menggunakan kored atau cangkul kecil. Kegiatan ini dilakukan oleh petani dan dibantu oleh anggota keluarganya yaitu istri. Petani tidak menggunakan zat kimia
dalam pengendalian gulma. Tujuannya menghindari ketergantungan petani terhadap penggunaan zat kimia yang dianggap dapat menambah biaya produksi.
Umumnya petani responden tidak menggunakan pupuk kimia bahkan beberapa petani tidak melakukan pemupukan pada tanaman nenasnya. Petani
hanya mengandalkan pertumbuhan nenas pada kesuburan tanah. Sebagian besar petani menggunakan pupuk kompos yang berasal dari sisa daun-daun atau sampah
tanaman yang berada disekitar lahan. Hanya sedikit sekali petani yang menggunakan pupuk kimia dan biasanya hanya petani yang memiliki skala usaha
dan modal yang besar yang menggunakan pupuk kimia. Petani menghindari penggunaan pupuk kimia karena harga pupuk yang mahal dan takut
ketergantungan terhadap pupuk kimia. Masalah yang sering dihadapi oleh petani adalah serangan hama dan
penyakit antara lain sapi, babi hutan, dan daun muda memerah yang disebabkan oleh Thrips tabaci. Untuk menghindari serangan sapi yang sengaja diliarkan
biasanya petani memberi pagar di sekitar lahannya untuk menghindari sapi tersebut masuk ke lahan nenas petani. Sedangkan untuk mengendalikan babi
hutan yang sering memakan buah nenas, petani hanya memasang perangkap di sekitar lahan. Untuk mengatasi masalah penyakit daun muda memerah, petani
mencabut tanaman yang terserang penyakit tersebut. Petani harus mengenali tanda-tanda serangan hama ini sebelum menyebar ke tanaman lainnya.
5.5.5. Pemanenan
Pemanenan buah nenas di lokasi penelitian dapat dilakukan setelah tanaman berumur 17
– 18 bulan setelah tanam. Panen kedua dan ketiga dilakukan setelah berumur tanaman berumur 4
– 4,5 bulan setelah waktu panen pertama. Adapun sifat fisik buah nenas yang siap dipanen adalah mahkota lebih terbuka,
tangkai buah keriput, warna kulit dasar buah menguning dan aroma buah mulai tercium.
Waktu pemanenan dan jumlah buah yang akan dipanen dapat ditentukan sendiri oleh petani. Petani di Desa Paya Besar pada umumnya menggunakan zat
perangsang pembungaan. Pembungaan nenas dapat dirangsang dengan
menggunakan gas ethylene, ethrel atau karbit. Penggunaan zat ini dilakukan dengan mencampurkan beberapa gram zat tersebut ke dalam air dan kemudian
disemprot atau disiram ke pucuk tanaman atau titik tumbuh. Buah hasil panen pertama dikenal dengan buah induk. Sedangkan buah
hasil panen kedua dan ketiga biasanya disebut buah anak dan buah catok. Hal yang membedakan ketiganya adalah ukuran dan posisi mahkota buah. Berikut
indikator penentuan buah induk, anak dan catok pada Tabel 18.
Tabel 18 . Indikator Penentuan Buah Induk, Anak dan Catok
Jenis Buah Jumlah Mata
buah Diameter cm
Berat per Buah kg
Mahkota cm
Induk 8
– 12 11
2 – 1,5
8 – 10
Anak 9
– 10 1,5
– 1 8
– 10 Catok
5 – 7
≤ 9 0,5
– 1 8
– 10
Sumber: Pedagang Pengumpul Desa Paya Besar
Buah induk biasanya adalah buah yang memiliki ukuran buah besar, memiliki panjang sekitar 10
– 12 mata buah dan mahkota lurus. Sedangkan buah anak dan catok biasanya memiliki ukuran dan panjang buah lebih kecil dan
pendek dari buah induk serta posisi mahkota yang tidak lurus.
Gambar 5. Buah nenas yang telah dipanen: A. Buah anak induk, B. Buah anakan, C. Buah catok
Umur panen yang tidak seragam mengakibatkan petani tidak dapat memanen nenas serempak. Panen nenas dilakukan secara bertahap. Petani
melakukan pemanenan sendiri atau diupahkan jika jumlah buah yang dipanen diatas 2000 buah. Biaya pemancungan buah nenas Rp. 100buah. Cara panen yang
biasa dilakukan oleh petani adalah secara manual. Buah yang sudah matang
A B
C
dipotong menggunakan parang pada bagian tangkai buahnya. Kemudian buah yang telah dipotong dikumpulkan untuk selanjutnya dijual ke pedagang
pengumpul desa. Petani di Desa Paya Besar tidak melakukan kegiatan sortasigrading
terhadap nenas yang dipanen. Padahal kegiatan tersebut dapat memberikan nilai tambah terhadap nenas yang dihasilkan oleh petani. Selama ini petani hanya
menjual nenas utuh atau dalam keadaan segar kepada pedagang pengumpul desa. Harga yang diterima oleh petani ditentukan oleh pedagang pengumpul desa.
Pedagang pengumpul desa menguasai informasi terkait perkembangan harga nenas serta kualitas nenas yang diinginkan oleh konsumen. Keadaan ini
dimanfaatkan oleh
pedagang pengumpul
untuk melakukan
kegiatan sortasigrading. Berdasarkan pengamatan di lapangan bahwa pedagang
pengumpul mendapatkan nilai tambah dari kegiatan tersebut. Pedagang pengumpul desa dapat menjual nenas dengan harga yang lebih tinggi sesuai
dengan grade dan kualitas nenas. Masalah lain yang dihadapi petani responden di Desa Paya Besar adalah
kerugian pada saat panen raya atau musim buah. Pada kondisi tersebut jumlah nenas yang dihasilkan sangat banyak sehingga menyebabkan harga jualnya murah
dan bahkan tidak laku terjual. Petani tidak memiliki alternatif pemasaran lainnya sehingga tetap berusaha untuk menjual nenasnya kepada pedagang pengumpul
desa meskipun harga yang diterima petani sangat murah. Petani di Desa Paya Besar tidak melakukan pengolahan nenas. Nenas yang dihasilkan hanya dijual
dalam keadaan segar. Padahal nenas dapat diolah menjadi selai, sirup, keripik dan dodol nenas sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi petani. Namun,
industri pengolahan nenas tidak terdapat di wilayah Desa Paya Besar. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Litbang Sumsel bahwa industri
pengolahan nenas baru terdapat di wilayah Prabumulih. Kota Prabumulih memiliki beberapa industri pengolahan nenas skala rumah tangga. Nenas diolah
menjadi berbagai produk olahan diantaranya selai, sirup, keripik dan dodol nenas.
VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA
6.1. Lembaga Tataniaga