Tabel 4 Pengumpulan data pengelolaan kawasan
No Jenis Data
Metode Analisis Data
Keluaran
1 Sejarah penunjukkan dan
Status kawasan -
Studi literatur Tabulasi, analisis
deskriptif Permasalahan
dan alasan
pengelolaan 2
Tata batas kawasan -
Studi literatur -
Wawancara Tabulasi, analisis
deskriptif Permasalahan
dan pengaruh terhadap
pengelolaan
3 Sumber
Daya Manusia
jumlah, domisili,
usia, pendidikan dan pelatihan,
gaji, tunjangan dll. -
Studi literatur -
Wawancara Tabulasi, analisis
deskriptif Pengaruh
terhadap intensitas
pengelolaan kawasan
4 Kegiatan patroli, monitoring
dan penyuluhan kawasan serta gangguan terhadap
kawasan -
Wawancara -
Studi literatur -
Survey lapangan Tabulasi, analisis
deskriptif Pengaruh
terhadap intensitas
pengelolaan kawasan
7 Sanksi
danatau upaya
pemecahan gangguan
kawasan -
Wawancara Tabulasi, analisis
deskriptif Pengaruh
terhadap intensitas
pengelolaan
8 Mitra kerja
- Wawancara
- Studi literatur
Tabulasi, analisis deskriptif
Pengaruh terhadap
intensitas pengelolaan
kawasan
9 Sarana dan prasarana
- Studi literatur
- Survey lapang
dan Wawancara Tabulasi, analisis
deskriptif Pengaruh
terhadap intensitas
pengelolaan kawasan
3.2.4 Faktor Penentu Penyebab Kepunahan
Faktor penentu penyebab kepunahan banteng di Cagar Alam Leuweung Sancang ditentukan dengan mengidentifikasi dan menganalisis indikator-indikator
kondisi ekologi, sosial-ekonomi masyarakat dan pengelolaan kawasan Cagar Alam Leuweung Sancang melalui data-data yang telah dikumpulkan, studi
literatur, penilaian para ahli dan praktisi yang berkompetensi di bidang konservasi dan manajemen kawasan hutan. Responden para ahli yang berhasil memberikan
penilaian kuisioner penelitian sebanyak 10 orang, yaitu 5 orang dari Perguruan Tinggi, 3 orang dari Kementerian Kehutanan dan 2 orang Lembaga Swadaya
Masyarakat. Para ahli memberikan nilai peringkat dan skor terhadap faktor-faktor dan indikator-indikator yang berpengaruh terhadap penurunan populasi banteng.
Faktor-faktor dan indikator-indikat kepunahan dapat dilihat pada Lampiran 6-8.
3.3 Analisis Data
Tahapan-tahapan analisis yang dilakukan untuk merumuskan faktor-faktor penyebab proses kepunahan banteng di Cagar Alam Leuweung Sancang sebagai
berikut: 1.
Uji reliabilitas instrumen penelitian Instrumen penelitian adalah daftar pertanyaan yang berisi sejumlah
pertanyaan yang dijabarkan dari peubah penelitian, sedangkan realibilitas artinya mempunyai sifat dapat dipercaya. Uji realibilitas digunakan untuk mengetahui
konsistensi alat ukur, apakah alat ukur yang digunakan dapat diandalakan dan tetap konsisten jika pengukuran tersebut diulang Sulistyo 2010.
Kuisioner yang dilakukan uji reliabilitas dilakukan pada anggota masyarakat yang mempunyai karakteristik relatif sama dengan objek penelitian, yaitu para
nelayan yang berada di dalam kawasan Cagar Alam Leuweung Sancang dengan pengolahan data menggunakan software SPSS 16.0. Nilai hasil uji realibilitas
sebesar 0.75 apabila dibandingkan dengan r tabel berdasarkan uji statistik kuisioner penelitian ini sudah valid dan reliabel digunakan Lampiran 4. Hal ini
berarti kuisioner tersebut dapat digunakan berkali-kali oleh peneliti yang sama atau peneliti lain dengan tetap memberikan hasil yang sama.
2. Analisis hubungan atau korelasi dan pengelompokan antara faktor penyebab
kepunahan Analisis hubungan faktor penyebab kepunahan dilakukan dengan
memberikan nilai bobot dan skor 1-4 dimana nilai 4 memiliki arti bahwa faktor tersebut sangat berpengaruh terhadap penurunan populasi banteng di Cagar Alam
Leuweung Sancang. Pemberian bobot dan skor dilakukan oleh para ahli dan praktisi, sehingga diperoleh nilai tertimbang Lampiran 6 dan Lampiran 7,
kemudian dianalisis dengan menggunakan software Statistica 7. Tujuan analisis hubungan adalah untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor penyebab
kepunahan banteng.
IV. KONDISI UMUM
4.1 Sejarah Penunujukan dan Administrasi Kawasan 4.1.1 Sejarah Penunjukan
Sejarah penunjukan kawasan Cagar Alam Leuweung Sancang berdasarkan laporan Seksi Konservasi Sumber Daya Alam Garut tahun 1995 terdiri dari
beberapa tahapan antara lain: 1.
Pengajuan Pengajuan permohonan dilakukan oleh Kepala Daerah Hutan Garut kepada
Bupati Kepala Daerah Tingkat II Garut pada tahun 1954 dengan suratnya nomor 1493I6Gar tanggal 5 Mei 1954. Isi permohonan tersebut adalah agar hutan
Leuweung Sancang yang terletak di atas tanah seluas ± 2250 ha ditunjuk sebagai kawasan Suaka Margasatwa.
2. Persetujuan Pemerintahan Daerah Garut
Permohonan Kepala Daerah Hutan Garut agar hutan Leuweung Sancang ditunjuk sebagai kawasan Suaka Margasatwa mendapat persetujuan Wedana
Pameungpeuk dengan suratnya nomor 192295A tanggal 26 Juni 1954 dan persetujuan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Garut dengan suratnya nomor
1694854 tanggal 2 Juli 1954. Permohonan tersebut diproses melalui urusan Perlindungan dan Pengawetan Alam PPA dengan suratnya nomor 3804EPPta
Menteri Pertanian Nomor KA.32131 tanggal 19 Juni 1957 dengan meminta persetujuan dari Menteri Agraria.
3. Penunjukkan dan Penetapan Kawasan
Pada tanggal 1 Juli 1959 terbit Surat Keputusan Menteri Pertanian nomor 116Um1959 yang menyatakan bahwa tanah seluas ± 2157 ha yang berstatus
tanah negara bebas yang terletak yang di wilayah Kawedanan Pameungpeuk Kabupaten Garut ditunjuk sebagai Kawasan Cagar Alam dan Suaka Margasatwa
Leuweung Sancang. 4.
Perubahan Status Kawasan Status cagar alam dan suaka margasatwa diubah menjadi Cagar Alam pada
tanggal 25 Oktober 1960 melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 4970SuM, dimana kawasan tersebut seluruhnya menjadi Cagar Alam Leuweung
Sancang seluas ± 2157 ha dengan batas-batas sebelah timur dibatasi oleh Sungai Cikaengan, sebelah selatan dibatasi oleh Samudera Hindia, sebelah barat dibatasi
oleh Sungai Cisanggiri dan sebelah utara dibatasi oleh perkebunan Mira Mare. 5.
Penambahan Luas Kawasan Penambahan kawasan dilakukan berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.
682Kpts-II1990 tanggal 17 Nopember 1990 tentang Perubahan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 92Kpts-II1990 tentang Penunjukkan Perairan Pantai
di sekitar Cagar Alam Leuweung Sancang yang Terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II Garut, Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat Seluas ± 683 ha sebagai
cagar alam laut sebesar 1150 ha yang memanjang dari muara Sungai Cimerak sampai muara Sungai Cikaengan BBKSDA 2007.
4.1.2 Administrasi Kawasan
Administrasi kawasan Cagar Alam Leuweung Sancang menurut pengelolaannya berada pada Balai Konservasi Sumber Daya Alam BKSDA II
Jawa Barat, sub seksi Konservasi Sumber Daya Alam KSDA Garut, sedangkan secara administrasi pemerintahan terletak di Desa Sancang, Sagara, Maroko,
Mekarsari, Karyamukti, Simpang dan Karyasari, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut.
Cagar Alam Leuweung Sancang secara geografis terletak antara 7°40‟44”-
7°44‟47” LS dan 107°48‟17”-107°54‟44” BT dengan batas-batas kawasan sebagai berikut:
sebelah utara : Perkebunan Mira Mare
sebelah timur : Sungai Cikaengan
sebelah selatan : Samudera Hindia
sebelah barat : Samudera Hindia dan Sungai Cisanggiri
Kondisi topografi kawasan Cagar Alam Leuweung Sancang merupakan kombinasi dataran landai dan perbukitan, dari arah selatan dan barat pada umunya
landai dan pada wilayah bagian timur berbukit dengan ketinggian rata-rata mencapai 0-180 m dpl, dengan kemiringan tanah sekitar 5-20.
4.2 Kondisi Iklim
Kondisi iklim kawasan Cagar Alam Leuweung Sancang berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson termasuk ke dalam tipe iklim B, yaitu tipe
basah dengan nilai Q Quontient sebesar 24.19 dimana Q adalah persentase perbandingan antara rata-rata jumlah bulan kering dengan rata-rata bulan basah,
dengan temperatur udara berkisar 26-28°C. Data curah hujan kawasan Cagar Alam Leuweung Sancang berdasarkan data yang diperoleh dari PTPN VIII Mira
Mare adalah 1500-3500 mmtahun, sehingga memiliki beberapa sumber air yang mengalir sepanjang tahun, antara lain Sungai Cisanggiri, S. Cimerak, S. Cibaluk,
S. Cijeruk, S. Cipanyawungan, S. Cipalawah, S. Cipangikisan, S. Cipunaga, S. Cisakoja, S. Cicukangjambe, S. Cipadaruum, S. Ciporeang, S. Cikaengan dan S.
Cipanglemuan.
4.3 Potensi Kawasan 4.3.1 Flora
Flora dalam kawasan Cagar Alam Leuweung Sancang terdiri dari beberapa tipe vegetasi, yaitu hutan payau, hutan pantai, hutan dataran rendah, hutan
sekunder dan semak belukar. Penggolongan ini berdasarkan pada penyebaran, sifat dan bentuk vegetasi yang tersebar di daerah tersebut.
Pohon yang khas yang berada di dalam kawasan Cagar Alam Leuweung Sancang adalah palahlar Dipterocarpus gracilis, meranti merah Anisoptera
cristata dan meranti putih Shorea javanica yang merupakan spesies pohon dari
famili Dipterocarpaceae. Tumbuhan khas lainnya adalah kaboa Aegiceras corniculatum
, warejit Excoecoria agalocha yang merupakan pohon yang mengandung racun dan berbahaya bagi manusia, rumput-rumputan Graminae
dan lain-lain. Terdapat pula tumbuhan langka, yaitu Rafflesia patma yang tumbuh sebagai tumbuhan parasit sejati pada liana yang berupa Tetrastigma dan mekar
pada bulan Agustus-Maret Suwartini 2008.