologi banteng maupun ukuran populasinya. Keterbatasan informasi ukuran populasi banteng disebabkan pula oleh kurangnya kegiatan inventarisasi
dan pencatatan populasi secara berkala dari pengelola, sehingga pekembangan banteng setiap tahun sulit untuk diperoleh dan berakibat kurang optimalnya dalam
proses pelaksanaan pengelolaan dan kelestariannya. Ukuran populasi banteng di dalam kawasan Cagar Alam Leuweung Sancang dari beberapa hasil penelitian,
informasi dari petugas dan berdasarkan informasi dari masyarakat sekitar kawasan yang telah berinteraksi dengan keberadan banteng dan kawasan cagar alam
terdapat pada Tabel 5. Tabel 5 Populasi banteng di Cagar Alam Leuweung Sancang
Tahun Jumlah Individu Ekor
Jumlah Ekor
Sumber
Jantan Betina
Anak 1960
- -
- ± 100
Hasil wawancara 1970
- -
- ± 100
Hasil wawancara; Pikiran Rakyat 2002 1972
- -
- ± 100
Hasil wawancara 1974
- -
- ± 100
Hasil wawancara 1978
- -
- ± 100
Hasil wawancara 1980
- -
- ± 90
Hasil wawancara; Pikiran Rakyat 2002 1982
- -
- ± 90
Hasil wawancara 1983
- -
- ± 90
Hasil wawancara 1984
46 100
27 173
Inventarisasi BKSDA Jabar II 1984 1988
27 57
11 96
Inventarisasi BKSDA Jabar II 1988 1992
10 45
9 64
Inventarisasi BKSDA Jabar II 1992 1996
4 7
1 12
Subroto 1996 2002
- -
- 13
Inventarisasi BKSDA Jabar 2002 2003
- -
- Permenhut No.58 tahun 2011
Kondisi populasi pada Tabel 5 menunjukkan bahwa perkembangan ukuran populasi banteng di dalam kawasan Cagar Alam Leuweung Sancang dari tahun ke
tahun mengalami penurunan. Data populasi banteng dari tahun 1960-1983 merupakan informasi dari masyarakat dan media masa yang menyatakan bahwa
populasi banteng pada saat itu berjumlah ratusan ekor dan mengalami penurunan,
yaitu kurang dari seratus ekor, sehingga peneliti mengasumsikan bahwa minimal populasi banteng tersebut adalah 100 ekor dan 90 ekor, sedangkan pada tahun
1973- 1992 merupakan hasil inventarisasi petugas pada tahun tersebut. Populasi banteng dari tahun 1983 sampai 1984 terlihat ada peningkatan, hal ini
diperkirakan karena adanya perbedaan perhitungan antara masyarakat yang menggunakan perkiraan, sedangkan petugas dengan metode inventarisasi satwa
secara ilmiah atau berdasarkan imu inventarisasi satwa dengan metode terkonsentrasi concentration count di enam padang penggembalaan dengan
beberapa pengamat dan line transek sampling. Ukuran populasi pada tahun 1996 berdasarkan penelitian Subroto 1996 merupakan jumlah populasi berdasarkan
jumlah jejak yang ditemukan di dalam Cagar Alam Leuweung Sancang, sedangkan pada tahun tersebut berdasarkan informasi masyarakat banteng yang
ditemukan secara langsung berjumlah 17 ekor, terdiri dari 5 ekor jantan, 10 ekor betina dan 2 ekor anak.
Populasi banteng dari tahun 1984 sampai tahun 2003 terlihat menurun bahkan mencapai angka nol. Mustari 2007 melakukan pengamatan terhadap
keberadaan banteng di dalam kawasan pada bulan Juli 1997 tidak menemukan banteng maupun jejak banteng, demikian pula pada bulan Juli 2005 dan Juli 2006
dengan masing-masing pengamatan selama sepuluh hari. Penurunan populasi banteng di dalam kawasan diperkirakan terjadi karena banyaknya banteng yang ke
luar kawasan Cagar Alam Leuweung Sancang, yaitu perkebunan milik masyarakat dan PTPN VIII Mira Mare yang diduga akibat rusaknya padang penggembalaan
di dalam kawasan cagar alam sehingga tidak dapat mencukupi kebutuhan pakan banteng, sedangkan di perkebunan PTPN VIII Mira Mare dapat menyediakan
kebutuhan pakan banteng, termasuk anakan pohon karet Hevea brasiliensis, pohon kelapa dan rumput yang tumbuh di dalamnya sehingga banteng bebas
beraktivitas dan melakukan perilaku sosialnya sampai berkembangbiak. Kondisi tersebut menyebabkan pihak perkebunan dan masyarakat merasa terganggu,
sehingga dilakukan beberapa kegiatan, seperti penjeratan, pembuatan parit bahkan perburuan untuk mengurangi keberadaan populasi banteng tersebut yang akhirnya
mencapai populasi nol pada tahun 2003.