35,35 persen dan 36,36 persen. Hal ini dikarenakan marjin yang diambil pada saluran dua sangat tinggi jika dibandingkan dengan kedua saluran lainnya.
Berdasarkan ketiga nilai farmer’s share pada masing-masing saluran tataniaga,
maka dapat disimpulkan bahwa saluran yang paling menguntungkan bagi petani adalah saluran tiga.
Berdasarkan hasil penelitian tataniaga nenas Bogor di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor bahwa nilai
farmer’s share tertinggi terdapat pada saluran dua sebesar 75 persen. Lembaga tataniaga yang dilibatkan
pada saluran ini adalah petani, pedagang pengumpul desa dan langsung dijual ke pedagang pengolah. Sedangkan nilai
farmer’s share terbesar pada tataniaga nenas Blitar sebesar 66,67 persen. Jika dilihat dari nilai
farmer’s share tataniaga nenas dari masing-masing daerah, maka kedua saluran tersebut merupakan saluran
terpendek dari tataniaga nenas yang ada di lokasi penelitian masing-masing dan jarak pemasaran pada kedua saluran tersebut cukup dekat dengan lokasi sentra
produksi nenas di masing-masing tempat penelitian. Tataniaga nenas Palembang di Desa Paya Besar memiliki nilai
farmer’s share terendah dibandingkan nenas Bogor dan nenas Blitar.
7.3.3. Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya
Efisiensi sistem tataniaga dari suatu komoditas dapat ditunjukkan dengan membandingkan antara besarnya keuntungan terhadap biaya tataniaga. Saluran
tataniaga dinyatakan efisien jika penyebaran nilai rasio keuntungan terhadap biaya di setiap lembaga tataniaga tersebar merata. Hal ini dapat diartikan bahwa setiap
biaya yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga akan memberikan keuntungan yang tidak jauh berbeda pada masing-masing lembaga tataniaga yang terdapat
dalam saluran tersebut. Rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga nenas di Desa Paya Besar dapat dilihat pada Tabel 22.
Berdasarkan Tabel 22 saluran satu memiliki nilai rasio keuntungan terhadap biaya sebesar 1,59 yang berarti setiap satu satuan rupiah yang
dikeluarkan oleh lembaga tataniaga akan memberikan keuntungan sebesar Rp. 1,59. Biaya terbesar ditanggung oleh pedagang pengumpul yaitu sebesar Rp.
270,00 per buah. Pada saluran ini petani mengeluarkan biaya angkut berupa biaya tenaga kerja yang ditugaskan mengangkut nenas dari lahan petani ke tempat
pedagang pengumpul desa. Keuntungan terbesar diperoleh oleh pedagang pengecer yaitu sebesar Rp. 738,27 per buah.
Tabel 22. Rasio Keuntungan dan Biaya Untuk Setiap Saluran Tataniaga Nenas di
Desa Paya Besar. Lembaga Tataniaga
Saluran Tataniaga I
II III
Pedagang Pengumpul Desa Ci
270,00 683,33
550,00 Πi
353,81 416,67
600,87 Rasio πiCi
1,31 0,61
1,09
Pedagang Besar Ci
247,00 -
173,12 Πi
253,03 -
426,88 Rasio πiCi
1,02 -
2,46
Pedagang Pengecer Ci
228,33 163,33
225,00 Πi
738,27 2236,67
841,67 Rasio πiCi
3,23 13,69
3,74
Total Ci
845,33 946,67
1048,12 Πi
1237,97 2653,33
1885,21 Rasio πiCi
1,59 2,80
1,78 Saluran dua memiliki nilai rasio keuntungan terhadap biaya sebesar 2,80
yang berarti setiap satu rupiah yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga akan memberikan keuntungan sebesar Rp. 2,80. Nilai rasio pada saluran dua
merupakan nilai rasio terbesar. Biaya tataniaga terbesar ditanggung oleh pedagang pengumpul desa yaitu sebesar Rp. 683,33 per buah. Sedangkan keuntungan
terbesar diperoleh oleh pedagang pengecer yaitu sebesar Rp. 2.236,67 per buah. Pada saluran ini petani juga mengeluarkan biaya upah tenaga kerja untuk
pengangkutan nenas sebesar Rp. 100 per buah. Saluran tiga memiliki nilai rasio keuntungan terhadap biaya sebesar 1,78
yang artinya setiap satu rupiah yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga akan memberikan keuntungan sebesar Rp. 1,78. Nilai rasio pada saluran tiga
merupakan nilai rasio terbesar kedua setelah nilai rasio saluran dua. Biaya tataniaga terbesar pada saluran ini ditanggung oleh pedagang pengumpul desa
yaitu sebesar Rp. 550,00 per buah. Keuntungan terbesar diperoleh pedagang pengecer yaitu sebesar Rp. 841,67 per buah.
Uraian di atas menyimpulkan bahwa semakin panjang saluran tataniaga maka semakin kecil rasio keuntungan terhadap biaya yang diperoleh. Dilihat dari
penyebaran nilai rasio keuntungan dan biaya pada masing-masing lembaga dalam setiap saluran tataniaga maka saluran tiga memiliki nilai rasio keuntungan
terhadap biaya yang cukup merata. Nilai rasio dan keuntungan saluran tiga pada pedagang pengumpul sebesar 1,09, pada pedagang besar sebesar 2,46 dan pada
pedagang pengecer sebesar 3,74. Berdasarkan analisis rasio keuntungan terhadap biaya dari penelitian
tataniaga nenas Palembang sebelumnya disimpulkan bahwa pola saluran pemasaran yang terbentuk tidak memberikan keuntungan yang merata pada setiap
lembaga pemasaran yang terlibat karena cenderung terpusat pada salah satu lembaga tataniaga. Pedagang pengecer merupakan lembaga tataniaga yang hampir
sering memperoleh nilai rasio keuntungan terhadap biaya tertinggi pada setiap saluran. Jika dibandingkan dengan nilai rasio keuntungan terhadap biaya dari
nenas Bogor dan nenas Blitar maka nenas Blitar memiliki rasio keuntungan terhadap biaya sebesar 12,75 sedangkan nenas Palembang sebesar 2,80 dan 1,5
untuk nenas Bogor.
7.4. Efisiensi Tataniaga