9
3. Penyidikan, perlindungan, dan pengamanan kawasan TN.
4. Pengendalian kebakaran hutan.
5. Promosi, informasi konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
6. Pengembangan bina cinta alam serta penyuluhan konservasi sumberdaya alam
hayati dan ekosistemnya. 7.
Kerja sama pengembangan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya serta pengembangan kemitraan.
8. Pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan TN.
9. Pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam.
10. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
2.3. Permasalahan Pengelolaan
Pengelolaan kawasan konservasi menghadapi berbagai kendala, di samping berbagai peran dan manfaat yang dimilikinya. Menurut McNeely 1995,
permasalahan kawasan konservasi berbeda-beda pada setiap negara, namun secara umum permasalahan penting pengelolaan kawasan konservasi adalah lemahnya
dukungan nasional, konflik dengan masyarakat lokal, konflik dengan institusi pemerintah lainnya, manajemen yang lemah dan pendanaan yang lemah dan tidak
terjamin. Kawasan konservasi memiliki sumber pendaaan dari anggaran negara namun anggaran yang dialokasikan untuk kawasan konservasi relatif sangat
sedikit. Bahkan, walaupun suatu kawasan konservasi mampu memberikan kontribusi yang nyata bagi keuangan negara, hanya sebagian kecil saja dari dana
tersebut yang dikembalikan untuk keperluan pengelolaan kawasan konservasi McNeely 1995. Berdasarkan hasil studi, indikator kecukupan pendanaan,
kestabilan pendanaan dan pengelolaan keuangan memiliki korelasi cukup tinggi terhadap efektivitas pengelolaan Leverington et al. 2010.
Permasalahan pengelolaan TN di Indonesia secara umum berkaitan erat dengan berbagai aspek seperti masalah kelembagaan, masalah kawasan, konflik
kawasan, serta rendahnya komitmen para pihak dalam mendukung keberhasilan kegiatan konservasi Kemenhut 2011a. Hasil survey cepat mengenai efektivitas
pengelolaan TN di Indonesia, pada tahun 2010 sampai 2011 dengan metode Rapid Assesment on Protected Area Management-Management Effectiveness Tracking
Tool RAPPAM-METT menunjukkan sebagian besar pengelolaan TN belum
10
berjalan efektif. Pengelolaan yang efektif hanya dicapai oleh lima Balai TN BTN dari 50 TN yang ada yaitu BTN Komodo, BTN Bali Barat, Balai Besar TN
BBTN Bromo Tengger Semeru, BBTN Gunung Gede Pangrango dan BTN Way Kambas, sisanya sedang dan buruk. Faktor utama belum efektifnya pengelolaan
TN terkait erat dengan keterbatasan SDM dan anggaran Pemerintah.
2.4. Perubahan Paradigma Pengelolaan Perubahan ekspektasi mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah
maupun masyarakat di sekitar kawasan konservasi dilatarbelakangi dorongan situasi saat ini. Situasi-situasi ini, yaitu 1 Perubahan nilai-nilai sosial pada
masyarakat yang mengakibatkan berubahnya harapan masyarakat terhadap pengelolaan sumberdaya alam di TN; 2 Perubahan tatanan pemerintah dari
sentralistik menjadi desentralistik dan otonomi; 3 Perubahan paradigma manajemen yang disebabkan menurunnya kemampuan pembiayaan kegiatan; dan
4 Semakin tingginya perhatian dunia internasional terhadap isu-isu sumberdaya alam dan lingkungan. Perubahan situasi ini berimplikasi pada tuntutan para pihak
yang berkepentingan dan adaptasi pengelolaan TN. Tuntutan untuk adaptasi pengelolaan kawasan konservasi memunculkan paradigma baru pengelolaan
kawasan konservasi Santosa 2008. Tren pemanfaatan TN terus berkembang. Sebelumnya, konservasi hanya
ditujukan untuk tujuan konservasi dan pengembangannya diprioritaskan kepada perlindungan dan pengawetan hidupan liar. Dewasa ini pengembangannya
cenderung ke arah pemanfaatan lestari Kemenhut 2011a. Kecenderungan tersebut semakin menguat setelah diselenggarakannya Kongres TN Sedunia ke-5
di Durban pada tahun 2003 yang menghasilkan kesepakatan bahwa setiap entitas kawasan konservasi harus dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan para
pihak.
2.5. Pemanfaatan Taman Nasional
Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2011 menyatakan bahwa TN dapat dimanfaatkan untuk kegiatan :
a. Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.
b. Pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam.