Analisis Implikasi Penerapan BLU

29

4.1.3. Zonasi

Sistem zonasi TNK ditetapkan sesuai dengan SK Dirjen PHKA No. 65KptsDJ-V2001 tertanggal 30 Mei 2001 tentang Zonasi TNK yang kemudian mengalami perubahan sesuai dengan Surat Keputusan Ditjen PHKA Nomor : SK.21IV-SET2012 tanggal 24 Februari 2012. Zonasi TNK terdiri dari 9 tipe zonasi yang meliputi daratan dan perairan. Zona-zona yang meliputi kawasan darat dan laut memiliki peraturan khusus sesuai dengan Undang-Undang Nomor. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemya KSDAE. Penentuan zonasi yang ada di Taman Nasional didasarkan atas hasil pengkajian secara teknis konservasi, bukan berdasarkan aspek kepentingan ekonomis semata BTNK 2012a. Tipe-tipe zona tersebut sebagaimana pada Tabel 4. Tabel 4 Zonasi TNK No. ZONA Luas 1 Zona inti + 34.311 Ha 2 Zona rimba + 66.921 Ha 3 Zona bahari 36.308 Ha 4 Zona pemanfaatan khusus pelagis 59.601Ha 5 Zona pemanfaatan tradisional bahari 17.308 Ha 6 Zona pemanfaatan tradisional daratan + 879 Ha 7 Zona pemanfaatan wisata bahari 1.584 Ha 8 Zona pemanfaatan wisata daratan + 824 Ha 9 Zona pemukiman masyarakat tradisional + 298 Ha

4.1.4. Terestrial

Kondisi iklim kering yang panjang dengan curah hujan yang rendah sangat mempengaruhi ekosistem terestrial di TNK. Flora dan fauna yang ada di TNK merupakan peralihan antara Australia dan Asia. Ekosistem terestrial TNK mencakup vegetasi seperti : a. Padang savana terbuka b. Hutan tropika deciduous c. Hutan kuasi awan

4.1.5. Perairan

Wilayah perairan di TNK mengelilingi Pulau Komodo, Pulau Rinca, Pulau Padar, Gili Motang, Nusa Kode dan pulau-pulau kecil lainnya. Ekosistem perairan di TNK mencakup 67 dari total kawasan TNK. Daerah-daerah penting di 30 ekosistem perairan antara lain perairan pelagis, terumbu karang, padang lamun dan mangrove.

4.1.6. Organisasi BTNK

Struktur organisasi Balai TNK mengacu pada Peraturan Menteri Kehutanan No. P.03Menhut-II2007 tanggal 1 Februari 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional. BTNK dipimpin oleh Kepala Balai TNK Eselon IIIA yang dibantu oleh Kepala Sub Bagian Tata Usaha Eselon IVA, Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Pulau Rinca Eselon IVA, Kepala SPTN Wilayah II Pulau Komodo Eselon IVA, dan Kepala SPTN Wilayah III Pulau Padar Eselon IVA.

4.2. Taman Nasional Bromo Tengger Semeru

4.2.1. Sejarah Kawasan

Taman Nasional Bromo Tengger Semeru TNBTS ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 278 kpts – VI 1997 tanggal 23 Mei 1997 dengan luas 50.276, 20 ha BBTNBTS 2012. Potensi ekosistem atau kekayaan alam yang melatarbelakangi ditunjuknya kawasan ini sebagai taman nasional adalah : 1. Fenomena atau gejala alam yang unik yaitu berupa aktivitas gunung berapi gunung Tengger yang saat ini telah berubah menjadi 5 lima buah yaitu : Gunung G. Bromo 2.392 m dpl, G. Batok 2.440 m dpl, G. Widodaren 2.614 m dpl, G. Watangan 2.601 m dpl dan G. Kursi 2.581 m dpl serta Laut Pasir sebagai akibat dari letusan Gunung Tengger tersebut. Di samping itu, adanya G. Semeru yang merupakan gunung berapi tertinggi di Pulau Jawa yang sampai saat ini masih sangat aktif. 2. Flora langka endemik yaitu dari famili Orchidaceae terdapat 40 jenis anggrek langka, 15 jenis di antaranya endemik Jawa Timur dan 3 jenis anggrek langka endemik Semeru Selatan yang merupakan anggrek yang dilindungi oleh Undang-undang. 3. Potensi hidrologis yaitu sebagai daerah tangkapan air bagi daerah aliran sungai DAS penting di Jawa Timur yaitu antara lain DAS Brantas dan DAS Sampeyan Madura. Potensi hidrologis ini amat menonjol sebagai penyangga sistem kehidupan.