Saluran Tataniaga Sistem Tataniaga

tataniaga nenas Palembang di lokasi penelitian yaitu pedagang pengumpul desa, pedagang besar dan pedagang pengecer. Berikut skema saluran tataniaga nenas Palembang di Desa Paya Besar dapat dilihat pada bagan berikut: Gambar 6. Skema Saluran Tataniaga Nenas Palembang di Desa Paya Besar, Kecamatan Payaraman, Kabupaten Ogan Ilir Keterangan:

6.2.1. Saluran Tataniaga

Saluran tataniaga merupakan serangkaian organisasi-organisasi yang terlibat dalam proses mengalirkan suatu produk barang atau jasa yang siap dikonsumsi oleh konsumen. Penelusuran pola tataniaga nenas Palembang di Desa Paya Besar dimulai dari produsen sampai ke konsumen akhir dengan melibatkan lembaga-lembaga tataniaga lainnya. Berdasarkan hasil penelitian, tataniaga nenas di Desa Paya Besar memiliki tiga pola saluran tataniaga dan melibatkan beberapa lembaga tataniaga. Lembaga tataniaga yang terlibat diantaranya pedagang pengumpul desa, pedangan besar dan pedagang pengecer. Adapun pola saluran tataniaga nenas yang terbentuk adalah sebagai berikut: 1 Pola I: Petani – Pedagang Pengumpul Desa – Pedagang Besar Lokal – Pedagang Pengecer Lokal – Konsumen Lokal : Saluran Tataniaga I : Saluran Tataniaga II : Saluran Tataniaga III Petani PPD Pedagang Besar Pengecer Lokal Pengecer Non Lokal Konsumen Lokal Konsumen Non Lokal 16.800 buah 18,81 66.368 buah 74.33 6.123 buah 6,86 100 100 100 100 100 100 100 100 Pedagang Besar Non Lokal 2 Pola II: Petani – Pedagang Pengumpul Desa – Pedagang Pengecer Lokal – Konsumen Lokal 3 Pola III: Petani – Pedagang Pengumpul Desa – Pedagang Besar Non-lokal – Pedagang Pengecer Non-lokal – Konsumen Non-lokal Berdasarkan ketiga pola saluran tataniaga yang ada, jumlah nenas yang diproduksi dari Desa Paya Besar mencapai 89.291 buah pada bulan Januari hingga Maret 2012. Semua nenas yang dihasilkan dijual melalui pedagang pengumpul desa dan selanjutnya disalurkan ke pedagang besar, pedagang pengecer hingga ke konsumen akhir. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, tidak ditemukan responden petani yang menjual nenas langsung ke pedagang besar atau ke pedagang pengecer. Hal ini disebabkan karena petani tidak memiliki alternatif pasar selain menjual ke pedagang pengumpul desa. Petani juga takut menanggung risiko kerugian yang timbul jika petani melakukan penjualan langsung ke pedagang besar atau pedagang pengecer. Mengingat produk yang dihasilkan mudah rusak dan jarak lokasi pemasaran cukup jauh dari sentra produksi serta adanya ikatan kekeluargaan antara petani dengan pedagang pengumpul desa. Sihombing 2010 mengidentifikasi saluran tataniaga nenas Bogor yang terbentuk di Desa Cipelang dan hasilnya terdapat tiga saluran tataniaga. Pola satu melibatkan petani – pedagang pengumpul desa – pedagang besar – pedagang pengecer – konsumen lokal. Pola dua terdiri dari petani – pedagang pengumpul desa – konsumen pedagang pengolah. Pola tiga melibatkan petani – pedagang pengecer – konsumen lokal. Berbeda halnya dengan saluran yang terbentuk pada tataniaga nenas Blitar. Indhra 2007 mendapati bahwa terdapat dua saluran tataniaga nenas Blitar. Saluran satu melibatkan petani – pedagang pengumpul – pedagang grosir – pedagang pengecer. Saluran dua melalui petani – pedagang pengumpul – pedagang pengecer. Baik nenas Bogor maupun nenas Blitar pemasarannya hanya sampai di pasar lokal. Sedangkan nenas Palembang jangkauan pemasarannya hingga ke Jakarta. Berdasarkan informasi yang didapat dari pedagang pengumpul Desa Paya Besar bahwa permintaan pasar Jakarta terhadap nenas Palembang cukup tinggi dibandingkan dengan nenas jenis queen dari daerah lainnya. Hampir semua penyaluran nenas dari setiap saluran tataniaga yang terbentuk melibatkan pedagang pengumpul desa. Hanya ada satu saluran pada tataniaga nenas Bogor dimana petani langsung menjual nenasnya pada pedagang pengecer. Ketergantungan petani terhadap pedagang pengumpul dalam pemasaran nenasnya sangat tinggi. Hal ini dikarenakan petani tidak memiliki alternatif pemasaran lain dan petani tidak memiliki informasi mengenai perkembangan harga nenas di pasar. Sihombing 2010 menambahkan bahwa jauhnya lokasi pemasaran dari sentra produksi memungkinkan timbulnya risiko pada petani berupa biaya transportasi. Selain itu, petani dapat menghemat waktu tanpa perlu mencari pasar lain untuk menjual nenas.

a. Saluran Tataniaga I

Dokumen yang terkait

POLA KERJA PETANI PLASMA KELAPA SAWIT (Studi Kasus di Desa Tania Makmur Kecamatan Lempuing, Kabupaten Ogan Komering Ilir,Sumatera Selatan)

0 13 2

KERAJINAN KAIN TENUN SONGKET DALAM UPAYA PELESTARIAN BUDAYA DAERAH PALEMBANG DI DESA MUARA PENIMBUNG ULU KECAMATAN INDRALAYA KABUPATEN OGAN ILIR PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN 2012

6 73 51

Analisis efisiensi tataniaga pupuk urea PT.Pupuk Sriwidjaya setelah adanya kebijakan subsidi (Studi kasus di Kabupaten Ogan Komering Ilir Propinsi Sumatera Selatan)

0 13 117

Analisis dayasaing buah nenas model tumpang sari dengan karet:kasus di Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Prabumulih dan di Desa Payaraman, Kecamatan Tanjung Batu, Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan

2 12 169

Analisis Tataniaga Markisa Ungu di Kabupaten Karo (Studi Kasus Desa Seberaya, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara)

3 27 125

Etos Kerja Masyarakat Pesisir di Desa Simpang Tiga Jaya Kecamatan Tulung Selapan Kabupaten Ogan Komring Ilir Provinsi Sumatera Selatan

2 8 118

Inventarisasi Batubara Bersistim di Daerah Pagardewa, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan

0 0 13

PEMBENTUKAN KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR, KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN, DAN KABUPATEN OGAN ILIR DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

0 0 31

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA MELALUI INOVASI PENGEMASAN MAKANAN DI KECAMATAN PAYARAMAN KABUPATEN OGAN ILIR, SUMATERA SELATAN

0 1 6

PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA AIR MUARA RAMBANG KABUPATEN OGAN ILIR PROVINSI SUMATERA SELATAN

0 0 20