Nilai marjin pemasaran value of marketing margin merupakan perbedaan harga pada dua tingkat sistem tataniaga dikalikan dengan jumlah
produk yang dipasarkan. Penentuan nilai marjin dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yakni melalui return to factor dan return to institution. Dimana
return to factor merupakan terhadap faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses pemasaran seperti upah, bunga, dan keuntungan. Sedangkan return to
institution merupakan pengembalian terhadap jasa atau aktivitas yang dilakukan setiap lembaga dalam proses pemasaran Hammond dan Dahl 1977.
b. Farmer’s Share
Salah satu indikator yang dapat digunakan dalam menentukan efisiensi dari suatu aktivitas tataniaga adalah dengan membandingkan bagian yang diterima
petani farmer’s share terhadap harga yang dibayar di tingkat konsumen akhir
yang biasanya diukur dalam bentuk persentase. Fa rmer’s share merupakan rasio
antara harga di tingkat petani terhadap harga di tingkat retail Hudson 2007. Kohls dan Uhl 2002 menambahkan bahwa besarnya nilai
farmer’s share dipengaruhi oleh tingkat pemrosesan, biaya transportasi, keawetan produk dan
jumlah produk. Farmer’s share merupakan alat analisis yang digunakan untuk
menentukan efisiensi tataniaga yang dilihat dari sisi pendapatan petani.marjin atau biaya tataniaga biasanya dibebankan kepada petani dan konsumen melalui
penetapan harga di tingkat petani yang rendah dan harga di tingkat konsumen yang tinggi. Nilai
farmer’s share berbanding terbalik dengan nilai marjin tataniaga. Semakin tinggi nilai marjin tataniaga menunjukkan semakin kecil
bagian yang diterima petani dalam melaksanakan suatu aktivitas tataniaga. Farmer’s share yang tinggi tidak mutlak menunjukkan bahwa tataniaga berjalan
efisisen. Hal ini berkaitan dengan besar kecilnya manfaat yang ditambahkan pada produk value added yang dilakukan lembaga parantara atau pengolahan untuk
memenuhi kebutuhan konsumen.
c. Rasio Keuntungan dan Biaya Tataniaga
Tingkat efisiensi dari suatu aktivitas tataniaga dapat pula diukur melalui besarnya rasio keuntungan dan biaya yang dikeluarkan dalam aktivitas tataniaga.
Rasio keuntungan dan biaya tataniaga menunjukkan besarnya keuntungan yang diterima atas biaya yang dikeluarkan dalam pelaksanaan aktivitas tataniaga.
Semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya pada masing-masing lembaga tataniaga, maka secara teknis sistem tataniaga akan semakin efisien
dalam Limbong Sitorus 1985.
3.1.5. Efisiensi Tataniaga
Efisiensi suatu sistem tataniaga diukur dari kepuasan konsumen, produsen maupun lembaga-lembaga yang terlibat dalam mengalirkan suatu produk dari
produsen primer petani hingga sampai ke tangan konsumen. Terdapat perbedaan pengertian efisiensi tataniaga di mata konsumen dan produsen. Produsen
mengganggap suatu sistem tataniaga yang efisien adalah jika penjualan produknya mampu mendatangkan keuntungan yang tinggi bagi produsen, sementara di mata
konsumen suatu sistem tataniaga dinilai efisien jika konsumen bisa mendapatkan suatu produk dengan harga yang rendah. Dalam menentukan tingkat kepuasan
dari para lembagapelaku tataniaga sangatlah sulit dan sifatnya relatif. Efisiensi merupakan rasio dari nilai output dengan input.
Indikator dalam mengukur efisiensi tataniaga produk agribisnis dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis dalam Asmarantaka 2009 yaitu:
1. Efisiensi operasional atau teknis berhubungan dengan pelaksanaan aktivitas
tataniaga yang dapat meningkatkan atau memaksimumkan rasio output-input tataniaga. Efisiensi operasional adalah ukuran frekuensi dari produktivitas
penggunaan input-input tataniaga. Peningkatan efisiensi atau keuntungan dapat dilakukan melalui tiga kondisi diacu dalam Kohls and Uhl 2002 yaitu:
a. Menurunkan biaya tanpa menurunkan kepuasan konsumen
b. Meningkatkan kepuasan konsumen tan pa meningkatkan biaya
c. Meningkatkan kepuasan konsumen dengan peningkatan biaya dimana
tambahan nilai output lebih besar dari tambahan nilai input. 2. Efisiensi harga
menekankan kemampuan sistem tataniaga dalam mengalokasikan sumberdaya dan mengkoordinasikan seluruh produksi
pertanian dan proses tataniaga sehingga efisien sesuai dengan keinginan konsumen. Efisiensi harga bertujuan untuk mencapai efisiensi alokasi
sumberdaya antara apa yang diproduksi dan apa yang diinginkan konsumen serta memaksimumkan output ekonomi.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Kabupaten Ogan Ilir merupakan salah satu sentra nenas Palembang yang memproduksi nenas terbesar jika dibandingkan dengan kabupaten lainnya.
Namun, pada tahun 2010 terjadi penurunan jumlah produksi nenas. Penurunan jumlah produksi ini menyebabkan permasalahan pada kegiatan pemasaran nenas
sehingga berpengaruh terhadap pendapatan yang diterima oleh petani. Terdapat beberapa bentuk saluran tataniaga nenas Palembang di Desa Paya Besar,
Kecamatan Payaraman, Kabupaten Ogan Ilir. Banyaknya bentuk saluran tataniaga yang ada mengakibatkan perbedaan dalam hal harga jual, margin tataniaga,
farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga pada masing- masing lembaga yang terlibat dalam kegiatan tataniaga. Salah satu permasalahan
yang terjadi dalam tataniaga nenas Palembang di Desa Paya Besar, Kecamatan Payaraman, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan ini adalah adanya marjin
antara harga di tingkat produsen dengan harga di tingkat konsumen Pasar Induk Kramat Jati. Dimana harga jual petani lebih rendah dibandingkan harga di tingkat
pedagang perantarakonsumen akhir. Selain itu, kurangnya informasi yang dimiliki petani mengakibatkan posisi petani sebagai price taker sehingga tidak
dapat mempengaruhi harga jual nenas. Berangkat dari permasalahan yang ada maka penelitian ini dilakukan untuk
menganalisis sistem tataniaga komoditas nenas Palembang mulai dari petani, lembaga pemasaran yang terlibat, serta lembaga-lembaga penunjang kegiatan
pemasaran nenas Palembang. Penelitian ini dilakukan dengan mengidentifikasi saluran pemasaran dan fungsi-fungsi lembaga pemasaran. Selanjutnya dilakukan
analisis deskriptif dan analisis kuantitatif dengan pendekatan struktur, perilaku dan keragaan pasar.
Hasil analisis yang dilakukan dari sistem tataniaga nenas Palembang yang ada, maka diketahui efisiensi sistem tataniaga nenas Palembang di Desa Paya
Besar, Kecamatan Payaraman, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Dengan demikian, diperoleh perumusan mengenai upaya-upaya perbaikan yang dapat
direkomendasikan kepada petani sebagai produsen, lembaga-lembaga pemasaran
yang terlibat sebagai penyalur, serta lembaga yang mengawasi dan memberikan kebijakan yang dapat mendukung pemasaran nenas Palembang. Berikut skema
kerangka operasional analisis tataniaga nenas Palembang di Desa Paya Besar, Kecamatan Payaraman, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan pada Gambar 4.
Keterangan:
: Arus barang satu arah : Informasi dua arah
: Arus uang satu arah
Gambar 4. Skema Kerangka Pemikiran Operasional Adanya marjin yang relatif tinggi di tingkat produsen dengan tingkat konsumen
Kurangnya informasi harga yang dimiliki petani serta adanya ketergantungan petani kepada pedagang pengumpul desa menyebabkan petani sebagai price taker
Konsumen
Lembaga tataniaga Pengumpul
Pd. Besar Pengecer
Petani
1. Saluran tataniaga
2. Fungsi tataniaga
Struktur pasar 1.
Banyaknya penjual dan pembeli 2.
Sifat produk 3.
Hambatan keluar masuk pasar 4.
Informasi pasar Perilaku pasar
1. Kegiatan pemasaran
2. Sistem penentuan harga dan
pembayaran 3.
Praktek penjualan dan pembelian 4.
Kerjasama antar lembaga
Keragaan pasar 1.
Margin tataniaga 2.
Farmer’s share 3.
Rasio keuntungan dan biaya
Gambaran tataniaga komoditi nenas di Desa Paya Besar
Rekomendasi solusi kepada petani, lembaga tataniaga serta lembaga yang mengawasi dan memberikan kebijakan dalam sistem tataniaga nenas di Desa Paya Besar
Saling mempengaruhi Alur pemikiran
IV METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian