Kesejahteraan Sumber Daya Manusia

melakukan pengadaaan banteng kembali ke dalam kawasan Cagar Alam Leuweung Sancang sebanyak 60 ekor dari Taman Nasional Ujung Kulon. Hal ini dapat didukung dengan dilakukannya pengukuran tapal batas kawasan dan dilanjutkan dengan pemulihahan kondisi hutan melalui kegiatan rehabilitasi. Suyitno 1968 dan Dahana et al. 1980 menyatakan bahwa kegiatan penyuluhan merupakan suatu pendidikan di luar sekolah tanpa paksaan yang membuat seseorang yakin bahwa sesuatu yang disuluhkan atau disampaikan adalah lebih baik dan lebih menguntungkan dari pada yang telah dikerjakan serta bertujuan untuk mengubah sikap dan keterampilan seseorang agar dapat melakukan pekerjaanya lebih baik. Kegiatan penyuluhan oleh petugas di Cagar Alam Leuweung Sancang berdasarkan informasi masyarakat dan petugas resort Sancang terakhir dilakukan pada tahun 1993 dengan pemutaran film, sedangkan pada tahun 2003 telah dilakukan sosialisasi berupa ekspose tentang arti penting kawasan konservasi untuk sistem penyangga kehidupan yang dilakukan di depan Muspika Kecamatan Cibalong Andono 2004. Kegiatan penyuluhan ini dilakukan agar masyarakat memiliki kesadaran agar tetap melestarikan banteng. Kegiatan penyuluhan saat ini dilakukan oleh petugas resort Sancang dengan cara memberikan teguran atau himbauan secara langsung kepada masyarakat yang berada di dalam kawasan yang dijumpai ketika kegiatan patroli untuk tetap menjaga kelestarian kawasan dengan tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran seperti pengambilan hasil hutan, terutama kayu kaboa yang sering diambil oleh masyarkat yang berziarah, pengambilan terumbu karang kepada para nelayan, sedangkan jika diketahui masyarakat tersebut membuat pelanggaran atau mengambil hasil hutan yang ada di dalam kawasan, maka akan diberikan peringatan agar tidak melakukan kembali dan dicatat identitas pelaku tersebut untuk dijadikan laporan dan catatan bagi pelaku. Kegiatan penyuluhan ini bisa menjadi salah satu faktor untuk mengurangi terhadap kelestarian banteng agar interaksi masyarakat ke dalam kawasan dapat berkurang dan mempertimbangkan keseimbangan serta kelestarian ekosistem dan tidak melakukan perburuan di dalam kawasan Cagar Alam Leuweung Sancang dengan pengetahuan yang telah disampaikan lewat penyuluhan. Penyuluhan dalam kehutanan merupakan suatu kegiatan pendidikan yang bertujuan untuk mempengaruhi komponen perilaku seseorang ke arah yang dikehendaki melalui kesepakatan, komunikasi dan difusi dengan jalan menyediakan metode, prinsip dan filosofi kelestarian hutan dan sumber daya alam yang berada di sekitarnya sebagai hasil dari keterlibatan proses belajar mengajar antara sasaran dan pengajar. MacKinnon et al. 1990 menyatakan bahwa kegiatan penyuluhan merupakan spesialisasi untuk hubungan dengan masyarakat dan bertanggung jawab atas pembuatan konsep dan penyajian informasi mengenai keseluruhan program cagar alam bagi masyarakat umum, terutama yang berada di luar cagar alam agar terjalin komunikasi yang jelas antara masyarakat dan instansilembaga yang terkait.

5.3.5 Permasalahan dan Ganguan dalam Pengelolaan

Beberapa permasalahan yang ada di dalam pengelolaan Cagar Alam Leuweung Sancang yang pernah terjadi dan permasalahan yang ada sampai saat ini antara lain:

1. Tumpang tindih kawasan dengan PTPN VIII Mira Mare

Jenuyanti 2002 menyatakan bahwa luas perkebunan pada tahun 1993 bertambah luas sebesar 45.25 dengan laju pertambahan sebesar 99.07 hatahun. Pertambahan ini terjadi karena sebagian areal pencadangan yang tadinya masih berupa belukar tua telah dialih fungsikan menjadi areal perkebunan, baik yang telah menjadi perkebunan karet 0.94 maupun yang masih dalam tahap pembukaan lahan. Hal ini baru mendapatkan solusi kerjasama untuk melakukan tata batas pada tahun 2011.

2. Tumpang tindih kebijakan dengan pemerintahan setempat

Salah satunya contoh kasus yang terjadi, yaitu terdapat penambangan pasir besi di Blok Cihurang dan Cimerak dengan Surat Ijin Usaha Pertambangan SIUP melalui Dinas Sumber Daya Air dan Pertambangan SDAP pemerintah Kabupaten Garut dengan No. 541.231644SDAP2004 tanggal 26 November 2004 kepada PT Asgarindo Prima Utama seluas 2500 ha yang disetujui oleh Badan Pertahanan Nasional setempat. Pihak SDAP mengklaim dikeluarkannya