Potensi Kawasan .1 Flora PENDAHULUAN

yaitu kurang dari seratus ekor, sehingga peneliti mengasumsikan bahwa minimal populasi banteng tersebut adalah 100 ekor dan 90 ekor, sedangkan pada tahun 1973- 1992 merupakan hasil inventarisasi petugas pada tahun tersebut. Populasi banteng dari tahun 1983 sampai 1984 terlihat ada peningkatan, hal ini diperkirakan karena adanya perbedaan perhitungan antara masyarakat yang menggunakan perkiraan, sedangkan petugas dengan metode inventarisasi satwa secara ilmiah atau berdasarkan imu inventarisasi satwa dengan metode terkonsentrasi concentration count di enam padang penggembalaan dengan beberapa pengamat dan line transek sampling. Ukuran populasi pada tahun 1996 berdasarkan penelitian Subroto 1996 merupakan jumlah populasi berdasarkan jumlah jejak yang ditemukan di dalam Cagar Alam Leuweung Sancang, sedangkan pada tahun tersebut berdasarkan informasi masyarakat banteng yang ditemukan secara langsung berjumlah 17 ekor, terdiri dari 5 ekor jantan, 10 ekor betina dan 2 ekor anak. Populasi banteng dari tahun 1984 sampai tahun 2003 terlihat menurun bahkan mencapai angka nol. Mustari 2007 melakukan pengamatan terhadap keberadaan banteng di dalam kawasan pada bulan Juli 1997 tidak menemukan banteng maupun jejak banteng, demikian pula pada bulan Juli 2005 dan Juli 2006 dengan masing-masing pengamatan selama sepuluh hari. Penurunan populasi banteng di dalam kawasan diperkirakan terjadi karena banyaknya banteng yang ke luar kawasan Cagar Alam Leuweung Sancang, yaitu perkebunan milik masyarakat dan PTPN VIII Mira Mare yang diduga akibat rusaknya padang penggembalaan di dalam kawasan cagar alam sehingga tidak dapat mencukupi kebutuhan pakan banteng, sedangkan di perkebunan PTPN VIII Mira Mare dapat menyediakan kebutuhan pakan banteng, termasuk anakan pohon karet Hevea brasiliensis, pohon kelapa dan rumput yang tumbuh di dalamnya sehingga banteng bebas beraktivitas dan melakukan perilaku sosialnya sampai berkembangbiak. Kondisi tersebut menyebabkan pihak perkebunan dan masyarakat merasa terganggu, sehingga dilakukan beberapa kegiatan, seperti penjeratan, pembuatan parit bahkan perburuan untuk mengurangi keberadaan populasi banteng tersebut yang akhirnya mencapai populasi nol pada tahun 2003. Alikodra 1983 menyatakan bahwa fluktuasi populasi banteng dapat disebabkan oleh beberapa parameter populasi seperti angka kelahiran, angka kematian, kepadatan populasi, struktur umur dan struktur kelamin. Hal lainnya dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal, seperti aktivitas manusia dan daya dukung kawasan. Populasi banteng di Cagar Alam Leuweung Sancang jika dilihat dari angka kelahirannya pada tahun 1984-1988, 1988-1992 terus mengalami penurunan dengan masing-masing proporsi jenis kelamin antara jantan dan betina adalah 1 : 2, hanya pada tahun 1992-1995 mencapai 1 : 5, sedangkan laju pertumbuhan tiap tahunnya berturur-turut adalah -19, -8, dan -13 ekortahun. Kondisi populasi banteng tersebut berarti menuju kepunahan yang diduga akibat angka kematian tinggi atau laju pertumbuhan banteng terganggu yang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu 1 perburuan sebagaimana yang akan dibahas pada bab sosial ekonomi masyarakat, 2 menurunnya kualitas dan kuantitas rumput di padang penggembalaan karena tidak terpelihara dan telah berubah fungsinya menjadi ladang garapan serta penggembalaan ternak masyarakat, 3 aktivitas manusia yang mempengaruhi keadaan kualitas dan kuantitas makanan, air, pelindung dan ruang, seperti pemukiman di dalam kawasan, pencurian kayu dan dan aktivitas masyarakat di dalam kawasan lainnya, dan 4 kematian karena umur yang sudah tua. Penyebab lainnya diduga kurangnya informasi mengenai struktur umur dan kepadatan banteng sehingga menyebabkan tidak terkontrolnya pengelolaan terhadap populasi dan habitatnya yang berakibat keberadaan banteng terancam dan memungkinkan terjadinya kepunahan dengan cepat.

5.1.1.2 Penyebaran

Penyebaran banteng di Cagar Alam Leuweung Sancang dari hasil informasi wawancara dengan masyarakat tersebar di dalam dan di luar kawasan. Banteng di dalam kawasan tersebar di padang penggembalaan, sedangkan di luar kawasan tersebar di kebun dan halaman rumah masyarakat serta perkebunan karet milik PTPN VIII Mira Mare. Mardi 1995 dan Subroto 1996 menyatakan bahwa penyebaran banteng selain di enam padang penggembalaan yang telah dibuat, masih ditemukan juga di blok Meranti, blok 23, blok 20, blok Cibunigeulis,