Uraian di atas menyimpulkan bahwa semakin panjang saluran tataniaga maka semakin kecil rasio keuntungan terhadap biaya yang diperoleh. Dilihat dari
penyebaran nilai rasio keuntungan dan biaya pada masing-masing lembaga dalam setiap saluran tataniaga maka saluran tiga memiliki nilai rasio keuntungan
terhadap biaya yang cukup merata. Nilai rasio dan keuntungan saluran tiga pada pedagang pengumpul sebesar 1,09, pada pedagang besar sebesar 2,46 dan pada
pedagang pengecer sebesar 3,74. Berdasarkan analisis rasio keuntungan terhadap biaya dari penelitian
tataniaga nenas Palembang sebelumnya disimpulkan bahwa pola saluran pemasaran yang terbentuk tidak memberikan keuntungan yang merata pada setiap
lembaga pemasaran yang terlibat karena cenderung terpusat pada salah satu lembaga tataniaga. Pedagang pengecer merupakan lembaga tataniaga yang hampir
sering memperoleh nilai rasio keuntungan terhadap biaya tertinggi pada setiap saluran. Jika dibandingkan dengan nilai rasio keuntungan terhadap biaya dari
nenas Bogor dan nenas Blitar maka nenas Blitar memiliki rasio keuntungan terhadap biaya sebesar 12,75 sedangkan nenas Palembang sebesar 2,80 dan 1,5
untuk nenas Bogor.
7.4. Efisiensi Tataniaga
Efisiensi tataniaga dapat tercapai apabila sistem tataniaga yang ada telah memberikan kepuasan pada pelaku-pelaku tataniaga yang terlibat mulai dari
petani hingga konsumen akhir. Berdasarkan hasil analisis tataniaga nenas Palembang diperoleh nilai efisiensi tataniaga untuk masing-masing saluran
tataniaga sebagai berikut ditunjukkan pada Tabel 23.
Tabel 23 . Nilai Efisiensi Tataniaga pada Masing-Masing Saluran Tataniaga
Nenas Palembang di Desa Paya Besar. Indikator
Saluran Tataniaga I
II III
Total Marjin RpBuah 2090,44
3500,00 2817,54
Farmer’s share 35,35
36,36 41,70
Rasio πiCi 1,59
2,80 1,78
Volume buah 16.800
6.123 66.368
Ada beberapa indikator untuk menentukan efisiensi saluran tataniaga nenas Palembang diantaranya nilai marjin,
farmer’s share, sebaran nilai rasio keuntungan terhadap biaya dan volume penjualan nenas. Saluran tiga memiliki
marjin tataniaga sebesar Rp. 2.817,54 per buah. Nilai marjin saluran tiga merupakan urutan kedua terkecil setelah nilai marjin pada saluran satu. Besarnya
nilai f armer’s share pada saluran tiga yaitu 41,71 persen. Nilai farmer’s share
saluran tiga merupakan nilai terbesar dibandingkan saluran lainnya. Nilai rasio keuntungan terhadap biaya terbesar terdapat pada saluran kedua. Namun jika
dibandingkan dengan saluran lainnya, nilai rasio keuntungan terhadap biaya yang memiliki sebaran merata yaitu terdapat pada saluran tiga. Jika dilihat dari volume
penjualan maka saluran tiga memiliki penjualan yang paling banyak yaitu 66.368 buah nenas. Kondisi ini dipengaruhi oleh adanya kontinuitas permintaan terhadap
buah nenas dari pasar yang ada di Jakarta. Saluran tiga juga merupakan saluran yang paling banyak digunakan oleh lembaga tataniaga nenas di Desa Paya Besar.
Maka dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa saluran tataniaga nenas yang relatif lebih efisien adalah saluran tiga. Namun pada kondisi lapang
saluran ini belum optimal. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor dimana posisi petani masih sebagai penerima harga, informasi yang dikuasai petani relatif lebih
sedikit terbatas dibandingkan pedagang lainnya dan kelompok tani yang ada belum dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya dan pemasaran nenas di Desa Paya
Besar. Jika membandingkan efisiensi saluran tataniaga nenas Palembang dengan
nenas dari kota lainnya diantaranya nenas Bogor dan nenas Blitar maka dapat dilihat pada Tabel 24.
Tabel 24. Efisiensi Saluran Tataniaga Nenas Palembang, Nenas Bogor dan Nenas
Blitar Indikator
Total Marjin RpBuah
Farmer’s Share Rasio πiCi
Nenas Palembang 2817,54
41,71 1,78
Nenas Bogor 500
75 1,5
Nenas Blitar 400
66,67 8,55
Berdasarkan hasil analisis perbandingan saluran tataniaga nenas Palembang dengan nenas Bogor dan nenas Blitar yang telah dilakukan
sebelumnya oleh Sihombing 2010 dan Indhra 2007 bahwa dari ketiga saluran yang dinilai efisien secara operasional terdapat perbedaan marjin,
farmers’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya.
Saluran tataniaga nenas Palembang yang efisien memiliki marjin tataniaga sebesar Rp. 2.833,33 atau sebesar 58,29 persen, dengan farmer
’s share sebesar 41,71 persen dan rasio keuntungan terhadap biaya sebesar 1,78. Saluran ini
melibatkan petani, pedagang pengumpul desa, pedagang besar non-lokal dan pedagang pengecer non-lokal. Nenas Palembang pada saluran ini dipasarkan ke
Pasar Induk Kramat Jati. Harga jual nenas ke Pasar Induk Kramat Jati lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga jual nenas ke pasar di wilayah Palembang untuk
ukuran dan kualitas nenas yang relatif sama. Nenas yang dipasarkan melalui saluran ini merupakan nenas segar. Dilihat dari jumlah volume penjualan pada
saluran ini maka jumlah nenas Palembang yang dialirkan melalui saluran tiga sebesar 66.368 74,33. Jumlah ini tertinggi dibandingkan dengan dua saluran
lainnya. Saluran tataniaga nenas Bogor yang efisien memiliki marjin tataniaga
sebesar Rp. 500,00 25, dengan nilai farmer’s share sebesar 75 persen dan
rasio keuntungan terhadap biaya sebesar 1,5. Saluran ini melibatkan petani, pedagang pengumpul desa dan pedagang pengolah. Saluran ini merupakan saluran
terpendek dari kedua saluran tataniaga nenas Bogor lainnya. Volume produksi nenas yang dijual pada saluran ini adalah 2100 buah 62,59 untuk tiap
minggunya. Tujuan penjualan nenas Bogor ini adalah pasar-pasar tradisional di sekitar Bogor. Pada saluran tataniaga nenas Bogor petani melakukan fungsi
sortasigrading. Hal ini memberikan nilai tambah kepada petani sehingga harga jual nenas di tingkat petani dapat lebih tinggi. Sihombing 2010 mengatakan
bahwa sebagian petani nenas Bogor di Desa Cipelang telah menerapkan SOP pada usaha nenasnya.
Saluran tataniaga nenas Blitar yang efisien memiliki marjin tataniaga sebesar Rp. 400,00 33,33, dengan nilai
farmer’s share sebesar 66,67 persen dan rasio keuntungan terhadap biaya sebesar 8,55. Saluran tataniaga ini
melibatkan petani, pedagang pengumpul desa dan pedagang pengecer. Nenas Blitar dipasarkan dalam bentuk segar dan hanya dijual di wilayah Ponggok dan
Blitar. Sehingga biaya tataniaga yang dikeluarkan pada saluran ini lebih rendah yaitu sebesar Rp. 41,87 per buah.
VIII KESIMPULAN DAN SARAN
8.1. Kesimpulan